Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH ETIKA PENDIDIKAN

TIGA DIMENSI ETIKA PENDIDIKAN

Disusun Oleh:

Rahmadi Budi Hartomo (15105241006)

Dadan Dhulkurnain (15105241005)

Yuli Ernawati (15105241025)

Nurul Hidayah (15105244002)

M. Khanafi Jazuli (15105244010)

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan patut diakui bahwa usia pendidikan sama tuanya dengan usia
manusia. Pendidikan telah dilaksanakan semenjak manusia hadir di muka bumi dengan
sebuah tujuan awal bahwa pendidikan hanyalah sekadar mempersiapkan generasi muda untuk
bisa survive di tengah masyarakat luas. Karena itu, bentuk pendidikan lebih berupa
mewariskan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk survival kepada
generasi berikutnya. Etika pendidikan merupakan dua pokok penting yang berbeda namun
tidak dapat dipisahkan dalam praktiknya. Untuk dapat memahami kedua pokok ini sebagai
modal awal dalam pemahaman yang benar tentang etika pendidikan harus didasarkan pada
suatu pengertian yang benar tentang etika pendidikan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa
etika pendidikan merupakan sebuah proses pendidikan yang berlangsung secara etis dan
terus-menerus dalam kehidupan seseorang melalui pengajaran dan penekanan terhadap etika
itu sendiri sehingga kemampuan, bakat, kecakapan dan minatnya dapat dikembangkan
seimbang dengan etika yang baik dan benar dalam kehidupannya.

Hampir semua orang dikenali pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Pendidikan


tidak terpisah dari etika dalam kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari
orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga, mereka juga akan
mendidik anak mereka dengan baik dan sopan sesuai dengan etika yang baik. Etika dan
pendidikan dua pokok yang saling terkait, seorang yang memiliki pendidikan akan dilihat
dari cara dan gaya hidupnya yang menunjukkan sifat-sifat serta perkataan yang sopan dan
santun. Hal ini dibentuk untuk landasan etika, karena menurut Umar Tirtaraharja bahwa,
Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-
potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi
manusia. Pendidikan itu berlangsung dengan baik dan berhasil, jika seorang pendidik
memahami dan menerapkan konsep keteladanan yang baik berdasarkan etika dan moral yang
baik.2 Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsip berbeda dari ciptaan yang lainnya,
salah satu perbedaan yang sangat nampak dalam kehidupan manusia adalah cara hidup yang
penuh dengan nilai-nilai baik dan luhur dalam kehidupannya. Tujuan pendidikan memuat
gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan
dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Etika Pendidikan


2. Apa perbedaan Etika Individual dan Etika Sosial
3. Bagaimana Etika Pendidikan dengan Tiga Dimensi
4. Apa Tujan Pendidikan dalam Dimensi Etika Pendidikan

Tujuan

1. Untuk Mengetahui pengertian Etika Pendidikan


2. Untuk Memahami perbedaan Etika Individual dan Etika Sosial
3. Untuk Memahami Etika Pendidikan dengan Tiga Dimensi
4. Untuk Mengetahui Tujan Pendidikan dalam Dimensi Etika Pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

Pemahaman dasar etika mempunyai peran menentukan dalam pegembangan etika


pendidikan. Pertama, etika pendidikan bisa dijelaskan dari berbagai sudut pandang berkat
beragaman gagasan yang berasal dari keanekaan aliran-aliran etika; kedua, etika pendidikan
masuk dalam etika social, bukan etika individual. Dasar kesahihan etika individual
mengandalkan pada kebenaran premis-premis atau koherensinya. Etika sosial masih perlu
lagi memperhitungkan struktur sosial dan persetujuan anggota masyarakat.

Etika Pendidikan/ Etika Sosial ; Struktur Social dan Tindakan Kolektif

Etika pendidikan berperan dalam rekayasa social yang memperhitungkan kualitas


danintesitas interaksi social, Maka logika etika pdnidikan bukan digerakkan oleh model
logika etika individual, namun mengikuti logika etika sosial

PERBEDAAN ETIKA INDIVIDUAL DAN ETIKA SOSIAL

ETIKA INDIVIDUAL ETIKA SOSIAL

1. OBYEK Baik/Buruk
perilaku Tanggungjawab dan kewajiban
individu dalam bermasyarakat: hukum,
dalam politik, pendidikan, strategi,
masyarakat: praktik kelompok, komunitas,
Norma- organisasi dan lembaga.
norma
2. VALIDITAS Tergantung Terkaitan dengan struktur
pada sosial dan tindakan kolektif >
kesahihan Perlu persetujuan sebanyak
premisnya mungkin anggota masyarakat
3. MEDIASI Hubungan Hubungan visi dan tindakan
visi dan kolektif tidak langsung > masih
tindakan > memerlukan mediasi
Langsung Mediasinya berupa nilai dan
simbol. Maka persuasi sangat
menentukan dan kompetensi
profesional berperan
4. JEMBATAN Bila sudah
menjadi
keyakinan Keyakinan harus bisa dipahami
individu. secara rasional sehingga bisa
Tindakan dikomunikasikan
tidak butuh
persuasi

Begitu masuk ke ruang publik, pejabat publik diarahkan oleh serangkaian aturan dan
hokum yang sering belum tentu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diyakininya (J.S
Bowman, 2010: 84). Kalau hubungan anatara visi dan tidakan kolektif butuh mediasiuntuk
mendapat persetujuan dari anggota masyarakat, Berarti (i) dalam ruang public, pejabat public
bertindak bukan atas nama pribadi, tapi kepentingan masyarakat: (ii) bagaiman menjembatani
keyakinan dengan argument pilihan masyarakat

Akuntabilitas, bukan kesewenangan memberlakukan nilai pribadi, namun taat hokum


dan sistem politik yang disetujui bersama. Kasus itu diperlihatkan bahwa tindakaan
seseorangsudah dikondisikan oleh suatu struktur sehingga membatasi maneuver pilihannya.
Keputusan untuk menerma/menolak struktur social tertentu merupakan bagian dari keputusan
etis. Maka etika sosial harus memperhitungkan struktur social dan tindakan kolektif sehingga
menunjukan ciri-ciri khususnya:

Pertama, untuk memahami struktur social,diadaikan memiliki pengetahuan sosiologi.


Dalam etika social, tidak cukup memahami niai dan norma untuk dijadikan
keyakinanbertindak. Perlu memahami struktur social yang didefinisikan sebagai aturan-
aturan dan sumber daya atauseperangkat relasi transformasi, tindakan kolektif diorganisir
sebagai bagian dari sitem social (Giddens, 1984: 25). Berhadapan dengan sistem social,
dimensi etika terletak dalam menerima dan menolak sistem tersebut Pemahaman struktur
social itu membantu menyadari bahwa budaya politik mengadaikan strukturasi tindakan
kolektif melalui interaksiantara warganegara, komunitas dan lembaga. Ada tiga bidang
interaksi social yang dominan, yaitu komunikasi, kekuasaan dan moralitas (Gidden, 1994:
129).

Kedua, etika sosial terkait dengan tindakan kolektif, artinya penerimaan prinsip-
prinsipnya mengadalkan persetujuan sebanyak mungkin anggota masyarakat. Maka
diperlukan persuasi untuk menyakinkan masyarakat bahwa tindakan akan membawa ke suatu
tujuan bersama. Persuasi akan berhasil kalua mampu menawarkan nilai-nilai atau simbol-
simbol itu yang akan membawa kesepahaman terhadap suatu situasi tindakan bersama. Peran
symbol-simbol dan nilai-nilai itu harus digali dari konteks dan situasi masyarakatnya. Nilai
dan simbol yang kontekstual itu akan menjadi perantara atau jembatan yang menghubungkan
atau mempertemukan keyakinan-keyakinan atau kelompok-kelompok yang berbeda agar
bisa mencapai kesepahaman bersama sehingga bisa mengarahkan penafsran dan tindakan
kolektif. Jadi etika pendidikan suatu masyarakat yang berisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip
pendidikan harus berperan sebagai mekanisme koordinasi tindakan untuk mendefinisikan
situasi bersama dalm memajukan pendidikan di suatu daerah.

Etika Pendidikan dengan Tiga Dimensinya

Etika pendidikan oleh Halstead dikaitkan dengan masalah nilai, yaitu prinsip,
keyakinan dasar, ideal, atau standar yang berfungsi sebagai pengaruh perilaku dan terkait erat
dengan integritas dan identitas pribadi (dalam Roy Gardner, 2005: 19)dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dengan definisi ini, etika pendidikan lebih diarahkan pada
norma yang mengatur pendidik karena, pertama, semua pendidik memiliki identitas
profesional dan tunduk kepada ciri khas integritas pribadi; kedua, ada standar perilaku dan
penilaian yang sesuai dengan kekhasan setiap sekolah. Karena tekanan pada standar/norma
ini, pendekatan Halstead memahami etika pendidikan lebih kearah kode etika pendidikan,
berarti lebih dipengaruhi oleh aliran deontologi.

Tujuan pendidikan dan kebutuhan peserta didik menunjukkan pentingnya pedagogi.


Pedagogi merupakan ilmu yang menjembatani anata subyek dan pengetahuan. Pada lapis
estemik ini, ditekankan keterbukaan peserta didik untuk berubah. Berubah berarti
memodifikasi sebagian dari kebiasaan dan kerangka penafsiran. Maka belajar bukan
menumpuk pengetahuan, tetapi mengorganisir pengetahuan yang akan mengubah cara
membaca dunia. Dalam proses belajar, yang terjadi adalah peleburan cakrawala-cakrawala,
antara cakrawala peserta didik, fasilitator dan dunia/bidang atau disiplin ilmu sehingga akan
membuka cakrawala baru. Belajar berarti berubah (de Vecchi, 2000:199). Fokus pedagogi
diletakkan pada masalah yang terkait dengan perkembangan manusia. Kriteria penilaiannya
adalah membantu kemandirian peserta didik dan mendukung perkembangan kesadaran
moralnya.

Henri Marion, seperti dikutip oleh Blais, menjelaskan hubungan antara pedagogi dan
filsafat. Filsafat memberikan dasar-dasar bagi suatu budaya rasional untuk suatu
masyarakatyang dewasa dan bertanggung jawab (Blais 2002:74). Tujuan ini mengacu ke ideal
moral untuk mendidik subyek mandiri, bermartabat dan bisa hidup bersama dalam pluralitas.
Refleksi kritis atas nilai dan norma yang terkait dengan kebijakan pendidikan dan proses
belajar-mengajar dibahas dalam etika pendidikan dengan tiga dimensinya.

TIGA DIMENSI ETIKA PENDIDIKAN

Empat Tujuan Pendidikan

TUJUAN

ETIKA PENDIDIKAN

MODALITAS/SARANA AKUNTABILITAS PROFESIOAL


- Kurikulum dan Fasilitas - Disposisi terhadap rasionalitas
- Model komunikasi pedagogi(Penjelasan, - Disposisi demi kepentingan peserta didik
Apropriasi, Dialogis pelibatan penelitian,
Tutorial )
- Proses belajar-menagajar; Materi - Disposisi untuk rendah hati
pembelajaran (pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap)
- Model evaluasi - Disposisi bisa salah dan keterbukaan
Profesionalisme:
1. Kompetensi pedagogis dan etis
2. Trust dan kemitraan publik

Empat Tujuan Pendidikan


Masalah yang mendasar ialah bentuk-bentuk praksis pendidikan ternyata tidak bisa
dilepasakan dari tujuan pendidikan. Setiap sistem pendidikan dengan tujuannya ditentukan
oleh filsafat tentang manusia dan masyarakat yang dianut sehingga tidak pernah netral atau
bebas nilai. Maka di balik tujuan-tujuan yang ditetapkan tersirat suatu filsafat manusia dan
masyarakat yang mendasarinya. Setidaknya ada empat yang menjadi idealisme pendidikan,
yaitu:
Pertama, perolehan pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) atau kemampuan
menjawab permintaan pasar. Tujuan pendidikan mau menekankan perolehan pengetahuan dan
kemampuan untuk mempersiapkan peserta didik agar nantinya mendapatkan kesempatan
kerja. Tolak ukur keberhasilan model pendidikan semacam ini adalah peserta didik mampu
menemukan lapangan kerja dengan tingkat pendapatan yang sesuai dengan tingkat
pendidikannya. Jadi pendidikan diarahkan untuk memberi sumbangan bagi penyelenggaraan
kesejahteraan masyarakat dengan mempersiapkan orang-orang masuk ke lapangan kerja.
Kedua, tujuan pendidikan menekankan orientasi humanistik. Pendidikan diarahkan
untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan penalaran untuk
mempertanggungjawabkan pernyataan, keyakinan dan tindakannya. Sasarannya ialah bisa
memahami apa dan mengapa yang dipelajari serta meningkatkan kemampuan
mengorganisasi pengalaman dalam konsep-konsep yang sistematis. Tolak ukur keberhasilan
tujuan ini yaitu : pertama, minat membaca dan kemampuan untuk mengerti apa yang dibaca.
Kemampuan ini akan kelihatan dari keterampilan untuk mengungkapkan diri sendiri secara
lisan dan tertulis. Kedua, kesanggupan untuk menangkap pikiran orang lain dengan tepat dan
menanggapinya secara terbuka dan kritis.
Ketiga, kebiasaan mempelajari secara sistematis apa yang dilakukan dan mulai
mengadakan studi terbatas sebagai pendasaran pembentukan pendapat sendiri. Tujuan
pendidikan yang ketiga menjawab tantangan mengenai sosial, ekonomi dan keadilan.
Pendidikan diarahkan untuk menyiapkan orang untuk bisa mengenali dan menjelaskan
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan kemudian berusaha menghasilkan jawaban-
jawaban yang mendasarkan pada etika. Tujuan ini tidak lepas dari dimensi hakiki politis
dalam pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Paulo Freire (Pedagogy of the Oppressed)
bahwa pada hakikatnya adalah pelibatan politik. Peserta didik diarahkan untuk berkembang
menjadi warga negara yang memiliki keterampilan dalam mengolah proses-proses soaial,
memiliki komitmen pada nilai-nilai demokratis, artinya mampu dan berpartisipasi di dalam
proses soaial, politik dan ekonomi. Oleh karena itu perolehan pengetahuan dan keterampilan
bukan untuk kepentingan dirinya senidri melainkan untuk pelayanan perkembangan manusia,
kedamaian dan kesejahteraan masyarakat. Tolak ukur keberhasilan tujuan pendidikan ini ialah
tumbuhnya dalam diri peserta didik minat memahami secara kritis perubahan-perubahan yang
sedang berlangsung dalam masyarakat.
Keempat, yaitu kemajuan ilmu-ilmu pengetauan itu sendiri. Biasanya tujuan ini lebih
terkait langsung dengan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan yang keempat ini mengajak
peserta didik untuk mempelajari sesuatu demi sesuatu demi kemajuan disiplin ilmu itu
sendiri. Tolak ukur keberhasilan ialah penelitian-penelitian yang dilakukan membawa ke
penemuan teori-teori baru. Tantangannya terletak dalam upaya menjawab masalah-masalah
etika dan bagaimana menghadapi atau mencegah penyalahgunaan ilmu dan teknologi.
Dimensi etis dari ke empat tujuan pendidikan itu terletak di dalam muatan nilai atau
kepentingan dari masing-masing tujuan pendidikan. Maka etika pendidikan mengkaji masing-
masing tujuan itu bertitik-tolak dari konteks tempat dengan memperhitungkan sejauh mana
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Muatan nilai atau kepentingan bisa disoroti
dengan memeriksa sejauh mana proporsional kepentingan politik, ideologis atau ekonomis
dalam menentukan kebijakan pendidikan.

Dimensi Modalitas atau Sarana


Dimensi etis dari modalitas terletak dalam pilihan sistem/sarana yang pada
hakikatnya sarat dengan nilai atau kepentingan, bahkan pendagogi tidak pernah netral.
Pendagogis memberi aturan pelaksanaan praktis. fokusnya diletakkan pada masalah yang
terkait dengan perkembangan manusia. Maka kriteria penilaiannya diarahkan untuk
mengetahui apakah membantu kemandirian peserta didik, apakah mendukung bagi
perkembangan kesadaran moralnya atau tidak.
Tujuan pendidikan akan menentukan model komunikasi dalam proses pembelajaran
yang diterapkan. Tiga model komunikasi pendagogis sebagai berikut:Pertama, model
komunikasi pendagogis dengan kompetensi objektif yang berbentuk penjelasan. Model
pendekatan pendagogisnya : mempersiapkan bahan plajaran atau kuliah yang akan diberikan ,
berusaha memahaminya, merencanakan urutan logis dan penyampaiaan secara jelas,
menentukan tujuan-tujuan umummaupun tujuan intruksional khusus, dan menentukan
permaslahan pokok. dalam model ini ,cukup bila pesan yang mau disampiakan jelas dan tata
asa untuk bisa dimengerti dan dipelajari peserta didik.
Modalitas pembelajaran ini adalah peka terkadap masalah pengakuan dan
penghargaan serta cenderung elitis. pengakuan dan penghargaan hanya diberikan kepada
peserta didik yang terbaik. Sistem pendidikan semacan ini pada dasarnya cenderung menjadi
alat penyadar diri, status serta Kewajiban peserta didik dalam piramida tatanan hirarkis
masyarakat.
Kedua, Bentuk komunikasi pendagogis apropriasi atau pendagogi dengan tanggung
jawab tak terbatas.
Dalam model komunikasi ini, proses pembelajaran sebagian besar menjadi tanggung
jawab peserta didik. Model pendagogi apropriate memahami bidang yang belum terolah
memungkinan setiap orang untuk masuk ke situasi belajar. Sedangkan peserta didik
diandaikan bisa menempatkan diri sebagai fasilitator dan tutor metodologi. Model
komunikasi apropriate ditekankan unsur ekprorasi, penyelidikan sendiri, sikap selalu
bertanya, menguji dan kritis.
Ketiga, Model komunikasi pendagogis dialogis atau model pendagogis dimana
tanggung jawab dipikul bersama
Pendekatan ini cenderung dengan interkontruktivistik. Peran fasilitator
memperhatikan beragamnya penggunaan konsep-konsep, kata-kata atau istilah dengan
demikian fasilitator harus merupakan sorang pakar pakar leanguage games dam memahami
permainan bahasa.
Dalam prateknya, fasilitator akan menggunakan kemamaapuan ini untuk
mengidentifikasi tanggung jawab dirinya dan tanggung jawab orang lain dalam ungkapan
bahasa yang beragam.
Ketiga model pendagogis ini tidak bisa dipisahkan darikurikulum pendidikan yang
berlaku. Kurikulum menjadi sangat penting pada masa perubahan sosial karen pendidikan
menjamin kesejahteraan di masa depan. Jadi tantangan bagi para pengambil kebijakan adalah
bagaimana kurikulum bisa membantu mencptakan masyarakat pembelajar.

Akuntabilitas Profesional: Kompetensi dan Integritas Pendidik

Salah satu pendekatan yang diusulkan oleh John Tomlinson dan Vivianne Little, ialah
mengaitkan etika dengan masalah otoritas epistemologis dan tujuan professional, yang
meliputi empat disposisi dalam proses belajar-mengajar:

1. Disposisi terhadap rasionalitas; tidak ada norma atau nilai yang tidak dapat
diperdebatkan, yang tidak bisa dipertanyakan atau dikritik. Argumentasi menjadi satu-
satunya dasar pengambilan keputusan. Semua keputusan dapat dipertanyakan bila ada
argumentasi baru.
2. Disposisi untuk memperjuangkan kepentingan peserta didik. Memberi kesempatan
pada peserta didik untuk belajar, tanggungjawab dan pengalaman hidup untuk
kesejahteraan mereka di masa depan.
3. Disposisi untuk rendah hati; karena pengetahuan selalu berkembang, kebenaran ilmu
pengetahuan sifatnya sementara, maka akan selalu ada penemuan baru yang
mempertanyakan kebenaran yang ada.
4. Prinsip bisa salah; berlaku untuk semua pihak yang terlibat di dalam kemitraan
pendidikan. Prinsip ini membuat pikiran terbuka terhadap masukan baru dan siap
menerima perbedaan.
Kempat disposisi itu menjadi dasar etika pendidikan untuk menciptakan masyarakat
pembelajar, yaitu ketika belajar ditempatkan pada pusat pengalaman untuk menjadikan
setiap orang mengembangkan kemampuannya.
Menurut Bowman (2010: 28), kompetensi etis meliputi nilai, pengembangan dan
penalaran moral, moralitas publik dan pribadi serta etika organisasi. Keterampilan etika yang
dibutuhkan dalam pendidikan menekankan empat hal: 1) tingkat kesadaran penalaran moral
sebagai dasar pengambilan keputusan yang etis; 2) kemampuan memahami etika sebagai
sarana dalam menghadapi konflik; 3) kemampuan menolak perilaku yang berlawanan dengan
etika; 4) mampu menerapkan teor-teori etika. Tuntutan yang pertama tingkat kesadaran moral
berkembang berkat pengaruh pendidikan keluarga, sekolah dan lingkungan . sednagkan tiga
tuntutan yang lainnya dapat dipelajari, dilatih, dan dibiasakan. Dasar pengambilan keputusan
dapat dinilai atas dasar acuannya, kepentingan diri, keluarga, teman dekat, kepentingan
kelompok maupun umum, atau bersedia berkorban untuk kepentingan bersama. Semakin
tinggi kesadaran moral, semakin peduli pada kesejahteraan bersama yang diukur dari
kemampuan menghadapi dilemma moral.
Profesionalisme mengimplikasikan kesetiaan pada tujuan pendidikan yang menuntut
kemampuan mengatasi kepentingan. Profesionalisme ini perlu dipertahankan dengan
memupuk kehendak terus-menerus, apapun tekanannya, yang mengarahkan pada konformitas
terhadap kurikulum instrumental. Profesionalisme pribadi dan kolektif mempunyai dua
aspek: hati nurani dan makna panggilan. Profesionalisme pendidik mendasarkan pada
pendidikan, pelatihan dan pengalaman serta didorong oleh hati nurani dan makna panggilan
sebagai pendidik yang merupakan penjamin terbaik melawan acuan-acuan nilai yang tak
berprinsip.
Pendidik harus memiliki akuntabilitas, yakni pendidik sebagai pejabat publik dalam
pelayanan pendidikan harus bertanggungjawab terhadap semua yang dilakukan dengan
membuka /memberi informasi apa saja yang telah dilakukan atau yang gagal dilakukan
dengan harapan siap untuk mengoreksi atau menanggung sanksi secara hokum dan moral
setelah dievaluasi oleh internal maupun pihak luar.
Akuntabilitas profesional diukur dari trus yang menjadi syarat perkembangan proses
belajar mengajar. Akuntabilitas ini mengacu pada tanggungjawab pendidik terhadap
pengguna jasa yang diukur dari hasil kerjanya. Akuntabilitas profesi ini akan mengubah
konsepsi tentang pendidikan guru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika pendidikan berperan dalam rekayasa social yang memperhitungkan kualitas
danintesitas interaksi social, Maka logika etika pdnidikan bukan digerakkan oleh model
logika etika individual, namun mengikuti logika etika social. Serta etika pendidikan suatu
masyarakat yang berisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip pendidikan harus berperan sebagai
mekanisme koordinasi tindakan untuk mendefinisikan situasi bersama dalm memajukan
pendidikan di suatu daerah.
Etika pendidikan memiiki 3 Dimensi yaitu Tujuan ModalitasSarana, dan ,
Akuntabilitas Profesional, yang mana tujuannya ditentukan oleh filsafat tentang manusia dan
masyarakat yang dianut sehingga tidak pernah netral atau bebas nilai dan di dampingi oleh 4
idealisme pendidikan yang meyertainya.
DAFTAR PUSTAKA

Blais, M.C. (ed). 2002. Pour une Phillosophie Politique de I education. Paris: Bayard.

Bowman,J. S.. 2010. Achieving Competencies in Public Services. The Professional Edge.
Second Edition, Armonk N.Y.: M.E.Sharpe.

Giddener, R.,Cairns,J.&Lawton, D.. 2005. Education for Values, Morals, Ethics and
Citizenship in Contemporary Teaching. Taylor & Francis e-Library.

Giddens, A., 1993. New Rules of Sociological Method. Cambridge:Politiy Press.

Haryatmoko. ----. Tiga Dimensi Etika Pendidikan. Makalah.

Praja, Juhaya S. 2008. Aliran-aliran Filsafa dan Etika. Jakarta: Prenada Media.

Tomilinson, J., & Little, V., 2005. A Code of the Ethical Principles Underliying Teaching as a
Professional Activity. in: Gardner, R., Education for Values, ...(hlm.147-158)

Vecchi, Gerrard de. 2000. Aider les Eleves a apprendre. Paris: Hachette.

Вам также может понравиться