Вы находитесь на странице: 1из 7

RESUME JURNAL

Saliva Sebagi Alat Diagnostik Untuk Mengukur Kapasitas Total Antioksidan pada Anak
Dengan Leprosy dan Lahir Dari Orangtua Dengan Leprosy
V Patni1, S Baliga2 and S Sawal3
1
MDS Senior Lecturer, Department of Pedodontics & Preventive Dentistry, RR Dental
College, Udaipur
2
MDS, Professor & Head, Department of Pedodontics & Preventive Dentistry, Datta Meghe
Institute of Medical Sciences, Sawangi Meghe, Wardha (MS)
3
MDS Senior Lecturer, Department of Pedodontics & Preventive Dentistry, Saraswati
Dhanwantari Dental College & Hospital, Parbhani
Abstrak

Tujuan. Untuk menilai peran saliva sebagai suatu alat diagnostik untuk mengukur kapasitas

total antioksidan pada anak-anak dengan leprosi dan anak-anak yang lahir dari orangtua yang

leprosi.

Metode. 150 orang anak dengan kelompok umur 4-15 tahun, dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu kelompok anak dengan leprosi, kelompok anak yang lahir dari orangtua yang leprosi,

dan anak yang sehat. Kadar Vitamin C diukur pada saliva anak dengan spektofotometri pada

tingkat 695 nm menggunakan metode Phosphomolybdenum. Data dianalisa menggunakan uji

T berpasangan dan One Way Anova.

Hasil dan Kesimpulan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan leprosi

menunjukkan kapasitas total antioksidan pada saliva yang menurun bila dibandingkan dengan

anak yang sehat. Kadar dari antioksidan Vitamin C lebih tinggi pada leprosi tipe Pausibasiler

(PB), apabila dibandingkan dengan leprosi tipe Multibasiler (MB) (P<0.001). Ketika terjadi

peningkatan umur, terdapat peningkatan secara gradual dari kapasitas antioksidan diantara

kedua kelompok baik pada kelompok maupun pada kelompok penelitian, dan hasilnya adalah

meningkat signifikan secara statistik. Saliva adalah sebuah media yang lemah.

12
RESUME

Leprosi atau yang dikenal juga dengan istilah Morbus Hansen, merupakan penyakit
yang disebabkan Mycobacterium leprae dan ditandai dengan kerusakan kulit, nervus perifer,
dan lapisan saluran pernafasan atas. Di tahun 1984 World Health Organization menempatkan
India dan juga Negara lainnya, seperti Bangladesh, Brazil, Indonesia, Negeria, dan Myanmar
sebagai daerah endemik leprosi. Pada berbagai bentuk leprosi, beberapa substansi antioksidan
diketahui mengalami penurunan, seperti retinol (Vitamin A), -tokoferol (Vitamin E), zinc,
magnesium, asam askorbid (Vitamin C) dan juga selenium. Penurunan dari status antioksidan
diketahui berkontribusi pada peningkatan stres oksidatif dan permasalahan dalam pengobatan
serta kontrol pasien dengan leprosi. Sebagai antioksidan larut dalam air, Vitamin C adalah
antioskidan yang unik karena dapat menangkal radikal peroksil, sebelum kerusakan substansi
terjadi dengan merusak struktur lipidnya.

Vitamin C akan bekerja sama dengan Glutathione peroksidase, dan Vitamin E yang
merupakan antioksidan yang larut dalam lemak, untuk menghentikan reaksi berantai radikal
bebas. Dengan demikian, pengukuran dari kadar Vitamin C diketahui berhubungan dengan
penentuan status antoksidan yang dapat digunakan sebagai suatu alat prognostik, pengobatan,
dan kontrol pasien leprosi. Serum darah digunakan dalam berbagai tes diagnostik dan saat ini
merupakan standar pemeriksaan pada pasien dengan leprosi. Pengumpulan dari serum darah
diketahui menggunakan metode invasif, sehingga pengumupan cairan saliva yang diketahui
13
merupakan suatu metode yang non invasif menjadi salah satu rekomendasi yang tepat sebagai
suatu alat diagnostik pada pasien leprosi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, cairan saliva
dianalisa untuk menilai perannya sebagai suatu alat diagnostik untuk mengukur kapasitas dari
total antioksidan pada anak dengan leprosi dan anak yang lahir dari orangtua dengan leprosi.

Dalam penelitian ini, awalanya dilakukan sidang etik untuk menentukan apakah studi
ini layak dan patut dilakukan dari segi kemanusiaan. Selanjutnya, diperoleh 150 orang anak
dengan rentang usia 4-15 tahun untuk dibagi kedalam tiga kelompok penelitian yang masing-
masing dari kelompok terdiri dari 50 orang anak. Kelompok pertama adalah kelompok anak
dengan leprosi, kelompok kedua yaitu kelompok anak yang lahir dari orangtua dengan leprosi
dan kelompok terakhir yang merupakan kelompok anak sehat. Anak-anak yang dilaporkan
dengan leprosi atau masih dalam pengobatan dan juga anak yang lahir dari orangtua dengan
leprosy tetapi dalam kondisi yang sehat dilibatkan dalam penelitian ini. Sementara itu kriteria
ekslusi dalam penelitian ini adalah anak-anak dengan penyakit sistemik. Selanjutnya, setiap
orangtua atau wali dari anak tersebut di berikan informasi tentang penelitian dan dimintakan
persetujuan penelitian.

Dua milliliter dari sampel cairan saliva yang tidak distimulasi dikumpulkan dengan
meminta pasien untuk duduk dengan posisi Coachman's, kepala tunduk kebawah dan saliva
dikumpulkan dalam mulut selama dua menit. Sampel saliva dikumpulkan secara aseptik pada
tempat steril, dan disimpan dalam botol kaca pada suhu 4 0 celcius untuk kemudian dianalisa
dalam waktu 3-6 jam setelah pengumpulan sampel. Aktivitas antioksidan dari saliva dianalisa
dengan suatu metode Phosphomolybdenum. Sebanyak 100 L larutan sampel dikombinasikan
dengan 1 mL dari pereaksi (asam sulfat 0.6 M, 28 mM natrium fosfat, dan 4 mM amonium
molibdat), kemudian tabung tersebut ditutup dan diinkubasi dalam air pada suhu 95 0C selama
90 menit. Selanjutnya, absorbansi dari larutan diukur pada 695 nm menggunakan suatu alat
spektofotometri. Aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dinyatakan sebagai jumlah gram
setara asam askorbat. Semua data yang diperolah dalam penelitian ini dianalisa dengan teknik
uji T berpasangan dan One Way Anova.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan, total antioksidan lebih rendah pada kelompok
studi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Temuan berikutnya adalah total antikosan
lebih rendah pada kelompok anak dengan leprosi bila dibandingkan dengan anak yang lahir
dari orangtua dengan leprosi. Berdasarkan nilai rata-rata, secara statistik ditemukan hubungan
yang sangat signifikan (P=0.00). Hasil lainnya adalah ditemukan total antioksidan yang lebih
14
tinggi pada kelompok Pausibasiler bila dibandingkan kelompok Multibasiler pada kelompok
studi (P<0.001). Hasil terakhir ialah terjadi peningkatan secara gradual dari total antioksidan
sesuai dengan peningkatan usia anak.

Leprosi adalah salah satu penyakit disabilitas, dan dianggap penting karena terutama
dapat menyebabkan terjadinya kecacatan fisik yang permanen dan progresif dengan implikasi
sosial dan ekonomi yang serius. Dari berbagai mekanisme yang mempengaruhi patogenesis
leprosi, stres oksidatif yang terbentuk akibat reaksi Reactive oxygen species (ROS) diketahui
memaikan peranan penting dalam patogenesis leprosi. Stres oksidatif sendiri adalah keadaan
yang menggambarkan berbagai proses kerusakan akibat ketidakseimbangan radikal bebas dan
antioksidan dalam tubuh, sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan kematian sel
yang pada akhirnya mempengaruhi sistem kerja tubuh. Dalam penelitian ini, saliva yang tidak
terstimulasi lebih dipilih dikarenakan berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan bahwa
pada saliva yang tidak terstimulasi total antioksidan lebih tinggi daripada cairan saliva yang
distimulasi. Selain itu, antioksidan yang berada dalam cairan saliva diketahui berperan sendiri
dalam menyeimbangi kadar radikal bebas ditubuh. Oleh karena itu, total antioksidan saliva
yang dievaluasi untuk menilai status antioksidan individu kurang mewakili total antioksidan
secara keseluruhan, mahal, dan sulit dikerjakan. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan
temuan sebelumnya dengan menggunakan serum darah untuk mengukur kadar antioksidan
tubuh pasien leprosi. Penurunan total antioksidan pada kelompok anak dengan leprosi apabila
dibandingkan dengan kelompok anak yang lahir dari orangtua yang menderita leprosi diduga
berkaitan dengan rendahnya asupan nutrisi, imunitas yang menurun, dan status ekonomi yang
rendah.

Asupan nutrisi yang memadai diketahui dapat menyebabkan peningkatan dari kadar
antioksidan dalam tubuh yang pada akhirnya tubuh sendiri dapat memerangi infeksi yang ada
dalam tubuh. Suplemen makanan seperti mikronutrisi (vitamin dan mineral) yang merupakan
kelompok penting diet antioksidan dapat membantu meningkatkan total antioksidan. Dalam
penelitian ini, sampel penelitian berasal dari lembaga dengan tingkat status sosial ekonomi
yang rendah, sehingga asupan nutrisi yang memadai tidak dapat dicukupi. Hal ini mungkin
menjelaskan alasan kenapa dalam penelitian ini didapatkan total antioksidan yang rendah.
Hal tersebut juga memberikan asumsi bahwa pada anak-anak dengan usia yang lebih muda
memiliki tingkat konsumsi nutrisi yang rendah, sehingga pada anak-anak dengan usia yang
lebih tua cenderung total antioksidannya lebih tinggi. Alasan lainnya adalah, pada anak yang

15
lebih tua terjadi peningkatan sistem pertahanan tubuh, sehingga ikut mempengaruhi dari total
antioksidan dalam tubuh.

Anak-anak yang diinkulsikan dalam penelitian ini diketahui dalam terapi pengobatan
MDT, dan terdapat bukti bahwa pemberian dapson yang merupakan salah satu pengobatan
MDT merupakan obat yang sangat oksidatif dan menginduksi terjadinya hemolisis. Kondisi
tersebut diketahui akan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh dan akan menurunkan kadar
antioksidan. Dalam penelitian ini, temuan bahwa kadar antioksidan pada Multibasiler lebih
rendah daripada Pausibasiler sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Jyhoti et al, yang
menemukan hal serupa pada pemeriksaan dengan menggunakan media serum pasien. Hooper
et al menjelaskan bahwa, pada pasien leprosi tipe Multibasiler diketahui memiliki status imun
yang lebih rendah dari pasien leprosi tipe Pausibasiler, dimana hal tersebut diduga berkaitan
dengan status imunitas seluler pasien. Dalam penelitian ini, yang ditekankan adalah peranan
dari diet yang sangat penting terhadap status imunitas pasien dan juga kadar antioksidan.

Oleh karena sampel yang dikit dalam penelitian ini, hubungan antara total antioksidan
dengan pasien anak penderita leprosi dan pasien anak yang lahir dari orangtua penderita tidak
dapat ditentukan, sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih
besar untuk menentukan apakah cairan saliva dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk
menilai stress oksidatif pada pasien.

KRITISI JURNAL

Judul:
Saliva as A Diagnostic Tool For Measurement of Total Antioxidant Capacity in Children with
Leprosy and Born to Leprosy Parent.

Penulis:
V Patni, S Baliga and S Sawal
N PETUNJUK KOMENTAR

o
1. Apakah alokasi subyek penelitian ke Dalam penelitian ini, subjek penelitian

kelompok terapi atau kontrol betul- diperoleh berdasarkan teknik


pengambilan sampel probality sampling,
betul secara acak (random) atau

16
tidak? artinya setiap orang memiliki kesempatan
yang sama untuk menjadi sampel
Ya
penelitian.
Dalam penelitian ini sampel dipilih secara
acak dari total 150 orang dan
dikelompokkan menjadi 3 kelompok
penelitian secara acak.
2. Apakah semua keluaran (outcome) Dalam penelitian ini semua hasil dari

dilaporkan? penelitian dilaporkan, baik mengenai data


demografi atau karakteristik sampel
Ya
maupun hasil statistik perbandingan
kedua kelompok berdasarkan hasil uji T
Berpasangan dan One Way ANOVA.
Dalam penelitian ini dilaporkan data
mengenai kadar antioksidan pada tiga
kelompok, kadar antioksidan pada
kelompok tipe MB dan PB pasien
kelompok anak dengan leprosi dan
dilaporkan juga nilai antioksidan
berdasarkan umur.
3. Apakah lokasi studi menyerupai Tempat khusus dari pelaksaan penelitian

lokasi anda bekerja atau tidak? ini tidak dijelaskan secara spesifik dalam
penelitian, namun bila dilihat dari hasil
Iya
siding etik yang dilakukan di Hind Kusht
Nivaran Sangh, New Delhi yang
beriklim tropis. Indonesia juga
merupakan Negara yang beriklim tropis.
India, Indonesia, Bangladesh, Nigeria,
Brazil, Myamar merupakan Negara yang
telah ditetapkan oleh WHO sebagai
Negara endemik leprosi.
4. Apakah kemaknaan statistik maupun Dalam penelitian, pengambilan sampel

klinis dipertimbangkan ataupun berdasarkan probalitiy sampling dan


dikelompokkan secara acak menjadi tiga
dilaporkan?
kelompok penelitian.

17
Ya Statistik yang digunakan adalah Uji T
Berpasangan dan One Way Anova dengan
derajat kemaknaan 95% atau P= 0.05
5. Apakah alat diagnostik yang Penggunaan saliva sebagai salah satu alat

dianalisa dapat dilakukan ditempat diagnostik seperti dalam penelitian pada


RSUDZA belum dapat dilakukan,
anda bekerja atau tidak?
dikarenakan pemeriksaan ini belum
Tidak diketahui manfaatnya dalam lingkungan
pelayanan RSUDZA.
Penggunaan saliva sebagai salah satu alat
diagnostik seperti dalam penelitian ini
mungkin dapat dilakukan disalah satu
Laboratorium Swasta yang ada di Banda
Aceh.
6. Apakah semua subjek penelitian Sebanyak 150 sampel penelitian

diperhitungkan dalam kesimpulan ? diikutsertakan dalam penelitian sampai


dengan selesainya penelitian.
Iya

Kesimpulan
Berdasarkan hasil kritisi jurnal didapatkan dari 6 pertanyaan yang memiliki jawaban
Iya sebanyak 5 pertanyaan, Tidak Tahu sebanyak 1 pertanyaan dan Tidak sebanyak 0
pertanyaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul Saliva as A Diagnostic
Tool For Measurement of Total Antioxidant Capacity in Children with Leprosy and Born to
Leprosy Parent ini layak dibaca, dan layak untuk diadaptasikan sebagai sebuah penelitian
lanjutan di RSUDZA, dikarenakan diperlukan metode non invasif untuk menilai total kadar
antioksidan dalam tubuh pasien dengan leprosi, sehingga dapat digunakan sebagai saranan
prognostik, pengobatan dan monitoring pasien.

18

Вам также может понравиться