Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kehidupan ekononi kita yang sulit sekarang ini, semangat kita dalam bekerja harus
semakin dipupuk dan dikembangkan, bukan malah semangat mengemis atau meminta-
minta yang kita kembangkan, masih banyak sebenarnya peluang bekerja untuk
memenuhi nafkah diri dan keluarga kita selama kita masih punya kesungguhan untuk
bekerja dan mempertahankan harga diri untuk tidak menempuh alternatif meminta-
minta. bila ketaqwaan kita mantapkan, Allah Swt tidak hanya akan memberi peluang
rizki yang tidak kita duga-duga, tapi juga akan memudahkan urusan-urusan yang kita
hadapi. Keyakinan dan usaha yang maksimal memang merupakan modal yang sangat
mahal harganya.
Dalam dunai kerja modern, sebagai muslim kita harus memahami dengan baik etos dan
etika kerja dalam pandangan Islam sehingga untuk merumuskan sebuah mekanisme
kerja yang baik bisa kita gali dari kedalaman ajaran Islam sebagaimana yang pernah
dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para pengikutnya yang setia. Nilai-nilai etos dan
etika kerja seorang muslim itulah yang kemudian perlu kita bicarakan.
2. Menghargai Waktu.
Waktu merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada kita. Seorang muslim
yang memiliki etos kerja yang baik tentu menghargai waktu dengan selalu
memanfaatkannya untuk hal-hal yang benar. Dengan waktu yang tersedia, target kerja
ditetapkan dan direncanakan serta mencapai target dan mengevaluasinya. Dalam kerja
seorang muslim harus berprinsip bekerja dengan rencana dan kerjakan rencana itu.
Prinsip ini sangat penting agar jangan sampai seorang muslim bekerja tanpa
perencanaan atau perencanaan tidak dikerjakan sebagaimana mestinya. Prinsip ini
juga punya arti penting agar setiap kali melakukan perencanaan, maka rencana itu tidak
muluk-muluk, tapi memang membuat rencana yang mungkin dikerjakan.
Manakala perputaran waktu terabaikan dari aktivitas kerja yang shaleh, maka kerugian
akan dialami seseorang, Allah berfirman yang artinya: Demi masa, sesungguhnya
manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh (QS 103:1-3).
4. Hemat.
Cita-cita seorang muslim sangat tinggi nilainya, yakni terwujudnya nilai-nilai Islam yang
mulia dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam nilai-nilai budaya kerja. Perwujudan
ini merupakan perjuangan yang panjang dan berliku. Maka ibarat seorang pelari
maratonj, mencapai tujuan ini harus diatur dengan baik, salah satunya adalah dengan
menggunakan prinsip efektif dan efisien.
Karena itu etos kerja seorang muslim membuat dia sangat efisien dan jauh dari prilaku
boros, tidak hanya dalam masalah harta, tapi juga waktu, tenaga, sumber daya, fasilitas
dan sebagainya, Allah berfirman: Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
hartamu secara boros, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan
dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (QS 17:26-27).
5. Fastabikul Khairat.
Etos kerja seorang muslim memacu semangat kompetitip sehingga seorang muslim itu
sangat dituntut untuk ber-fastabikul khairat (berpacu dalam kebaikan). Kekurangan
yang ada pada diri kita buhkanlah harus menjadi alasan untuk menyerah dan menerima
apa adanya lalu menjadi fatalis yang tidak ada pikiran dan usaha untuk merubah
keadaan dirinya.
Oleh karena itu seorang muslim sangat dituntut untuk mengenal potensi diri, melatih
dan mengembangkannya sehingga dia nanti dapat menentukan bidang apa saja yang
harus digelutinya agar dia dapat berkarya dan berprestasi meskipun hanya dalam satu
bidang. Itu sebabnya, seorang muslim tidak pantas kalau tidak ada satupun bidang
yang dikuasai dan digelutinya. Keharusan kita berlomba-lomba dalam kebajikan
dikemukakan Allah dalam Al-Quran yang artinya: Dan tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam
berbuat) kebajikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS
2:148).
6. Bersikap Mandiri.
Mandiri merupakan sesuatu yang penting dalam etos kerja seorang muslim. Sikap
mandiri membuat seseorang memiliki keyakinan dan harga diri yang lebih, sehingga dia
tidak terlalu memiliki ketergantungan pada orang lain dan dapat menentukan serta
mengambil keputusan yang terbaik. Bila kemandirian tidak dimiliki, biasanya seseorang
tidak berani untuk mengambil keputusan dan bingung bila menghadapi suatu
persoalan.
Kemandirian sikap kadangkala harus dimulai dari kemandirian ekonomi, hal ini apabila
seseorang kehidupan ekonomi ditunjang oleh pihak lain, maka dia tidak bisa leluasa
menunjukkan sikapnya, apalagi bila sikap itu bertentangan dengan keinginan yang
memberikan tunjangan ekonomi. Kemandirian ekonomi ini dicontohkan oleh sahabat
Abdurrahman bin Auf yang tidak mau diberi setengah harta dari Saad bin Rabi di
Madinah.
Etos kerja yang tinggi dikalangan para sahabat membuat mereka berhasil dalam
mengemban amanah, bahkan dalam usia mereka yang masih muda, banyak prestasi
yang sudah dicapai, ini berarti pemuda muslim sangat dituntu untuk banyak berperan
pada masa-masa mendatang dalam pengembangan etos kerja modern agar
manajemen kerja betul-betul diwarnai dengan nilai-nilai spiritual yang terkandung di
dalam Islam.
Drs. H. Ahmad Yani
Email: ayani@indosat.net.id