Вы находитесь на странице: 1из 32

BAB 1

PENDAHULUAN

International Association for the Study of Pain (IASP)


mendefinisikan nyeri neuropatik adalah nyeri yang dihasilkan dari penyakit
atau kerusakan dari sistem saraf perifer atau sentral, dan berasal dari
kelainan fungsi sistem nervus. Awalnya, nyeri neuropatik digunakan hanya
untuk menggambarkan nyeri yang berhubungan dengan neuropatik perifer,
dan nyeri sentral pada lesi di sistem saraf pusat yang berhubungan dengan
nyeri. Nyeri neurogenik menyangkut semua penyebab, baik perifer maupun
sentral.1

Neuralgia pasca herpes didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di


tempat penyembuhan ruam, terjadi sekitar 9-15% pasien herpes zoster yang
tidak diobati. Dan pada pasien yang berumur tua memiliki resiko yang lebih
tinggi.2

Herpes Zoster dikenal pula sebagai shingles dapat menginfeksi


sistem saraf dengan reaktivasi dari virus ini. Infeksi ini menimbulkan
erupsi kulit sepanjang distribusi dermatomal yang terkena. Fenomena nyeri
yang timbul dikenal sebagai neuralgia paska herpetika. Biasanya gangguan
sensorik dikarakteristikan sebagai nyeri radikular dengan rasa terbakar,
gatal, dan dapat sangat mengganggu kehidupan penderitanya. Reaktivasi
virus ini biasanya terjadi pada orang tua dan penderita dengan imunitas
menurun seperti pada kasus transplantasi organ atau kemoterapi untuk
kanker dan penderita HIV.2
Sebuah penelitian lain mengungkapkan bahwa imunisasi terhadap
virus varisela zoster dapat mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan
penyakit herpes zoster serta komplikasinya terutama neuralgia post herpetik.
Pentingnya pemahaman terhadap herpes zoster, sehingga dapat mencegah
komplikasi terutama neuralgia paska herpetik dan memberikan penanganan
yang tepat terhadap komplikasi yang ditimbulkan.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Nyeri post herpetikum (Neuralgia Post Herpetik) merupakan nyeri


persisten yang muncul setelah ruam Herpes Zoster telah sembuh (biasanya
dalam 1 bulan). Nyeri ini terjadi disepanjang serabut saraf yang mengikuti
pola ruam segmental dari Herpes Zoster.4

Neuralgia post herpetik juga didefinisikan sebagai nyeri yang timbul


lebih dari 3 bulan setelah onset (gejala awal) erupsi zoster terjadi. Nyeri
umumnya diekspresikan sebagai sensasi terbakar (burning) atau tertusuk-
tusuk (shooting) atau gatal (itching). Nyeri ini juga dihubungkan dengan
gejala yang lebih berat lagi seperti disestesia, parestesia, hiperstesia,
allodinia dan hiperalgesia. Pada pasien dengan Neuralgia post herpetik,
biasanya terjadi perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena. 5

2.2 EPIDEMIOLOGI

Di dunia, insiden herpes zoster tidak banyak diteliti, diperkirakan 2-


3 kasus tiap 1000 penduduk tiap tahun (rata-rata 750.000 kasus tiap tahun).
Insiden yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi, karena banyak kasus
ringan yang tidak mendapat perhatian bagi pelayan kesehatan dan tetap
tidak terdiagnosis. Insidennya meningkat terutama pada individu dengan
penurunan sistem kekebalan tubuh atau pada orang tua, insidennya
mencapai 50%.6
Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan
umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster
berdasarkan usia yaitu sejak lahir 9 tahun: 0,74 / 1000; usia 10 19 tahun:
1,38 / 1000; usia 20-29 tahun: 2,58 / 1000. Lebih dari 66% mengenai usia
lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan
5% mengenai usia kurang dari 15 tahun.7

2
Hampir 50% individu dengan usia di atas 80 tahun diperkirakan
pernah mengalami herpes zoster. Penyakit ini jarang terjadi pada anak
maupun dewasa muda, dengan pengecualian pada dewasa muda dengan
AIDS, limfoma dan keganasan lainnya, serta pasien yang merupakan
resipien transplant sumsum tulang dan ginjal. Herpes zoster dapat muncul
disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata
di seluruh dunia, tidak ada perbedan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat seiring dengan peningkatan usia.2
Ras kulit hitam dikatakan mempunyai resiko lebih rendah dalam mengalami
penyakit ini bila dibandingkan dengan ras kulit putih.6

2.3 ETIOLOGI

Virus zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang
menginfeksi manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae.
Struktur virus terdiri dari sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi
oleh selubung lipid. Di tengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varicella
zoster memiliki diameter sekitar 180-200 nm. Analisis endonuklease
terbatas atas DNA virus pasien varicella yang kemudian menderita herpes
zoster membenarkan identitas molekul dua virus yang bertanggung jawab
untuk presentasi klinis yang berbeda ini.8

Gambar 1. Virus Varisella zoster, virus ini menyebabkan penyakit


varicella dan untuk reaktivasi selanjutnya akan menyebabkan pnyakit
zoster.

3
Setelah infeksi primer, virus ini akan tetap berada di dalam akar
saraf sensorik untuk hidup. Setelah reaktivasi, virus bermigrasi ke saraf
sensoris pada kulit, menyebabkan ruam karakteristik dermatomal yang
menyakitkan. Setelah resolusi, banyak individu terus mengalami nyeri pada
distribusi dari ruam (postherpetic neuralgia).9

2.4 PATOFISOLOGI
2.4.1 Patofisiologi varicella

Gambar 2. Infeksi yang dilakukan oleh virus Varissela zooster

1. Herpes Zoster
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari
virus varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion setelah paparan
pertama melalui system pernafasan. Imunitas seluler berperan dalam
pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan
mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus
dengan bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan
dengan reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang
akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah
mengalami denervasi secara parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini
bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga
hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama
Lipschutz inclusion body.2

4
Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis
hemoragik, dan hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat
menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis.
Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.
2. Nyeri
Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis :
A. Proses stimulasi singkat
Pada jenis I, pukulan, cubitan pada tubuh dan lain sebagainya akan
menyebabkan timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi yang terjadi tidak
menyebabkan terjadinya lesi, maka rasa nyeri yang terjadi hanya dalam
waktu singkat.
B. Proses stimulasi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan lesi atau
inflamasi jaringan.
Pada jenis II, adalah jenis nyeri oleh karena terjadinya inflamasi
jaringan atau dikenal sebagai nyeri nosiseptif. Ciri khas dari inflamasi
ialah terjadinya kalor, rubor, dolor dan fungsiolaesa.
C. Proses yang terjadi akibat lesi dari sistem saraf.
Pada Jenis III, dikenal sebagai nyeri neuropatik. Lesi saraf tepi atau
sentral akan mengakibatkan hilangnya fungsi seluruh atau sebagian dari
system saraf tersebut. Lesi saraf menyebabkan perubahan fungsi neuron
sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh
keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang
terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui
perubahan molekuler, sehingga aktivitas sistem saraf aferen menjadi
abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptif sentral
(sensitisasi sentral). Allodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus
normal (secara normal semestinya tidak menimbulkan nyeri). Impuls yang
dijalarkan A yang biasanya berupa sentuhan halus atau raba normal
dirasakan dengan rasa normal, tetapi pada allodinia diraakan nyeri.10
Nyeri pada neuralgia paska herpetika merupakan nyeri neuropatik
yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan

5
proses pengolahan sinyal pada sistem saraf pusat. Saraf perifer yang sudah
rusak memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah sehingga menunjukkan
respon berlebihan terhadap stimulus. Regenerasi akson setelah perlukaan
menimbulkan percabangan saraf yang juga mengalami perubahan
kepekaan. Aktivitas saraf perifer yang berlebihan tersebut menimbulkan
perubahan berupa hipereksitabilitas kornu dorsalis sehingga pada akhirnya
menimbulkan respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap semua
rangsang masukan/ sensorik. Perubahan ini berjalan dalam berbagai macam
proses sehingga dapat dimengerti bila pendekatan terapeutik neuralgia
paska herpetika memerlukan beberapa macam pendekatan pula.9

2.4.2 Patofisiologi neuralgia post herpatik


Patofisiologi NPH sampai saat ini belum jelas. Secara umum
dipercaya bahwa herpes zooster diakibatkan oleh perubahan saraf perifer
oleh multiplikasi virus pada ganglion radiks dorsalis, dan migrasi cepat
virus sepanjang akson saraf sensorik perifer menuju jaringan ikat kulit dan
subkutan. Proses ini menimbulkan respon inflamatorik masif pada daerah
yang terkena dan menyebabkan nyeri. Nyeri kemudian berlanjut melalui
proses eksitasi dan sensitisasi berkelanjutan terhadap nosiseptor. Proses
inflamatorik melibatkan kornu anterior dan posterior medulla spinalis,
ditandai dengan kerusakan aksonal myelin yang meluas ke perifer dari,
sehingga jumlah akhiran saraf di kulit yang dilayani neuron ini berkurang.8
Nyeri yang berhubungan dengan zooster akut dan NPH bersifat
neuropati yang digambarkan melalui fenomena nosiseptor yang iritabel dan
sensitisasi sentral. Lamina superfisial substansi gelatinosa menerima
serabut saraf nyeri diameter kecil (serabut C) dan lapisan lebih dalam
menerima serabut dengan diameter yang lebih besar (mekanoreseptor A).
Setelah kerusakan serabut saraf, terminal serabut saraf C mengalami atrofi
dan terjadi sprouting serabut saraf A ke kornu dorsalis superficial. Jika ini
terjadi, rangsangan nonnoksius mekanoreseptor di kulit akan mengaktivasi
area kornu dorsalis yang menghasilkan impuls nyeri dan berlanjut ke level
yang lebih tinggi. Proses sentisisasi sentral selanjutnya impuls aferen

6
diperkuat (amplified), melalui kerja reseptor N-Methyl-D-Aspartate
(NMDA) dan menimbulkan nyeri spontan dan nyeri evoked.10
Mekanisme ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Kerusakan serabut C pada PNH5


Setelah kerusakan, neuron perifer mengalami spontaneous
discharge, memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah dan menunjukkan
respon yang berlebihan terhadap stimuli. Pertumbuhan aksonal setelah
cedera menyebabka timbulnya sprouting. Aktivitas perifer yang berlebihan
diperkirakan menyebabkan hipereksitabilitas kornu dorsalis, dan diikuti
oleh respon berlebihan susunan saraf sentral terhadap semua input.
Perubahan ini cukup kompleks sehingga tidak ada pendekatan terapeutik
tunggal yang dapat menghentikan abnormalitas ini.
Pemeriksaan histologis menunjukkan atrofi kornu dorsalis, fibrosis
ganglion radiks dorsalis, dan hilangnya serabut saraf epidermal di daerah
yang terkena. Proses ini dapat terjadi bilateral dengan manifestasi klinis
bilateral.10

2.5 MANIFESTASI KLINIS

7
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah
nyeri dan parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin
membagi neuralgia post herpetik ke dalam tiga fase:
1.
Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung < 4 minggu
2.
Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi
< 4 bulan
3.
Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset
lesi kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter
ahli penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung-gelembung
herpesnya. Keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala,
mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul
lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan
dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul
mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan
ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya.
Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering.
Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali
normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.
Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan
sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan
hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat
mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga
nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka
panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu
sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan
adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa
sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan
terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri
dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia),
rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam
menanggapi rangsang yang berulang.

8
Pada masa gelembung gelembung herpes menjadi kering, orang
sakit mulai menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah
kulit yang terkena. Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini
sangat panas dan tajam, sifat nyeri neuralgik ini menyerupai nyeri neuralgik
idiopatik, terutama dalam hal serangannya yaitu tiap serangan muncul
secara tiba tiba dan tiap serangan terdiri dari sekelompok serangan
serangan kecil dan besar. Orang sakit dengan keluhan sakit kepala di
belakang atau di atas telinga dan tidak enak badan. Tetapi bila penderita
datang sebelum gelembung gelembung herpes timbul, untuk meramalkan
bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya dengan
neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan
fenomena paradoksal inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post
herpatik, yaitu anestesia pada tempat tempat bekas herpes tetapi pada
timbulnya serangan neuralgia, justru tempat tempat bekas herpes yang
anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia
post herpatik sering terjadi di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi
dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum dan yang di daun telinga
neuralgia postherpatikum otikum.
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah
gejala prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang
pada kulit sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan
penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-
72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular
eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah
bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas
bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan saja
menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari
dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit
biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal
dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. Intensitas dan durasi dari
erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi dengan
pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau
valacyclovir. Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit

9
yang dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang
ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia,
allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan
pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang
pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum
timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri
seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit
(disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap
stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat
diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa
gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam
menanggapi rangsang yang berulang.11,1,13

2.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area dermatom merupakan
gejala tipikal herpes zoster. Seiring dengan terjadinya resolusi pada
erupsi kulit, nyeri yang timbul berlanjut hingga 3 bulan atau lebih,
atau yang dikenal sebagai nyeri post herpetik. Nyeri ini sering
digambarkan sebagai rasa terbakar, tertusuk-tusuk, gatal atau
tersengat listrik.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia
2. Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya
3. Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat
skar kutaneus
4. Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadap
sentuhan maupun suhu, yang sering misdiagnosis sebagai
miositis, pleuritik, maupun iskemia jantung, serta rasa gatal dan
baal yang misdiagnosis sebagai urtikaria
5. Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3
minggu kemudian)

10
6. Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri
yang muncul tidak hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-
4 minggu setelahnya).
7. Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti
sentuhan ringan
8. Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat
pada area yang terkena nyeri ini.
c. PemeriksaanPenujang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan pemeriksaan
neurologis lainnya.
2. Elektromiografi (EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada
nervus
3. Cairan cerebrospinal (CSF) abnormal dlm 61% kasus
4. Pleositosis ditemui pada 46% kasus, peningkatan protein 26%
dan DNA VZV 22% kasus.
5. Smear vesikel dan PCR untuk konfirmasi infeksi.
6. Kultur viral atau pewarnaan immunofluorescence bisa digunakan
untuk membedakan herpes simpleks dengan herpes zoster
7. Mengukur antibodi terhadap herpes zoster. Peningkatan 4 kali
lipat mendukung diagnosis herpes zoster subklinis. 11,14

2.7 DIAGNOSIS BANDING

a. Herpes simpleks
b. Pada nyeri yang merupakan gejala prodormal lokal sering salah
diagnosis dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris,
jika terdapat di daerah setinggi jantung.6

2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan herpes zoster secara garis besarnya bertujuan untuk
mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster, mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.
Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun.Usahakan agar vesikel tidak pecah,
misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk
mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

11
Pengobatan Khusus
I. Sistemik
1. Obat antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan per oral
ataupun intravena. Asiklovir hendaknya diberikan pada tiga hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama tujuh hari, sedangkan melalui
intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang
imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovvir diberikan 3x1000 mg per hari selama
tujuh hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu
famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama
tujuh hari.
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang
ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan
adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari
diberikan sebanyak tiga kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika
nyeri muncul. Untuk neuralgia paska herpetik belum ada obat pilihan,
dapat dicoba dengan akupungtur. Obat yang direkomendasikan
diantaranya gabapentin dosisnya 1800 mg 2400 mg sehari. Mula-mula
dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap untuk menghindari
efek samping berupa nyeri kepala dan rasa melayang. Hari pertama
dosisnya 300 mg/hari diberikan sebelum tidur, setiap tiga hari dosis
dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai dosis 1800 mg/hari.

3. Anti epilepsi
Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan memodulasi
voltage-gated sodium channel dan kanal kalsium, meningkatkan efek
inhibisi GABA, dan menghambat transmisi glutaminergik yang bersifat
eksitatorik.

12
Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi
masuknya kalsium pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan.
Karena bekerja secara sentral, gabapentin dapat menyebabkan kelelahan,
konfusi, dan somnolen. Karbamazepin, lamotrigine bekerja pada akson
terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga terjadi hambatan.
Pregabalin bekerja menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih
cepat. Seperti halnya gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis
GABA namun berikatan dengan subunit dari voltage-gated calcium
channel , sehingga mengurangi influks kalsium dan pelepasan
neurotransmiter (glutamat, substance P, dan calcitonin gene-related
peptide) pada primary afferent nerve terminals. Dikatakan pemberian
pregabalin mempunyai efektivitas analgesik baik pada kasus neuralgia
paska herpetika, neuropati diabetikorum dan pasien dengan nyeri CNS
oleh karena trauma medulla spinalis. Didapatkan pula hasil perbaikan
dalam hal tidur dan ansietas.

II. Topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium


vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif
diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik. Penggunaan krim topikal seperti capsaicin cukup banyak
dilaporkan. Krim capsaicin sampai saat ini adalah satu-satunya obat
yang disetujui FDA untuk neuralgia paska herpetika. Capsaicin berefek
pada neuron sensorik serat C (C-fiber). Telah diketahui bahwa neuron ini
melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P yang
menginisiasi nyeri. Dengan dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi
neuron ini.

III. Pencegahan

13
Pencegahan meliputi mencegah infeksi primer (varisela) dengan
memberikan vaksin varisela kepada anak-anak atau dewasa yang rentan
terinfeksi virus ini. Seseorang dengan usia 60 tahun hendaknya
mendapat vaksin zoster dosis tunggal (sediaan vaksin varisela yang
poten), tanpa memperhatikan apakah sebelumnya seseorang sudah
pernah menderita zoster atau belum. Pemberian vaksin dikatakan dapat
menurunkan insiden zoster.2,816,17
2.9 KOMPLIKASI
Penyakit herpes zoster dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Secara garis besar, komplikasi herpes zoster antara lain komplikasi
neurologis, kutaneus, okuler, dan visceral. Kebanyakan komplikasi herpes
zoster dikaitkan dengan penyebaran virus herpes zoster dari ganglion
sensoris, saraf, atau kulit baik melalui aliran darah atau dengan penyebaran
neural langsung.
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-
bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur
diatas 40 tahun, persentasenya 10 15% dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering
manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa:
ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, dan neuritis optik.
Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis
dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

14
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1 - 5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinutatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam dua minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi di wajah, diafragma, batang
tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh
spontan.16
2.10 PROGNOSIS
Sindrom nyeri yang timbul pada PNH ini cenderung beresolusi
denagn lambat. Pada pasien-pasien dengan PNH, kebanyakan berespon
dengan baik terhadap obat-obatan analgesik, seperti pada antidepressan
trisiklik, namun pada sebagian kasus, nyeri yang dirasakansemakin
memburuk dan tidak berespon terhadap terapi yang diberikan.

Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan


perawatan sejak dini. pada umumnya pasien dengan neuralgsia post
herpetika respon terhadap analgesik seperti antidepressan trisiklik. Jika
terdapat pasien dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon
terhadap terapi medikasi maka diperlukan pencarian lanjutan untuk mencari
terapi yang sesuai.

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska


herpetik tidak menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal
dan hanya mengganggu fungsi sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan
bonam karena setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat
beraktivitas baik seperti biasa.
Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko
berulangnya HZ masih mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari
literatur, selama pasien mempunyai daya tahan tubuh baik kemungkinan
timbul kembali kecil.15

15
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 62 Tahun
Alamat : Koto mesjid bangkinang
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 01 April 2017

B. ANAMNESIS : autoanamnesis
I. Keluhan Utama:
Nyeri kulit bagian dada sebelah kanan
II. Riwayat Penyakit Sekarang:
1 bulan SMRS pasien mengeluhkan kulit bagian dada sebelah
kanannya, nyeri dirasakan terus menerus seperti ditusuk-tusuk, nyeri
menjalar sampai ke kulit bagian belakang punggung, dan kulit dada
terasa panas. Keluhan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti
bekerja dan menyebabkan pasien tidak dapat tidur. Semakin nyeri

16
bila disentuh atau mengenai baju, dan susah mereng ke kanan dan
ke kiri.

III. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat penyakit yang sama : disangkal
Dan pasien juga mengatakan pasien sebelumnya mengalami demam
Riwayat terkena penyakit cacar seberlumnya : pasien sebelumnya
terkena cacar
Riwayat berobat : pasien sudah pernah berobat pasien
lupa nama obat yang diberikan, setelah minum obat pasien
mengatakan keluhan berkurang. Setelah obat habis keluhan kambuh
lagi, berobat sebanyak 5x
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : pasien mengalami sesak nafas
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit maag : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal

IV. Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit yang sama : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : ayah pasien mengalami sesak nafas
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat DM : disangkal

V. Riwayat Pribadi dan Sosial:


- Pekerjaan : Bekerja sebagi petani

17
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
GCS : E4M6V5
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 56 kg
Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit, reguler.
- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 oC
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar Getah Bening
- Leher : Tidak ada pembesaran
- Aksila : Tidak ada pembesaran
- Inguinal : Tidak ada pembesaran
Kepala
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks
pupil +/+
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-).
Mulut : Bibir kering (-).
Telinga: kelainan kongenital (-), keluar cairan dari telinga (-)
Leher : spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-),
nyeri (-)
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, bentuk dada normal.
Palpasi : Gerak dinding dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
b. Jantung

18
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra.
Perkusi :
- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari lateral linea
midclavicula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, gallop (-), Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar
dan lien
Perkusi : Timpani.

Korpus Vertebra
inspeksi : tidak tampak kelainan
palpasi : tidak teraba kelainan

II. Status Neurologis


A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk : Negatif
Brudzinski I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Kernig Sign : Negatif
Lasegue sign : Negatif

B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:


Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+

C. Pemeriksaan Saraf Kranial:

19
N.I (N. Olfactorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif Positif Positif
Obyektif dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.II (N. Optikus)


Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III (N. Okulomotorius)


Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk Normal Normal

Refleks cahaya Positif Positif


Normal Normal
Rrefleks akomodasi
Normal Normal
Refleks konvergensi

N. IV (N. Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal

Sikap bulbus Tidak dinilai Tidak dinilai

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut Normal Normal

20
Menggerakkan rahang Normal Normal

Menggigit Normal Normal


Normal Normal
Mengunyah
Sensorik :
Divisi Optalmika
Refleks kornea Normal Normal
Normal Normal
Sensibilitas

Divisi Maksila
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks masseter
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas
Divisi Mandibula Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas

N. VI (N. Abduscen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. VII (N. Facialis)


Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata Normal Normal

Fisura palpebral Normal Normal

Menggerakkan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

21
N. VIII (N. Vestibulocochlearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Normal Normal

Detik arloji Normal Normal

Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Scwabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Webber test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memanjang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Nistagmus : Tidak ada Tidak ada
Pendular Tidak ada Tidak ada

Vertikal Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
Siklikal
Hiperakusis Tidak ada tidak ada

N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal

Refleks muntah/Gag reflek Normal Normal

N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal

Uvula Normal Normal

Menelan Normal Normal


Artikulasi Normal Normal

Suara Normal Normal

Nadi 80 x/menit 80 x/menit

N. XI (N. Assesorius)

22
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal

Menoleh ke kiri Normal Normal

Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal

Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

N. XII (N. Hipoglossus)


Kanan Kiri
Kedudukan lidah di dalam Normal normal
Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Keseimbangan dan koordinasi


Keseimbangan Koordinasi
Cara berjalan Normal Tes jari hidung Sulit dilakukan
Romberg test Normal Tes jari jari Sulit dilakukan
Stepping tes Normal Tes tumit lutut Sulit dilakukan
Tandem Walking tes Normal Disgrafia tidak dilakukan
Ataksia Tidak dinilai Supinasi pronasi Normal
Rebound phenomen Tidak dinilai

D. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan Normal Normal

Tremor Negatif Negatif


Atetosis Tidak ada Tidak ada
Mioklonik Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak ada Tidak ada

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal Normal Normal

Kekuatan 5 5 5 5

Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi

23
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

E. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Normal

Sensibilitas nyeri Normal

Sensibilitas termis Normal

Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan

Stereognosis Tidak dilakukan

Pengenalan 2 titik Normal

Pengenalan rabaan Normal

allodinia Positif

Hiperalgesia Positif

Hiperestesia Positif

F. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal Normal

Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai

Laring Tidak dinilai Tidak dinilai

Masseter Normal Normal

Dinding perut

Atas Normal Normal

Bawah Normal Normal

Tengah Normal Normal

Biseps Positif Positif

Triseps Positif Positif

APR Positif Positif

KPR Positif Positif

24
Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kremaster Tidak dilakukan

Sfingter Tidak dilakukan

Refleks Patologis Kanan Kiri

Lengan

Hoffman-Tromner Negatif Negatif

Tungkai

Babinski Negatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia

Reaksi bicara Sulit dinilai Reflek glabella Tidak ada

Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek snout Tidak ada

Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap Tidak ada

Reflek memegang Tidak ada

Refleks palmomental Tidak ada

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

25
Rencana pemeriksaan tambahan :
Laboratorium
Darah rutin, Tidak dilakukan
E. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Neuralgia Post Herpetika
Diagnosis Topik : Di dermatom T4-T6
Diagnosis Etiologi : Suspek virus varisella zooster
Diagnosis Sekunder : -

F. PEMECAHAN MASALAH
Terapi farmakologi
Gabapentin 100 mg 3x1
Mecobalamin 500 mg 3x1
Terapi nonfarmakologi
Pakai baju yang longgar
Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan

G. PROGNOSIS
Ad vital : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanam : bonam

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Tn. B 62 tahun datang ke poli klinik saraf karena 1 bulan SMRS


pasien mengeluhkan kulit bagian dada sebelah kanannya, nyeri dirasakan
terus menerus seperti ditusuk-tusuk, nyeri menjalar sampai ke kulit bagian
belakang punggung, dan kulit dada terasa panas. Keluhan mengganggu
aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan menyebabkan pasien tidak dapat
tidur. Semakin nyeri bila disentuh atau mengenai baju, dan susah mereng ke
kanan dan ke kiri. Hal ini berdasarkan kepustakaan yang menjelaskan
bahwa berdasarkan epidemiologi Insiden terjadinya herpes zoster meningkat
sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak.
Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir 9 tahun: 0,74 /
1000; usia 10 19 tahun: 1,38 / 1000; usia 20-29 tahun: 2,58 / 1000. Lebih
dari 66% mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia
dibawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Hampir 50%
individu dengan usia di atas 80 tahun diperkirakan pernah mengalami
herpes zoster.

27
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan
parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi
neuralgia post herpetik ke dalam tiga fase:
4.
Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung < 4 minggu
5.
Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi
< 4 bulan
6.
Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset
lesi kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan
sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan
hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat
mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga
nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka
panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu
sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan
adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa
sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan
terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri
dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia),
rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam
menanggapi rangsang yang berulang.
Pada kasus Tn. B 62 tahun mengalami Dan pasien juga mengatakan
pasien sebelumnya mengalami demam dan badan terasa lemas mual (-)
muntah (-) nafsu makan baik, pasien juga mengatakan bahwa pasien
terkena cacar di dada sebelah kanan keluhan dirasakan menajalar ke
punggung, terasa gatal dan panas, pasien sering mengaruk dan mengompres
dengan air. Berdasarkan kepustakaan bahwa yang terjadi adalah gejala
prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada
kulit sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita
disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam
kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa
unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk

28
menjadi lesi vesikular. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya
untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-
minggu.
Berdasarkan kondisi yang terjadi pada pasien, keluhan pasien
mengarah kepada neuralgia post herpetic (nyeri setelah terjadi herpes zoster)
diakibatkan setelah infeksi primer, virus ini akan tetap berada di dalam akar
saraf sensorik untuk hidup. Setelah reaktivasi, virus bermigrasi ke saraf
sensoris pada kulit, menyebabkan ruam karakteristik dermatomal yang
menyakitkan. Setelah resolusi, banyak individu terus mengalami nyeri pada
distribusi dari ruam (post herpetic neuralgia).
Penatalaksanaan pada neuralgia post herpetic adalah selama fase
akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan
defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan
digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi
sekunder jaga kebersihan badan. Obat yang diberikan pada pasien
mecobalamin memberikan manfaat untuk mengobati penderita yang
mengalami gangguan pada saraf neuropati perifer dan kerja normal sel
saraf. Alpentin diberikan untk meredakan nyeri saraf akibat herpes zoster

29
BAB V

KESIMPULAN

Neuralgia pasca herpetika merupakan komplikasi dari penyakit


herpes zoster yang disebabkan oleh virus varicella zoster. Virus ini
menyebabkan 3 klinis yang berbeda, yaitu menyebabkan cacar air pada
masa anak-anak, pada dewasa menimbulkan herpes zoster dan pada
keadaan berikutnya dapat timbul neuralgia pasca herpes, yang biasanya
menyerang pada usia tua.
Pada neuralgia pasca herpes, fungsi sensoris normal mengalami
perubahan. Perubahan yang terjadi yaitu berupa sensasi abnormal terhadap
rabaan halus, tiupan atau suhu yang dirasakan sangat nyeri. Hal ini
diakibatkan karena perlukaan dari saraf perifer dan berubahnya proses
pengolahan sinyal ke system saraf pusat.
Secara umum penatalaksanaan neuralgia pasca herpes meliputi 2
jalur, yaitu farmakologik dan nonfarmakologik. Penggunaan krim topical
untuk mengobati neuralgia pasca herpes cukup banyak dilaporkan
diantaranya dengan menggunakan capsaicin. Antidepresan trisiklik juga
menunjukkan peran penting pada neuralgia pasca herpes, karena
mekanisme memblok reuptake noreepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat

30
mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi saraf yang terlibat dalam persepsi
nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of


Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:
Elsevier. p654-674.
2. Martin. Neuralgia Paska Herpetika. Jakarta 2008 available from:
http://perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?
view=article&catid=43%3Apaper&id
3. Tseng H, et all. Herpes Zoster Vaccine in Older Adults and the Risk of
Subsequent Herpes Zoster Disease. JAMA. 2011.
4. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of
Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:
Elsevier.
5. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalam Medscape Reference. Editor: Robert
A. 2012.
6. Eastern J. Herpes Zoster [homepage on internet]. c2011 [cited 2011 May 11].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/1132465-
overview#a0199.
7. Lubis R. Varicella dan Herpes Zoster. Medan: Fakultas Kedokteran Sumatera
Utara; 2008. Hal.
8. Gilhus. E, Barnes. M, brainin, M. European Handbook of Neurogical
Management. Vol.1, willey Blackwell : 2010.

31
9. Mayo Foundation For Medical Education And Research. Post Herpetic
Neuralgia. 2009 [on line].http://www.mayoclinic.com/health/postherpetic-
neuralgia/DS00277
10. U. S. National library of Medicine and The National Institute of health.
Medical Encyclopedia : Neuralgia.2009. [on line].http://medlineplus.com
11. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalamMedscape Reference. Editor: Robert
A. 2012.
12. Regina, Lorettha W. Neuralgia Pascaherpetika. Volume 39. 2012. Jakarta.
13. Gharibo C, Carolyn K. Neuropathic Pain of Postherpetic Neuralgia. 2011.
New York: Pain Medicine News.
14. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago: The
Internet Journal of Orthopedic Surgery.
15. Department of Neurological Surgery. Postherpetic Neuralgia. 2013. New
York: Columbia Neurosurgery.
16. Handoko P. Penyakit Virus. Dalam: Djuanda A, hamzah M, Aisah S (editor).
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
17. Kaye K. Herpes Zoster [homepage on internet]. No date [cited 2009
December]. Available from
http://www.merckmanuals.com/professional/sec15/ch200/ ch200e.htm

32

Вам также может понравиться