Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Rapid Health Assesment (RHA)


Rapid Health Assesment (RHA) (Penilaian Cepat Kesehatan) merupakan suatu rangkaian
siklus manajemen kesehatan pada situasi bencana yang harus dilakukan sesaat setelah terjadi
bencana dan dilakukan secara cepat. Assessment dapat dilakukan dengan pengamatan visual
dengan cara melakukan observasi lapangan di daerah bencana dan sekitarnya, wawancara,
mengkaji data atau informasi yang ada baik (primer atau sekunder), survei cepat maupun melalui
pencatatan lainnya.
Rapid Health Assesment (RHA) dilakukan untuk menentukan tindakan dan bantuan yang
diperlukan. Dengan adanya RHA ini diharapkan tindakan dan bantuan dapat terdistribusi dengan
cepat dan tepat.
Serangkaian kegiatan yang dilakukan selama tanggap darurat untuk memperoleh informasi
tentang status kesehatan dan kebutuhan dari para korban bencana tersebut dikenal dengan istilah
Rapid Health Assisment (RHA). Adapun informasi yang biasa dikumpulkan pada saat
pelaksanaan kegiatan Rapid Health Assisment (RHA) tersebut berupa pengumpulan informasi
keadaan demografi, kematian, kesakitan, status gizi, kebutuhan utama, tenda pengungsian dan
keamanan penduduk (Nicola S. Scott, 2012).
2.1.1 Dari penggalan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan diatas bisa kita lihat
bahwa Rapid Health Assessment dibagi menjadi dua yaitu:
1. Initial Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah Kesehatan Awal) yang dalam hal
ini dilakukan oleh petugas kesehatan tingkat kecamatan dibawah tanggung jawab
Kepala Puskesmas setempat. Ini dilakukan untuk menetukan jenis bantuan awal yang
dibutuhkan segera.
2. Integrated Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah Kesehatan Terpadu) menindak
lanjuti assessment awal dan mendata kebutuhan para korban di shelter pengungsian.
Dengan adanya assessment terpadu inikita dapat melakukan penanggulangan gizi,
memberikan imunisasi, melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial
sehingga kejadian penyakit di lokasi bencana dapat dikontrol.
2.2 Definisi Tsunami
Gambar 2. 1 Tsunami

Tsunami (bahasa Jepang: tsu = pelabuhan, name = gelombang. Secara harfiah berarti
ombak besar di pelabuhan adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Tanda-tanda akan terjadinya tsunami adalah
gempa tektonik/vulkanik terlebih dahulu kemudian diikuti dengan keadaan air laut surut secara
tiba-tiba.
Bencana tsunami selalu mengancam bangsa ini karena lokasi geografis dalam zona
subduksi. Korban nyawa dan benda yang ditimbulkannya sangat besar dan tanpa bisa diperkirakan
secara pasti datangnya. Alat deteksi tsunami hanya mendeteksi segera sesaat akan timbulnya
bencana.
Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut
secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebu tbisa disebabkan oleh gempa
bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau
atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang
dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya.
Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam.
Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1
meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah
laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombangtsunami menurun hingga sekitar 30 km per
jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman
gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan
korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material
yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
2.2.1 Penyebab Terjadinya Tsunami
Perubahan permukaan laut saat tsunami bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat
di balah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di
laut.
1. Gempa bumi yang berpusat dibawah laut
Meskipun demikian, tidak semua gempa bumi dibalah laut berpotensi
menimbulkan tsunami.
Gempa bumi dasar laut dapat menjadi pernyebab terjadinya tsunami adalah
gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut:
a. Gempa bumi yang terjadi di dasar laut
b. Pusat gempa bumi kurang dari 30 km dari permukaan laut
c. Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR
d. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau turun)
Tsunami yang ditimbulkan oleh gempa bumi biasanya menimbulkan gelombang
yang cukup besar, tergantung dari kekuatan gempanya dan besarnya area patahan yang
terjadi.
Tsunami dapat dihasilkan oleh gangguan apapun yang dengan cepat
memindahkan suatu massa air yang sangat besar, seperti suatu gempa bumi, letusan
vulkanik, batu bintang/meteor atau tanah longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang
paling umum terjadi adalah dari gempa bumi di bawah permukaan laut. Gempa bumi
kecil bisa saja menciptakan tsunami akibat dari adanya longsor di ba!ah permukaan
laut/lantai samudera yang mampu untuk membangkitkan tsunami. Tsunami dapat
terbentuk manakala lantai samudera berubah bentuk secara vertikal dan
memindahkan air yang berada di atasnya. Dengan adanya pergerakan secara vertikal dari
kulit bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng yang disebut
subduksi. Gempa bumi di daerah subduksi ini biasanya sangat efektif untuk
menghasilkan gelombang tsunami dimana lempeng samudera slip di bawah lempeng
kontinen, proses ini disebut juga dengan subduksi.
2. Letusan gunung Berapi
Letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya gempa vulkanik (gempa
akibat letusan gunung berapi). Tsunami besar yang terjadi pada tahun 1833 adalah
akibat meletusnya gunung Krakatau yang berada di selat sunda. Meletusnya
Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada tanggal 10-11 April 1815 juga
memicuterjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan Maluku. Indonesia sebagai
negara kepulauan yang beradadi wilayah ring of fire (sabuk berapi) dunia tentu
harus mewaspadai ancaman ini.
3. Longsor Bawah Laut
Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan antara lempeng samudera
dan lempeng benua. Proses ini mengakibatkan terjadinya palung laut dan pegunungan.
Tsunami karena longsoran bawah laut ini dikenal dengan nama tsunamic submarine
landslide.
4. Hantaman Meteor di laut
Jatuhnya meteor berukuran besar di laut juga merupakan penyebab terjadinya
tsunami. Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan
gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya
beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai
daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami.
gelombangnya bisa menggenangi daratan.
Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung
dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di
laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km perjam,
setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang dilaut dalam hanya
sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang
berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami
menurun hingga sekitar 30 km perjam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga
mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan
kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena
Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran
gelombang tsunami.
5. Rambatan Tsunami
Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman
laut. Di laut dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500-1000 km per jam atau setara
dengan kecepatan pesawat terbang namun ketinggian gelombangnya hanya sekitar 1
meter. Ketika gelombang tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya
hanya sekitar 30 km per jam, namun ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan
meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang berlayar di laut dalam tak menyadari
adanya tsunami, kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh tsunami.
2.2.2 Klasifikasi Tsunami
Berdasarkan tingkat kerusakan lahannya, lahan-lahan pasca bencana tsunami
dapat diklasifikasikan menjadi 4 (FAO, 2005):

1. Kelas A kerusakan ringan


Lahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang sedikit atau tidak ada, erosi
rendah, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya hanya beberapa cm, lahan tergenang
beberapa jam, laju infiltrasi yang relatif lambat (endapan lumpur liat), dan indeks daya
hantar listrik (DHL) < 4.
2. Kelas B kerusakan sedang
Lahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar agak merata, erosi
sedang, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya > 10 cm, lahan tergenang > 1 hari, laju
infiltrasi sedang (tanah/endapan lempung), dan lahan tidak mempunyai fasilitas
irigasi/drainase.
3. Kelas C kerusakan berat
Lahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar sangat merata, erosi
berat, dan endapan pasir bergaram tebalnya > 20 cm, lahan tergenang > 1 minggu, laju
infiltrasi cepat, dan lahan tidak mempunyai fasilitas irigasi/drainase serta curah hujan
yang relatif rendah.

4. Kelas D lahan tergenang (lost area)


Beberapa lahan di pantai barat NAD tetap tergenang air laut, sehingga tidak dapat
dimanfaatkan kembali untuk pertanian. Lahan-lahan yang demikian dianggap sebagai
lahan yang hilang, yang berarti hilangnya mata pencaharian bagi pemilik atau penggarap
lahan tersebut.

2.2.3 Karakteristik Tsunami


1. Kecepatan Tsunami
Secara empiris, kecepatan tsunami tergantung pada kedalaman laut dan
percepatan gravitasi di tempat tersebut. Untuk di laut dalam, kecepatan tsunami bisa
setara dengan kecepatan pesawat jet, yaitu sekitar 800 km/jam. Semakin dangkal lautnya,
kecepatan tsunami semakin berkurang, yaitu berkisar antara 2-5 km/jam.
2. Ketinggian Tsunami
Ketinggian gelombang tsunami berbanding terbalik dengan kecepatannya.
Artinya, jika kecepatan tsunami besar, tetapi ketinggian gelombang tsunami hanya
beberapa puluh cm saja. Sebaliknya untuk di daerah pantai, kecepatan tsunaminya kecil,
sedangkan ketinggian gelombangnya cukup tinggi, bisa mencapai puluhan meter.
Ketinggian tsunami di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
bentuk pantainya. Ada 2 (dua) bentuk pantai yaitu:
a. Pantainya terjal
Bentuk pantai seperti ini mengakibatkan bagian utama dari energy tsunami
dipantulkan oleh slope (pembatas). Sehingga pemantulannya secara utuh mengikuti
periode tsunami, tanpa pecah. Tinggi gelombang yang gelombang yang dihasilkan
antara 1-2 meter.
b. Pantainya landai
Bentuk pantai ini mengakibatkan energi tsunami akan dinaikan oleh pantai, disini
berlaku prinsip dasar energy, yakni energy selalu konstan. Sehingga jika
kecepatannya berkurang maka amplitudonya besar, panjang gekombangnya
berkurang dan mengakibatkan pecahnya gelombang. Hal inilah yang mengakibatkan
tinggi gelombang tsunami bisa mencapai puluhan meter.
Gambar 2. 2 Karakteristik Tsunami

2.2.4 Dampak Tsunami


1. Dampak positif dari bencana tsunami
a. Bencana alam merenggut banyak korban, sehingga lapangan pekerjaan menjadi
terbuka luas bagi yang masih hidup.
b. Kegunaan secara psikologis: menjalin kerjasama dan bahu-membahu untuk
menolong korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu
saling membutuhkan satu sama lain.
c. Kita bisa mengetahui sampai dimanakah konstruksi bangunan kita serta
kelemahannya, dan kita dapat melakukan inovasi baru untuk penangkalan apabila
bencana tersebut datang kembali tetapi dengan konstruksi yang lebih baik.
2. Dampak negatif dari bencana tsunami
a. Merusak apa saja yang dilaluinya, bangunan, tumbuh-tumbuhan dan
mengakibatkan korban jiwa manusia, serta menyebabkan genangan, pencemaran
air asin lahan pertanian, tanah, air bersih serta penyebaran penyakit seperti kolera,
dipteria, disenteri, tipoid, dan hepatitis A dan B.
b. Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban, sehingga sulit mencari lagi tenaga
ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya.
c. Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksaan pembangunan pasca bencana,
karena faktor dana yang besar.
d. Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana yang
kehilangan harta benda.
e. Pada hari-hari pasca tsunami, upaya besar-besaran dikerahkan untuk mengubur
cepat-cepat jasad korban demi mencegah penyebaran penyakit.
2.2.5 Proses terjadinya tsunami
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun
secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya.
Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energy air laut, yang ketika sampai di pantai
menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Kecepatan gelombang
tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi, dimana kecepatanya
bisa mencapai ratusan km/jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatanya akan menjadi
kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di
tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun
saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi
penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh
dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa
km.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi
juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah
lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat
mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilka tsunami. Gempa yang
menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara
tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu.
Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika
ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi mengatsunami yang tingginya
mencapai ratusan meter.

2.3 Rapid Health Assesment (RHA) pada tsunami

Вам также может понравиться