Вы находитесь на странице: 1из 23

pendidikan jasmani dan kesehatan (Penjaskes), merupakan bagian integral dari pendidikan

keseluruhan yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai media. Sementara itu penjaskes
merupakan proses pendidikan yang membina anak untuk mampu mengintegrasikan
pengetahuan, nilai, sikap, ketrampilan dan pembuatan keputusan nyata sebagai realisasi dari pola
hidup sehat dan bugar baik sebagi individu maupun warga masyarakat.
Penjaskes adalah mata kuliah yang akan membahas beberapa aspek berkenaan dengan nilai
kependidikan dari pendidikan jasmani, temasuk dasar filsafatnya, aspek pertumbuhan dan
perkembangan anak, kebugaran jasmani. Selain itu disajikan keterampilan dasar atletik,
senam dan permainan. Di samping itu juga dibahas penjaskes dalam kaitannya dengan
pembinaan self esteem anak, aplikasi model- model pembelajaran penjaskes dalam konteks ke-
SD an, evaluasi kuantitatif dan kualitatif dengan tes tertulis, tes perbuatan, simulasi, serta
pengembangan cabang- cabang olahraga pilihan sesuai dengan minat dan bakat Anda sebagai
mahasiswa Untuk membantu saudara dalam penguasaan mata kuliah ini, kegiatan belajar
mengajar dirancang melalui bahan ajar cetak, web-based course dan audio visual.

ASAS PENDIDIKAN JASMANI

mengapa pendidikan jasmani (Penjas) diperlukan di semua jenjang pendidikan? Penjas


diperlukan di semua jenjang pendidikan terutama pada jenjang sekolah dasar (SD) karena pada
masa usia sekolah dasar, pertumbuhan dan perkembangan anak disebut sebagai usia emas dan
pada masa itu keadaan fisik maupun seluruh kemampuannya sedang tumbuh dan berkembang.
Misalnya, secara fisik anak akan terlihat lebih tinggi atau lebih besar sesuai dengan
bertambahnya usia. Oleh karena itu, di dalam intensifikasi penyelenggaraan pendidikan sebagai
proses dalam pertumbuhan dan perkembangan berlangsung seumur hidup (Syarifuddin dan
Muhadi, 1993). Dengan demikian pendidikan jasmani merupakan salah satu alat yang sangat
menentukan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pendidikan
jasmani sangat erat kaitannya dengan gerak. Syarifuddin dan Muhadi (1993) mengatakan bahwa,
gerak bagi anak sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu tuntutan kebutuhan hidup yang
diperlukan, yaitu sebagai dasar untuk belajar untuk belajar mengenal alam sekitar dalam usaha
memperoleh berbagai pengalaman berupa pengetahuan dan keterampilan, nilai dan sikap,
maupun untuk belajar mengenal dirinya sendiri sebagai mahluk individu dan mahluk sosial
dalam usaha penyesuaian dan mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Hakikat Pendidikan Jasmani

Konsep pendidikan jasmani di SD

Dalam berbagai literatur terdapat definisi tentang pendidikan jasmani yang bervariasi
antara satu dengan yang lainnya. Setiap penulis cenderung memberikan definisi pendidikan
jasmani menurut pendapatnya masing-masing sesuai dengan pandangan filosofinya. Walaupun
formulasi definisi pendidikan jasmani berbeda- beda namun pada umumnya mengandung
pengertian yang sama yakni bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui gerak
jasmani.
Untuk memberikan gambaran dan pengertian tentang pendidikan jasmani, diberikan
beberapa pengertian/definisi dari beberapa ahli dan juga dari sumber lain, yang nantinya akan
memberikan kejelasan bagi Anda. Beley dan Field (dalam Suranto, dkk., 1994) mendefinisikan
pendidikan jasmani sebagai proses yang menguntungkan dalam penyesuaian dari belajar gerak,
neuro-muscular, intelektual, sosial, kebudayaan, baik emosional dan etika sebagai akibat yang
timbul sesuai pilihannya melalui aktivitas fisik yang menggunakan sebagian besar otot tubuh.
Willian, Brownell dan Vernier mengindikasikan bahwa dalam pendidikan jasmani, kegiatan-
kegiatan jasmani tertentu yang terpilih akan dapat membentuk sikap yang berguna bagi pelaku
(dalam Aip Syarifuddin dan Muladi, 1993)
J.B. Nash mendefinisikan pendidikan jasmani sebagai sebuah aspek dari proses pendidikan
keseluruhan dengan menggunakan/menekankan pada aktivitas fisik yang mengembangkan fitness,
fungsi organ tubuh, kontrol neuro-muscular, kekuatan intelektual, dan pengendalian emosi. (dalam
Suranto, dkk., 1994).

Pendidikan jasmani yang merupakan bagian pendidikan keseluruhan pada hakekatnya


adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara anak didik dengan lingkungan yang
dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik untuk
meningkatkan keterampilan motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif,
afektif, dan sosial. Aktifitas tersebut dipilih dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak
SD. Melalui kegiatan pendidikan jasmani diharapkan anak tumbuh dan berkembang menjadi
anak yang sehat dan bugar, serta perkembangan pribadi secara harmonis (Cholik dan Lutan,
1997).
Definisi pendidikan jasmani yang dikemukakan Cholik dan Lutan (1997) adalah sebagai
berikut: ... pendidikan jasmani adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan sistematik
melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan
kebugaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta
kepribadian yang harmonis dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila
Oleh karena itu, menurut Lutan (2004), pendidikan jasmani pada usia SD ibarat tanah liat
dan mereka siap dibentuk, karena proses tumbuh kembang kemampuan motorik anak
berhubungan dengan proses tumbuh kembang kemampuan gerak anak. Sifat khas anak adalah
haus untuk melakukan gerak, maka melalui kegiatan itu mereka akan tumbuh dan berkembang
secara subur, optimal, dan wajar. Dengan demikian perkembangan kemampuan anak akan dapat
terlihat secara jelas melalui berbagai aktivitas gerakan yang diterimanya dalam pelajaran
pendidikan jasmani seperti pada kegiatan permainan yang dapat mereka lakukan.
Wujud dari pelaksanaan pendidikan jasmani di SD bertitik tolak pada gerak dasar yang
terlihat jelas dalam bentuk-bentuk aktivitas jasmaninya. Namun bukanlah semata-mata hanya
berfungsi untuk merangsang dan mengembangkan bagian-bagian tubuh serta fungsinya saja,
tetapi juga adalah untuk pembentukan dan pengembangan kepribadian anak secara utuh dan
harmonis di dalam kehidupannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Lutan (2004) bahwa sumbangan unik pendidikan jasmani adalah
memperkaya rangsangan kepada anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar dan
meningkatkan bakat, minat maupun kemampuan belajarnya. Selain itu, pendidikan jasmani
juga merupakan landasan yang menentukan irama perkembangan dan pertumbuhan
berikutnya. Oleh sebab itu, apabila pendidikan jasmani di SD dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya dengan diarahkan, dibimbing, dan dikembangkan secara wajar, maka akan dapat
menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan anak dan akan sangat berarti serta
bermanfaat dalam pendidikan. Dengan demikian tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa
pendidikan jasmani merupakan sarana yang ampuh untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan. Tidak ada mata pelajaran lainnya yang tujuannya sedemikian majemuk dan
selengkap pendidikan jasmani. Tujuan yang hendak dicapai bukan saja perkembangan aspek
jasmani, tetapi juga aspek lainnya seperti mental, moral dan sosial. Sayangnya tujuan yamg ideal
tersebut tidak sepenuhnya dapat tercapai karena disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya
pelaksanaan pendidikan jasmani di lembaga pendidikan SD belum sepenuhnya sesuai
dengan harapan.

B. Nilai-nilai sosial pendidikan jasmani

Pendidikan jasmani dapat menumbuhkan kepuasan intelektual dan apresiasi keindahan,


di samping adanya peraturan-peraturan, strategi-strategi, teknik-teknik, prinsip-prinsip
kinesiologi dan peraturan-peraturan latihan yang dapat dipelajari. Pendidikan jasmani juga
bertujuan untuk aspek fisik, mental, emosi, dan sosial pada setiap individu ke arah yang positif.
Pendidikan jasmani juga merupakan dasar untuk olahraga. Di sini dapat dilihat komponen-
komponen fisik seperti mobilitas, kekuatan, kelincahan, dan daya tahan. Hasil dari beberapa
komponen fisik tersebut ditentukan, dihasilkan, dikembangkan, dan ditingkatkan melalui
pendidikan jasmani.
Domain kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan fisik) dan afektif (sikap)
yang diperoleh melalui pelajaran pendidikan jasmani merupakan dasar yang kelak akan dapat
dialihkan ke dalam kegiatan olahraga..
Kita tidak dapat hanya memandang keadaan fisik pada saat anak melakukan gerak,
melainkan terdapat berbagai aspek yang terlibat di dalamnya. Bebarapa ahli menegaskan bahwa
pada saat itu anak sedang melakukan interaksi dengan dunia luarnya yakni dunia bermain dan
dunia realitas yang dihadapi. Karena bermain tidak dapat dipandang hanya sebagai aspek
biologis, melainkan pada saat itu sedang terjadi interaksi psikologis sosial yang memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Bermain dan bergerak merupakan fenomena universal manusia. Dalam pertumbuhan dan
perkembangan, bermain dan bergerak merupakan pemicu awal yang dapat menggerakkan
keseluruhan aspek pertumbuhan dan perkembangan. Sementara itu pembelajaran pendidikan
jasmani merupakan pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik untuk merealisasikan
programnya. Melalui pendidikan jasmani dorongan keinginan untuk bergerak misalnya melalui
bermain dikemas sedemikian rupa sehingga berbagai nilai-nilai sosial dapat terinternalisasi
dalam kepribadian anak. Melalui pemberian pengalaman konkrit dalam kegiatan bergerak,
berbagai nilai-nilai sosial dapat diadopsi dan terinternalisasi dalam kehidupan anak.
Dewasa ini, peran pendidikan jasmani dalam menginternalisasi nilai-nilai sosial masyarakat
terasa terabaikan karena hanya ditujukan pada upaya pembentukan karakter kognitif, apektif
dan psikomotor yang kurang berpijak pada realitas masyarakat. Kondisi tersebut menjadi trade
mark yang melekat pada konsep substansi pendidikan di Indonesia selama bertahun-tahun.
Walaupun telah dilakukan reorientasi, tampaknya upaya untuk mengembalikan peran dan fungsi
pendidikan jasmani pada perubahan definisi belum pada substansi makna, peran dan fungsi. Hal-
hal yang dapat memberikan pengalaman konkrit tentang berbagai makna nilai-nilai sosial,
seperti nilai saling menghargai, kerjasama, berkompetisi dengan sehat, tidak kenal lelah, pantang
menyerah, dan bersahabat, adalah merupakan nilai-nilai sosial yang dapat diinternalisasikan
melalui program pendidikan jasmani.
Apabila pendidikan jasmani diajarkan dengan baik, akan dapat memberikan sumbangan
terhadap tujuan pendidikan pada umumnya, antara lain percaya terhadap diri sendiri. Seorang
yang mempunyai dasar kesehatan yang baik, dan perkembangan badan yang kuat melalui
pendidikan jasmani akan memiliki pandangan dan semangat hidup yang lebih besar, juga akan
memiliki daya tahan dan tenaga yang cukup besar. Tenaga ini diperlukan untuk menyelesaikan
tugas dan kegiatan rutinnya, bagi siswa diperlukan pada waktu belajarnya.
Pendidikan jasmani dapat memberikan beberapa sumbangan terhadap perkembangan
ketangkasan dalam proses dasar untuk berbicara, membaca, menulis dan berhitung, dapat
membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan mengukur jarak, kecepatan dan ketepatan
gerak dalam ruang, membantu siswa memperkirakan tubrukan, tekanan dan berat; dan dengan
cara mengikat perhatian siswa dengan bersungguh-sungguh pada bidang olahraga.
Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa keterbatasan gerak pada masa anak-anak,
mempunyai pengaruh yang merugikan kemampuan belajar berbicara, walaupun pernyataan ini
belum dapat dipastikan. Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan dalam mewujudkan
pengetahuan kesehatan dengan menolong siswa mengetahui batas kesanggupan dan keterbatasan
dirinya dengan cara memberikan pengetahuan bagaimana ia dapat meningkatkan kebugaran
jasmani dan kesehatan dirinya, dan dengan memberikan pengetahuan tentang beberapa kegiatan
olahraga yang dapat digunakan untuk memelihara tingkat kesehatan dan kebugaran jasmaninya
yang tinggi dalam kehidupannya. Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan terhadap
perkembangan prinsip-prinsip kebiasaan hidup sehat. Partisipasi dalam kegiatan olahraga dapat
membantu siswa dalam belajar mengontrol emosinya.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan
kepribadian ke arah yang diinginkan, melalui situasi emosi yang terjadi dan tekanan penggemar.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan terhadap tujuan yang hubungannya dengan
kemanusiaan. Pendidikan jasmani dapat bertindak sebagai media untuk mengajar rasa hormat
terhadap sesama atau saling menghormati sesama manusia.
Program pendidikan jasmani dapat direncanakan dan diselenggarakan, untuk dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan sikap kooperatif atau kerjasama. Sikap ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan pengalaman kepada siswa, baik sebagai pemimpin maupun sebagai
teman bermain. Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan
budi luhur yang manifestasinya antara lain dengan memperlakukan lawan secara adil di dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal-hal yang menyenangkan ini, secara implisit dipelajari
dan diajarkan.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan apresiasi dan
pemeIiharaan kehidupan keluarga, dengan mengajarkan kegiatan- kegiatan rekreasi, yang di
kemudian hari dapat diikuti oleh anak-anak, istri atau suami mereka. Kegiatan itu misalnya:
berenang, berkemah, bermain bulutangkis, tenis dan lain-lain. Kegiatan rekreasi ini dapat
memberikan suasana akrab dalam keluarga dan sangat menarik hati semua anggota keluarga.
Dalam pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan jasmani seperti pendidikan
kesehatan, PPPK dan pendidikan keselamatan yang sering diajarkan oleh guru, maka siswa akan
mendapatkan bekal yang sangat banyak untuk mengabdikan diri pada lingkungannya.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan sikap untuk
melaksanakan demokrasi di rumah. Pendidikan jasmani mempunyai potensi untuk memberikan
sumbangan terhadap perasaan keadilan sosial yang merupakan tanggung jawab kemasyarakatan.
Persahabatan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang pun akan dapat menimbulkan
rasa toleransi yang baik.
Kegiatan di alam terbuka akan dapat menjadi bagian dari kurikulum pendidikan jasmani,
dan dapat diarahkan untuk melestarikan alam. Pendidikan jasmani dapat membantu mencapai
tujuan sebagai warga dunia melalui pelajaran tentang cita-cita Olympic Games, di mana
semangat persaudaraan antar bangsa diutamakan, tanpa membedakan suku, warna kulit dan
faham politik.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan watak untuk
patuh terhadap pelaksanaan undang-undang, sebab dalam pelajaran pendidikan jasmani dan
sebagai anggota tim olahraga, siswa harus patuh terhadap peraturan permainan, dan bagi atlet
yang baik akan dapat mengontrol dorongan dan menundukkan keinginannya yang akan
merugikan kelompoknya.
Pendidikan jasmani dapat dijadikan sebagai laboratorium untuk pengembangan kualitas
demokrasi yang diinginkan bila siswa diberi banyak kesempatan untuk berpartisipasi
dalam mengambil keputusan tentang tindakan yang dilakukan oleh tim. Hal ini akan
mempengaruhi mereka, bila mereka diberi pengalaman menjadi anggota dan pemimpin, dengan
demikian mereka diajar untuk menghargai martabat dan harga diri seseorang.
Apabila pendidikan jasmani diajarkan dengan baik, dapat memberikan sumbangan pada tujuan
kesehatan masyarakat, dengan cara memimpin siswa melaksanakan olahraga secukupnya.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan yang besar atau paling besar terhadap
tujuan kegiatan rekreasi masyarakat, apabila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain
(Lutan, 2004).

C. Filsafat pendidikan jasmani


Filsafat berasal dari dua suku kata yakni philos dan sophia. Philos yang berarti cinta dan
sophia yang berarti kebenaran atau kebajikan. Ilmu filsafat adalah ilmu yang mempelajari
tentang fakta dan prinsip dari kenyataan dan hakikat, serta tingkah laku manusia dalam
hubungannya dengan dunia secara benar dan bijaksana.
Filsafat adalah bidang kajian yang mencoba untuk membantu individu- individu
mengevaluasi diri mereka dalam hubungan dengan dunia sepuas dan sejelas mungkin, dengan
memberikan kepada mereka suatu pegangan bagaimana harus berhubungan dengan masalah
hidup dan mati, benar dan salah, baik dan buruk, bebas dan terikat, indah dan jelek. Filsafat
adalah merupakan pegangan hidup untuk mencari fakta-fakta yang nyata dan nilai-nilai
kehidupan dengan alam dunia, dan mengevaluasi serta menginterpretasi fakta dan nilai tersebut
dengan pemikiran yang jujur (Sukintaka, 1992).
Secara sederhana dapat diartikan bahwa filsafat adalah cara bagaimana Anda melihat
situasi dan pengalaman dalam kehidupan Anda sendiri dan cara Anda melihat orang lain dalam
mengembangkan hubungan dengan mereka. Filsafat hidup Anda akan memberikan arah dalam
menetapkan keputusan dan tindakan sehari-hari. Sedangkan filsafat pendidikan jasmani akan
mengarahkan Anda dalam menetapkan keputusan dan tindakan yang Anda hadapi ketika terlibat
dalam kegiatan pendidikan jasmani
Oleh karena itu, seseorang yang berkecimpung dalam pendidikan jasmani sangat perlu
mengenali filsafat yang mendasarinya, seperti halnya bidang studi lain. Seseorang tidak akan
menjadi guru, pelatih atau pembina pendidikan jasmani yang
baik manakala tidak memiliki pandangan dan pengertian yang jelas tentang hakikat pendidikan
jasmani itu sendiri. Oleh karena itu, seseorang yang berkecimpung dalam pendidikan
jasmani perlu memahami filsafat pendidikan jasmani, sebab akan menentukan pikiran dan
mengarahkan tindakannya dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan jasmani. Filsafat memiliki komponen-komponen utama: metafisika.,
epistemologi, aksiologi, etika, logika, dan estetika. Dalam konteks pendidikan jasmani,
metafisika terkait dengan pertanyaan, pengalaman apakah yang harus diberikan kepada
peserta didik agar mampu menghadapi kehidupan dunia nyata? Epistemologi berkaitan dengan
metode untuk mendapatkan pengetahuan dan macam pengetahuan yang dapat diperoleh;
apakah peran dan pengaruh aktivitas fisik terhadap perkembangan fisik, mental, emosional, sosial,
intelektual, dan spiritual peserta didik. Aksiologi mengkaji tujuan dan nilai masyarakat yang
perlu dijadikan basis untuk pengembangan kurikulum di sekolah; apakah nilai-nilai tersebut
telah tercakup dalam kurikulum pendidikan jasmani? Etika berkaitan dengan pertanyaan:
bagaimanakah permainan dan pertandingan olahraga dapat digunakan untuk belajar perilaku yang
dapat diterima? Apakah pendidikan watak dapat dimungkinkan melalui pendidikan jasmani?
Logika menyediakan metode hidup dan berpikir sehat dan inteligen bagi kehidupan manusia.
Pertanyaannya apakah pendidikan jasmani dapat meningkatkan daya nalar peserta didik, artinya
apakah peserta didik dapat menghubungkan dari satu fakta atau ide ke fakta atau ide lain secara
urut. Misalnya apakah peserta didik mampu memahami dan menjelaskan (nilai) mengapa ia
bermain sepakbola. Estetika berkaitan dengan rasa keindahan; bagaimana seseorang menghargai
nilai keindahan ketika melihat pesenam yang sedang melakukan rangkaian gerakan senam atau
pesepakbola sedang menggiring bola.
Aspek-aspek filsafat, metafisika, epistemologi, aksiologi, etika, logika dan estetika perlu
diperhatikan dalam rangka memformulasikan filsafat setiap bidang studi seperti pendidikan
jasmani. Secara ringkas filsafat pendidikan jasmani mempunyai dua fungsi yaitu sintetis dan
analitis. Filsafat dari fungsi sintesis berfungsi untuk menyusun hipotesis yang dapat digunakan
sebagai alat untuk mengenali hakikat individu dengan pengalamannya. Dari fungsi analitis filsafat
dapat menentukan konsep-konsep kunci dalam bidang pendidikan jasmani dan sekaligus
mempelajari metode penelitiannya.
Mengapa Pendidikan Jasmani perlu Landasan Filsafat? Dalam masyarakat yang selalu
berubah dan berkembang pendidikan jasman harus dilandasi oleh pandangan falsafah yang tepat
sehingga menunjang pengembangan konsep dasar dan profesi pendidikan jasmani.
Kebutuhan pendidikan jasmani terhadap fils afat, akan muncul bila ada pertanyaan,
apakah tujuan pendidikan jasmani. Filsafat akan dapat menjawab pertanyaan apa" dan
"mengapa", dan kedua pertanyaan itu mendahului pertanyaan bagaimana" (Cholik dan Lutan,
1997).
Sebaliknya, bila pendidikan jasmani tidak dilandasi filsafatnya, maka kurikulum
pendidikan jasmani tidak mempunyai arah, kesatuan, dan keseimbangan, serta
persyaratan pokok programnya menjadi tidak jelas. Akan ada kesulitan untuk menjawab
pertanyaan: "Apakah isi pendidikan jasmani" dan "Apakah kriteria keberhasilan
programnya". Filsafat pendidikan jasmani dapat menjawab pertanyaan: Apakah arti
pendidikan jasmani?
Telah diketahui bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan. Dalam
kenyataannya pendidikan jasmani merupakan elemen penting dari proses pendidikan
dalam membentuk manusia seutuhnya. Para ahli sepaham bahwa jiwa dan badan merupakan
satu kesatuan, tidak dapat dipisah- pisahkan. Dalam hal ini, pendidikan jasmani bukan hanya
mendidik badan, karena yang dimaksud raga hanyalah perantara antara "kemanusiaan" kita dengan
dunia luar ketika berinteraksi dengan lingkungan.
Filsafat pendidikan jasmani memiliki komponen-komponen utama metafisika, epistemologi,
aksiologi, etika, logika, dan estetika (Cholik dan Lutan, 1997).
1. Metafisika, mengkaji kenyataan dari sesuatu yang berkaitan dengan manusia dan alam
dunia. Ia berupaya menjawab pertanyaan tentang prinsip- prinsip kehidupan, seperti: Apakah
arti keberadaan dan kenyataan? Mengapa dan bagaimana dunia berubah?
Pengalaman pendidikan jasmani apakah yang harus diberikan kepada anak-anak agar
mampu menghadapi dunia nyata?
2. Epistimologi berkaitan dengan metode untuk mendapatkan pengetahuan dan macam
pengetahuan yang dapat diperoleh. Ilmu pengetahuan yang mencakupsumber-sumber,
otoritas, prinsip, keterbatasan dan validitas pengetahuan dikaji secara komprehensif. secara
komprehensif. Dalam pendidikan jasmani, epistemologi akan mencari kebenaran
tentang peran aktivitas fisik dan pengaruhnya terhadap perkembangan fisik, mental,
emosional, dan sosial.
3. Aksiologi, berupaya menentukan untuk kegunaan apakah kebenaran dicari. Ia
mempertanyakan: bagaimanakah menentukan apakah sesuatu memiliki nilai, dan kriteria
Apakah yang digunakan sebagai dasar penilaiannya? Aksiologi yang mengkaji tujuan dan
nilai dari masyarakat sangat penting dalam pendidikan jasmani, karena tujuan dan nilai yang
terjadi di masyarakat akan menjadi basis kurikulum yang digunakan di sekolah.
Pertanyaan lebih lanjut, bagaimanakah nilai-nilai dalam masyarakat tersebut tercakup
dalam program pendidikan jasmani?
4. Etika, membantu untuk mendefinisikan karakter moral dan menyediakan kode etik tingkah
laku bagi seseorang. Etika mencoba menjawab pertanyaan: apakah standar tertinggi tingkah laku
yang harus dicapai? Menumbuhkan budi perkerti sesuai standar tingkah laku merupakan
fungsi pendidikan jasmani yang terpenting. Pertanyaan yang relevan dengan pendidikan
jasmani: bagaimanakah permainan dan pertandingan olahraga dapat digunakan untuk belajar
perilaku yang dapat diterima? Apakah pendidikan watak dapat dimungkinkan melalui
pendidikan jasmani?
5. Logika, berupaya menyediakan metode hidup dan berpikir secara sehat dan inteligen bagi
manusia. Logika memberikan langkah-langkah yang harus diambil, menurut ide-ide,
menstrukturkan urutan supaya berpikir akurat, dan menyusun standar untuk mengukur
ketepatan berpikir. Logika adalah hubungan dari satu fakta atau ide dengan lainya secara
urut. Apabila siswa bertanya: mengapa saya bermain sepak bola?" guru seharusnya tidak
boleh menjawab, "karena ada program di dalam kurikulum". Seyogyanya guru harus
menjawab dengan jelas keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan bermain sepak
bola. Dengan demikian siswa akan mengerti benar nilai yang sebenamya dari bermain
sepak bola.
6. Estetika, adalah pengkajian dan penentuan kriteria tentang keindahan alam dan dunia
seni, termasuk tari, drama, patung, lukis, musik dan sastra. Dalam upaya menentukan
hubungan yang erat antara seni dan alam, estetika mempertanyakan: apakah keindahan itu?
Apresiasi estetik menunjuk pada penilaian seseorang terhadap suatu obyek melalui
penginderaan. Bagaimanakah seseorang menghargai nilai keindahan ketika melihat
pesenam yang sedang melakukan rangkaian gerakan senam lantai, atau pesepak-bola
sedang menggiring bola.
Aspek-aspek filsafat metafisika, epistemologi, etika, logika, dan estetika perlu diperhatikan
dalam rangka memformulasikan filsafat setiap bidang studi termasuk pendidikan jasmani.
Dalam kaitan ini filsafat pendidikan jasmani mempunyai dua fungsi yaitu, sintesis
dan analitis. Filsafat dari fungsi sintesis, yaitu untuk menyusun hipotesis yang dapat digunakan
sebagai alat untuk mengenali hakikat individu dengan pengalamannya, dan filsafat dalam
fungsi analitis, berfungsi untuk menentukan konsep-konsep kunci dalam bidang pendidikan
jasmani, dan sekaligus mempelajari metode penelitian dalam bidang pendidikan jasmani. Pada
pokoknya ada 5 (lima) aliran filsafat yang telah berkembang dan mempengaruhi dan Lutan,
1997), yaitu: idealisms, realisme, pragmatisme, naturalisme, dan pragmatisme, naturalisme,
dan eksistensialisme. Pemikiran-pemikiran filosofis tersebut memberikan gambaran bahwa
beberapa di antaranya lebih tradisional dibandingkan yang lain. Kebanyakan sekolah
dewasa ini cenderung menggunakan filsafat modern yang kebanyakan berdasar pada pemikiran
John Dewey. Filsafat modern pendidikan jasmani dewasa ini memberikan arahan program
yang menekankan pada beberapa butir berikut ini:
Individu sebagai manusia unik yang memiliki karakteristik dan kebutuhan yang
bervariasi;
nilai kemanusiaan termasuk kecintaan dan ketulusan; pengajaran berpusat pada anak;
aktivitas yang bervariasi;
suasana kelas yang tidak kaku;
minat kebutuhan anak dan masyarakat;
guru sebagai motivator dan fasilitator;
pengembangan kepribadian seutuhnya (fisik, mental, sosial, dan intelektual); modifikasi
pembelajaran;
siswa aktif belajar;
evaluasi diri dalam rangka penumbuhan disiplin diri dan tanggungjawab pribadi;
kurikulum harus dan menghindari spesialisasi terlalu dini,
komunikasi dan kerjasama dengan berbagai pihak (Choilk, dan Lutan,1997).

Untuk dapat mengikuti perkembangan jaman, pakar pendidikan jasmani, guru pendidikan
jasmani dan lain-lain harus bersikap mandiri sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
mereka sendiri, misalnya sebagai berikut. Pada dewasa ini apakah pendidikan jasmani dianggap
bernilai tinggi oleh masyarakat? Apakah pendidikan jasmani merupakan kebutuhan yang relevan
bagi remaja dan orang dewasa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan falsafah
pendidikan jasmani sebagai landasan berpikir, sebagai berikut.
Falsafah pendidikan jasmani menjelaskan manfaatnya. Filsafat adalah proses, sehingga manusia
dapat mengkaji kebenaran, kenyataan, dan nilai-nilai yang dianggap benar oleh masyarakat.
Berlandas pada falsafah yang dianut, guru dapat mengkaji makna, sifat-sifat, manfaat, dan
nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani. Dengan berlandas falsafah, guru
dan pelatih dipandu dalam menentukan sasaran, tujuan, prinsip-prinsip, dan isi
program. Selain itu, falsafah memberi makna yang logik, sehingga pendidikan jasmani dapat
memberi layanan pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat dalam rangka mengembangkan
sumber daya manusia.
Falsafah pendidikan jasmani terhadap pengembangan pelaksanaan pendidikan Seandainya,
layanan pendidikan berlandas pada intuisi atau tingkat emosi dan khayalan, tentunya manfaat
pelaksanaannya juga kurang tepat. Namun, dengan berlandas pada pandangan falsafah yang
mantap, pelaksanaan layanan pendidikan akan lebih efektif. Layanan pendidikan akan
terbukti kebenarannya, apabila para guru dan pelatih mengembangkan falsafah pendidikan
jasmani dengan sikap rasional, logik, dan sistematik, serta peduli terhadap
pengembangan sumber daya manusia.

Pentingnya falsafah pendidikan jasmani terhadap pengembangan profesionalitas pelaksana


Seorang yang menyatakan dirinya sebagai guru harus dapat mengembangkan pandangan
falsafah yang dianutnya, sehingga dengan pandangan falsafah tersebut , guru memeperoleh
landasan berfikir untuk mengembangkan profesinya. Dengan memahami makna, manfaat, dan
tujuan pendidikan jasmani, guru termotivasi untuk mencapai tingkat profesionalitas yang lebih
tinggi, sehingga dapat mengevaluasi program dan pelaksanaan pendidikan jasmani secara
mandiri.
Falsafah pendidikan jasmani memberi bimbingan pelaksana untuk bertindak. Untuk dapai
melaksanakan fungsinya sebagai guru yang arif, pandangan falsafah yang dianut akan
membimbing mereka dalam bertindak. Sebelum bertindak, tentunya guru membutuhkan
pengetahuan dan informasi tentang kebutuhan masyarakat, untuk merencanakan program.
Sehingga, pandangan falsafah akan memandu merencanakan program. Sehingga pandangan
falsafah akan memandu guru dalam mengidentifikasi kebutuhan, merumuskan rencana,
melaksanakan, dan mengevaluasi tindakan. Falsafah pendidikan jasmani akan memberi arah
pengembangan profesi.

Dewasa ini banyak program pendidikan jasmani yang tidak mengarah kepada tujuan yang ingin
dicapai. Misalnya, pertandingan olahraga antar sekolah yang diharapkan menumbuhkan
keakraban hubungan antar siswa, namun dalam pelaksanaannya justru menimbulkan
perkelahian. Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak yang terlibat tidak berlandas pada
pandangan falsafah yang dapat menampung pandangan pihak lain. Kasus ini akan lebih parah,
apabila guru yang menyulut timbulnya perkelahian, karena mereka hanya mendambakan
kemenangan di pihaknya Dengan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan berlandas pada falsafah,
guru terarah pada pencapaian tujuan. Pendidikan jasmani yang merefleksikan pengembangan
suatu sistem dari berbagai sudut pandang pendidikan yang merupakan rangkaian logik dan
unsur-unsur filsafat lainnya. Kesadaran masyarakat dalam pendidikan jasmani dipengaruhi oleh
sumbangan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah pendidikan jasmani. Guru pada dekade
mendatang harus menyadari bahwa masyarakat tidak merasa puas hanya dengan ni l ai
kebugaran j asm ani at au prest asi yang di capai. Memperhatikan perubahan nilai, masyarakat
ingin mengetahui seberapa jauh sumbangan pendidikan jasmani terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia, kinerja manusia, serta ketahanan nasional suatu bangsa. Falsafah yang
dirumuskan secara proaktif dan transparan, memungkinkan bagi masyarakat menginterpretasi
makna dan nilai-nilai yang dianggap penting, sehingga menumbuhkan kesadaran masyarakat
untuk berpartisipasi. Falsafah pendidikan jasmani menjelaskan hubungannya dengan pendidikan
secara umum. Falsafah akan membantu mengembangkan penjelasan yang rasional bahwa tujuan
pendidikan jasmani menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang menyeluruh. Secara konsep
yang terkandung dalam definisinya, pendidikan jasmani merupakan bagian yang penting dan
terpadu dalam pendidikan seutuhnya, dengan penekanan: pendidikan jasmani adalah pendidikan
yang memberi kesempatan bagi pebelajar untuk berlatih gerak dan belajar melalui gerak jasmani.

Konsep pendididikan jasmani merupakan suatu kegiatan yang secara sadar disusun dengan
sistemik dan berjujuan untuk mengembangkan fitness, fungsi organ tubuh, kontrol neuro-
muscular, kekuatan intelektual, pengendalian emosi, pertumbuhan perkembangan anak melalui
aktivitas jasmani yang dipilih dengan tujuan yang jelas. Pendidikan jasmani juga
mengembangkan kepribadian siswa melalui aktivitas jasmani. Nilai-nilai sosial pendidikan
jasmani dapat dilihat dari peranannya sebagai wahana untuk mendidik anak dan masyarakat
untuk menjaga kesehatan. Dengan berolahraga dalam kerangka pendidikan jasmani diajarkan
nilai kerjasama, solidaritas, saling menghargai, sportivitas serta membina fisik, mental, emosi,
dan sosial pada setiap individu ke arah yang positif. Nilai-nilai sosial dapat ditanamkan melalui
pendidikan jasmani dalam setiap kegiatan olahraga. Olahraga ini tidak hanya terbatas dalam
olahraga prestasi atupun pendidikan tetapi juga termasuk di dalamnya adalah olahraga rekreasi.
Filsafat pendidikan jasmani melihat pada cara berpikir dan mencari kebenaran yang dapat
ditemukan. Filsafat pendidikan jasmani membantu individu-individu mengevaluasi diri mereka
dalam hubungan dengan dunia sepuas dan sejelas mungkin, dengan memberikan kepada mereka
suatu pegangan bagaimana harus berhubungan dengan masalah hidup dan mati, benar dan salah,
baik dan buruk, bebas dan terikat, indah dan jelek. Filsafat akan dapat menjawab pertanyaan
apa" dan "mengapa", dan kedua pertanyaan itu mendahului pertanyaan bagaimana", sehingga
berbagai jalan pikiran aliran filsafat seperti metafisika, epistemologi, aksiologi, etika, logika dan
estetika sangat diperlukan untuk menunjang kemajuan pendidikan jasmani secara keilmuan

A. Pengertian Pendidikan Jasmani


Dalam keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1983 mengenai olahraga
digunakan dua istilah, yaitu pendidikan jasmani dan olahraga. Sebelumnya istilah
pendidikan jasmani sudah tidak dipergunakan lagi karena dihapus pada tahun 1961. Sejak
tahun 1961 hingga adanya keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1983 itu
hanya kata olahraga yang dipakai. Demikianlah segala macam aktivitas atau kegiatan
yang serupa dalam kurun waktu itu semuanya disebut olahraga. Untuk memberikan
gambaran dan pengertian tentang pendidikan jasrnani, diberikan beberapa
pengertian/definisi dari beberapa ahli dan juga dari sumber lain, yang nantinya akan
memberikan kejelasan bagi Anda. Beley dan Field (dalam Suranto, dkk., 1994)
mendefinisikan pendidikan jasrnani sebagai proses yang menguntungkan dalam
penyesuaian dari belajar gerak, neuro-muscular, intelektual, sosial, kebudayaan, baik
emosional dan etika sebagai akibat yang timbul melalui pilihannya yang baik melalui
aktivitas fisik yang menggunakan sebagian besar otot tubuh. Menurut Undang-undang
no. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran pasal 9, maka:
"Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan
perkembangan jiwa dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir batin, diberikan pada segala jenis sekolah"
Dalam penjelasan masih dapat dijumpai hal-hal berikut:

1. pertumbuhan jiwa dan raga harus mendapat tuntunan yang menuju ke arah
keselarasan, agar tidak timbul berat sebelah ke arah intelektualisme atau ke arah
perkuatan badan saja.
2. perkataan keselarasan menjadi pedoman pula untuk menjaga agar jasmani tidak
mengasingkan diri dari pendidikan keseluruhan.
3. pendidikan jasmani sebagai bagian dari tuntunan terhadap pendidikan pertumbuhan
jasmani dan rohani, dengan demikian tidak terbatas pada jam pelajaran yang
diperuntukkan baginya.

Sebagai kesimpulan keseluruhan, dan untuk mendapatkan pedoman sementara yang


definitif, dapat diajukan di sini hal-hal sebagai berikut:
a) Pendidikan Jasmani lebih memusatkan kepada anak didik.
b) Menekankan pada aspek pendidikan.
c) Kegiatan jasmaniah hanya merupakan sarana untuk turut membantu tercapainya
tujuan pendidikan.
d) Tujuannya adalah perkembangan optimal, sesuai dengan kemampuan, minat dan
kebutuhan peserta kegiatan tersebut.
Jadi arahnya ialah perkembangan aspek-aspek fisik, mental, dan sosial dari setiap
individu. Kalau kita membaca pengertian dan definisi-definisi di atas, terlihat betapa luas
cakupan pendidikan jasmani dan betapa luas tugas guru pendidikan jasmani dalam melaksanakan
pengabdiannya. Pendidikan jasmani dapat dilakukan di mana saja tidak terbatas pada
tempattempat tertentu yang mempunyai fasilitas memadai atau sedang dan yang memberikan
pendidikan jasmani pun tidak terbatas pada guru-guru atau ahli-ahli, tetapi siapa saja dapat ikut
serta memberikan pendidikan jasmani, misalnya orang tua, teman, perkumpulan pemuda, dan
kelompok masyarakat. Sebagai contoh: seorang ibu sedang memberikan latihan berjalan bagi
anaknya yang belum dapat berjalan, ini pun sudah termasuk memberikan pendidikan jasmani.
Orang tua yang memperingatkan anaknya yang sedang mencoba ketangkasan fisik, ia
sebenarnya juga sedang memberikan pendidikan jasmani. Seorang kawan bermain memberikan
petunjuk bagaimana cara memegang raket yang benar, inipun sudah dapat disebut memberikan
pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani dilakukan tidak saja di sekolah tetapi di tempat lain pun
dapat dilakukan. Pendidikan jasmani berkaitan dengan peran penyesuaian beban fisik yang
terjadi sebagai akibat partisipasi dalam kegiatan fisik tertentu yang dipilih, sesuai dengan
perhatian, kemampuan dan kebutuhan individu. Guru mengontrol langsung beban yang berkaitan
dengan emosi dalam olahraga, untuk memungkinkan siswa dapat mengendalikan emosinya,
dengan kata lain siswa dibantu dalam menyesuaikan emosinya.
Guru disini harus dapat mencoba mentransfer (mengalihkan) perilaku sosial, kebudayaan,
dan nilai keindahan kepada siswa melalui contoh perilaku mereka, hal yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima harus diberi komentar langsung, dengan pujian atau hukuman. Pelajaran ini
diperoleh dari hasil kegiatan pilihan fisik tertentu yang dipersiapkan untuk program pendidikan
jasmani. Guru pendidikan jasmani mempunyai peranan yang penting, karena pengalihan hanya
akan positif apabila pelajaran pendidikan jasmani diberikan dengan baik dan sesuai dengan
tujuan dari pendidikan jasmani.

B. Tujuan Pendidikan Jasmani


Pendidikan jasmani harus dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia dengan
berbagai macam pola, dan juga diberikan pada sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi. Tujuan pendidikan jasmani konsisten dengan tujuan pendidikan umum. Di
bawah ini disajikan, tujuan-tujuan pendidikan jasmani yang menjadi pedoman kerja bagi guru-
guru sekolah, misalnya:
1. Tujuan untuk percaya terhadap diri sendiri, mengembangkan daya ingatan, keterampilan
dalam proses fundamental untuk berbicara, menulis dan berhitung; penglihatan dan
pendengaran, memperoleh pengetahuan kesehatan, pengembangan kebiasaan hidup sehat,
mengenal kesehatan masyarakat; pengembangan untuk hiburan, intelegensi, perhatian
terhadap keindahan, dan pengembangan budi pekerti yang baik.
2. Tujuan yang berhubungan dengan kemanusiaan, saling menghormati, persahabatan, kerja
sama, berbudi bahasa luhur, menghargai keluarga dan bersikap demokrasi di rumah.
3. Tujuan untuk efisien ekonomi: menghormati pekerjaan, berkemampuan menyaring hal-hal
yang berhubungan dengan informasi, berhubungan dengan efisiensi, berhubungan dengan
apresiasi dan penyesuaian, ekonomi pribadi, pertimbangan terhadap pemakai, efisiensi
dalam belanja, dan perlindungan terhadap pemakai.
4. Tujuan yang berhubungan dengan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik dan
berkeadilan sosial, pengertian terhadap masyarakat, penilaian terhadap kritik, toleransi,
kelestarian lingkungan, aplikasi masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, sebagai warga
dunia yang baik, waspada terhadap hukum ekonomi, terhadap membaca dan menulis
politik kewarganegaraan, dan taat terhadap demokrasi

Tujuan-tujuan ini telah dicatat dan diuji oleh waktu. Telah dipakai sebagai pedoman dari guru
dalam semua mata pelajaran di semua tingkatan. Program pendidikan jasmani di sekolah sudah
selayaknya dapat mewujudkan tujuan ini. Kalau di atas diambil sebagai contoh tujuan
pendidikan jasmani, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang
sistem Pendidikan Nasional dalam Bab II pasal 4 disebutkan bahwa: Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan
demikian tujuan pendidikan tersebut harus menjadi perhatian guru-guru dalam menunaikan tugas
mengajarnya agar sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Jika direnungkan, maka tujuan
pendidikan jasmani pun sebenarnya selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu
tidak berlebihan jika pendidikan jasmani berperan penting dalam menunjang tujuan pendidikan
nasional tersebut, sebagaimana arti dari pendidikan jasmani itu sendiri.
C. Prinsip-prinsip Pendidikan Jasmani
Kita akan belajar lebih banyak tentang arti pendidikan jasmani di sekolah dengan melihat
apa yang menjadi keyakinan pemimpin dan pemuka masyarakat, yang dianggap menjadi
teladan dalam melaksanakan prinsip pendidikan jasmani. Prinsip-prinsip tersebut adalah
peraturan dasar untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani. Dr. Delbert Oberteuffer dari
Ohio State University (dalam Cholik dan Lutan, 1997) memperkenalkan 10 dasar pedoman
pendidikan jasmani. Bahwa pendidikan jasmani merupakan gambaran dari negara, dan
merupakan pokok dari kebudayaan bangsa, yang tidak bertentangan dengan usaha
pencapaian tujuan hidup bangsa.
1. Pelaksanaan pendidikan jasmani selalu mengakui pengetahuan dan membuktikan fakta-
fakta tentang organisme manusia.
2. Dalam semua pendidikan jasmani ada satu sel tujuan, satu dasar penilaian, dan satu
kriteria untuk mengukur manfaat pelaksanaan, bagi kebaikan individual.
3. Dalam pendidikan jasmani terdapat potensi besar untuk belajar menanamkan pantulan
pikiran dan kecerdikan memilih.
4. Bahwa dalam mengajar penilaian pada bidang moral-etik, harus direcanakan dan yang
mempunyai kepastian jelas bagi keterampilan tersebut.
5. Pendidikan jasmani banyak memberikan ilmu pengetahuan sosial yang hasilnya dapat
diukur dalam hubungan dengan tingkah laku kelompok
6. Bahwa kegiatan dan metode untuk mencapai tujuan-tujuan harus memancarkan
kesadaran lebih mementingkan lahiriah, lebih disenangi dari pada bakat individual yang
mementingkan diri sendiri.
7. Pendidikan jasmani, jauh dari unsur-unsur mengasingkan dan memisahkan diri.
Kurikulum pendidikan jasmani berisi unsur-unsur serupa atau sama dengan ungkapan
perasaan seni yang lain.
8. Bahwa pendidikan jasmani sebagai profesi berdiri kuat di atas kaki sendiri berdasarkan
ilmu pengetahuan, kebudayaan bangsa dan tidak berkewajiban terhadap profesi lain,
tetapi siap bekerja sama dengan profesi lain untuk kebaikan manusia.
9. Bahwa dalam pendidikan jasmani yang terutama diinginkan adalah kualitas
kepemimpinan yang tinggi seperti halnya pada profesi yang lain. Perguruan tinggi harus
memelihara landasan yang tinggi ini, dan berusaha terus-menerus untuk memilih dan
mempersiapkan kecerdasan.
D. Nilai-nilai dalam Pendidikan Jasmani
Keunggulan lain dari pendidikan jasmani menurut Dr. David K. Brace (dalam Cholik
dan Lutan, 1997) adalah seperti nilai-nilai yang tertera di bawah ini: Pengetahuan
tentang status kesehatan seseorang.
1. Pengetahuan tentang ketangkasan dan keterbatasan fisik seseorang dan bagaimana
menyelaraskannya.
2. Keyakinan terhadap kemampuan motorik dan body mekanik dari aktivitas hidup.
3. Penyesuaian diri terhadap tuntutan dan keinginan kelompok dalam menerima tugas
yang ditentukan kelompok.
4. Paham dan hormat terhadap fair play dan terhadap pertimbangan kelemahan atau
hasil yang berlawanan.
5. Hormat terhadap kekuasaan yang telah dilimpahkan kepada kapten tim, panitia
perlombaan, pelatih, atau kepala sekolah.
6. Orang dewasa dapat berpartisipasi dalam keterampilan, pengetahuan, dan perhatian
terhadap beberapa olahraga rekreasi.
7. Mengerti terhadap maksud nilai-nilai fisik pendidikan jasmani.
8. Suatu kondisi optimal dari kebugaran jasmani dalam hal kekuatan, kecepatan,
kelincahan dan daya tahan.
9. Suatu kesempatan untuk berapresiasi dan merupakan program yang dibutuhkan bagi
masyarakat untuk memelihara kesehatan dan kebugaran.
10. Pengalaman dalam pendidikan bersama terhadap kegiatan rekreasi yang bersifat
aktif dan setengah aktif.
11. Pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk latihan-latihan fisik, seperti gerak
badan yang dapat dipakai untuk memelihara kondisi, bilamana suasana tidak
mengizinkan berpartisipasi dalam rekreasi yang memerlukan kekuatan.
12. Pengetahuan mekanis keterampilan olahraga, bagaimana cara mempelajari
keterampilan yang baru, dan bagaimana meningkatkan prestasi.
13. Memahami olahraga sebagai warisan dan menempatkannya dalam kebudayaan.
14. Pengalaman dalam memimpin teman, misalkan sebagai kapten tim, pencatat
waktu, manajer peralatan, atau pengurus organisasi.

Dapat dilihat bahwa dalam pendidikan jasmani ada nilai-nilai organik, intelektual,
neuromuscular, sosial, budaya, emosi, dan keindahan yang merupakan adaptasi dari pelajaran
melalui rangkaian aktivitas fisik tertentu. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk
memperoleh nilai-nilai pendidikan jasmani dengan ikut serta dalam kegiatan tertentu sesuai
dengan kebutuhan dan perhatiannya. Setiap orang diajak untuk melakukan berbagai kegiatan
secara teratur sesuai dengan umur, kondisi fisik, keterampilan, dan perhatian masyarakat. Tes
kesehatan yang benar dan cermat menjadi dasar utama untuk memilih aktivitas fisik bagi semua
orang. Di setiap lapisan masyarakat seharusnya dikembangkan kesempatan untuk melakukan
pendidikan jasmani. Untuk pelaksanaan pendidikan jasmani, sekolah yang baik hendaknya
membuat pedoman pelaksanaan, berbagai program yang seimbang, fasilitas untuk kegiatan di
luar dan di dalam gedung, peralatan dan alat pelajaran lainnya hendaknya cukup tersedia agar
program dapat terlaksana dengan sepenuhnya. Di sekolah dasar, murid-muridnya sedang berada
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, seharusnya mempunyai program yang baik dan
bermanfaat, dan melaksanakan pendidikan jasmani dengan baik. Guru yang mengerti
penempatan pendidikan jasmani dalam perkembangan anak, dan yang berkompetensi dalam
bimbingan belajar, seharusnya menyediakan waktunya yang luas dan memberikan teknik-teknik
serta keterampilan berbagai aktivitas bagi perorangan. Anak laki-laki dan anak perempuan di
sekolah dasar dan di sekolah lanjutan seharusnya tidak dipisahkan dalam perkembangan fisik dan
sosialnya. Pendidikan jasmani memberikan banyak sumbangan terhadap perkembangan tersebut.
Setiap siswa mempunyai hak untuk melakukan tugas kegiatan sehari-hari

RANGKUMAN

Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara anak didik
dengan lingkungannya yang dikelola melalui aktivitas jasmani untuk meningkatkan keterampilan
motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif, serta nilai-nilai sosial
seperti saling menghargai, kerjasama, berkompetisi dengan sehat, tidak kenal lelah, pantang
menyerah. Melalui pemahaman filsafat penjaskes seseorang akan menentukan pikiran dan
mengarahkan tindakan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani
tidak dapat terpisah dari tujuan pendidikan pada umumnya dan selalu menjaga keseimbangan
antara pengembangan jasmani dan rohani. Tujuan pendidikan jasmani adalah pengembangan
optimal sesuai dengan kemampuan, minat dan kebutuhan yang melakukan kegiatan dan arahnya
kepada perkembangan aspek-aspek fisik, mental dan sosial pada setiap individu.
Pertumbuhan Dan Perkembangan

Pendahuluan
Pada umumnya guru sering melupakan bahwa anak dan remaja hanya dapat dididik dengan baik
jika guru mengerti bagaimana dan mengapa mereka belajar. Demikian juga halnya dalam
pendidikan jasmani, pengetahuan tentang apa dan bagaimana anak belajar, termasuk pada tingkat
mana mereka sedang berada dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya, amat menentukan
keberhasilan program pembelajaran yang diberikan guru. Hal ini didasarkan pada alasan, bahwa
dengan cara itulah guru mengetahui, apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh anak, sehingga dapat
dibangkitkan minat serta alasan mengapa mereka mempelajarinya. Pemahaman demikian
terlebih-lebih amat diperlukan dalam pelaksanaan tugas guru. Dengan pengertian itu, guru akan
semakin mengerti tentang tahapan progresif dari perkembangan kekuatan dan daya tahan;
semakin sadar tentang kapan dan mengapa, interaksi sosial mulai berkembang; tentang
kemampuan anak untuk menyerap permainan berdasarkan proses pengolahan informasi dan
imaginasi yang tinggi; tentang kemampuan untuk mengenali perubahan tujuan permainan dari
suatu kegiatan ceria sederhana ke arah minat untuk mcnguasai keterampilan; serta adanya
perubahan tajam dari sifat individualisme ke keinginan untuk mengelola dan menjadi anggota
kelompok (Annarino, dkk., 1980). Sebagai makluk hidup, seorang anak pun memiliki kebutuhan.
Agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, seorang anak harus terus -menerus memuaskan
kebutuhannya. Yang harus disadari, anak, seperti juga kehidupan lainnya, melibatkan proses
pemuasan segala jenis kebutuhan fisik, mental, emosional, dan sosialnya.

Agar berpikir efektif, proses kependidikan harus mempertimbangkan, apa kebutuhan anak untuk
dapat hidup dan belajar, pada kondisi dan usia berapa anak-anak berusaha memenuhi kebutuhan
tersebut, melalui. proses yang bagaimana kebutuhan itu mampu dipenuhi, materi pelajaran dan
pengalaman apa yang paling baik dirancang untuk mereka, serta jenis dan gaya orang yang
bagaimana yang diperlukan anak-anak untuk membantu mereka dalam memuaskan kebutuhan
mereka?

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik dan Gerak


Guru harus mengenal dengan baik karakteristik fisik dan gerak pada diri anak, yang bervariasi
dari mulai bayi hingga memasuki usia remaja. Pengetahuan yang menyeluruh tentang faktor ini
akan membantu guru dalam menetapkan perencanaan program kegiatan yang akan memenuhi
kebutuhan dan minat anak. Pengetahuan tersebut akan mencakup hal-hal berikut:

Variasi usia yang menjadi pedoman untuk mengelompokkan anak.


Variasi pertumbuhan aspek fisik dan gerak selama masa bayi, prasekolah, periode sekolah
dasar, dan remaja.
Perbedaan fisiologis antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Ketentuan umum yang harus diikuti sekaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik
dan gerak.
1. Perkembangan Usia
Individu anak dikelompokkan dalam berbagai cara berdasarkan usia. Cara yang paling
umum adalah penaksiran berdasarkan usia kronologis, anatomis, fisiologis, dan mental.
Kesemua pengelompokkan ini akan sangat berguna dalam menunjang tugas guru penjas
dalam menetapkan program kegiatannya.
Usia kronologis mewakili usia seorang anak dalam hitungan tahun dan bulan
berdasarkan kalender. Usia anatomis biasanya dikaitkan dengan tingkat pengerasan
jaringan tulang. Adapun tulang yang sering digunakan untuk maksud ini adalah tulang
kecil di pergelangan tangan. Untuk melakukannya, pengujian dengan sinar X diperlukan
untuk menentukan usia anatomis ini. Kadang-kadang, tahapan dalam pertumbuhan gigi
pun bisa dipakai untuk menentukan usia anatomis ini (Malina dan Bouchard, 1991).
Usia fisiologis dikaitkan dengan masa pubertas. Hal itu dapat pula digunakan
untuk menetapkan usia seorang anak berdasarkan kualitas dan tekstur bulu kelamin pada
anak laki-laki dan masa menstruasi pada anak perempuan. Sedangkan pengelompokkan
yang terakhir, yaitu usia mental, yang ditentukan melalui test yang mengukur derajat
kemajuan dan penguasaan terhadap upaya penyesuaian dengan lingkungan serta
kemampuannya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Meskipun guru bisa saja menggunakan kesemua klasifikasi usia tersebut,
perhatian khusus harus lebih ditekankan pada usia fisiologis. Hal ini disebabkan oleh
kanyataan bahwa usia fisiologis, melebihi klasifikasi usia yang lain, merupakan faktor
yang menentukan kebutuhan dan minat setiap anak sehingga dapat dipakai dalam
merancang program kegiatan yang sesuai.

2. Pertumbuhan Fisik dan Gerak dalam Berbagai Tingkatan


Karakteristik pertumbuhan fisik dan gerak pada anak selama masa bayi,
prasekolah, periode sekolah dasar, dan remaja seharusnya merupakan hal yang manarik
bagi guru. Dari studi yang dilakukan dalam hal karakteristik anak, kita dapat melihat
bahwa anak adalah individu yang aktif yang membutuhkan aktivitas gerak (Bucher,
1979). Anak, by nature, adalah aktif. Anak akan bergerak kesana kemari, sebagaI usaha
untuk melepaskan atau memecahkan ketidakseimbangan biokimiawi dinamis dalam
tubuhnya (Annarino, dkk., 1980). Ketidakseimbangan itulah yang mendorongnya untuk
terus bergerak, hingga merasa kebutuhannya untuk bergerak itu terpenuhi. Oleh karena
itu, pada masa-masa tertentu dalam hidupnya, gerak adalah kebutuhan anak. Fenomena
itulah yang disebut sebagai activity drive.
Untuk mengenal karakteristik pertumbuhan anak dalam aspek pertumbuhan fisik dan
geraknya, berikut akan diulas secara selintas karakteristik tersebut didasarkan tingkatan
perkembangannya (Mahendra, 2002):

Masa Bayi (Infancy)


Selama masa pra-kelahiran, janin di dalam rahim tumbuh dengan cepat. Misalnya,
dalam hal peningkatan panjang atau tinggi tubuh tercapai rata-rata 20,5 inchi. Setelah
kelahiran, pertumbuhan terus berlanjut dengan cepat hingga kira-kira usia 2 tahun, yang
kemudian mulai melambat setelahnya. Dari kelahiran hingga mencapai usia 18 bulan,
ukuran kepala anak lebih besar dari proporsi tubuh sebenarnya, perkembangan terjadi
dengan mengikuti pola tertentu. Pola pertama adalah pola perkembangan cephalocaudal,
yaitu pola arah perkembangan yang berlangsung dari atas (kepala) ke bawah. Dengan
pola ini, bisa dimengerti mengapa ukuran kepala sepertinya lebih besar dari ukuran
proporsi tubuh. Demikian juga dengan fakta bahwa lengan berkembang lebih cepat dari
tungkai. Bahkan dalam masa pra-lahir, pucuk lengan berkembang sebelum timbulnya
pucuk kaki. Pola berikutnya yang berlaku dalam perkembangan anak adalah pola
proximodistal. Pola ini menggambarkan arah perkembangan yang terjadi dari arah
tengah (poros tubuh) ke arah samping ke bagian anggota tubuh. Misalnya,
perkembangan kemampuan menggunakan tangan, yang terjadi terlebih dahulu pada
bagian telapak tangan sebelum akhirnya mengalir ke kemampuan menggunakan jari-jari
tangan. Hal ini dapat terlihat dengan melihat seorang bayi yang sedang mempermainkan
sebuah benda pada tangannya. Bayi itu akan mendorong benda itu pada telapak
tangannya beberapa waktu lamanya sebelum mampu mengambil benda itu dengan
jarijarinya. Kaitan antara pola pertumbuhan dan perkembangan (cephalocaudal dan
proximodistal) dengan program yang harus diberikan kepada anak memang masih
menyisakan peluang untuk didiskusikan. Ada dua pendapat yang masih dianut dalam hal
ini, yaitu tentang pertanyaan apakah program kegiatan fisik untuk anak-anak itu harus
mendahulukan kegiatan yang melibatkan kelompok otot besar atau kegiatan yang
melatih kelompok otot halus? Di satu pihak, banyak pendidik yang mengklaim bahwa
perhatian utama bagi anak selama tahuntahun pertumbuhan itu ditekankan pada kegiatan
kelompok otot besar. Hal ini didasarkan pada premis bahwa koordinasi otot.-otot halus
berkembang setelah koordinasi otot-otot besar. Keterampilan otot-otot halus seperti
menulis dan membaca, menurut beberapa ahli, seringkali digunakan dalam proses
pendidikan terlalu dini. Di pihak lain, ada kelompok ahli yang setuju dengan penekanan
pembelajaran keterampilan otot halus sejak dini. Beberapa ahli psikologi menunjukkan
bahwa hal itu ada dasar argumennya, meskipun tidak seluruhnya dianggap benar.
Mereka menunjukkan bahwa seorang anak dapat mengambil obyek atau benda tertentu
dengan ibu jari dan jari jelunjuk serta menampilkan manipulasi manual lainnya jauh
sebelum anak mampu berjalan atau berlari. Menurut para psikolog ini, pilihan tentang
materi permainan untuk anak tidak perlu didasarkan hanya pada apakah permainan itu
melibatkan otot besar atau otot halus, tetapi harus meliputi keduanya. Menghadapi
argumen yang juga sulit dibantah ini, akhirnya para pendukung pendapat pertama segera
mencari penguatan lain, yang didasarkan pada fakta fisiologis yang menyatakan bahwa
kegiatan otot besar

Вам также может понравиться