Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja
aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif.
Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang
paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain.
Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana
terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian
neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,
2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau
pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu
campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan
mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2005).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2005).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman
modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadianRDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka
kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress
Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada
bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini
RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan
diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor
penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan
ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji
coba klinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,1985), surfaktan dari cairan
amnion manusia ( Merrit,1986), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine
(Enhoring,1985) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan
dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit
pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan
surfaktan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan
mengenai sindrom gawat napas.
Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai sindrom gangguan
pernapasan.

BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy &
Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray
thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas
gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih
pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan
epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan
jaringan hialin pada membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul
akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat
aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya
akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001)

PERKEMBANGAN PARU NORMAL

Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap

Selama tahap awal embryonik paru berkembang diluar dinding ventral


dari primitive foregut endoderm. Sel epithel dari foregut endoderm bergerak di
sekitar mesoderm yang merupakan struktur teratas dari saluran napas.

Selama tahap canalicular yang terjadi antara 16 dan 26 minggu di uterus,


terjadi perkembangan lanjut dari saluran napas bagian bawah dan terjadi
pembentukan acini primer. Struktur acinar terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolar, dan alveoli rudimenter. Perkembangan intracinar capillaries yang
berada disekeliling mesenchyme, bergabung dengan perkembangan acinus.
Lamellar bodies mengandung protein surfaktan dan fosfolipid dalam pneumocyte
type II ,dapat ditemui dalam acinar tubulus pada stadium ini. Perbedaan antara
pneumocyte tipe I terjadi bersama dengan barier alveolar-capillary. Fase saccular
dimulai dengan ditandai adanya pelebaran jalan napas perifer yang merupakan
dilatasi tubulus acinar dan penebalan dinding yang menghasilkan peningkatan
pertukaran gas pada area permukaan. Lamellar bodies pada sel type II
meningkat dan maturasi lebih lanjut terjadi dalam sel tipe I. Kapiler-kapiler sangat
berhubungan dengan sel tipe I , sehingga akan terjadi penurunan jarak antara
permukaan darah dan udara. Selama tahap alveolar dibentuk septa alveolar
sekunder yang terjadi dari gestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah lahir.
Septa sekunder terdiri dari penonjolan jaringan penghubung dan double capillary
loop.

Terjadi perubahan bentuk dan maturasi alveoli yang ditandai dengan


penebalan dinding alveoli dan dengan cara apoptosis mengubah bentuk dari
double capillary loop menjadi single capillary loop . Selama fase ini terjadi
proliferasi pada semua tipe sel . Sel-sel mesenchym berproliferasi dan
menyimpan matrix ekstraseluler yang diperlukan. Sel-sel epithel khususnya
pneumocytes tipe I dan II, jumlahnya meningkat pada dinding alveoli dan sel-sel
endothel tumbuh dengan cepat dalam septa sekunder dengan cara
pembentukan berulang secara berkelanjutan dari double capillary loop menjadi
single capillary loop. Perkiraan jumlah alveolus pada saat lahir dengan
menggunakan rentang antara 20 juta 50 juta sudah mencukupi. Pada dewasa
jumlahnya akan bertambah sampai sekitar 300 juta.

B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala
tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit
membran hialin (PMH),

C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak
berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial
dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan
bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Pathway

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-
96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
Grunting : suara merintih saat ekspirasi
Pernapasan cuping hidung

Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis
sianosis dengan 02 menetap
walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

E. Penatalaksanaan
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan
kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen
sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas
untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen
diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai
harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang
berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada
fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi
langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-
10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
4. Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya
sangat mahal.

F. Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
2. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

G. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi
pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur,
mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis,
melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi
resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
Mencegah kelahiran < bulan (premature).
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
Management yang tepat.
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

H. Pengkajian
Riwayat maternal
- Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
- Kondisi seperti perdarahan placenta
- Tipe dan lamanya persalinan
- Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
- Prematur, umur kehamilan
- Apgar score, apakah terjadi aspiksia
- Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
Neurologis
- Immobilitas, kelemahan, flaciditas
- Penurunan suhu tubuh
- Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x )
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Status Behavioral
- Lethargy
Study Diagnostik
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan
asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Foto rontgen
Untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diafragma dengan
overdistensi duktus alveolar

b. Analisa gas darah


Analisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO 2 kurang dari 60
mmHg, SaO2 92% - 94%, pH 7,31 7,45

c. Immature lecithin
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok
ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan
sfingomielin dari cairan amnion. Sfingomyelin merupakan suatu membran
lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan
amnion.
Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5
pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1
pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35
minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak
mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas
paru. Phospatidyglicerol : meningkat saat usia 35 minggu

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien dan penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
Riwayat keperawatan sekarang
Riwayat keperawatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
c. Identifikasi factor resiko
Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
Kondisi seperti perdarahan placenta
Tipe dan lamanya persalinan
Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan
Apgar score, apakah terjadi aspiksia
Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar

d. Kaji system pernapasan, tanda dan gejala RDS


Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80
100 x )
Nafas grunting
Nasal flaring
Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan
dengan persentase desaturasi hemoglobin
Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea

e. Kaji system kardiovaskuler


Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik

Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaa

1. Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas 1. Identifikasi bayi


berhubungan dengan adekuat mungkin adanya
immature paru dan resiko-resiko yang
Kriteria hasil :
dinding dada atau muncul
kurangnya jumlah cairan Nilai analisa 2. Monitor status
surfaktan gas darah pernapasan;
dalam batas distress
normal pernapasan
Nilai SaO2
dalam batas
normal 3. Monitor analisa gas
darah, pulse
oximetry

4. Posisikan bayi
dengan tepat agar
ada upaya
bernapas

5. Pertahankan suhu
lingkungan netral

6. Pemberian oksigen
sesuai program
2. Tidak efektif bersihan Kepatenan jalan 1. Kaji dada bayi
jalan nafas berhubungan napas dapat adanya nafas
dengan obstruksi atau dipertahankan bilateral dan
pemasangan intubasi Dengan Kriteria ekspansi selama
trakea yang kurang tepat hasil: inspirasi
2. Atur posisi bayi
adanya secret pada jalan
Tidak Bunyi untuk memudahkan
napas
rhonki drainage
Tidak terjadi 3. Lakukan suction
4. Kaji kepatenan
retraksi jalan napas setiap
interkosta jam
5. Kaji posisi
ketepatan alat
ventilator setiap jam
6. Auskultasi kedua
lapang paru
3. Tidak efektif pola napas Support ventilator 1. Monitor analisa gas
berhubungan dengan tepat dan ada darah
2. Gunakan alat bantu
ketidakseimbangan napas usaha bayi untuk
pernapasan sesuai
bayi dan ventilator; tidak bernafas.
instruksi
berfungsinya ventilator,
Dengan Kriteria 3. Pantau ventilator
dan posisi bantuan
hasil: setiap jam
ventilator yang kurang 4. Berikan lingkungan
tepat analisa gas yang kondusif
5. Kaji adanya usaha
darah dalam
bayi dalam
batas normal
bernapas
4. Resiko injuri berhubungan Bayi tidak 1. Evaluasi gas darah
2. Monitor pulse
dengan mengalami
oximetry
ketidakseimbangan ketidakseimbangan
3. Monitor komplikasi
asam-basa; o2 dan co2 asam-basa dab 4. Pantau dan
dan barotrauma barotrauma pertahankan
(perlukaan dinding kecepatan posisi
mukosa ) dari alat bantu alat bantu napas
nafas

5. Resiko perubahan peran Orang tua bayi akan 1. Jelaskan semua


orang tua berhubungan menerima keadaan alat-alat (monitor,
dengan hospitalisasi anaknya ETT, ventilator)
sekunder dari situasi pada orang tua
Dengan Kriteria 2. Ajarkan orang tua
krisis pada bayi
hasil: untuk selalu
mengunjungi
Melakukan 3. ajarkan orang tua
bonding dan untuk berpartisipasi
mengidentifikasi dalam perawatan
perannya bayi
Memberikan 4. instruksikan pada
ASI eksklusif ibu untuk
memberikan ASI
dan ajarkan cara
merangsang
pengeluaran ASI
6. Resiko perubahan peran Keseimbangan 1. pertahankan cairan
orang tua berhubungan cairan dan elektrolit infus 60-100
dengan hospitalisasi dapat ml/kg/hari atau
sekunder dari situasi dipertahankan sesuai advice
2. gunakan infus
krisis pada bayi
pompa
3. monitor intake dan
output
4. kaji elektrolit
5. monitor jumlah
cairan infus yang
masuk
7. Resiko kurangnya volume Kebutuhan intake 1. berikan pengajaran
dari kebutuhan tubuh nutrisi dapat perawatan bayi
berhubungan dengan dipertahankan pada orang tua
2. kenalkan pada
ketidakmampuan
orang tua untuk
menelan, motilitas gastrik
mengidentifikasi
menurun, dan kurangnya
tanda dan gejala
penyerapan
distress
pernapasan
3. ajarkan pada orang
tua cara melakukan
risusitasi jantung
paru (RJP) dan
distimulasikan
tekankan
pentingnya control
ulang dan deteksi
komplikasi dari
RDS
Denyut jantung dalam batas normal
f. Kaji intergumen

Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal

Pitting edema pada tangan dan kaki

Mottling

Penurunan suhu tubuh

B. DIAGNOSA
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan immature paru
dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan
b. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
atau pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat adanya
secret pada jalan napas
c. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan
napas bayi dan ventilator; tidak berfungsinya ventilator, dan posisi
bantuan ventilator yang kurang tepat
d. Resiko injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-
basa; o2 dan co2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa )
dari alat bantu nafas
e. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan
hospitalisasi sekunder dari situasi krisis pada bayi
f. Resiko kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan
kurangnya penyerapan

C. INTERVENSI
D. EVALUASI
1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang
jernih dan ronchi (-)
2. Pasien bebas dari dispneu
3. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
4. Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
5. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
6. Bebas dari gejala distress pernafasan
7. Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan
tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
8. Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN PEDIATRIK

HMD

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Pediatrik


RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

Oleh:
DWI PUJI RAHAYU
150070300011014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2016

Вам также может понравиться