Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita
sebagai makhluk yang paling sempurna yaitu melaksanakan Shalat, atau
terkadang kita tahu tentang kewajiban tapi tidak mengerti terhadap apa
yang dilakukannya, seperti halnya ketika kita sedang sakit ataupun sedang
berpejalan jauh (musafir). Dalam pembahasan ini Kelompok akan membahas
dan memaparkan tentang Shalat untuk orang sakit dan musafir.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah
mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan suatu kewajiban bagi setiap kaum muslimin yang
sudah mukallaf dan harus dikerjakan bagi kaum muslimin meskipun dalam
keadaan sakit atau berpejalan jauh.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan
atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa
mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa
meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,
berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus
dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun
sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat shalat sunah. Untuk membatasi
bahasan penulisan dalam makalah ini Kelompok hanya akan membahas
Shalat bagi orang sakit dan berpergian jauh (Musafir).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana hukum dan tata cara Shalat bagi orang
sakit dan Musafir.
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami hukum dan tata cara Shalat orang sakit.
b. Dapat mengetahui dan memahami hukum dan tata cara Shalat Musafir.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Shalat Bagi Orang yang Sakit


1. Pengertian
Seorang hamba terkadang diuji oleh Allah dengan sakit yang menimpanya, sakit tersebut
bisa berupa sakit yang ringan tetapi tidak sedikit pula seorang hamba yang diuji oleh Allah
dengan diberi sakit yang menyebabkan hamba tersebut harus dirawat dirumah sakit sehingga
menghabiskan hari-harinya dengan beristirahat diatas dipan. Dalam keadaan demikian, kaum
muslimin dibagi menjadi dua golongan yang berkenaan tentang kewajiban shalat yang harus
dilakukannya sebagai seorang muslim, pertama enggan melaksanakan shalat karena alasan
sakitnya -baik sakit ringan atau berat- dan kedua memaksakan diri shalat layaknya ketika masih
sehat sehingga sakitnya tambah parah atau tidak kunjung sembuh.
Syariat Islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Tak ada
satupun beban syariat yang diwajibkan kepada seseorang di luar kemampuannya. Allah azza wa
jalla sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:


Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS.al-
Baqoroh: 286)
Allah subhanahu wa taala juga memerintahkan kaum muslimin untuk agar bertaqwa
sesuai dengan kemampuan mereka. Allah berfirman,


Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (QS. At-Taghobun: 16)
Orang yang sakit tidak sama dengan orang yang sehat. Masing-masing harus berusaha
melaksanakan kewajibannya menurut kemampuannya. Dari sini, nampaklah keindahan dan
kemudahan syariat Islam.
Diantara kewajiban agung yang wajib dilakukan orang yang sakit adalah shalat. Banyak
sekali kaum muslimin yang terkadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau memaksakan
diri melakukan shalat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang sehat.
Akhirnya, mereka pun merasa berat dan merasa terbebani dengan ibadah shalat. Untuk
itu, solusinya adalah mengetahui hukum-hukum dan tata cara shalat bagi orang yang sakit sesuai
petunjuk Rasulullah shallallahualaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.

2. Hukum-Hukum Berhubungan dengan Shalat Orang Sakit


Diantara hukum-hukum shalat bagi orang yang sakit adalah sebagai berikut:
a. Orang yang sakit tetap wajib mengerjakan shalat pada waktunya dan melaksanakannya menurut
kemampuannya, sebagaimana diperintahkan Allah subhanahu wa taala dalam firman-Nya,


Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (QS. At-Taghobun: 16)
Dan sabda Nabi shollallahualaihi wa sallam dalam hadits Imron bin Husain:Pernah penyakit
wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi shallallahualaihi wa sallam tentang cara
shalatnya. Maka beliau shollallahualaihi wa sallam menjawab: Shalatlahdengan berdiri,
apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah. (HR.
Bukhori no.1117)
b. Apabila melakukan shalat pada waktunya terasa berat baginya, maka diperbolehkan menjama
(menggabung) shalat, shalat Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya baik dengan jama taqdim
atau takhir, dengan cara memilih yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak
boleh dijama karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara dasar
kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abbas radliyallahuanhu yang berbunyi:
Rasulullah shollallahualaihi wa sallam telah menjama antara Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan
Isya di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib rahimahullah berkata: Aku
bertanya kepada Ibnu Abbas radliyallahuanhu: Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau
radliyallahuanhu menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya. (HR. Muslim no. 705)
Dalam hadits diatas jelas Rasulullah shollallahualaihi wa sallam membolehkan kita
menjama shalat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (masyaqqah) dan sakit
adalah masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit dengan orang yang
terkena istihadhoh yang diperintahkan Nabi shallallahualaihi wa sallam untuk mengakhirkan
shalat Dzuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta mempercepat Isya.
c. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan shalat wajib dalam segala kondisi apapun selama
akalnya masih baik
d. Orang sakit yang berat shalat jamaah di masjid atau ia khawatir akan menambah dan atau
memperlambat kesembuhannya jka shalat di masjid, maka dibolehkan tidak shalat berjamaah.
Imam ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama
bahwa orang sakit dibolehkan tidak shalat berjamaah karena sakitnya. Hal itu kerena nabi
shallallahualaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di masjid dan berkata:
Perintahkan Abu Bakar radliyallahuanhu agar mengimami shalat. (Muttafaqun alaihi)

3. Tata Cara Shalat Bagi Orang Yang Sakit


Tata cara shalat bagi orang sakit adalah sebagai berikut:
a. Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila mampu dan tidak khawatir
sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam shalat wajib merupakan rukun shalat. Allah azza
wa jalla berfirman:


.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu (QS. Al-Baqarah: 238)
Diwajibkan juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat,
bersandar ke tembok atau berpegangan tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais radliyallahuanha
yang berbunyi:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahualaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan lemah,
beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran. (HR. Abu Dawud dan
dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah 319)
Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang rukuk.
Syaikh ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, Diwajibkan berdiri bagi seorang dalam segala
caranya, walaupun menyerupai orang ruku atau bersandar kepada tongkat, tembok, tiang,
ataupun manusia.
b. Orang yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku atau sujud, ia tetap wajib berdiri. Ia harus
shalat dengan berdiri dan melakukan ruku dengan menundukkan badannya. Bila ia tidak mampu
membungkukkan punggungnya sama sekali, maka cukup dengan menundukkan lehernya,
kemudian duduk, lalu menundukkan badan untuk sujud dalam keadaan duduk dengan
mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin.
c. Orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia melakukan shalatnya dengan duduk, berdasarkan
hadits Imron bin Hushain dan ijma para ulama. Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan,
Para ulama terlah berijma bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan
shalat dengan duduk.
d. Orang yang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat
kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk. Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah berkata: Yang benar adalah, kesulitan (masyaqqah) membolehkan
seseorang mengerjakan shalat dengan duduk. Apabila seorang merasa susah mengerjakan shalat
berdiri, maka ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk berdasarkan firman Allah subhanahu
wa taala:

. ..

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS. Al-
Baqarah:185)
Sebagaimana orang yang berat berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun masih mampu
puasa, diperbolehkan baginya berbuka dan tidak berpuasa, demikian juga shalat, apabila berat
untuk berdiri maka boleh mengerjakan shalat dengan duduk. Orang yang sakit apabila
mengerjakan shalat dengan duduk sebaiknya duduk bersila pada posisi berdirinya, berdasarkan
hadits Aisyah radliyallahuanha yang berbunyi:
Aku melihat Nabi shallallahualaihi wa sallam shalat dengan bersila.
Juga, karena duduk bersila secara umum lebih mudah dan lebih tumaninah (tenang) daripada
duduk iftirasy.
Apabila rukuk, maka lakukanlah dengan bersila dengan membungkukkan punggung dan
meletakkan tangan di lutut, karena ruku dilakukan dengan berdiri
Dalam keadaan demikian, masih diwajibkan sujud diatas tanah dengan dasar keumumam hadits
Ibnu Abbas radliyallahuanhu yang berbunyi:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda: Aku diperintahkan untuk
bersujud dengan tujuh tulang; dahi beliau mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung-, kedua
telapak tangan, dua kaki dan ujung kedua telapak kaki. (Muttafaqqun aalaihi).
Bila tetap tidak mampu, ia melakukan sujud dengan meletakkan kedua telapak tangannya
ke tanah dan menunduk untuk sujud. Bila tidak mampu, hendaknya ia meletakkan tangannya di
lututnya dan menundukkan kepalanya lebih rendah dari pada ketika ruku.
e. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya adalah
dengan cara berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan menghadapkan
wajahnya ke arah kiblat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahualaihi wa sallam dalam
hadits Imran bin al-Husain radliyallahuanhu:
Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka
berbaringlah. (HR. Al-Bukhori no.1117)
Dalam hadits ini Nabi shallallahualaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana seseorang
harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang termudah bagi
keduanya. Apabila miring ke kanan lebih mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila
miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila kedua-duanya sama
mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar keumuman hadits Aisyah
radliyallahuanha yang berbunyi:
Dahulu Rasulullah shallallahualaihi wa sallam menyukai mendahulukan sebelah kanan dalam
seluruh urusannya, dalam memakai sandal, menyisir dan bersucinya. (HR. Muslim no.396).
Melakukan ruku dan sujud dengan isyarat merendahkan kepala ke dada, ketentuannya, sujud
lebih rendah daripada ruku. Apabila tidak mampu menggerakkan kepalanya, maka para ulama
berbeda pendapat dalam tiga pendapat:
1) Melakukannya dengan mata. Apabila ruku, ia memejamkan matanya sedikit kemudian
mengucapkan kata samiallahu liman hamidah lalu membuka matanya. Apabila sujud maka
memejamkan matanya lebih dalam.
2) Gugur semua gerakan namun masih melakukan shalat dengan perkataan.
3) Gugur kewajiban shalatnya. Inilah adalah pendapat yang dirajihkan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah merajihkan pendapat kedua dengan menyatakan,
Yang rajih dari tiga pendapat tersebut adalah gugurnya perbuatan saja, karena ini saja yang
tidak mampu dilakukan. Sedangkan perkataan, tetap tidak gugur, karena ia mampu
melakukannya dan Allah berfirman:


Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (QS. At-Taghobun: 16)
f. Orang yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan
menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri. Misalnya
bila kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di arah barat.
g. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan atau membantu
mengarahkannya, maka hendaklah ia shalat sesuai keadaannya tersebut, berdasarkan firman
Allah subhanahu wa taala:


Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al-Baqarah/
2:286).
h. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya sesuai keadaannya
dengan dasar firman Allah subhanahu wa taala:


Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (QS. At-Taghobun: 16)
i. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (ia tidak
mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya), hendaknya
dia melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.
j. Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan yang sebelumnya tidak mampu,
baik keadaan berdiri, ruku atau sujud, maka ia wajib melaksanakan shalatnya dengan
kemampuan yang ada dan menyempurnakan yang tersisa. Ia tidak perlu mengulang yang telah
lalu, karena yang telah lalu dari shalat tersebut telah sah.
k. Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah, hendaknya ia cukup
menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud. Hal ini didasarkan
hadits Jabir radliyallahuanhu yang berbunyi:
Rasulullah shallallahualaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya sedang
mengerjakan shalat di atas (bertelekan) bantal, beliau pun mengambil dan melemparnya.
Kemudian ia mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya, Nabi shallallahualaihi wa sallam
pun mengambilnya dan melemparnya. Beliau shallallahualaihi wa sallam bersabda: Shalatlah
di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-
Imaa) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari rukumu.
Inilah sebagian hukum yang menjelaskan tata cara shalat bagi orang sakit, mudah-mudahan
dapat memberikan bimbingan kepada mereka. Dengan harapan, setelah ini mereka tidak
meninggalkan shalat hanya karena sakit yang dideritanya.

Вам также может понравиться