Вы находитесь на странице: 1из 22

IMUNOPATOLOGI DAN IMUNITAS TERHADAP INFEKSI VIRUS

ESAI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Vaksin dan Imun

Disusun Oleh:
Kelas B-2014
Erna Marlina 144101060
Irinedian Sribudaya 144101056
Kemala Utami Pratiwi 144101050

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2017

IMUNOPATOLOGI
A. Flora Normal
1. Definisi Flora Normal
Menurut Tortora, Gerard J et al (2013:402)
Mikroba, juga disebut mikroorganisme, adalah makhluk hidup yang
secara individual biasanya terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang.
Kelompok ini mencakup bakteri, jamur (ragi dan cetakan), protozoa, dan
ganggang mikroskopis. Ini juga mencakup virus, entitas nonseluler kadang-
kadang dianggap sebagai makhluk perbatasan antara hidup dan tidak hidup.
Banyak mikroorganisme biasanya tidak berbahaya lainnya membangun diri
di dalam bagian lain dari tubuh orang dewasa normal dan pada
permukaannya. Tubuh manusia yang khas berisi 1 x 10 13 sel-sel tubuh,
Belum pelabuhan diperkirakan 1 x 1014 sel bakteri (10 kali lebih sel bakteri
dari sel manusia). Ini memberi gambaran tentang kelimpahan
mikroorganisme yang biasanya berada pada tubuh manusia. Microbiome
Project Human dimulai pada tahun 2007 untuk menganalisis komunitas
mikroba disebut microbiomes yang hidup di dan pada tubuh manusia.
Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara perubahan
microbiome manusia dan kesehatan manusia dan penyakit. Microbiome
manusia lebih beragam dari sebelumnya. Saat ini, peneliti membandingkan
microbiomes sukarelawan sehat dan relawan dengan penyakit tertentu.
mikroorganisme yang membangun kurang lebih tinggal permanen
(Menjajah) tapi tidak menghasilkan penyakit dalam kondisi normal adalah
anggota dari mikrobiota normal tubuh, atau Flora normal. Lain, yang
disebut transient mikrobiota, mungkin hadir selama beberapa hari, minggu,
atau bulan dan kemudian menghilang. Mikroorganisme tidak ditemukan di
seluruh manusia tubuh tapi terlokalisasi di daerah tertentu.
Maksud dari pernyataan di atas bahwa yang dimaksud flora normal
adalah mikroorganisme seperti bakteri, jamur, protozoa, dan virus yang
sebagian besar berada pada tubuh manusia dengan kondisi normal dalam
manusia dan sehat serta tidak berbahaya dan bahkan mungkin bermanfaat.
Bahkan dalam hal ini menurut Tortora, Gerard J et al Tahun 2013 dalam
bukunya yang berjudul mikrobiology menyatakan bahwa:
Hewan, termasuk manusia, umumnya bebas dari mikroba di utero.
Saat lahir, bagaimanapun, mikroba normal dan karakteristik populasi mulai
membangun diri. Tepat sebelum seorang wanita melahirkan, lactobacilli
berkembang biak di vagina dengan cepat. Bayi baru lahir kontak pertama
dengan mikroorganisme biasanya dengan ini lactobacilli, dan mereka
menjadi organisme dominan di usus bayi yang baru lahir. Mikroorganisme
lebih diperkenalkan ke tubuh bayi yang baru lahir dari lingkungan saat
mulai bernapas dan makan. Setelah lahir, E. coli dan bakteri lainnya yang
diperoleh dari makanan mulai menghuni usus besar. Mikroorganisme ini
tetap ada sepanjang hidup dan dapat menanggapi ketika kondisi lingkungan
diubah, dapat meningkatkan atau menurunkan jumlah dan berkontribusi
terhadap penyakit.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa flora normal dalam tubuh


manusia didapatkan sesaat manusia telah dilahirkan ke bumi. Contohnya
adalah Lactobacillus yang berada pada vagina seorang ibu dan akan
menularkannya kepada bayi yang baru lahir dan E. coli yang berasal dari
makanan, kedua flora normal tersebut akan tetap ada sepanjang hidup
dengan kondisi bisa meningkat atau menurun.

2. Jenis-jenis flora normal dalam tubuh manusia


Menurut Tortora, Gerard J et al (2013:404) Mikrobiota normal yang
pokok di berbagai daerah tubuh dan beberapa fitur khas masing-masing
daerah yang tercantum pada Gambar 2.1 Mikrobiota Normal.

Gambar 2.1 Mikrobiota Normal


a. Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara
atau dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh
pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Kulit
mempunyai keragaman yang luas dalam hal struktur dan fungsi di
berbagai situs tubuh. Perbedaan-perbedaan ini berfungsi sebagai faktor
ekologis selektif, untuk menentukan tipe dan jumlah mikkroorganisme
yang terdapat pada setiap situs kulit. Pada umumnya beberapa bakteri
yang ada pada kulit mampu bertahan hidup lama karena kulit
mengeluarkan substansi bakterisidal. Sebagai contoh, kelenjar keringat
mengeksresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan
dinding sel bakteri. Kelenjar lemak mengeksresikan lipid yang
kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian oleh beberapa bakteri :
asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-
bakteri lain.
Kebanyakan bakteri kulit dijumpai pada epitelium yang
seakan-akan bersisik (lapisan luar epidermis), membentuk koloni pada
permukaan sel yang mati. Kebanyakan bakteri ini adalah spesies
Staphylococcuc (S. epidermisis dan S. aureus) dan sianobakteri
aerobik, atau difteroid. Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-
bakteri anaerobik lipofilik, seperti Propionibacterium acnes.
Faktor-faktor yang berperan menghilangkan flora sementara
pada kulit adalah pH rendah, asam lemak pada sekresi sebasea dan
adanya lisozim. Jumlah mikroorganisme pada permukaan kulit
mungkin bisa berkurang dengan jalan menggosok-gosoknya dengan
sabun yang mengandung heksaklorofen atau desinfektan lain, namun
flora secara cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan keringat.
b. Mata
Mikroorganisme yang terdapat pada mata yang paling utama adalah
difteroid (Corynebacterium xerosis), S. epidermidis dan streptococcus
non hemolitik. Flora normal ini dikendalikan oleh lisozim yang
terdapat pada air mata.
c. Hidung
Bakteri yang paling sering dan hampir selalu dijumpai di dalam hidung
ialah difteroid. Staphylococcus, yaitu S. epidermidids dan S. aureus. Di
hulu kerongkongan hidung terdapat juga dijumpai bakteri
Branhamella catarrhalis (suatu kokus gram negatif) dan Hamophilus
influenzae (suatu batang gram negatif).
d. Mulut
Kelembapan yang tinggi, adalanya makanan terlarut secara
konstan dan juga partikel-partikel kecil makanan membuat mulut
merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikrobiota
mulut atau ronnga mulut sangat beragam : anyak bergantung pada
kesehatan pribadi masing-masing individu.
Diperolehnya mikrobiota mulut. Pada waktu lahir, rongga mulut
pada hakikatnya merupakan suatu indikator yang steril, hangat, dan
lembab yang mengandung berbagai substansi nutrisi. Air liur terdiri
dari air, asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan senyawa-senyawa
anorganik. Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta kompleks
yang dapat dipergunakan sebagai sumber nutrien bagi mikrobe pada
berbagai situs di dalam mulut. (Air liur itu sendiri pada umumnya
mengandung jasad-jasad renik transien, artinya hanya singgah sebentar
yang datang dari situs-situs lain dari ronnga mulut, terutama dari
permukaan lidah bagian atas).
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah
mikroorganisme sedemikian sehingga di dalam waktu beberapa hari
spesies bakteri yang khas bagi rongga mulut menjadi menetap. Jasad-
jasad renik ini tergolong ke dalam genus Sterptococcus, Neisseria,
Veillonella, Actinomyces dan Lactobacillus.
Jumlah dan macam spesies ada hubungannya dengan nutrisi
bayi serta hubungan antara bayi tersebut dengan ibunya, pengasuhnya,
dan benda-benda seperti handuk serta botol-botol susunya. Spesies
satu-satunya yang selalu diperoleh dari ronnga mulut, bahkan sedini
hari kedua setelah lahir ialah Streptococcus salivarius. Bakteri ini
mempunyai afinitas terhadap jaringan epiteal dan karena itu terdapat
dalam jumlah besar pada permukaan lidah.
Sampai munculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dalam
mulut adalah aerob atau anaerob fakultatif. Ketika gigi yang pertama
muncul. Anaerob oligat seperti Bacteroides dan bakteri fusiform
(Fusobacterium sp.) menjadi lebih jelas karena jaringan di sekitar gigi
menyediakan lingkungan anaerobik.
Gigi itu sendiri merupakan tempat bagi menempelya mikrobe.
Ada dua jenis spesies bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan
permukaan gigi : Streptococcus sanguis dan Streptococcus mutans.
Yang disebutkan terakhir ini diduga merupakan unsur etiologis
(penyebab) utama kerusakan gigi, atau pembusuk gigi. Tertahannya
kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat adhesif
baik dari glikoprotein liur maupun polisakaride bakteri.
Sifat menempel ini sangat penting bagi kolonisasi bakteri di
dalam mulut. Glikoprotein liur dapat menyatukan bakteri-bakteri
tertentu dan mengikatkan mereka pada permukaan gigi. Baik S.
sanguis maupun S. mutans menghasilkan polisakaride ekstra seluler
yang disebut dekstran yang bekerja sebagai perkat, pengikat sel-sel
bakteri menjadi satu dan juga melekatkan mereka pada permukaan
gigi. Tertahannya bakteri dapat terjadi pula karena tertangkapnya
secara mekanus di dalam celah-celah gusi, atau di dalam lubang dan
retakan gigi. Agregasi bakteri semacam itu serta bahan organik pada
permukaan gigi disebut plak (plague). Air liur terus-menerus
dihasilkan dan ditelan dan oleh sebab itu bekerja sebagai pembersih.
Bakteri-bakteri seperti Streptococcus mutans dan Streptococcus
sanguine yang pada keadaan normal memang berada di dalam rongga
mulut ternyata juga dapat menimbulkan persoalan. Ketika gerombolan
bakteri itu bertemu dengan sisa makanan (khususnya yang
mengandung gula sukrosa) berikut enzim dari saliva, akan terjadi
reaksi fermentasi yang menghasilkan asam. Bila asam itu terus-
menerus diproduksi, akan terjadi proses demineralisasi atau pelunakan
lapisan email gigi terdekat (email bagian terluar dan terkeras dari gigi).
Karena email melunak, timbullah karies atau gigi berlubang.
e. Usus Besar
Ada lebih kurang 300 kali bebih banyak bajteri anaerobik
ketimbang bakteri anaerobik fakultatif (seperti Escherichia coli) di
dalam usus besar. Bacillus gram negatif yang ada meliputi spesies
Bacteroides (B. Fragilis, B. Melaninogenicus, B. Oralis). Bacillus
gram positif diwakili oleh spesies-spesies Clostridium. Spesies-spesies
anaerobik fakultatif yang dijumpai dalam usus tergolong dalam genus
Escherichia, Proteus, Klebsiella dan Enterobacter. Peptostreptococcus
(Streptococus anaerobik) juga umum. Khamir Candida ablicans juga
dijumpai. Pada kolon sigmoid dan dan rectum, terdapat sekitar 10 11
bakteri/gram isi kolon.
Usus besar adalah tangki induk bakteri yang berpartisipasi
dalam tahap akhir pencernaan makanan. Karena di sini bahwa bakteri
disajikan dengan polisakarida yang tidak dapat diuraikan oleh enzim
manusia. Proses degradasi polisakarida di usus besar disebut
fermentasi sebagai kolon. Polisakarida ini berasal dari bahan tanaman
(misalnya selulosa, xilan dan pektin) dan dari sel-sel manusia
(misalnya pada polisakarida yang lem sel-sel usus bersama-sama) dan
mudah terdegradasi oleh bakteri kolon. Polisakarida hasil fermentasi
dalam produksi asetat, butirat dan propionat, yang digunakan sebagai
sumber karbon dan energi oleh sel mukosa dari usus besar. Jadi, usus
besar dapat dianggap sebagai organ pencernaan dimana bakteri
melakukan sebagian besar pekerjaan.

f. Saluran Kemih dan Reproduksi


Pada orang sehat, ginjal, ureter (saluran dari ginjal ke kandung
kemih), dan kandung kemih bebas dari mikroorganisme, namun
bakteri pada umumnya dijumpai pada uretra (saluran dari kandung
kemih ke luar) bagian bawah baik pria maupun wanita. Tetapi
berkurang di dekat kandung kemih.
Pada vagina, penghuni utama vagina adalah lactobacillus yang
toleran terhadap asam. Saat lahir, lactobacil aerob muncul dalam
vagina dan menetap selama pH tetap asam. Apabila pH ini menjadi
netral akan terdapat flora campuran yaitu coccus dan bacil. Saat
Pubertas, lactobacil aerob dan anaerob ditemukan kembali dalam
jumlah yang besar dan akan mempertahankan keasaman pH melalui
pembentukan asam dari karbohidrat khususnya glikogen. Keuntungan
pembentukan asam ini yaitu untuk mencegah bakteri yang bersifat
pathogen dalam vagina. Setelah monopause, lactobacil akan berkurang
jumlahnnya dan flora campuran coccus dan bacil akan muncul
kembali.
Ahyar. 2012. Flora Normal dalam Tubuh. [Online]. Tersedia: https://
www.scribd.com/doc/78658544/Flora-Normal-Tubuh-Manusia

3. Fungsi Flora Normal


Menurut Tortora, Gerard J et al (2013:402403)
Banyak faktor yang menentukan distribusi dan komposisi dari
mikrobiota normal. Di antaranya adalah nutrisi, fisik dan faktor kimia,
pertahanan host, dan faktor mekanis. Mikroba bervariasi sehubungan
dengan jenis nutrisi yang mereka dapat digunakan sebagai sumber energi.
Dengan demikian, mikroba bisa menjajah hanya situs-situs badan yang
dapat memasok sesuai nutrisi. Nutrisi ini dapat berasal dari sekresi dan
produk ekskretoris sel, zat dalam cairan tubuh, sel-sel mati, dan makanan di
saluran pencernaan.
Mikrobiota normal dapat menguntungkan host dengan mencegah
pertumbuhan berlebih dari mikroorganisme berbahaya. Fenomena ini
disebut antagonisme mikroba, atau pengecualian kompetitif. Antagonisme
mikroba melibatkan persaingan di antara mikroba. Salah satu konsekuensi
dari kompetisi ini adalah bahwa mikrobiota yang normal melindungi host
terhadap kolonisasi oleh mikroba patogen potensial dengan bersaing untuk
nutrisi, memproduksi zat berbahaya bagi mikroba menyerang, dan
mempengaruhi kondisi seperti pH dan tersedia oksigen.
Ketika keseimbangan ini antara mikrobiota normal dan mikroba
patogen terganggu, penyakit dapat muncul. Misalnya, mikrobiota bakteri
yang normal dewasa vagina manusia mempertahankan pH lokal 4.
Kehadiran mikrobiota yang normal menghambat pertumbuhan berlebih dari
ragi Candida albicans, yang dapat tumbuh ketika keseimbangan antara
mikrobiota normal dan patogen terganggu dan ketika pH diubah. Jika
populasi bakteri dihilangkan dengan antibiotik, douching berlebihan, atau
deodoran, pH vagina beralih ke hampir netral, dan C. albicans dapat
berkembang dan menjadi dominan mikroorganisme yang ada. Kondisi ini
dapat menyebabkan bentuk vaginitis (infeksi vagina).

Berdasarkan pemaparan di atas dijelaskan bahwa fungsi dari adanya


flora normal dalam tubuh manusia adalah sebagai suatu fenomena yang
menguntungkan, bukan suatu hal yang merugikan yang tidak perlu
dihilangkan. Flora normal dalam tubuh manusia bermacam-macam dan
berada disetiap organ, akan tetapi hal tersebut akan menjadi suatu patogen
jika flora normal dalam organ tertentu berpindah ke organ yang lainnya.
Flora normal dalam tubuh manusia perlu dijaga dan tidak boleh dihilangkan,
karena jika dhilangkan justru mikroorganisme dari luar akan mudah masuk
ke dalam tubuh manusia. Hal ini pun akan berkaitan dengan sistem imun
yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

4. Interaksi Flora Normal dengan Sistem Imun


Menurut Tortora, Gerard J et al (2013:403)
Hubungan antara mikrobiota normal dan host disebut simbiosis,
hubungan antara dua organisme setidaknya satu organisme tergantung pada
lainnya. Dalam hubungan simbiosis disebut komensalisme, salah satu
manfaat organisme, dan yang lainnya tidak terpengaruh. Misalnya, usus
besar mengandung bakteri, seperti E. coli, yang mensintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B. Vitamin ini diserap ke dalam aliran darah dan
didistribusikan untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Dalam pertukaran, usus besar memberikan nutrisi digunakan oleh
bakteri, sehingga kelangsungan hidup mereka. Studi genetik terbaru telah
menemukan ratusan resisten antibiotik gen dalam bakteri usus. Ini mungkin
tampak diinginkan memiliki bakteri ini bertahan hidup sementara seseorang
mengambil antibiotik untuk penyakit menular. Namun, ini menguntungkan
bakteri mungkin dapat mentransfer gen antibiotik resistensi terhadap
patogen. Dalam masih jenis lain dari simbiosis, manfaat satu organisme
dengan menurunkan nutrisi dengan mengorbankan yang lain; hubungan ini
disebut parasitisme. Banyak bakteri penyebab penyakit yang parasit.
Berdasarkan pernyataan di atas yang dimaksud hubungan
komensalisme adalah hubungan flora normal dengan manusia yang
memanfaatkan inangnya tanpa melukai sel inang tersebut. Hubungan yang
dimaksud adalah flora normal tersebut tinggal pada suatu organ tubuh
manusia contohnya E. coli yang berada pada organ pencernaan tubuh
manusia tanpa melukai organ pencernaan manusia dalam jumlah yang tidak
melewaati ambang batas tertentu. E.coli tersebut justru memanfaatkan
inangnya dengan cara mensistesis vitamin K dan vitamin B dan membantu
proses pembusukkan sisa-sisa makanan dalam usus besar.
Menurut Tortora, Gerard J et al (2013:455)
Secara teknis, mikrobiota normal tidak biasanya dianggap bagian dari
garis pertahanan pertama dari kekebalan bawaan sistem, tetapi mereka
dibahas di sini karena perlindungan mereka cukup. Dijelaskan beberapa
hubungan antara mikrobiota normal dan sel host. Beberapa dari hubungan
ini membantu mencegah pertumbuhan berlebih dari patogen dan komponen
sehingga dapat dianggap bawaan kekebalan. Misalnya, dalam antagonisme
mikroba, mikrobiota yang normal mencegah patogen dari menjajah host
dengan bersaing dengan mereka untuk nutrisi (pengecualian kompetitif),
dengan memproduksi zat-zat yang berbahaya bagi patogen, dan dengan
mengubah kondisi yang mempengaruhi kelangsungan hidup patogen, seperti
pH dan ketersediaan oksigen.
Kehadiran mikrobiota normal pada vagina, misalnya, mengubah pH,
sehingga mencegah kelebihan populasi oleh Candida albicans, ragi patogen
yang menyebabkan vaginitis. Dalam usus besar, bakteri E. coli
menghasilkan bakteriosin yang menghambat pertumbuhan Salmonella dan
Shigella. Dalam komensalisme, satu organisme menggunakan tubuh
organisme yang lebih besar sebagai lingkungan fisik dan mungkin
memanfaatkan tubuh untuk mendapatkan nutrisi. Jadi dalam komensalisme,
satu organisme mendapat manfaat sementara yang lain tidak terpengaruh.
Pada tubuh manusia terdapat banyak jenis flora normal disetiap lokasi

organ, termasuk salah satunya adalah E.coli yang berada pada usus besar. E.

coli tersebut ada yang bersifat patogen dan tidak patogen. E. coli yang tidak

patogen berada pada usus besar, namun E.coli yang patogens sering kali

disebut dengan E.coli serotype O157:H7 dengan dosis yang bisa

menginfeksi adalah 101g-102g, serotype ini dapat masuk ketubuh manusia

jika manusia tersebut memakan daging setengah matang dan pangan cepat

saji lainnya yang tidak di masak matang. Hal tersebut akan menimbulkan

penyakit akan tetapi manusia mempunyai mekanisme pertahanan tubuh agar


tubuh terhindar dari efek dosis infeksi E. coli tersebut yaitu dapat

digambarkan sebagai berikut.

E. coli serotype O157:H7 berada dalam makanan setengah matang,

makanan tersebut dimakan oleh manusia dan masuk ke tubuh manusia,

struktur tubuh E. coli yaitu meliputi dinding sel, flagel, dan kapsul

Kemudian, bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif ekstraseluler

yang mengeluarkan endotoksin berupa LPS.

Lipopolisakarida atau disingkat LPS terdapat pada dinsing sel E.coli.

LPS tersebut merangsang aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi, salah

satu hasil aktivasi komplemen tersebut yaitu efek opsonisasi/perlekatan

bakteri yang berfungsi untuk fagositosis oleh neutrofil, makrofag jairngan

dan monosit. Selain adanya fagositosis yaitu terjadi pula reaksi lisis melalui

MAC (Membran Attack Complex) serta beberapa hasil sampingan aktrivasi

komplemen melalui pengumpulan serta aktivasi leukosit.

Endotoksin E.coli berupa LPS merangsang pula sitokin oleh

makrofag. Fungsi dari sitokin yaitu untuk merangsang proses inflamasi non

spesifik dan mengaktivasi limfosit spesifik yaitu sel B dan sel T yang akan

menghasilkan mekanisme imunitas spesifik.

Perlu dijelaskan kembali bahwa sel makrofag selain berperan untuk

fagosisitas, sel tersebut pula beperan sebagai sel APC (antigen presenting

cell). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke

permukaan sel yang dapati kenali oleh limfosit T yaitu T helper . T helper

dibantu oleh MHC II (Major Histocompatibility Antigen) ini akan


mengaktivasi sel B, sel B tersebut langsung memproduksi antibodi, antibodi

terhadap antigen mempunyai tiga peranan yaitu opsonisasi atau perlekatan

permukaan bakteri E.coli dengan antibodi agar berlangsungnya proses

fagositosis oleh makrofag, yang kedua netralisasi toksin bakteri mencegah

penempelan terhadap sel atrget serta meningkatkan fagositosis dan yang

terakhir yaitu aktivasi komplemen untuk terjadinya peradangan.

T helper pula bukan hanya mengaktivasi sel B, tetapi mengaktivasi sel

T sitotoksik yang dibantu oleh MHC 1 yang berfungsi sebagai sel killer atau

pembunuh terhadap E. coli patogen.

Kebanyakan mikroba bagian dari mikrobiota komensal yang


ditemukan pada kulit dan di saluran pencernaan. Mayoritas mikroba tersebut
bakteri yang memiliki mekanisme lampiran yang sangat khusus dan
persyaratan lingkungan yang tepat untuk bertahan hidup. Biasanya, mikroba
tersebut tidak berbahaya, tetapi mereka dapat menyebabkan penyakit jika
kondisi lingkungan mereka berubah. Patogen yang termasuk oportunistik
E. coli, Staphylococcus aureus, S. epidermidis, Enterococcus faecalis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Lisan streptokokus. Minat baru dalam
pentingnya bakteri untuk manusia kesehatan telah menyebabkan studi
tentang probiotik. Probiotik (pro 5 untuk, bios 5 hidup) adalah kultur
mikroba hidup diterapkan atau tertelan yang dimaksudkan untuk
mengerahkan efek yang menguntungkan. Probiotik dapat diberikan dengan
prebiotik, yang merupakan bahan kimia yang selektif mempromosikan
pertumbuhan bakteri menguntungkan.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa menelan bakteri asam laktat
tertentu (LAB) dapat meringankan diare dan mencegah kolonisasi oleh
Salmonella enterica selama terapi antibiotik. Jika LAB ini menjajah usus
besar, asam laktat dan bakteriosin yang mereka hasilkan dapat menghambat
pertumbuhan patogen tertentu. Para peneliti juga menguji penggunaan LAB
untuk mencegah infeksi luka operasi yang disebabkan oleh S. aureus dan
infeksi vagina yang disebabkan oleh E. coli. Penelitian di Universitas
Stanford, infeksi HIV berkurang pada perempuan diperlakukan dengan LAB
yang dimodifikasi secara genetik untuk memproduksi protein CD4 yang
mengikat HIV. Probiotik mungkin tidak bekerja untuk semua penyakit, dan
studi tentang probiotik sedang berlangsung. Sebuah tim medis Belanda,
misalnya, dilaporkan kematian pada pasien pankreatitis meningkat diobati
dengan probiotik.
B. Imunokompromais
Menurut Koo, Ingrid (2016) Imunokompromais adalah sebuah keadaan
ketika sistem kekebalan tubuh seseorang melemah. Individu yang mengalami
immunokompromais kurang mampu memerangi infeksi karena respon imun
yang tidak berfungsi dengan benar. Hal ini berarti bahwa seseorang yang
mengalami imunokompromais menjadi rentan terserang penyakit karena sistem
imun dalam tubuhnya melemah dan tidak dapat mengenali nonself atau benda
asing yang masuk ke tubuh sebagai ancaman. Walaupun sistem imunnya dapat
mengenali nonself yang berbahaya masuk ke dalam tubuh tetapi perlawanan
yang diberikan oleh sistem imunnya tidak cukup kuat untuk melawan nonself
tersebut.
Sistem imun yang lemah menyebabkan seseorang yang mengalami
imunokompromais menjadi mudah terkena infeksi, yang sebenarnya jika
terjadi pada orang sehat dengan fungsi imun yang optimal, nonself yang masuk
ke dalam tubuh masih bisa dikendalikan atau dilawan. Oleh karena itu,
seseorang yang mengalami imunokompromais biasanya akan sakit lebih sering,
periode sakit lebih lama, dan lebih rentan terhadap berbagai jenis infeksi. Hal
ini didukung dengan pernyataan Koo, Ingrid (2016) bahwa Individu
immunokompromais kadang-kadang bisa rentan terhadap infeksi yang lebih
serius dan/atau komplikasi dibanding orang sehat. Mereka juga lebih rentan
untuk mendapatkan infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang biasanya tidak
menimpa orang sehat.
Menurut Boskeys, Elizabeth (2015)
Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan seseorang menjadi
imunokompromais. AIDS hanya salah satunya. Bagian dari definisi AIDS
adalah bahwa orang-orang dengan penyakit imunokompromais. Defisiensi
imun adalah salah satu tanda yang memisahkan seseorang dengan AIDS dari
seseorang yang hanya terinfeksi HIV. Orang dengan AIDS rentan terhadap
infeksi oportunistik, yang orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
sehat umumnya akan mampu melawan. Kemoterapi dan kanker tertentu dapat
menyebabkan seseorang menjadi imunokompromais. Penyakit autoimun juga
bisa yaitu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang dirinya sendiri.
Imunokompromais juga dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu, stres, usia
tua, gizi buruk, dan kondisi lain. Orang bahkan bisa lahir imunokompromais,
jika mereka memiliki kelainan bawaan yang mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh mereka.
Berdasarkan pernyataan di atas, salah satu kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya immunokompromais adalah obat-obatan tertentu.
Obat tersebut umumnya bersifat immunosupresif yaitu menghambat reaksi
sistem imun. Contoh zat atau proses yang bersifat immunosupresif menurut
Playfair, JHL et al (2012:8687) adalah sebagai berikut.
1. Iradiasi ekstrakorporeal darah dan drainase duktus torasik adalah tindakan
drastis mendeplesi (mengurangi) sel T yang bersirkulasi, kadang digunakan
pada krisis penolakan transplantasi.
2. Siklofosfamid dan klorambusil adalah agen pengalkilasi, yang mengikat
silang untai DNA dan mencegah DNA bereplikasi dengan baik.
Siklofosfamid cenderung mempengaruhi sel B dibandingkan sel T, dan
terdapat beberapa bukti bahwa siklofosfamid juga bekerja pada
pembaharuan reseptor Ig. Siklofosfamid efektif digunakan untuk penyakit
autoimun, yaitu jika antibodi adalah faktor utama (artritis reumatoid, SLE)
tetapi efek samping umum berupa sterilitas membatasi penggunaannya pada
pasien yang lebih tua.
3. Siklosporin dan K506 adalah agen imunosupresif penting berasal dari jamur.
Obat tersebut berikatan dengan molekul intraseluler yang disebut
imunofilin, dan dengan demikian menghambat aktivasi faktor transkripsi
NF-AT spesifik sel T, demikian pula dengan produksi sitokin seperti IL-2.
Keduanya telah terbukti sangat efektif pada transplantasi sumsum tulang
dan telah menjadi obat pilihan sebagian besar transplantasi, walaupun
penggunaan jangka panjang dihubungkan dengan risiko kerusakan ginjal.
Siklosporin memiliki keuntungan tambahan yaitu membunuh sejumlah
mikroorganisme, yang akan menginfeksi pejamu dengan imunosupresi.
4. Kortikosteroid (misalnya kortison, prednison) bersama dengan siklosporin,
merupakan andalan imunosupresi transplantasi organ, dan juga berguna
pada hampir seluruh penyakit hipersensitivitas dan autoimun. Obat-obat ini
bekerja pada sel T, tetapi efek utamanya kemungkinan pada polimorf dan
aktivitas makrofag. Retensi natrium dan kehilangan kalsium adalah efek
samping utama yang tidak diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas, obat immunosupresi memiliki banyak cara
untuk menghambat reaksi imun. Obat tersebut banyak digunakan saat
transplantasi organ yang berfungsi untuk menekan reaksi imun agar tubuh tidak
menolak organ yang baru ditransplantasikan. Efek lain dari terapi
immunosupresi ini adalah terjadinya immunokompromais. Hal ini terjadi
karena zat immunosupresi yang menekan pembentukkan sel T dan mengurangi
jumlah sel T yang bersirkulasi. Peran sel T dalam respon imun sangat penting
salah satunya adalah untuk memproduksi sitokin yang merupakan zat aktivasi
sel imun lainnya. Jika sel T tidak dapat memproduksi sitokin atau proses
pembentukkan sitokin menjadi lambat maka respon imun yang terjadi juga
akan terlambat sehingga mengakibatkan pertahanan tubuh melemah, saat itulah
terjadi proses immunokompromais ketika kemampuan sel imun untuk
mendeteksi nonself jadi berkurang dan melemah.

IMUNITAS TERHADAP INFEKSI VIRUS


A. Siklus Hidup Virus
Menurut Jiwanjaya, Yoga (2015)
Virus hanya dapat berkembang biak pada sel-sel hidup dan untuk
reproduksinya virus hanya memerlukan asam nukleat. Karena dapat melakukan
reproduksi, maka virus dianggap sebagai makhluk hidup (organisme). Di
dalam proses reproduksi, virus memerlukan lingkungan sel hidup (di dalam
jaringan tubuh) sehingga virus memerlukan organisme lain sebagai inang atau
hospesnya.
Untuk melakukan replikasi dan bertahan hidup, virus tidak dapat berdiri
sendiri dan membutuhkan organisme lain. Organisme tersebut yang bisa
menjadi hospes virus diantaranya bakteri, jaringan embrio, hewan, tumbuhan
dan manusia. Virus juga mempunyai RNA/DNA, karenanya disebut benda
hidup. Virus bereproduksi dengan menginfeksi organisme lain dengan
memasukkan RNA/DNA saja.
Replikasi virus umum terjadi dengan cara litik dan lisogenik. Siklus litik
adalah replikasi virus yang disertai dengan matinya sel inang setelah terbentuk
anakan virus yang baru. Siklus litik terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase Adsorpsi, yaitu fase awal ketika ujung ekor virus menempel atau
melekat pada bagian reseptor membran sel yang kemudian mengeluarkan
enzim lisozim yang berfungsi untuk merusak atau melubangi dinding sel
inang.
2. Fase Penetrasi, yaitu masuknya DNA virus ke dalam sitoplasma sel inang
melalui saluran yang dibentuk oleh ujung sel ekor virus dan dinding sel
inang yang telah menyatu.
3. Fase Sintesis, yaitu pengambilalihan kendali DNA sel inang oleh DNA virus
dan terjadi dalam proses penyusunan atau sintesis protein di dalam
sitoplasma sel inang serta pada proses ini juga terjadi replikasi DNA virus
sehingga bertambah banyak.
4. Fase Perakitan, yaitu fase ketika bagian-bagian protein dan DNA yang
terbentuk dari proses sintesis sehingga menghasilkan virus-virus baru yang
seutuhnya.
Fase Lisis, yaitu fase rusaknya sel inang karena aktivitas enzimatis dari
virus serta jumlah virus yang sudah tidak muat ditampung oleh sel inang dan
dinding sel menjadi pecah sehingga virus akan keluar dan siap untuk
menyerang sel lainnya.

Gambar 1.1 Siklus Litik Virus


Sedangkan siklus lisogenik hampir sama dengan siklus litik. Perbedaan
antara keduanya adalah bahwa daur litik menghancurkan atau membunuh sel
inang, sedangkan daur lisogenik, genom virus berintegrasi dengan DNA inang
menjadi profag (DNA virus dan sel inang menjadi satu).
Gambar 1.2 Siklus Lisogenik Virus
B. Cara Virus Menginfeksi Tubuh
Menurut Hermiyanti, E (2011)
Cara virus menginfeksi tubuh manusia melalui proses yang agak panjang,
karena tubuh manusia memilki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing
dan patogen yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul karena
adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba
dan bahan lainnya.
Virus menginfeksi tubuh manusia dengan berbagai cara dan sifat dari
virus itu sendiri yang salah satunya dapat berkembang biak dalam sel pejamu
tanpa merusak. Virus juga menginfeksi manusia mempunyai mekanisme yang
berbeda-beda, tegantung pada spesies/ jenis virus yang menyebabkan penyakit
tertentu.
Mekanisme patogenesitas pada tingkat seluler dimulai dengan lisisnya
sel, sel pecah dan mengakibatkan kematian sel. Pada hewan dan manusia, bila
terjadi kematian banyak sel dalam tubuh karena infeksi virus, maka efek
penyakit virus akan terjadi. Walaupun virus menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan, pada kondisi tertentu kehadiran virus dalam tubuh tidak
menyebabkan gejala apapun (periode laten).
Beberapa jenis virus dapat hidup lama dalam tubuh penderita atau
disebut infeksi kronis. Pada kondisi tersebut, virus bereplikasi sehingga
menimbulkan reaksi pertahanan tubuh, hal ini terjadi pada beberapa virus
seperti HIV, virus hepatitis B dan virus hepatitis C.
Sifat virus yang sangat khusus diantaranya mengganggu sel khusus tanpa
merusak dan bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat reaksi antigen
antibodi. Selain itu juga, sifat virus yaitu merusak atau mengganggu
perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh, dapat menginfeksi
jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi, serta dapat berkembang biak
dalam sel pejamu tanpa merusak.
Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti struktur
permukaan antigennya melalui mekanisme antigenic drift dan antigenic shift,
seperti yang dilakukan oleh jenis virus influenza. Permukaan virus influenza
terdiri dari hemaglutinin, yang diperlukan untuk adesi ke sel saat infeksi, dan
neuramidase, yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk virus baru dari
permukaan asam sialik dari sel yang terinfeksi. Hemaglutinin lebih penting
dalam hal pembentukan imunitas pelindung. Perubahan minor dari antigen
hemagglutinin terjadi melalui titik mutasi di genom virus (drift), namun
perubahan mayor terjadi melalui perubahan seluruh material genetik (shift).
Virus hepatitis B dapat menunjukkan variasi epitop yang berfungsi
sebagai antagonis TCR yang mampu menghambat antivirus sel T sitotoksik.
Beberapa virus juga dapat mempengaruhi proses olahan dan presentasi antigen.
Virus dapat mempengaruhi mekanisme efektor imun karena mempunyai
reseptor Fc sehingga menghambat fungsi efektor yang diperantarai Fc. Virus
dapat menghambat komplemen dalam induksi respons inflamasi sehingga juga
menghambat pemusnahan virus. Beberapa virus juga menggunakan reseptor
komplemen untuk masuk ke dalam sel dan virus lainnya dapat memanipulasi
imunitas seluler, seperti menghambat sel T sitotoksik.

Gambar 1.3 Mekanisme Virus Menginfeksi Manusia


C. Respon Tubuh terhadap Serangan Virus
Menurut Baratawidiaia (2009) bila sistem imun terpapar dengan zat yang
dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang akan berperan yaitu
respon imun non spesifik dan respon imun spesifik.
1. Imunitas Nonspesifik
Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan
dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme yang telah ada dan
siap berfungsi sejak lahir, karena dapat memberikan respon langsung
terhadap antigen. Sistem tersebut disebut non-spesifik karena tidak
ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Sistem imunitas tubuh
memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA manusia; mencegah
infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan organisme lain serta
menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut imunoglobulin) untuk
memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh. Tugas sistem
imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang membahayakan
tubuh manusia. Komponen sistem imun non spesifik tidak mempunyai
kemampuan untuk bereplikasi secara cepat, akan tetapi selalu siap untuk
melawan dan mencerna bahan-bahan asing dalam waktu yang singkat. Sel-
sel dalam sistem imun non spesifik meliputi granulosit yang berfungsi
memfagosit atau mencerna, natural killer cells khusus untuk sel kanker,
makrofag dan komplemen yang semuanya berfungsi sebagai pertahanan
pertama terhadap adanya infeksi.
a. Interferon
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi
makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang
mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus.
IFN mempunyai sifat antivirus dan dapat menginduksi sel- sel sekitar sel
yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu,IFN
juga dapat mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus atau menjadi
ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya yang akan
dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian penyebaran virus
dapat dicegah.
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah
timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang
spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel yang
terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi pejamu.
Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama
dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel
NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama
merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan
struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya
adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I
dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu
sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang
sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel
yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan
terlindungi dari sel NK. Produksi IFN- selama infeksi virus akan
mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat
sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat
berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada
sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus,
yaitu :
1) Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN
oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus
2) Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun
virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN
tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan
virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan
fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler
dan sirkulasi.

2. Imunitas Spesifik
Imunitas spesifik atau mekanisme pertahanan, semua pertemuan
selanjutnya dengan agen virus membangkitkan respons imunologik spesifik,
baik antibody humoral maupun seluler. Virus dikarakrerisasi oleh spesifitas,
heterogeneitas dan memorinya yang sangat baik. Sistem imun spesifik
diperankan oleh sel limfosit T dan limfosit B. Ketika suatu antigen
merangsang respon imun spesifik, antigen tersebut mula-mula selalu
mengaktifasi sel limfosit T. Sekali sel limfosit T teraktifasi, sel tersebut akan
melawan antigen dan merangsang aktifasi sel limfosit B. Sel limfosit B yang
teraktifasi akan merangsang pembentukkan antibodi yang akan melawan
antigen tersebut. Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu
respons imunitas humoral dan selular. Respons imun spesifik ini
mempunyai peran penting yaitu :
a. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat
perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel
sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dan dengan cara
mengaktifkan komplemen yang menyebabkan agregasi virus sehingga
mudah difagositosis.
b. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis. Molekul
antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat
menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga
mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler seperti pada virus
influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus bebas
melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi,
meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler. Kadar konsentrasi
antibodi yang relatif rendah juga dapat bermanfaat khususnya pada
infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati
aliran darah terlebih dahulu sebelum sampai ke organ target, seperti virus
poliomielitis yang masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah
menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus akan dinetralisasi oleh antibodi
spesifik dengan kadar yang rendah, memberikan waktu tubuh untuk
membentuk resposn imun sekunder sebelum virus mencapai organ target.
Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold, mempunyai masa
inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu masuk
virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibody primer untuk mencapai
puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan produksi cepat
interferon untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi
sebagai bantuan tambahan pada fase lambat dalam proses penyembuhan.
Namun, kadar antibodi dapat meningkat pada cairan lokal yang terdapat
di permukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan paru.
Pembentukan antibody antiviral, khususnya IgA, secara lokal menjadi
penting untuk pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi
tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan antigen virus. Imunitas seluler
ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferensiasi di bawah
pengaruh timus (Thymus), sehingga diberi nama sel T. Cabang efektor
imunitas spesifik ini dilaksanakan langsung oleh limfosit yang
tersensitisasi spesifik atau oleh produk- produk sel spesifik yang dibentuk
pada interaksi antara imunogen dengan limfosit-limfosit tersensitisasi
spesifik. Produk-produk sel spesifikasi ini ialah limfokin-limfokin
termasuk penghambat migrasi (migration inhibition factor = MIF),
sitotoksin, interferon dan lain sebagainya yang menjadi efektor molekul-
molekul dari imunitas seluler. Respons imunitas seluler juga merupakan
respons yang penting terutama pada infeksi virus nonsitopatik. Respons
ini melibatkan sel T sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan
interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel
jaringan. Dalam respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN
(IFN-a dan IFN-b) yang akan membantu terjadinya respons imun yang
bawaan dan didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-
a dan IFN. Kerja IFN sebagai antivirus adalah :
1) Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
2) Aktivasi sel NK dan makrofag
3) Menghambat replikasi virus
4) Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang
terinfeksi.
Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik
langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada
permukaan sel target oleh reseptor spesifik di limfosit. Semakin cepat
sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan penyebaran virus
akan cepat dihambat.
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada
permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus
masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik
mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik menyerang virus (native
viral coat protein) langsung pada sel target.
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada
permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus
masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik
mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik menyerang virus (native
viral coat protein) langsung pada sel target.
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin
seperti IFN- dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini akan
menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan TNF.
Sitokin TNF bersama IFN- akan menyebabkan sel menjadi non-
permissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk melalui
transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh
lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN-, IFN- meningkatkan
sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi.
Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik melalui reaksi dengan
antigen permukaan pada budding virus yang baru mulai, sehingga dapat
terjadi proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam mencegah reinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidiaia. KG et al. 2009. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Boskey, Elizabeth. 2015. What Does it Mean to Be Immunocompromised Or Have
an Immune Deficiency?.[Online]. Tersedia: https://www.verywell.com/what-it-
means-to-be-immunocompromised-have-immune-deficiency-3132870
(Diakses 14 Maret 2017)
Hermiyanti, E. 2011. Biologimolekul Virus. Bandung: Program Pasca Sarjana
Universitas Padjadjaran.
Koo, Ingrid. 2016. Definition of Immunocompromised. [Online]. Tersedia:
https://www.verywell.com/definition-of-immunocompromised-1958841 (Diakses
14 Maret 2017)
Marai Sehat. 2016. Cara Kerja atau Mekanisme Virus Menginfeksi Manusia.
[Online] Tersedia : http://www.maraisehat.com/2016/03/cara-kerja-atau-
mekanisme-virus-menginfeksi-manusia (diakses 12 Maret 2017)
Playfair, JHL et al. 2012. At a Glance Immunology.Jakarta: Erlangga.
Subowo. 1993. Imunobiologi 2nd ed. Bandung : Angkasa.
Tortora, G.J. et al. (2013). Microbiology: an Introduction. e-book.

Вам также может понравиться

  • Surveilans Lanjut Diare
    Surveilans Lanjut Diare
    Документ5 страниц
    Surveilans Lanjut Diare
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Esai Hipersensitivitas I II III IV
    Esai Hipersensitivitas I II III IV
    Документ29 страниц
    Esai Hipersensitivitas I II III IV
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Surveilans Lanjut Diare
    Surveilans Lanjut Diare
    Документ5 страниц
    Surveilans Lanjut Diare
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Alat Ukur Merokok
    Alat Ukur Merokok
    Документ2 страницы
    Alat Ukur Merokok
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Epid Kesmas New Avatar
    Epid Kesmas New Avatar
    Документ35 страниц
    Epid Kesmas New Avatar
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Isi Makalah Vaksin MR
    Isi Makalah Vaksin MR
    Документ42 страницы
    Isi Makalah Vaksin MR
    Kemala Utami Pratiwi
    64% (11)
  • Kuesioner Survei Awal
    Kuesioner Survei Awal
    Документ8 страниц
    Kuesioner Survei Awal
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Gangguan Jiwa
    Gangguan Jiwa
    Документ1 страница
    Gangguan Jiwa
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Makalah EPG
    Makalah EPG
    Документ14 страниц
    Makalah EPG
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Narkotika
    Narkotika
    Документ22 страницы
    Narkotika
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab 1,2,3
    Bab 1,2,3
    Документ3 страницы
    Bab 1,2,3
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Tugas Kesling
    Tugas Kesling
    Документ19 страниц
    Tugas Kesling
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Keunggulan Asi Dan Manfaat Menyusui (Gizi Depkes)
    Keunggulan Asi Dan Manfaat Menyusui (Gizi Depkes)
    Документ3 страницы
    Keunggulan Asi Dan Manfaat Menyusui (Gizi Depkes)
    Rusmin Usman
    Оценок пока нет
  • Imunoprofilaksis
    Imunoprofilaksis
    Документ39 страниц
    Imunoprofilaksis
    Kemala Utami Pratiwi
    100% (2)
  • Fisika Vira
    Fisika Vira
    Документ28 страниц
    Fisika Vira
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Imunologi Kanker
    Imunologi Kanker
    Документ6 страниц
    Imunologi Kanker
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Tgs Kompre k3
    Tgs Kompre k3
    Документ35 страниц
    Tgs Kompre k3
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Imunisasi Pasif
    Imunisasi Pasif
    Документ9 страниц
    Imunisasi Pasif
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Esai Imunopatologi Dan Virus
    Esai Imunopatologi Dan Virus
    Документ22 страницы
    Esai Imunopatologi Dan Virus
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Imunologi Kanker
    Imunologi Kanker
    Документ6 страниц
    Imunologi Kanker
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Cross Sectional
    Cross Sectional
    Документ2 страницы
    Cross Sectional
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Usulan Perencanaan Intrvensi Masalah Kesehatan-Aplikasi Promkes
    Usulan Perencanaan Intrvensi Masalah Kesehatan-Aplikasi Promkes
    Документ20 страниц
    Usulan Perencanaan Intrvensi Masalah Kesehatan-Aplikasi Promkes
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Cross Sectional
    Cross Sectional
    Документ2 страницы
    Cross Sectional
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Imunitas Terhadap Infeksi Bakteri-Kimi
    Imunitas Terhadap Infeksi Bakteri-Kimi
    Документ4 страницы
    Imunitas Terhadap Infeksi Bakteri-Kimi
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Laporan Praktikum Biokimia
    Laporan Praktikum Biokimia
    Документ7 страниц
    Laporan Praktikum Biokimia
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Marka Jalan Berdasarkan
    Marka Jalan Berdasarkan
    Документ5 страниц
    Marka Jalan Berdasarkan
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Alur Produksi
    Alur Produksi
    Документ1 страница
    Alur Produksi
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab 1,2 Dan 3 IMS
    Bab 1,2 Dan 3 IMS
    Документ27 страниц
    Bab 1,2 Dan 3 IMS
    Kemala Utami Pratiwi
    Оценок пока нет