Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2.
3. DIAGNOSIS KOMUNITAS
Adanya kesamaan sifat dari semua anggota komunitas ini telah membantu keterkaitan di antara
mereka satu sama lain. Keterkaitan antara bagian komunitas atau subsistem dari suatu
komunitaslah yang dapat mendorong agar komunitas bersangkutan berfungsi secara baik. Hal ini
pula yang mampu diberdayakan dalam aspek kesehatan sehingga seluruh komunitas mampu
bersama-sama menggunakan potensi yang ada didalamnya untuk menjaga dan meningkatkan
derajat kesehatannya.
Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukan sebagai suatu kegiatan yang berdiri
sendiri namun merupakan bagian dari suatu proses dinamis yang mengarah kepada kegiatan
promosi kesehatan dan perbaikan permasalahan kesehatan di dalam komunitas. Diagnosis
komunitas merupakan awal dari siklus pemecahan masalah untuk digunakan sebagai dasar
pengenalan masalah di komunitas, sehingga dilanjutkan dengan suatu perencanaan intervensi,
pelaksanaan intervensi serta evaluasi bagaimana intervensi tersebut berhasil dilakukan di
komunitas.
Oleh karena itu diagnosis komunitas TIDAK hanya berhenti pada identifikasi (diagnosis)
masalah, tetapi juga mencakup solusi (treatment) untuk mengatasi masalah berdasarkan sumber-
sumber yang ada. Untuk lebih menjelaskan diagnosis komunitas, dibawah ini dijelaskan
perbedaan antara Kedokteran komunitas (Community Medicine) dengan Kedokteran rumah sakit
dan perbedaan antara Diagnosis Komunitas dengan diagnosis klinis
(Sumber: Suryakantha AH. Community Medicine with Recent Advances, Ed 2. Jaypee Brothers
Medical Publisher, 2010)
Tabel 2. Perbedaan antara Diagnosis komunitas dan Diagnosis Klinis
N Diagnosis Klinis Diagnosis Komunitas
o
1 Dilakukan oleh dokter Dilakukan oleh dokter atau
epidemiologis
2 Fokus perhatian : pasien Fokus perhatian : komunitas /
masyarakat
3 Fokus perhatian : hanya Fokus perhatian : orang sakit
orang sakit dan sehat
4 Dilakukan dengan Dilakukan dengan cara
memeriksa pasien survey
5 Diagnosis didapat Diagnosis didasarkan atas
berdasarkan keluhan dan Riwayat Alamiah Perjalanan
simtom Penyakit ( Natural history of
disease)
6 Memerlukan pemeriksaan Memerlukan penelitian
laboratorium epidemiologi
7 Dokter menentukan Dokter/epidemiologis
pengobatan merencanakan plan of action
8 Pengobatan pasien menjadi Pencegahan dan Promosi
tujuan utama menjadi tujuan utama
9 Diikiuti dengan follow up Diikuti dengan program
kasus evaluasi
10 Dokter tertarik Dokter/epidemiologis tertarik
menggunakan teknologi dengan nilai2 statistik
tinggi
(Sumber: Suryakantha AH. Community Medicine with Recent Advances, Ed 2. Jaypee Brothers
Medical Publisher, 2010)
Sama seperti halnya melakukan diagnosis terhadap pasien, maka pelaksanaan diagnosis
komunitas dilakukan dengan mengikuti kaidah kaidah tertentu, agar data (diagnosis) yang
diperoleh dapat dipercaya. Dalam melaksanakan diagnosis komunitas, perlu disadari bahwa yang
menjadi sasaran adalah komunitas (yang terdiri dari sejumlah orang) sehingga sangat ditunjang
oleh pengetahuan epidemiologi, statistik, manajemen dan ilmu ilmu sosial lainnya.
Menurut epidemiologi, penentuan masalah (medis dan non medis) di komunitas harus memakai
indikator yang merepresentasikan permasalahan komunitas/ masyarakat. Berikut adalah indikator
status kesehatan yang biasa dipakai untuk menggambarkan masalah kesehatan di komunitas:
1. Angka Kematian (Mortality rate): AKK, AKI, AKB, Angka Kematian akibat penyakit
tertentu, dll
2. Angka Kesakitan (Morbidity rate): Insiden, prevalen (menyangkut berbagai penyakit)
3. Angka Ke-cacatan (Disability rate): Angka absensi, dll
Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya :
1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu hamil yang mendapat
pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter : penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk yang mendapat air bersih
4. Indikator sosio-demografi (komposisi/struktur/distribusi, income per capita, angka buta
huruf, dll)
Bila kita mau mengetahui masalah kesehatan suatu komunitas, maka jalan yang paling baik
adalah melakukan survey yang mengumpulkan data-data sesuai indikator diatas. Kegiatan ini
akan memakan waktu lama dan biaya yang banyak. Oleh karena itu sebagai pendekatan awal ada
cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan menganalisis laporan penyakit/kematian yang ada
disuatu wilayah. Data ini bisa diperoleh dari hasil penelitian kesehatan atau laporan tahunan
puskesmas (harap diingat bahwa tidak semua orang yang sakit datang ke puskesmas). Pola
penyakit di suatu area biasanya akan selalu sama dalam kurun waktu tertentu, kecuali bila ada
kejadian luar biasa. Dalam situasi ini maka penyakit yang akan menjadi area diagnosis
komunitas dalam pelatihan modul komunitas, tidak selalu harus yang paling banyak ditemukan.
Dalam keadaan tertentu, masalah kesehatan dapat pula ditanyakan kepada orang orang yang
dianggap mempunyai pengetahuan dalam hal ini, misalnya pimpinan puskesmas, kepala daerah
(camat, lurah) atau orang orang yang bergerak dalam bidang kesehatan (guru, kader). Untuk
mendapatkan informasi dari orang orang ini, maka dapat dipergunakan metoda NGT atau Delphi
tehnik.
Bila sudah ditemukan area masalah, maka juga perlu mengetahui berbagai faktor yang
mempengaruhi terjadinya masalah tersebut. Konsep terjadinya penyakit menurut Blum dapat
dipakai untuk membuat kerangka konsep yang menjelaskan mengapa penyakit tersebut terjadi.
Ini akan membantu menentukan data apa yang akan dikumpulkan dari masyarakat agar
mendapatkan masalah yang utama dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Untuk memastikan reliabilitas datanya, sebaiknya institusi yang sudah berpengalaman seperti
institusi pendidikan, dilibatkan dalam diagnosis komunitas. Penentuan sampel harus
direncanakan secara hati-hati, sehingga jumlah sampelnya mampu mewakili kondisi lokal
komunitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang valid.
Agar data yang dikumpulkan merepresentasikan gambaran masyarakat, maka perlu ditentukan
sasaran penduduk yang akan menjadi responden, berapa jumlahnya serta lokasinya tinggalnya.
Sebaiknya penentuan sasaran berdasarkan probability sampling, kecuali bila terpaksa dapat
dilakukan non probability sampling. Hal ini juga berlaku bila responden diambil dari rekam
medis atau pengunjung puskesmas.
Strategi menemui responden di lapangan memerlukan persiapan khusus, yaitu mendapatkan ijin
dari kepala daerah setempat. Dalam hal ini, sebaiknya mahasiswa meminta kepala puskesmas
membuat surat kepada kepala daerah setempat menjelaskan bahwa Puskesmasnya akan
melakukan pengumpulan data. Ini dilakukan, agar masalah ijin pengumpulan data menjadi
mudah dan memang kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menunjang puskesmas. Selain itu,
bila diperlukan, pimpinan puskesmas dapat dimintakan bantuannya untuk memfasilitasi agar ada
petugas/kader yang membantu mengantar mahasiswa mengumpulkan data (misalnya kader atau
pegawa puskesmas). Bila data berasal dari rekam medik, maka mahasiswa dapat meminta
bantuan pimpinan puskesmas memfasilitasi agar petugas terkait memahami apa yang akan
dilakukan mahasiswa dalam rangka diagnosis komunitas, dan mahasiswa juga harus menjaga
agar rekam medik kembali tersusun seperti semula dan tidak ada yang hilang, termasuk menjaga
kerahasiaan data pasien. Semua kuesioner (data) yang didapat haruslah diperiksa kelengkapan
serta kebenarnya, sebelum dianalisis.
Rencana mendapatkan data harus dibuat seperti proposal penelitian sederhana yang terdiri
atas :
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Metoda
d. Sasaran dan sampel (besar dan cara pemilihan)
e. Instrumen yang dipakai (observasi, kuesioner atau pemeriksaan)
f. Batasan operasional data yang diambil
Langkah 4. Menganalisis dan menyimpulkan data
Tahap keempat adalah penentuan kesimpulan diagnosis komunitas yang dihasilkan dari
pengolahan dan interpretasi analisis data yang ada. Hasil diagnosis sebaiknya terdiri atas tiga
aspek yaitu :
- Status kesehatan di komunitas
- Determinan dari masalah kesehatan di komunitas
- Potensi dari pengembangan kondisi kesehatan di komunitas dan area yang lebih luas
Beberapa hal umum yang menjadi sifat hasil analisis data diagnosis komunitas adalah:
- Informasi statistik lebih baik ditampilkan dalam bentuk rate atau rasio untuk perbandingan
- Tren atau proyeksi sangat berguna untuk memonitor perubahan sepanjang waktu yang
diamati serta perencanaan ke depan
- Data wilayah atau distrik lokal dapat dibandingkan dengan distrik yang lain atau ke
seluruh populasi
- Tampilan hasil dalam bentuk skematis atau gambar dapat digunakan untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mudah dan cepat
1. Data Puskesmas
a. Geografi
- 1 Km dari Ibukota, 40 Km dari Provinsi
- Ketinggian 7100 dari Permukaan Laut
- Kategori Kecamatan Urban
- Luas wilayah 25,71 Km2
- Terdiri 4 Kelurahan dan 11 desa
2. Data Penduduk
b. Pekerjaan
- Pekerjaan:
- Petani/Perkebunan/Peternakan = 24,35%,
- Jasa = 12,22%
- PNS/TNI/Polri = 13,09%
- Pedagang = 14,84%
c. Kesehatan
c. Tenaga Kerja
- D3 Perawat = 12 Orang
- Apoteker = 1 Orang
- D3 Kebidanan = 17 Orang
- Kesmas = 3 Orang
- D3 Sanitarian = 3 Orang
Visi
Misi
Strategi
C. Pola penyakit:
o Penyebab utama dari gangguan kesehatan
- Jarang melakukan aktivitas pembersihan tingkat RT Saluran pembuangan air
limbah rumah tangga menjadi tidak lancar dan barang barang bekas menjadi
tempat jentik nyamuk.
Tujuan :
Terdapat 4 kriteria :
Menurut data pada pemicu, DBD mencapai 3,41% , diare mencapai 74,76%, dan
balita kurang gizi mencapai 21,82%. Dari data ini langsung dapat diklasifikasikan
nilai 0-10 berdasarkan tabel Hanlon Kuantitatif sebelumnya.
Penilaian terhadap pengeluaran ini didasarkan pada kemungkinan biaya pengobatan
perorang ke puskesmas sekitar Rp 10.000,- sampai dengan Rp 15.000,- . Kali ini
diambil yang paling kecil adalah Rp 10.000,- dan dikalikan dengan total seluruh
penderita yang masing-masing mengalami masalah kesehatan. Dari data pada
pemicu, didapatkan DBD sebanyak 25 orang, diare sebanyak 548 orang, dan balita
gizi kurang sebanyak 8 orang.
Tingkat urgensi di sini dinilai dari kegawatdaruratan masalah apakah harus cepat
ditangani atau tidak. Pada kasus DBD dengan tanda bahaya terdapat salah satu gejala
muntah berkepanjangan, hal ini dapat membuat penderita mengalami syok
hipovolemik (kekurangan cairan) sehingga harus segera ditangani dengan
penggantian cairan. Sama halnya dengan DBD, diare yang memiliki gejala khas yaitu
frekuensi BAB dengan konsentrasi cair lebih dari 3x sehari, rasa haus, turgor kulit
lambat dapat membuat penderita mengalami syok hipovolemik sehingga harus segera
diatasi dengan penggantian cairan. Baik DBD dan diare dapat diberikan oralit sesuai
tingkat keparahan atau infus intravena. Pada kasus balita kurang gizi dapat ditangani
dengan pemberian makanan gizi seimbang dengan tinggi kalori dan vitamin
Untuk tingkat keparahan dinilai dari Tabel Pola Kematian Semua Umur dari
Riskesdas tahun 2007 dalam Buletin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI :
Kriteria C (Efektivitas Intervensi)
Dalam kriteria C, dinilai dari bagaimana tingkat penanganan masalah kesehatan yang
ada. Baik DBD, diare, ataupun balita gizi kurang dirasakan cukup dapat dilakukan
intervensi.
Kriteria D (PEARL)
Propriety. Apakah program intervensi tepat mengatasi masalah yang ada.
Ekonomis. Apakah yang ditimbulkan dampak ekonomi dari masalah kesehatan.
Apakah masalah ekonomi berdampak jika masalah tidak ditangani.
Acceptability. Akankan masyarakat dapat menerima program yang diberikan..? atau
apakah masyarakat menginginkan/membutuhkan..?
Resources. Apakah sumber daya tersedia atau potensial tersedia untuk pelaksanaan
program
Legality. Apakah aktivitas program dapat diimplementasi sesuai ketentuan hukum
atau peraturan yang berlaku.
Pemberian skor 0-1 (0=tidak, 1=ya)
Untuk aspek propriety, intervensi untuk ketiga masalah dapat dilakukan seperti
pemberian oralit gratis bagi gejala DBD dan diare serta pemberian PMT-P
( Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan) bagi balita kurang gizi.
Untuk aspek ekonomis, dengan berhasilnya intervensi yang diberikan maka akan
sangat membantu penderita dan keluarga dalam bidang ekonomi sehingga tidak perlu
mengeluarkan biaya lagi untuk penanganan.
Untuk aspek Acceptability, terlihat dari tingkat masalah yang mencapai 50% berarti
masyarakat sangat terganggu dengan penyakit yang dialami dan sangat memerlukan
intervensi penanganan.
Untuk aspek resources, tenaga kesehatan yang ada di puskesmas ada banyak, seperti
dokter umum, analis kesehatan, apoteker, dll sehingga dinilai potensial dalam
pelaksanaan intervensi.
Untuk aspek legality, seluruh permasalahan memiliki keterangan hukum masing-
masing
Perhitungan HANLON KUANTITATIF
1.
2.
KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan data dengan 2 rumus Hanlon Kuantitatif di atas, didapatkan
prioritas masalah kesehatan di Puskesmas Pahandut adalah sebagai berikut :
PRIORITAS 1
DIARE
PRIORITAS 2
BALITA KURANG GIZI
PRIORITAS 3
DEMAM BERDARAH DENGUE
5.
Untuk tetap bertahan menghadapi dinamika keadaan, sebuah organisasi harus dapat
dengan tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan dapat dicapai dengan adanya
perubahan. Namun yang perlu diingat adalah, perubahan itu tidak selalu baik, artinya perubahan
juga bisa menghancurkan. Oleh karena itu, untuk menghindari perubahan yang bersifat
menghancurkan dan mendapatkan sebuah perubahan yang menuju perbaikan, maka dibutuhkan
sebuah metode analisa kondisi sebuah organisasi sehingga didapatkan data analisis valid yang
dapat dimanfaatkan untuk merencanakan sebuah pengembangan organisasi. Metode tersebut
adalah metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat). Perubahan yang
baik adalah perubahan yang terjadi dengan teratur. Jika proses perubahan yang teratur
dirangkum, maka akan muncul sebuah skema sebagai berikut:
Dari
skema tersebut tampak bahwa analisa SWOT memang dibutuhkan dalam sebuah proses
pengambilan keputusan dalam menangani berbagai permasalahan maupun dalam pengembangan
organisasi. SWOT pertama kali dikenalkan oleh Albert Humphrey pada tahun 1960-1970an di
Universitas Stanford yang kini metode ini menyebar luas dan digunakan dalam organisasi-
organisasi diseluruh belahan dunia. Penggunaan SWOT tidak terbatas pada organisasi mahasiswa
saja, namun juga mulai dari analisa diri sendiri, pengadaan sebuah kegiatan, bahkan sampai
instansi yang berorientasi laba bisa menggunakan metode ini. Dalam sebuah organisasi
kemahasiswaan, SWOT bermanfaat mulai dari menganalisa struktur organisasi sampai menilai
kelayakan sebuah program kerja. Misalnya, saat ketua organisasi ingin menentukan apakah
diperlukan sebuah departemen atau divisi dalam organisasinya, dia bisa melakukan SWOT.
Begitu juga dalam menetapkan program kerja, arah dan kebijakannya juga ditentukan oleh
analisa SWOT sehingga dalam menentukan target kedepannya memiliki dasar yang kuat dan
berbasis kebutuhan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi instansi. Analisa ini didasarkan pada hubungan atau interaksi antara
1. Kekuatan (strength)
Kekuatan yang dimaksud adalah suatu keunggulan dalam sumber daya, ketrampilan dan
kemampuan lainnya yang relative terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani
oleh instansi. Misalnya dalam hal teknologi yang dimiliki dan fasilitas yang dimiliki.
2. Kelemahan (weakness)
misalnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi.
4. Ancaman (treats)
Ancaman adalah situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan suatu
instansi. Sebagai contoh yaitu pesatnya persaingan penyedia jasa layanan kesehatan.
teknis analisis yang digunakan untuk mengetahui potret Puskesmas beserta kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancamannya adalah menggunakan matrik SWOT, sehingga dapat diketahui
langkah-langkah untuk menetapkan strategi pemecahan masalah dengan memanfaatkan kekuatan
dan peluang guna mengatasi kelemahan dan ancaman yang terjadi. Tahap-tahap tersebut adalah
sebagai berikut:
Identifikasi ini diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan
atau perkembangan suatu instansi
a. Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang dimiliki oleh puskemas yang meliputi faktor kekuatan dan
kelemahan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu instansi
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan puskesmas yang meliputi
faktor peluang dan ancaman.
1
18
sekitar, peraturan pemerintah, faktor budaya, sosial, ekonomi, dan faktor alam
Tabel 2.1
Matriks SWOT
Internal Strengths (S) Weakness (W)
internal internal
peluang. peluang
Treats (T) Strategi ST Strategi WT
mengatasi menghindari
ancaman ancaman
Setelah melihat dari tabel tersebut, maka terdapat empat alternatif bagi instansi untuk
antaralain :
a. Strategi SO (Strength-Opportunity)
eksternal. Strategi SO berusaha dicapai dengan menerapkan strategi ST, WO, dan WT.
Apabila instansi mempunyai kelemahan utama pasti instansi akan berusaha menjadikan
kelemahan tersebut menjadi kekuatan. Jika instansi menghadapi ancaman utama, instansi
akan berusaha menghindari ancaman jika berkonsentrasi pada peluang yang ada.
b. Strategi WO (Weakness-Opportunity)
memanfaatkan peluang eksternal yang ada. Salah satu alternatif strategi WO adalah
dengan instansi melakukan perekrutan dan pelatihan staf dengan kemampuan dan
c. Strategi ST (Strength-Treats)
Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan instansi untuk menghindari
dihadapi. Ancaman eksternal ini tidak selalu harus dihadapi sendiri oleh instansi tersebut,
bergantung pada masalah ancaman yang dihadapi, seperti halnya faktor perekonomian,
d. Strategi WT (Weakness-Treats)
Posisi ini sangat menyulitkan instansi , akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi
instansi untuk mengatasi posisi yang menyulitkan ini. Instansi harus memperkecil
serta menghindari ancaman eksternal yang ada guna pencapaian tujuan instansi.
1. Kedokteran klinis
Dalam pemeriksaan fisik, dokter mencari tanda-tanda (sign) penyakit. Dengan berbagai
pemeriksaan klinis tersebut dokter bisa membuat diagnosis banding (differential diagnosis),
yaitu sejumlah kecil diagnosis masalah pasien yang paling mungkin. Untuk menentukan
diagnosis yang paling benar, seorang dokter mungkin perlu meminta pemeriksaan diagnostik
tambahan, misalnya tes darah atau prosedur diaagnostik penunjang lainnya yang memang
benar-benar perlu.Akhirnya dokter dapat menentukan diagnosis dan memberikan terapi yang
tepat, sesuai dengan diagnosis masalah pasien. Selama interaksi, dokter memberikan
informasi kepada pasien tentang semua fakta yang relevan yang ditemukan dari pemeriksaan.
Pemberian informasi kepada pasien penting, untuk memelihara hubungan baik dokter-pasien
dan membangun kepercayaan (trust)di antara mereka.Dalam hubungan dokter-pasien dan
pengambilan keputusan klinis, para dokter dituntut untuk senantiasa menggunakan prinsip-
prinsip bioetika.
2. Kedokteran komunitas
Untuk itu seorang dokter yang berorientasi kedokteran komunitas diharapkan memiliki
kemampuan untuk menghitung frekuensi penyakit dan angka kejadian penyakit pada
populasi, mendiagnosis masalah penyakit pada populasi (community diagnosis),
membandingkan distribusi penyakit pada populasi-populasi, lalu menarik kesimpulan tentang
penyebab perbedaan distribusi penyakit pada populasi, dan mengambil langkah-langkah yang
tepat untuk mencegah penyakit, melindungi, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan
populasi. Selanjutnya, dalam memandang kausa masalah kesehatan pada pasien maupun
komunitas, kedokteran komunitas mengakui kausa penyakit yang terletak pada level populasi
dan lingkungan. Artinya, dokter komunitas tidak hanya memperhatikan faktor-faktor
penyebab yang terletak pada level individu, tetapi juga determinan lainnya pada level
keluarga, komunitas dan lingkungan dimana pasien tersebut tinggal, bekerja, ataupun
bersekolah.Perspektif populasi memusatkan perhatian kepada kausa-kausa kontekstual yang
melatari penyakit, yakni determinan lingkungan, sosial, kultural, ekonomi, dan politik yang
menyebabkan terjadinya perbedaan frekuensi penyakit antar populasi.
8.
8.1.2 Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan oleh
sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan
masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting
4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social benefit)
6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah (resources
availibility)
2. Seriousness: Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu masalah dalam masyarakat dan
dilihat dari besarnya angka kesakitan dan angka kematian akibat masalah kesehatan tersebut
4. Community concern: Sikap dan perasaan masyarakat terhadap masalah kesehatan tersebut
5. Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari prioritasnya
diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan adalah satu sampai lima yang ditulis dari
arah kiri ke kanan untuk tiap masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari arah atas ke
bawah untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah dengan nilai
tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah. Tetapi metode ini juga memiliki
kelemahan, yaitu hasil yang didapat dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit
untuk menentukan prioritas masalah yang akan diambil.
2. Severity: Besarnya kerugian yang timbul yang ditunjukan dengan case fatality rae masing-
masing
5. Affordability: Menunjukan ada tidaknya dana yang tersedia Parameter diletakkan pada
baris atas dan masalah-masalah yang ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom.
Pengisian dilakukan dari satu parameter ke parameter lain. Hasilnya didapat dari perkalian
parameter tersebut.
8.1.5.1.3 MCUA Pada metode ini parameter diletakkan pada baris dan harus
ada kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan. Metode ini memakai lima
kriteria untuk penilaian masalah tetapi masing-masing kriteria diberikan bobot penilaian dan
dikalikan dengan penilaian masalah yang ada. Cara untuk menentukan bobot dari masing-
masing kriteria dengan diskusi, argumentasi, dan justifikasi. Kriteria yang dipakai :
1. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang berjumlah antara 8 sampai 8
orang
2. Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan ditentukan peringkat
prioritasnya
6. Nilai peringat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling kecil berarti mendapat
peringkat tinggi (prioritas tinggi).
Kelemahan:
1. Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam menentukan peringkat prioritas tersebut
3. Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang berbeda dan tidak untuk
menentukan prioritas atas dasar fakta
2. Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/para ahli yang dianggap mengetahui dan
menguasai permasalahan
3. Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima kembali jawaban kuesioner yang
berisikan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah
4. Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang muncul dan mengirim
kembali hasil rangkuman kepada partisipan
2. Menjembatani (Mediate)
Pelayanan kesehatan juga mempunyai misi mediator atau menjembatani antara sektor
kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Dengan kata lain pelayanan kesehatan
merupakan perekat kemitran di bidang pelayanan kesehatan. Kemitraan adalah sangat penting
sebab tanpa kemitraan niscaya sektor kesehatan tidak mampu menangani masalah-masalah
kesehatan yang begitu kompleks dan luas.
3. Memampukan (Enable)
Sesuai dengan visi pelayanan kesehatan mau dan mampu memelihara serta
meningkatkan kesehatannya, pelayanan kesehatan mempunyai misi utama untuk
memampukan masyarakat. Hal ini berarti baik secara langsung atau melalui tokoh-tokoh
masyarakat, pelayanan kesehatan harus memberikan keterampilan-keterampilan kepada
masyarakat agar mereka mandiri di bidang kesehatan. Telah kita sadari bersama bahwa
kesehatan dipengaruhi banyak faktor luar kesehatan seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan
sebagainya. Oleh sebab itu, dalam rangka memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan,
maka keterampilan di bidang ekonomi (pertanian, peternakan, perkebunan), pendidikan dan
sosial lainnya perlu dikembangkan melalui pelayanan kesehatan ini.
10. Bagaimana edukasi (promotif dan preventif) terhadap perilaku dan kebiasaan
masyarakat di wilayah kerja puskesmas?
Dalam KEPMENKES RI No. 128 Tahun 2004 dinyatakan bahwa ada tiga fungsi
puskesmas yang sejalan dengan fokus pembangunan kesehatan yaitu: sebagai pusat
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan; pusat pemberdayaan masyarakat; pusat
pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat
pribadi (private goods), sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat bersifat publik (public
goods).
Pelayanan kesehatan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan bagi puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap. Sementara pelayanan kesehatan masyarakat tersebut
antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (KEPMENKES RI No. 128
Tahun 2004).
Salah satu sub-sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ialah sub-sistem
upaya kesehatan. Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian
masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan
preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya pelayanan kesehatan
diselenggarakan dengan terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan perorangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup pelayanan
yang komprehensif yakni promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan promotif
dan preventif sebagaimana dalam PERPRES No. 12 Tahun 2013 Pasal 21 tentang Jaminan
Kesehatan meliputi pemberian pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar,
keluarga berencana, dan skrining kesehatan.
Sementara bentuk-bentuk upaya kesehatan masyarakat, yaitu menggerakkan
masyarakat agar melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); penurunan gizi buruk
masyarakat dan penanggulangan Kurang Kalori Protein (KKP); penurunan Angka Kematian
Ibu, Angka Kematian Bayi, dan Angka Kematian Balita; pemberantasan TBC, Polio, Tetanus,
Campak, Hepatitis; pemberantasan Demam berdarah, Malaria, Diare dan pengendalian
HIV/AIDS; menjamin akses air bersih, akses obat, essensial, alat kontrasepsi, pasar sehat,
kali bersih, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Edukasi Pada Pemicu
1. Upaya Kesehatan Perorangan (pelayanan promotif dan preventif), yaitu :
Memberikan pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan,
imunisasi dasar,
keluarga berencana, dan
skrining kesehatan.
Edukasi pada keluarga penderita sangatlah penting untuk pencegahan terjadinya DBD
Menguras dan menyikat tempattempat penampungan air, seperti bak mandi atau wc,
seminggu sekali
Menutup rapat- rapat penampungan air, seperti gentong air.
Mengubur atau menyingkirkan barang- barang bekas yang dapat menampung air
hujan.
Mengganti air bak mandi, vas bunga atau tempat-tempat lainnya yang sejenis
seminggu sekali.
Edukasi pada keluarga penderita sangatlah penting untuk pencegahan terjadinya diare yang
berulang.
Pemberian ASI
Perbaikan makanan pendamping ASI
Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan minum
Cuci tangan
Penggunaan jamban
Pembuangan tinja bayi yang aman
Imunisasi campak