Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS diindonesia


begitu cepat. Ternyata dasar penularan awal epidemi ini disebabkan oleh jarum suntik.
Diperkirakan saat ini terdapatlebih dari 1,3 juta penderita HIV/AIDS akibat jarum
suntik. Jika terus berlanjut makan diperkirakan tahun 2020 jumlah itu akan meningkat
menjadi 2,3 juta orang.

Dan sebagai mahasiswa keperawatan perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS


dan penatalaksanaaannya secara komprehensif.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang Asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS
yang merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebln tubuh manusia, yang dapat
memudahkan atau membuat rentan si penderita terhadap penyakit dari luar maupun
dari dalam tubuh. AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh Human Immuno
deficiency virus HIV.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan menjelaskan Konsep dasar HIV/AIDS
2. Tujuan Khusus

a) Agar bisa mengerti dan memahami Pengertian HIV/AIDS

b) Agar bisa mengerti dan memahami Asuhan Keperawatan Keluarga Pada


Pasien HIV/AIDS.

c) Agar dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS


BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
1. AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
2. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul
Hidayat, 2006).
3. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi HIV (Price, 2000 : 224)
4. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency
Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI,
1992 : 2)
5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
6. AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik
defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human
Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998)
7. AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya
teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV
(Engram, 1998)
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem
kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan
kanker.

B. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV)
dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah
melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T
yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan
Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan
mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang
ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah
terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina,
ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion,
dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang
menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen darah
jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo
bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI)
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut
juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada
anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)

C. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk
dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+.
Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan
mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang
respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi
imunologik lain terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus
HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+
(Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka
lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah
RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan
duplikasi selama proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak
dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4
membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik
virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang
yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki
sel tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf
lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik
(racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang
dapat mengakibatkan kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi
system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan
sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated
cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel
kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah
dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran
darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4
dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi
normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada
sel T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai
berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV
masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam,
batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat
pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat
persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini
terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe
sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel
dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua
tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau
lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.
4. Penyakit lain akan timbul antara lain :
a. Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung
berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat
malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun sampe dengan
10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia
complex)
Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain mielopati,
neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan memori secara
fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan terbatasnya kecepatan
motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan kognitif, verbalisasi,
kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
c. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa
(PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated
desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri,
bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-
paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral, esofagus,
intestinum)
d. Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
e. Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana
sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga
HIV menguasai tubuh.
D. Manifesasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10
tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada
orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam
tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C
dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan
timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi,
dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran
getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha.
Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya
timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk
kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak
nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi
adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti
kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar,
tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada
masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun
pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.

E. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua
cara :
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan
menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara
deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR).
Penggunaan PCR antara lain untuk ;
1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga
menghambat pemeriksaan serologis.
2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes,
misalnya :
1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-
3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan
Western Blot.
2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup
sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan
untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
3) Imonofivoresceni assay (IFA)
4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
a. Status imun
1) Tes fungsi sel CD4
2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
3) Kadar imunoglobutin meningkat
4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5) Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia
yang sering muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit
dan terapi yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general
atau spesifik antara lain :
a. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis
dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6
bulan.

Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli,
Haemophilus influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari
kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan
terinfeksi HIV. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan,
dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan terpajan pada masa
perinatal. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV
negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi
HIV maka ia dikatakan seroreverter

G. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan
AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit
dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter:
status kekebalan, status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan
gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status
imun didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS
Kategori Imun Kategori Klinis
(N) (A) (B) (C)
Tanpa Tanda Tanda Tanda
Tanda dan dan dan
dan Gejala Gejala Gejala
Gejala Ringan Sedang Hebat
(1) Tanpa tanda N1 A1 B1 C1
supresi
(2) Tanda supresi N2 A2 B2 C2
sedang
(3) Tanda supresi N3 A3 B3 C3
berat

Keterangan :
Kategori Klinis HIV

1. Kategori N : Tidak bergejala

Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV

2. Kategori A: Gejala ringan

Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:


1) Limfadenopati
2). Hepatomegali
3). Splenomegali
4). Dermatitis
5). Parotitis
6). Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, otitis media.

3. Kategori B: Gejala sedang

Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan


kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
d. Kardiomiopati
e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
f. Diare, kambuhan atau kronik
g. Hepatitis
h. Stomatitis herpes, kambuhan
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1
bulan.
j. Herpes zoster, dua atau lebih episode
k. Leiosarkoma
l. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner
(LIP/PLH)
m. Varisela zoster persisten
n. Demam persisten > 1 bulan
o. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
p. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)

4. Kategori C : Gejala Hebat

Anak dengan kondisi berikut ini:


a. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
c. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner
d. Kriptosporodisis, intestinal kronik
e. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1
bulan.
f. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
g. Ensefalopati HIV
h. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis,
awitan saat berusia > 1 bulan.
i. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
j. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
k. Sarkoma Kaposi
l. Limfoma, primer di otak
m. Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
n. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau
ekstrapulmoner.
o. Penumonia Pneumocystis carinii
p. Leukoensefalopati multifokal progresif
q. Septikemia salmonela, kambuhan
r. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
s. Wasting syndrome karena HIV
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan terhadap mencegah
dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan penumonia interstisial.
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk infeksi
HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit sistem
saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin digunakan
untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP). Pemberian
imunoglobulin secara intravena setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri
berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin poliovirus
oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).
Memulihkan sistem imun.
1. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti isoprenosino,
interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai sekarang belum
memberikan hasil seperti yang diharapkan.
2. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan
inhibiton reserve transcriptace dengan obat suramin untuk menghambat efek
sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
1. Upaya preventif meliputi :
a. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
b. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah,
organ atau cairan semen.
c. Modifikasi tingkah laku dengan :
1). Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku
yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual
guna mencegah terjadinya penularan.
2). Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin
yang cukup.
3). Pandangan hidup yang positif
4). Memberikan dukungan psikologis dan sosial
d. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV
2. Edukasi yang bertujuan :
a. Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan
hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain.
b. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan

I. CARA PENULARAN
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air ludah
(saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, kolam renang atau kontak social seperti
berjabat tangan bukanlah merupakan cara untuk penularan. Oleh karena itu seorang anak
yang terinfeksi HIV belum memberikan gejala AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah
atau pergaulan.
Pada bayi dan anak penularan HIV dapat terjadi melalui ibu hamil yang sedang
mengandung dengan HIV, transfuse darah yang mengandung HIV atau produksi darah
yang berasal dari donor yang mengandung HIV, jarum suntuk yang tercemar HIV, dan
hubungan seksual dengan penderita HIV.
Ibu hamil dengan HIV (+)
Ibu hamil yang mengandung HIV di dalam tubuhnya dapat menularkan ke bayi yang
dikandunfnya. Ibu sendiri biasanya belum menunjukan gejala klinis AIDS. Cara transmisi
ini juga disebut dengan transmisi vertical. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta
(intrauterine) atau inpartum, yaitu pada waktu bayi lahir terpapar dengan darah ibu atau
secret genetalia yang mengandung HIV.
HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya.

Transfusi
Penularan dapat terjadi melalui transfuse darah yang mengandung HIV atau produk
darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah dilakukan
skrining darah donor terhadap HIV maka transmisi melalui cara ini akan menjadi
jauh berkurang.
Jarum suntik
Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada anak remaja penyalahgunaan
obat IV yang menggunakan jarum suntik bersama.
Hubungan seksual dengan pengidap HIV
Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan.

H. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang
mempunyai banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat
suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun
postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan
jangan melahirkan.

Вам также может понравиться