Вы находитесь на странице: 1из 63

Pengertian Dan Jenis-jenis Audit

1. Pengertian Audit

Menurut Mulyadi

Suatu proses sistemat untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyatan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta penyampaian haisl-hasilnyakepada pemakai yang berkepentingan&nbs

Menurut Boynton dkk

"Suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian
hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan

2. Jenis-jenis Auditing

Menurut Mulyadi, auditing umumnya digolongkan menjadi 3 golongan :

1. Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan
keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran
laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Hasil
auditing terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit,
laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan seperti pemegang saham,
kreditur, dan Kantor Pelayanan Pajak

2. Audit Kepatuhan

Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang di audit sesuai
dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak
yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3. Audit Operasional

Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian
daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu
3. Jenis-jenis Auditor

a. Akuntan Publik
adalah akuntan profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam
bidang pemeriksaan laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.

b. Akuntan Pemerinta
Pemerintah adalah akuntan profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya
melakukan pemeriksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit
organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada
pemerintah

c. Akuntan Intern
Akuntan Intern adalah akuntan yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah
menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah
dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan
efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi
yangdihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

10 Standar Auditing

Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan beserta interpretasinya.

isi dari ke sepuluh standar tersebut adalah :

Standar Umum

1. Proses audit harus dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis sebagai auditor.
2. Seorang Auditor harus mempertahankan dan mengedepankan sesuatu yang berhubungan
dengan Independensi dan Perikatan.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran ilmuya secara profesional dengan cermat dan seksama.

Standar pekerjaan lapangan

1. Pekerjaan mengaudit harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman mengenai pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit
dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan saat mengaudit.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit

Standar pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi di Indonesia yang berlaku umum
2. Laporan auditor harus menunjukkan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan.

Dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan, auditor mempunyai


lima macam opini (Muhammad: 2004), yaitu :
1. Opini wajar Tampa pengecualian
Pendapat ini diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan
tidak terdapat pengecualianyang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi
berterima umum tersebut, serta pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan.
2. Opini Wajar Tampa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelas
Opini ini diberikan oleh auditor jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelas,
namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan klien, dan ditambah dengan bahasa penjelas.
3. Opini Wajar dengan Pegecualian
Opini ini diberikan oleh auditor jika : lingkup audit dibatasi oleh klien, auditor tidak
dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting
karena kondisi-kondisi yang diluar kekuasaan klien maupun auditor, laporan keuangan tidak
disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima umum, akuntansi yang berteriama umum
yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.

4. Opini Tidak Wajar


Pendapat ini merupakan kebalikan dari pendapat wajar tampa pengecualian. Aukuntan
memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip
akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika
ia dibatasi ruang lingkup auditnya, sehingga tidak dapat mengumpulkan bukti kompeten yang
cukup untuk mendukung pendapatnya. Dengan demikian informasi yang disajikan oleh klien
dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh
pemakai informasi keuangan untuk mengambil keputusan.
5. Opini tidak Memberikan Pendapat
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan
audit ini disebut dengan laporan tampa pendapat. Kondisi yang menyebabkan ini adalah:
pembatasan yang luas biasa sifatnya terhaap lingkup audit, jika auditor tidak independen dengan
hubungannya dengan klien.
Menurut SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), opini audit ada 5 macam, yaitu :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian
Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang
dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Kriteria pendapat wajar tanpa pengecualian
antara lain.
- Laporan keuangan lengkap
- Tiga standar umum telah dipenuhi
- Bukti yang cukup telah diakumulasi untuk menyimpulkan bahwa tiga standar lapangan telah
dipatuhi
- Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting
Principles)
- Tidak ada keadaan yang memungkinkan auditor untuk menambahkan paragraf penjelas atau
modifikasi laporan
2. Bahasa penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau
bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya. Auditor menyampaikan pendapat ini jika:
- Kurang konsistennya suatu entitas dalam menerapkan GAAP
- Keraguan besar akan konsep going concern
- Auditor ingin menekankan suatu hal
3.Pendapat wajar dengan pengecualian
Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal
yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
4. Pendapat tidak wajar
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi
keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat
Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat
atas laporan keuangan. Opini ini dikeluarkan ketika auditor tidak puas akan seluruh laporan
keuangan yang disajikan.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Pengertian
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Fungsi Pajak
Funsi pajak ada 2 yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulered)
Yaitu pajak sebagai alat untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.

Syarat Pemungutan Pajak


1. Harus adil (syarat keadilan)
2. Berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
3. Tidak mengganggu perkonomian (syarat ekonomis)
4. Harus efisien (syarat finansiil)
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Hukum Pajak
1. Hukum pajak materiil
Memuat norma-norma yang menerangkan objek pajak, subjek, tariff dll.
2. Hukum pajak formil
Cara melaksanakn hokum pajak materiil, missal : KUP.

Pengelompokkan Pajak
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung
Yaitu pajak yang ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang
lain.
b. Pajak tidak langsung
Yaitu pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut sifatntya
a. Pajak subyektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada subjeknya.
b. Pajak obyektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan wajib pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.
b. Pajak daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.

Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan
lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja
harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan
wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas
utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak
adalah:

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan
asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut
merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang
bersangkutan berkedudukan di negara itu.

Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan
yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang
bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.

Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan
(nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah
status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas
nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama,
pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara
untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang
bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus
sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas).

Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara
itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek
yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan
yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting.

Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya
yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga
menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007
yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000

A. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007)

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu
tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak,
dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada
pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak,
yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau
setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak
yang terutang.
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh
suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau
telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja
yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang
kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat
Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal- hal
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan
gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan
yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak
tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan
jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal
disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan
disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam
hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan
diterima secara langsung.

B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK

a. Fungsi NPWP
Sebagai tanda pengenal / identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan.

b. Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, contoh: 01 . 234 . 456 . 7 . 888 . 000

c. Siapa Yang Wajib NPWP


1. Wajib Pajak Orang Pribadi

Yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas


Tidak menjalankan usaha / pekerjaan bebas tapi penghasilan sampai dengan suatu bulan
lebih besar dari PTKP
Wanita Kawin Pisah Harta

2. Wajib Pajak Badan


3. Wajib Pajak Pemungut atau Pemotong

d. Pendaftaran NPWP
Berdasarkan sistem self assessment semua Wajib Pajak harus mendaftarkan diri pada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak untuk langsung dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.

e. Penghapusan NPWP dilakukan jika :


1. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
4. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangaan statusnya sebagai bentuk usaha tetap
PPh Orang Pribadi dan Badan

BAB III
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
3.1 Penghitungan PPh Orang Pribadi
Seperti telah dijelaskan dalam babbab sebelumnya bahwa penghitungan PPh Orang Pribadi
dibedakan sebagai berikut :
a Orang Pribadi Karyawan atau tidak menjalankan usaha
Untuk OP Karyawan atau bagi yang tidak menjalankan usaha menghitunga penghasilan
kena pajak sebesar gaji yang diterima atau diperoleh dikurangi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).
b Orang Pribadi Usahawan atau pekerja bebas
Untuk OP yang menjalankan usahawan atau pekerja bebas penghitungan penghasilan kena
pajak adalah :
Untuk omzet/peredaran usaha dalam kurang dari Rp. 4.800.000.000,- menghitung penghasilan
bersihnya boleh menggunakan pembukuan atau perkiraan penghasilan neto (norma) kemudian
setelah itu dikurangi dengan PTKP
Untuk omzet sama dengan atau lebih dari Rp. 4.800.000.000,- menghitung penghasilan bersihnya
harus dengan pembukuan, kemudian dikurangi dengan PTKP
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah berdasarkan pasal 17
Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dengan perincian sebagai berikut
:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
s.d Rp50.000.000,00 5%
di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000,00 15%
di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp500.000.000,00 25%
di atas Rp500.000.000,00 30%
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang :
5 % x Rp 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15 % x Rp. 200.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
25 % x Rp. 250.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
30 % x Rp. 100.000.000,- = Rp. 30.000.000,-( +)
Jumlah PPh terutang = Rp. 125.000.000,-
Contoh Perhitungan PPh Orang Pribadi Bagi Wanita Kawin Yang Pisah Harta dan
Penghasilan dengan Suami Serta Yang Memilih Memiliki NPWP Sendiri.
Wajib Pajak Samsul yang memperoleh penghasilan neto dari usaha perdagangan bahan
bangunan sebesar Rp. 100.000.000,- dan mempunyai seorang isteri yang menjalankan usaha
salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp. 150.000.000,-, pengenaan pajaknya
dihitung berdasarkan jumlah penghasilan neto sebesar Rp. 250.000.000,00 (100.000.000 +
150.000.000).
Misalnya , Samsul tidak mempunyai anak maka pajak yang terutang atas jumlah penghasilan
tersebut adalah sebesar :
Penghasilan Neto : Rp. 250.000.000
PTKP (K/I/0) : Rp. 33.000.000
Penghasilan Kena Pajak : Rp. 217.000.000
PPh Terutang
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 167.000.000 = Rp. 25.050.000
: Rp. 27.550.000

Apabila suami dan isteri pisah harta dan penghasilan maka untuk masing-masing suami dan
isteri pengenaan pajak terutangnya dihitung sebagai berikut :
Suami : Rp. 100.000.000 x Rp. 27.550.000 = 11.020.000
Rp. 250.000.000
Isteri : Rp. 150.000.000 x Rp. 27.550.000 = 16.530.000
Rp. 250.000.000
Contoh Perhitungan PPh Orang Pribadi Tahun 2011 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Tuan Adit seorang pengusaha perdagangan bahan bangunan dengan nama toko Makmur di
Purwokerto dengan status menikah dan mempunyai dua anak. Dari toko tersebut tuan Adit
memperoleh penghasilan kotor (bruto) dalam satu tahun adalah Rp.600.000.000,- Penghasilan
neto dihitung dengan metode norma penghitungan penghasilan neto.
Dalam penjualan tahun 2011 terdapat penjualan kepada bendaharawan pemerintah dan telah
dipungut PPh Pasal 22 sebesar Rp.1.000.000,-
Selama tahun 2011 Tuan Adit telah membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp.6.000.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 25/29 untuk SPT tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2011 tuan Adit
dihitung sebagai berikut :
Penghasilan Bruto : Rp. 600.000.000
Norma penghasilan neto kode 62440 : 20 %
Penghasilan neto(600.000.000 x 20 % = 120.000.000) : Rp. 120.000.000
PTKP (K/2)
Wajib Pajak : Rp. 15.840.000
Kawin : Rp. 1.320.000
Anak ke-1 : Rp. 1.320.000
Anak ke-2 : Rp. 1.320.000 (+)
: Rp. 19.800.000 ()
Penghasilan Kena Pajak : Rp. 100.200.000
PPh Terutang :
Rp. 050.000.000 x 5% = Rp. 02.500.000
Rp. 050.200.000 x 15% = Rp. 07.530.000 (+)
(Rp. 100.200.000) : Rp. 10.030.000
Kredit Pajak :
PPh Pasal 22 : Rp. 1.000.000
PPh Pasal 25 : Rp. 6.000.000 (+)
: Rp. 7.000.000 (-)
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) : Rp. 3.030.000
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2012 :
PPh Terutang : Rp. 10.030.000
PPh Pasal 22 : Rp. 1.000.000 (-)
Rp. 9.030.000
Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan Rp. 9.030.000 = Rp. 752.500
12

3.2 Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN


3.2.1 Pengertian PPh Orang Pribadi Dalam Negeri
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun
pajak.
3.2.2 Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Subjek PPh OPDN adalah orang pribadi terbagi atas dua golongan yaitu subjek pajak orang
pribadi dalam negeri dan subjek pajak orang pribadi luar negeri. Subjek pajak dalam negeri
adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam periode 12 bulan dan orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia
dam mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri adalah orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang menjalankan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap (BUT) di Indonesia dan Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia.
Ketentuan mengenai test time atau tes waktu timbulnya BUT untuk subjek pajak luar negeri
dari negara yang memiliki Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia
mengacu pada ketentuan yang diatur dalam P3B yang bersangkutan.
3.2.3 Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Objek pajak PPh OPDN adalah penghasilan di mana setiap penambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak berasal dari dalam negeri maupun luar
Indonesia dan dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak /
WP.
3.2.4 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Tarif Pajak Penghasilan OPDN sesuai pasal 17 Undang-Undang PPh :
a. Penghasilan sampai 25 juta kena tarif 5%
b. Penghasilan antara 25 sampai 50 juta kena tarif 10%
c. Penghasilan antara 50 sampai dengan 100 juta terkena tarif 15%
d. Penghasilan antara 100 sampai 200 juta kena tarif 25%
e. Penghasilan lebih dari 200 juta kena tarif 35%
PTKP atau Penghasilan tidak kena pajak untuk PPh OPDN sebagai berikut :
a. Rp. 2.880.000,- untuk diri sendiri wajib pajak.
b. Rp. 1.440.000,- untuk tambahan wajib pajak / wp kawin.
c. Rp. 2.880.000,- untuk tambahan satu orang istri yang penghasilannya digabung dengan suami.
d. Rp. 1.440.000,- untuk tambahan untuk setiap anggota keluarga maksimal 3 orang.
Contoh untuk penghitungan tahun pajak 2009
Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena
Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut.
Peredaran bruto Rp 6.000.000.000,00
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp 5.400.000.000,00(-)
Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 600.000.000,00
Penghasilan lainnya Rp 50.000.000,00
Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara
penghasilan lainnya tersebut Rp 30.000.000,00 (-)
Penghasilan neto dari usaha Rp 20.000.000,00(+)
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000,00
Zakat Rp. 0,00
Kompensasi kerugian Rp 10.000.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib Pajak badan) Rp 610.000.000,00
Pengurangan berupa untuk Wajib
Pajak orang pribadi (isteri + 2 anak) Rp 19.800.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak
(bagi Wajib Pajak orang pribadi) Rp 590.200. 000,00

PPh Terutang : 5% x 50.000.000 Rp. 2.500.000,00


15%x 200.000.000 Rp. 30.000.000,00
25%x 250.000.000 Rp. 62.500.000,00
30%x 90.200.000 Rp. 27.060.000,00(+)
Jumlah PPh Terutang Rp. 122.060.000,00
Kredit Pajak Rp. 100.000.000,00(-)
PPh Kurang Bayar Rp. 22.060.000,00
BAB IV
PAJAK PENGHASILAN BADAN
4.1. Pengenaan Pajak Penghasilan Badan
Yang dimaksud badan di sini adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga
dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (UU
Nomor 28 tahun 2007). Seperti telah diuraikan dalam bab bab sebelumnya bahwa untuk
penghitungan pajak penghasilan Badan dimulai dengan penghitungan penghasilan bersih dengan
menggunakan pembukuan. Yang menjadi dasar pengenaan pajak PPh Badan adalah sebesar
laba bersih kena pajak tanpa pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sedangkan
tarif pajak untuk PPh Badan adalah :
1. Tarif Pajak s.d. tahun 2008
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan 50.000.000 10%
Diatas 50.000.000 s.d. 100.000.000 15%
Diatas 100.000.000 30%
2. Tarif Pajak mulai tahun 2009
Tahun Tarif Pajak
2009 28%
2010 25%
Tarif Pajak khusus WP Badan tertentu mulai tahun 2009
1. Untuk Perseroan Terbuka yang sahamnya minimal dimiliki publik 40%
Bagi PT terbuka dengan saham yang dimiliki publik minimal 40% ada pengurangan
tarif 5% (pasal 17 (2b)) sehingga tarif menjadi :
Tarif pajak 2009 = 23%
Tarif Pajak 2010 = 20%
2. Bagi UMKM dengan Omzet Setahun s.d. 50.000.000.000
WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp. 50 miliar mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar, sehingga tarif PPh Badan untuk
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut adalah :
Bagian Omzet Tahun 2009 Tahun 2010

Bagian omzet s.d. 4,8 M 14 % 12.5%

Bagian Omzet 4,8 s.d. 50 M 28 % 25 %

Tarif Pajak Wajib Pajak Badan UMKM


Contoh 1 :
PT X memperoleh penjualan/omzet setahun sebesar Rp. 60.000.000.000,- dan memperoleh laba
neto sebesar Rp. 190.000.000,-
Penghitungan PPh (WP Badan) :
JUMLAH PKP = laba neto = Rp 190.000.000,00
1. PPh TERUTANG tahun 2008 (Tarif lama) :
10% X Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15% X Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30% X Rp 90.000.000 = Rp 27.000.000
PPh TERUTANG Rp 39.500.000,00
2. PPh Terutang (Tarif tahun 2009)
Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%.
PPh Terutang tahun 2009 = 28% X 190.000.000 = Rp. 53.200.000,-
3. PPh Terutang (tarif tahun 2010)
Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%.
PPh Terutang tahun 2010 = 25% X 190.000.000 = Rp. 47.500.000,-
Contoh 2
CV Anda dalam tahun 2009 membukukan omzet sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan laba bersih
diperoleh sebesar
Rp. 100.000.000,-
Karena omzetnya dibawah Rp. 50 Miliar maka termasuk UMKM dan mendapat fasilitas ta
rif
tahun 2009 sebesar 14% untuk bagian omzet s.d. 4,8 Miliar. Dan karena omzetnya kurang dari
Rp. 4,8 M maka tarif PPh Badan tahun 2009 adalah 14% dari laba bersih.
PPh Badan tahun 2009 = 14% X 100.000.000
= Rp. 14.000.000
Contoh 3 :
PT. Y dalam tahun Peredaran Usaha sebesar Rp. 30.000.000.000 dan laba bersih sebesar Rp.
3.000.000.000 atas hal tersebut penghitungan PPh Badan tahun 2009 menggunakan fasilitas
UMKM karena omzet dalam setahun tidak lebih dari Rp. 50.000.000.000,- dihitung sebagai
berikut :
Diketahui : laba bersih = penghasilan kena pajak(PKP) = Rp. 3.000.000.000,
Tarif pajak 2009 untuk UMKM adalah 14% dan 28% dari PKP dihitung sbb :
Uraian Peredaran Usaha PKP Tarif PPh Terutang
Tarif fasilitas UMKM 0 s.d. 4,8 M 480.000.000 14% 67.200.000
Tarif sisanya 4,8 M 30 M 2.520.000.000 28% 705.600.000
Jumlah 30 M 3.000.000.000 772.800.000
Angka PKP Rp. 480.000.000 (dalam kolom ketiga diatas) yang mendapat tarif 14% adalah:
= (batasan omzet fasilitas dibagi total omzet) X Total laba (PKP)
= (4,8 M / 30 M) x 3 M
= Rp. 480.000.000
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menghitung penghasilan bersih untuk
Wajib Pajak Badan harus menggunakan pembukuan maka dalam bahasan selanjutkan kita akan
membahas mengenai pembukuan dalam perpajakan (akuntansi pajak).
4.1.1 Tarif Pajak Pasal 17
Berdasarkan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang efektif berlaku per 1 Januari 2009, dimana tarif
PPh Badan menggunakan tariff tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 (Pasal 17 ayat 1 huruf b)
dan berubah menjadi 25% untuk tahun pajak 2010 (Pasal 17 ayat (2a)).
Selanjutnya sesuai Pasal 31E ayat (1) menyatakan bahwa: Wajib Pajak badan dalam negeri
dengan peredaran bruto sampai Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan
tariff sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tariff
sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto
PT. Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp67.200.000,00
- 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00
Jadi, Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp. 67.200.000,00 + Rp705.600.000,00 =
Rp772.800.000,00
4.1.2 PPh Terhutang
Besarnya pajak terhutang (PPh terhutang) diperoleh dengan jalan mengalikan Penghasilan
Kena Pajak (PKP) dengan Tarif Pajak Pasal 17. Untuk keperluan penerapan tariff pajak ini
jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.
4.1.3 PPh Yang Dipotong/Dipungut Pihak Lain
Merupakan pelunasan pajak dalam tahun berjalan yaitu melalui pemotongan/pemungutan
oleh pihak lain (pada saat wajib pajak menerima penghasilan) yang boleh
diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan)
Terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Kredit Pajak hanya dapat
diperhitungkan untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya tidak bersifat final.
Adapun jenis Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan antara lain :
a Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan yang dipungut oleh bendaharawan atau badan lain yang ditunjuk sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang tertentu lainnya.
b Pajak Penghasilan Pasal 23/26
Pajak Penghasilan yang dipotong sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
atas penggunaan modal (capital income) dan penghasilan sehubungan dengan jasa yang diterima
wajib pajak badan. Misalnya royalti, sewa, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan.
c Pajak Penghasilan Pasal 24
Pajak yang dibayar atau terhutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.
4.1.4 PPh Yang Harus Dibayar Sendiri
Merupakan selisih antara PPh terhutang dengan PPh yang dipotong/dipungut pihak lain
(sebagaimana yang dimaksud kredit pajak pasal 22, pasal 23 dan pasal 24). Dimana besarnya
PPh yang harus dibayar sendiri tersebut menjadi dasar penghitungan Angsuran Pajak (PPh.
Pasal 25) untuk tahun pajak berikutnya, dengan formulasi penghitungan yaitu PPh yang harus
dibaya sendiri dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
4.1.5 PPh Yang Telah Dibayar Sendiri
Merupakan pelunasan/pembayaran pajak dalam tahun berjalan yaitu oleh wajib pajak sendiri
yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan) terhadap PPh terhutang untuk
tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang telah dibayar sendiri dapat meliputi :
a PPh. Pasal 25 (angsuran pajak setiap bulannya)
b Surat Tagihan Pajak (STP) PPh. Pasal 25 (hanya pokok pajak)
c Fiskal luar negeri
4.1.6 PPh Yang Kurang / Lebih Bayar
Merupakan selisih antara PPh yang harus dibayar sendiri dengan PPh yang telah dibayar
sendiri oleh wajib pajak. Dimana jika PPh yang harus dibayar Sendiri lebih besar dari pada PPh
yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang masih harus dibayar (PPh kurang bayar).
Demikian pula jika PPh yang harus dibayar sendiri lebih kecil
dari pada PPh yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang lebih bayar.
Apabila terdapat hasil PPh kurang bayar, maka kekurangan tersebut harus dilunasi selambat-
lambatnya sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan dilaporkan diakhir bulan April tahun pajak
berikutnya
Penghasilan yang dikenakan PPh Final yang diterima WP Badan adalah:
No Jenis Penghasilan dikenakan PPh Final Tarif Dasar tarif Dasar Hukum
1 Bunga deposito, tabungan, SBI 20% Bunga bruto Psl. 4 (2)
2 Diskonto obligasi, premium di B.E. 20% Bunga bruto Psl. 4 (2)
3 Saham & sekuritas di bursa efek 0,1% Bruto Psl. 4 (2)
Saham pendiri di B.E. 0,5% Bruto Psl. 4 (2)
4 Penghasilan penjualan saham milik 0,1% Bruto Psl. 4 (2)
perusahaan modal ventura
5 PENGHASILAN USAHA : 0,3% Harga jual Pasal 4 (2)
a. BBM, Pemumas, Gas 0,15% Harga bandrol Pasal 4 (2)
b. Penyalur / distributor rokok
(berlaku s.d. 2008)
6 Pengalihan tnh & bang. 5% H. Jual / NJOP Psl. 4 (2) *)
Pengalihan tnh & bang RS/Rusun 1% H. Jual / NJOP Psl. 4 (2) *)
Sederhana, Oleh WP Real Estate
7 Sewa tanah dan bangunan 10% Bruto Psl. 4 (2) *)
8 Imbalan jasa konstruksi : 2% Bruto Psl. 4 (2) **)
a. Pelasanaan konstruksi : 3% Bruto Psl. 4 (2) **)
- Jasa konstruksi kecil 4%
- Jakon Besar/Menengah 4%
- Jakon Tdk bersertifikat 4%
b. Perencanaan konstruksi 6%
c. Pengawasan Konstruksi
9 Jika Tidak bersertifikat
Perwakilan dagang asing 0,44% Ekspor bruto Pasal 15
10 Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri 2,64% Bruto Psl. 15
11 Pelayaran Dalam Negeri 1,2% Bruto Psl. 15
12 Revaluasi aktiva tetap 10% Selisih lebih Psl. 19
kompensasi
13 Penghasilan lainnya meliputi : 2,1% Biaya pembuatan Psl. 15
- Jasa maklon internasional 25% bahan baku Psl. 4 (2)
- Hadiah Undian Bruto

*) berlaku mulai tahun pajak 2009


**) berlaku mulai tahun pajak 2008
Sedangkan untuk penghasilan yang bukan obyek pajak yang diterima oleh Wajib Pajak
Badan adalah :
a Bantuan/Sumbangan
Bantuan/sumbangan yang bukan obyek pajak yaitu yang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
b Hibah yang diterima khusus oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil
c Deviden yang berasal dari cadangan laba yang ditahan
Khusus bagi penerima deviden berbentuk PT, BUMN dan BUMD yang penyertaaanya
minimal 25% serta koperasi. Selain penerima deviden diatas termasuk pengertian obyek
pajak.
d Penghasilan yang diterima dana pensiun meliputi :
- Penerimaan iuran
- deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia
- obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia
- saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
e Bunga / diskonto obligasi yang diterima reksadana
f Bagian laba yang diterima perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha

Persayaratan Pembukuan :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan diIndonesia dengan menggunakan huruf
Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia
atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak
yang terutang.
5. Pencatatan tersebut terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan yang
dikenakan pajak yang bersifat final.
6. Buku-buku , catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib disimpan selama 10
tahun diIndonesia, yaitu ditempat kegiatan atau ditempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan.
7. Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak
Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh.
8. Bahasa asing yang dimaksud adalah bahasa Inggris (Lihat KMK Nomor 543/KMK.04/2000)
Bagi wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga tidak diketahui
besarnya pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan dengan
rincian sebagai berikut (Pasal 13 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007):
50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu
Tahun Pajak;
100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau
kurang disetorkan;
100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 dengan syarat
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari
tahun pajak yang bersangkutan, dan untuk menghitung penghasilan neto menggunakan
prosentase tertentu yang disebut norma penghitungan penghasilan neto.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
(contoh: Karyawan/pegawai)

2.1 Pengertian Biaya


Definisi biaya sendiri memiliki kemajemukan karena konsepnya berasal dari istilah
umum, sehingga tidak mudah untuk memberikan suatu batasan yang pasti tanpa meninggalkan
keraguan mengenai pengertiannya. Para ahli ekonomi, akuntan dan pihak-pihak yang dihadapkan
pada masalah biaya ini memiliki pengembangan mengenai konsep dan istilah biaya menurut
kebutuhan meraka.
Objek dari akuntansi biaya adalah biaya itu sendiri, ini dapat dilihat dari definisi biaya
yang dikemukakan oleh para ahli. Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk
suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku,
baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya
eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik, misalnya
berupa kas. Sementara itu, yang dimaksud dengan biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat
secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan barang modal.

Beban merupakan hasil dari penggunaan sebuah aktiiva, misalnya penyusutan,


beban juga lebih banyak diterapkan terhadap hal-hal rutin, misalnya beban gaji.
Biaya adalah upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pendapatan (hasil). Sedangkan
kata beban tidak selaras dengan konsep upaya dan hasil, karena beban mempunyai makna akan
sesuatu yang harus ditanggung (seakan-akan pendapatan didapat dahulu, dan karena
mendapatkan pendapatan tersebut kita harus menanggung beban). Dari beberapa pengertian
biaya (cost) dan beban (expense) dapat dilihat perbedaan antara biaya dan beban.

2.2 Klasifikasi Biaya


2.2.1. Klasifikasi Biaya Secara Umum
Akuntansi biaya menghasilkan biaya untuk memenuhi pencapaian tujuan antara lain
penentuan harga pokok, perencanaan dan pengendalian biaya serta pengambilan keputusan,
maka dari itu penyajian biaya diklasifikasikan dengan tepat sangat diperlukan agar data yang
dihasilkan akurat sebab informasi tersebut diperlukan untuk tindak lanjut dalam melaksanakan
kegitan perusahaan dalam mengevaluasi serta melakukan perbaikan dimasa yang akan datang.

2.2.2. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Pabrikasi


Untuk membantu manajemen menganalisis biaya pabrikasi produknya, biaya pabrikasi
pada umumnya di bagi ke dalam tiga komponen, yakni :

a. Bahan baku langsung


b. Tenaga kerja langsung
c. Overhead pabrikasi
Dalam Perusahaan Pabrikasi (manufactured products)
a. Total Biaya :
Biaya Produk + Biaya periode
b. Biaya produk :
Biaya bahan baku langsung + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead pabrikasi.
c. Biaya Periode
Biaya pemasaran/penjualan + Biaya administratif dan umum

Biaya Produk dan Biaya periode di Organisasi Bisnis


Jenis Perusahaan Biaya Produk Biaya Periode
Perusahaan Jasa Biaya penyerahan Beban pemasaran
Jasa.
Perusahaan dagang Biaya pembelian brg Beban pemasaran
Dagangan dari Beban administratif
pema-
sok.
Perusahaan pabri- Semua biaya pabri- Beban pemasaran
Kasi. kasi, termasuk bhn Beban administratif
Baku langsung, tena
ga kerja langsung,
dan overhead pabri
kasi.
2.2.3. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Dagang.
Contoh : Laporan Laba Rugi
PT. Lintas Media Nusantara
Laporan Laba Rugi
31 Desember 2005
Pendapatan penjualan Rp. xxx.xxx
Biaya produk :
Persediaan barang dagangan, 1/1/2006 .Rp. xxx.xxx
Pembelian barang dagangan Rp. xxx.xxx (+)
Barang dagangan tersedia utk dijual .. Rp. xxx.xxx
Persediaan brg dagangan, 31/12/2006Rp. xxx.xxx (-)
Biaya pokok penjualan Rp. xxx.xxx
Laba kotor .Rp. xxx.xxx
Beban Penjualan dan Administratif
Biaya Periode :
Gaji . Rp. xxx.xxx
Komisi wiraniaga .. Rp. xxx.xxx
Sewa .. Rp. xxx.xxx
Periklanan . Rp. xxx.xxx
Utilitas . Rp. xxx.xxx
Asuransi . Rp. xxx.xxx
Keperluan kantor .. Rp. xxx.xxx (+)
Jml beban penjualan dan administratif . Rp.xxx.xxx
Laba Operasi . Rp.xxx.xxx
2.2.4. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Jasa.
Ada dua pertimbangan akuntansi mendasar untuk perusahaan jasa, yakni :
a. Biaya tenaga kerja yang relatif tinggi
b. Tidak adanya persediaan untuk dijual.
Biaya dalam perusahaan jasa dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
a. Biaya langsung (direct cost)
adalah biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa tertentu, seperti gaji yang
dibayarkan kepada para akuntan, pengacara, dll.
b. Biaya Tidak langsung (indirect cost)
adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa, seperti asuransi atau sewa kantor.
Biaya tidak langsung biasanya dikurangkan dari pendapatan dalam periode di mana biaya
dipakai.
Contoh: Laporan Laba Rugi Perusahaan Jasa
PT Cahaya Abadai
Laporan Laba Rugi
31 Desember 2006

Pendapatan Jasa Konsultasi Rp. 18.000.000


Kompensasi dan Tunjangan Rp. 8.500.000
Sewa Kantor Rp. 1.200.000
Pelatihan dan Riset Rp. 900.000
Rekruitmen Karyawan Rp. 500.000
Asuransi Profesional Rp. 350.000
Lain-Lain Rp. 750.000
Jumlah Biaya Rp. 12. 100.000
Laba Operasi Rp. 7.900.000

2.2.5. Biaya untuk Perencanaan, Pengendalian dan Pengambilan Keputusan.


Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian, biaya sering kali digolongkan sebagai :
biaya langsung dan tidak langsung, ter- kendalikan dan tidak terkendalikan, bergabung dan
bersama, dan berbagai golongan lainnya.
2.2.6. Hubungan Biaya dengan Obyek Biaya
Biaya sering dikategorikan dari segi hubungannya dengan suatu obyek atau segmen
operasi, yang sering disebut obyek biaya. Obyek biaya dapat berupa produk, kawasan penjualan,
pelang- gan, divisi, pabrik, departemen atau suatu aktivitas.
Terdapat dua jenis obuek biaya : obyek biaya antara dan obyek biaya akhir. Obyek
biaya antara (intermediate cost object) adalah penghimpunan biaya yang dilaporkan yang lalu
dialokasikan kepada obyek biaya lainnya.
Obyek biaya Akhir (final cost object), adalah titik penghimpunan biaya di mana tidak
dilakukan lagi alokasi biaya. Obyek biaya akhir yang palim lazim adalah produk.
2.2.7. Biaya Terkendalikan dan Biaya Tgaidak Terkendalikan
a. Biaya Terkendaliakan :
Suatu biaya dianggap sebagai biaya terkendalikan pada jenjang manajemen tertentu
manakala lapisan manajemen tersebut mempunyai kekuasaan untuk mengotorisasi biaya tadi.
Contoh biaya iklan surat kabar menjadi biaya terkendalikan oleh manajer pemasaran apabila di
mempunyai kekuasaaan untuk mengotori sasi biaya dan jenis iklan surat kabar.
b. Biaya tidak Terkendaliakan :
Biaya ini berada di luar kendali manajer karena di tidak dapat mengotorisasinya. Misal
biaya penyusutan mesin perlengkapan pabrik bagi manajer pemasaran menjadi biaya tidak
terkendalikan, karena manajer tsb tidak mempunyai wewenang untuk mengotorisasi pemakain
mesin pabrik.
2.2.8. Biaya Bergabung dan Biaya Bersama
Biaya tidak langsung sering pula disebut biaya bersama atau biaya bergabung. Biaya
Bersama (Common Cost) dikeluarkan untuk menyediakan manfaat kepada lebih dari satu
aktivitas. Biaya ini terjadi ketika dua produk, yang mungkin dihasilkan secara terpisah,
diproduksi bersama.
Biaya bergabung (joint cost), diterapkan dalam situasi di mana bermacam-macam
keluaran berasal dari satu sumber. Contoh minyak mentah dapat diolah menjadi bermacam-
macam produk (misal solar, oli, premium dll).
2.2.9. Biaya Relevan dan Biaya Tidak Relevan.
Dalam rangka untuk pengambilan keputusan, biaya relevan harus memiliki manfaat yang
paling tinggi. Agar supaya biaya disebut biaya relevan, maka biaya tersebut :
a. Harus berbeda pada waktu dilakukan perbandingan pilihan keputusan. Apabila suatu biaya
meningkat, menurun, mun cul ataupun menghilang pada waktu suatu tindakan yang berbeda
dievaluasi, maka biaya tadi boleh disebut relevan.
b. Harus bernilai kini atau masa yang akan datang.
Biaya Tidak relevan (iirelevant cost) adalah biaya yang tidak berubah untuk semua alternatif.
2.3 Pengertian dan Unsur-unsur Harga Pokok Produksi
2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi
Perhitungan harga pokok produksi sangat mempengaruhi penetapan harga jual suatu
produk sekaligus penetapan laba yang diinginkan. Dengan demikian ketepatan dalam melakukan
perhitungan harga pokok produksi benar-benar diperhatikan karena apabila terjadi kesalahan
dalam perhitungan akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

Dipihak lain Bastian, dkk. (2006:60), harga pokok produksi adalah kumpulan biaya
produksi yang terdiri dari bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan
produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa harga pokok produksi adalah
semua biaya, baik langsung maupun tidak lansung yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu
barang selama periode tertentu.
2.3.2 Unsur-unsur Harga Pokok Produksi
Unsur-unsur harga pokok produksi menurut Kartadinata (2000:7) ada 3, yaitu bahan baku
dan bahan pembantu, upah langsung, biaya produksi tidak langsung.
Definisi biaya bahan baku langsung Bastian, dkk (2006:10), adalah biaya bahan baku
yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat ditelusuri
langsung dari produk selesai.
Hansen dan Mowen (2000:45), biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja
yang dapat ditelusuri pada barang atau pelayanan yang dihasilkan. Pengamatan fisik dapat
digunakan untuk mengukur jumlah kerja yang digunakan untuk menghasilkan jasa atau
pelayanan.
Usry dan Carter (2004:411), biaya overhead pabrik adalah biaya tidak langsung, pekerja
tidak langsung dan biaya pabrik lainnya yang tidak seca

KONSEP BIAYA DAN KLASIFIKASI BIAYA

Bilamana seseorang menanyakan sesuatu hal berkaitan dengan biaya (Cost), maka reaksi
pertama hendaknya mencari tahu untuk apa informasi biaya tersebut hendak digunakan. Angka-
angka biaya dapat diartikan bervariasi tergantung pada tujuannya.

Konsep Biaya Untuk Perencanaan dan Pengendalian


Pengertian Harga Pokok (Cost) dengan Biaya (Expense).
Harga Pokok
Adalah sejumlah nilai aktiva, tetapi apabila selama tahunb erjalan aktiva tersebut
dimanfaatkan untuk membantu memperoleh penghasilan, aktiva tersebut harus
dikonversikan ke biaya (Expense).
Contoh : Uang yang dikeluarkan untuk mebeli gedung, tanah, mesin,
mobil dll.

Biaya
Adalah beban terhadap penghasilan kaerna perusahaan menggunakan sumber daya
ekonomi yang ada. Biaya berasal dari aktiva atau terjadi langsung tanpa melalui aktiva.
Contoh : Uang yang dikeluarkan untuk mebayar Upah, Tagihan Telepon, Tagihan Listrik,
Sewa gudang dll.
Klasifikasi Biaya Berdasarkan :
Berdasarkan Pengelompokan Biaya
a. Biaya Pabrikase / Pabrik
1). Bahan langsung (Direct Materials)
Adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi.
Contoh : Biaya pembelian Kayu di perusahaan meubel

2) Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor).


Adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi
barnag jadi.
Contoh : Biaya untuk pembayaran pegawai yang membuat meja

3) Biaya Overhead Pabrik

Bahan Tidak Langsung


Adalah bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi
pemakaiannya sedemikian kecil.
Contoh : Biaya untuk pembelian amplas, paku, lem

Tenaga Kerja Tidak Langsung


Tenaga kerja yang dikerahkan secara tidak langsung mempengaruhi pembuatan
barang jadi.
Contoh : Biaya untuk membayar pengawas/mandor

Biaya Tidak Langsung Lainnya


Contoh : Biaya telepon, listrik, air dll.

b. Biaya Komersial
1) Biaya Pemasaran
Biaya pada saat setelah barang jadi telah siap untuk dijual.
Contoh : Biaya Iklan, Biaya Pengiriman Barang

2) Biaya Administrasi
Biaya yang dikeluarkan dalam mengatur dan mengendalikan organisasi.
Contoh : Biaya untuk Manager Puncak, Gaji Bagian Personalia

Berdasarkan Tingkah Laku Biaya


a.. Biaya Variabel
Biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume produksi/ penjualan.
Contoh : Biaya Bahan Langsung, Biaya Tenaga Kerja Langsung

b. Biaya Tetap
Biaya dimana jumlah totalnya tetap walaupun jumlah yang diproduksi/dijual berubah-
ubah dalam kapasitas normal.
Contoh : Biaya pembelian mesin

c. Biaya Semi Variabel


Biaya dimana jumlahnya berubah-ubah dalam hubungannya dengan perubahan kuantitas
yang diproduksi tetapi perubahannya tidak proporsional.
Contoh :Biaya Tagihan Telepon, Biaya Tagihan PLN (Listrik)

d. Biaya Bertingkat (Step Cost)


Biaya tetap dalam suatu rentang produksi.
Contoh : Biaya pembelian mesin 1, jika kapasitas produksi mesin 1 tidak mencukupi
maka beli mesin 2 dst

Berdasarkan Pertanggungjawaban
a. Biaya Terkendali
Adalah biaya yang dikeluarkan oleh suatu tempat biaya dan atas pengeluaran biaya
tersebut seseorang harus mempertanggungjawabkan.
Contoh : Biaya pemasangan iklan merupakan biaya terkendali bagi
manager Pemasaran

b. Biaya Tak Terkendali


Adalah biaya yang tidak bisa dibebankan tanggungjawab pengeluarannya pada seseorang
manajer/pimpinan pusat biaya.
Contoh : Biaya penggunaan bahan merupakan biaya tidak terkendali
bagi Maanger Pembelian

Berdasarkan Pengambilan Keputusan


a. Biaya Relevan dan Biaya Tidak Relevan
Biaya Relevan adalah biaya yang diperkirakan nantinya akan muncul, yang berbeda
diantara berbagai alterantif.

b. Biaya Tidak Relevan


Biaya yang tidak termasuk biaya relevan
Contoh :
Suatu Departemen akan membeli mesin baru. Ada dua alternative pilihan yaitu Mesin A dan
Mesin B. Informasi mengenai harga dan biaya pemeliharaan sebagai berikut :

Uraian Mesin A Mesin B Keterangan


- Harga Rp. 400 jt Rp. 410 jt Biaya Tidak Relevan
- Biaya Pemeliharaan Rp.10 jt/th Rp.10 jt/th Biaya tidak relevan

BIAYA KESEMPATAN (OPPORTUNITY COST)


Didefinisikan sebagai : Benefit Forgone as a result of choosing course of action rather than
another.
Contoh :
Agnes bekerja disuatu perusahaan dengan gaji Rp.1.000.000,-. Dia ingin melanjutkan sekolah
dan harus meninggalkan kerjanya, Oleh karena itu dengan melanjutkan sekolah dia kehilangan
pendapatan sebesar Rp.,1000.000,-. Gaji Agnes yang hilang karena melanjutkan sekolah
merupakan Opportunity Cost.

Jurnal Umum Sistem Akuntansi Biaya Proses

1. Jurnal pemakaian bahan baku dan bahan penolong

Barang dalam proses Biaya bahan baku xx

Persediaan bahan baku xx


2. Jurnal pembebanan biaya gaji dan upah

Barang dalam proses Biaya Tenaga Kerja xx

Gaji dan upah xx

3. Jurnal untuk mencatat alokasi biaya overhead pabrik

Barang dalam proses Biaya Overhead Pabrik Tenun xx

Berbagai rekening yang di kredit xx

4. Jurnal untuk mencatat transfer ke Departemen Penyelesaian

Barang dalam proses biaya bahan baku penyelesaian xx

Barang dalam proses biaya bahan baku dept sebelumnya xx


CONTOH SOAL JAWAB AKUNTANSI BIAYA
1. Perusahaan X menetapkan kebijakan bahwa, jika karyawan bekerja lebih dari 45 jam dalam
seminggu, maka mereka memiliki hak untuk memperoleh premi lembur. Dalam hal ini, tarif
lembur adalah 50% dari tarif upah. Jika dalam seminggu seorang karyawan bekerja selama 50
jam dengan tarif upah Rp 1.500 per jam, maka berapakah total upah yang diperoleh oleh
karyawan tersebut ?

Jawab :
Jam Biasa 45 x Rp 1.500 = Rp 67.500
Lembur 5 x Rp 1.500 = Rp 7.500
Premi Lembur 5 x Rp 750 = Rp 3.750 +
Total Upah Karyawan Tersebut Dalam Satu Minggu = Rp 78.750

2. Misalkan seorang karyawan harus bekerja 45 jam per minggu. Upahnya Rp 500 per jam.
Dari 45 jam kerja tersebut, 10 jam merupakan waktu mengangggur, dan sisanya digunakan untuk
mengerjakan pesanan tertentu. Maka bagaimanakah jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja
tersebut ?

Jawab:
Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja tersebut adalah :
Barang dalam proses -biaya tenaga kerja langsung Rp 17.500
Biaya overhed pabrik sesungguhnya Rp 5.000
Gaji dan Upah Rp 22.500
3. Menurut penyelidikan waktu, jumlah keluaran standar per jam adalah 10 satuan. Jika upah
pokok sebesar Rp 800 per jam, maka tarif upah per satuan adalah Rp 80. Jika karyawan tidak
dapat menghasilkan jumlah standar per jam, ia tetap dijamin mendapatkan upah Rp 800 per jam.
Tetapi bila karyawan dapat menghasilakan 15 satuan per jam, maka berapakah upah yang
diperoleh oleh karyawan tersebut ?

Jawab:
Tarif upah per satuan Rp 800 : 10 = Rp 80

Upah standar per jam = Rp 800


Insentif 5 x Rp 80 = Rp 400
Upah yang diterima pekerja per jam = Rp 1.200
4. Suatu perusahaan menetapkan bahwa karyawan harus bekerja selama 5 jam dalam sehari
sehingga, setidaknya jam kerja karyawan selama seminggu adalah 35 jam. Adapun upahnya
adalah sebesar Rp 2.000 per jam. Dari 35 jam kerja tersebut, 5 jam digunakan sebagai waktu
menganggur. Tentukanlah jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja tersebut ?

Jawab:
Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja tersebut adalah :
Barang dalam proses -biaya tenaga kerja langsung Rp 60.000
Biaya overhed pabrik sesungguhnya Rp 10.000
Gaji dan upah Rp 70.000

5. Jika menurut penyelidikan waktu (time study), di butuhkan waktu 10 menit untuk
menghasilkan 1 satuan produk, maka jumlah keluaran standar per jam adalah 6 satuan. Jika upah
pokok sebesar Rp 2400 per jam, maka tarif upah per satuan adalah 400 (Rp 2400 : 6). Karyawan
yang tidak dapat menghasilkan jumlah standar per jam tetap dijamin mendapatkan upah Rp 2400
per jam, tetapi bila ia dapat menghasilkan 10 satuan per jam (ada kelebihan 4 satuan dari jumlah
satuan standar per jam). Maka bagaimana perhitungan upahnya?

Jawab :
Upah Dasar per jam Rp 2.400
Insentif : 4 x Rp 400 (2.400 : 6) 1.600 +
Upah yang di terima pekerja per jam Rp 4.000

6. Dalam suatu perusahaan, jika karyawan bekerja lebih dari 50 jam dalam seminggu, maka
mereka memiliki hak untuk memperoleh premi lembur. Dalam hal ini, tarif lembur adalah 50%
dari tarif upah. Jika dalam seminggu seorang karyawan bekerja selama 52 jam dengan tarif upah
Rp 1.000 per jam, maka berapakah total upah yang diperoleh oleh karyawan tersebut ?

Jawab:
Jam Biasa 50 x Rp 1.000 = Rp 50.000
Lembur 2 x Rp 1.000 = Rp 2.000
Premi Lembur 2 x Rp 500 = Rp 1.000 +
Total Upah Karyawan Tersebut Dalam Satu Minggu = Rp 53.000
7. Jika seorang operator mesin bubut, Gunadi, memperoleh Rp 12.000 per jam untuk kerja
biasa dan lemburnya dibayar satu setengah kali tarif biasa, maka preminya adalah Rp 6.000 per
jam lembur. Jika dia bekerja 44 jam termasuk 4 jam lembur dalam satu minggu, dan jika mesin
operator bubut diberhentikan selama 3 jam, berapakah total upah Gunadi dan buatlah jurnalnya?

Jawab :

Tenaga Kerja Langsung 41 jam x Rp 12.000 Rp 492.000


Premi Lembur 4 jam x Rp 6.000 Rp 24.000
(Overhead Pabrik)
Waktu menganggur 3 jam x Rp 12.000 Rp 36.000
(Overhead Pabrik)
Total upah untuk 44 jam Rp 552.000

Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja tersebut adalah :


Barang dalam proses -biaya tenaga kerja langsung Rp 492.000
Biaya overhed pabrik sesungguhnya Rp 60.000
Gaji dan upah Rp 552.000

8. Misalkan Perusahaan A hanya mempekerjakan 3 orang karyawan; Sule, Andre, dan Nunung.
Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan Maret 2010, bagian pembuat daftar gaji dan upah
membuat daftar gaji dan upah untuk periode yang bersangkutan. Menurut kartu hadir karyawan
Sule bekerja selama seminggu sebanyak 42 jam, dengan upah per jam Rp 1.500, Karyawan
Andre bekerja selama seminggu sebanyak 42 jam dengan tarif upah Rp 1.250 per jam.
Sedangkan Karyawan Nunung bekerja selama periode yang sama, bekerja 40 jam dengan tarif
upah Rp 1.200 per jam. Bagaimana penggunaan jam hadir masing-masing karyawan tersebut
menurut kartu jam kerja?

Jawab :
Penggunaan Waktu Kerja Sule Andre Nunung
Untuk pesanan # 103 15 jam 20 jam 20 jam
Untuk pesanan # 108 23 jam 18 jam 10 jam
Untuk menunggu persiapan pekerjaan 4 jam 4 jam 10 jam
Dengan demikian upah karyawan tersebut di hitung sebesar Rp 163.500 (42 jam x Rp 1.500,
ditambah 42 jam x Rp 1.250, ditambah 40 jam x Rp 1.200)
Dan di distribusikan sebagai berikut :

Distribusi biaya tenaga kerja Sule Andre Nunung


Dibebankan sebagai BTK langsung
Pesanan # 103 22.500 25.000 24.000
Pesanan # 108 34.500 22.500 12.000
Dibebankan sebagai BOP 6.000+ 5.000 + 12.000 +
Jumlah upah minggu pertama bulan
Maret 2010 63.000 52.500 48.000

PPh yang dipotong oleh Perusahaan


15% dari upah minggu pertama bulan
Maret 2010 9.450 _ 7.875 _ 7.200 _

Jumlah upah bersih yang diterima


Karyawan 53.550 44.625 40.800

9. PT. Maju Terus hanya memperkerjakan 2 orang karyawan, Anisa dan Hasna. Berdasarkan
kartu hadir minggu pertama bulan April 2010, bagian pembuat daftar gaji dan upah membuat
daftar gaji dan upah untuk perioda yang bersangkutan. Menurut kartu hadir, karyawan Anisa
bekerja selama seminggu sebanyak 40 jam, dengan upah per jam Rp 1.500, sedangkan karyawan
Hasna selama perioda yang sama bekerja 30 jam dengan tarif upah Rp 1.000. Menurut kartu jam
kerja, penggunaan jam hadir masing-masing karyawan tersebut disajikan sebagai berikut:

Penggunaan Waktu Kerja Anisa Hasna


Untuk pesanan # 123 15 jam 20 jam
Untuk pesanan # 234 20 jam 10 jam
Untuk menunggu persiapan pekerjaan 5 jam 0 jam

Buatlah jurnal akuntansi biaya gaji dan upah berdasarkan data tersebut!

Jawab : PT MAJU TERUS


BIAYA BAHAN BAKU
MINGGU KE-1 APRIL 2010

Distribusi Biaya Tenaga Kerja Anisa Hasna


Dibebankan sebagai biaya
tenaga kerja langsung:
Pesanan # 123 Rp 22.500 Rp 20.000

Pesanan # 234 Rp 30.000 Rp 10.000


Dibebankan sebagai BOP Rp 7.500 Rp 0

Jumlah upah minggu pertama Rp 60.000 Rp 30.000


bulan April 2010

PPh yang dipotong oleh perusahaan


20% dari upah minggu pertama
bulan April 2010 Rp 12.000 Rp 6.000

Jumlah upah bersih yang diterima


karyawan Rp 48.000 Rp 24.000

Atas dasar rekapitulasi gaji dan upah tersebut, Bagian Akuntansi kemudian menjurnal:
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Rp 82.500
Biaya Overvead Pabrik Rp 7.500
Gaji dan Upah Rp 90.000
Atas dasar bukti kas keluar, Bagian Akuntansi membuat jurnal sebagai berikut:
Gaji dan Upah Rp 90.000
Utang PPh Karyawan Rp 18.000
Utang Gaji dan Upah Rp 72.000
Atas dasar daftar gaji dan upah yang telah ditandatangani karyawan, Bagian Akuntansi
membuat jurnal sebagai berikut:
Utang Gaji dan Upah Rp 72.000
Kas Rp 72.000
Penyetoran PPh karyawan ke Kantor Perbendaharaan Negara dijurnal oleh Bagian
Akuntansi sebagai berikut:
Utang PPh Karyawan Rp 18.000
Kas Rp 18.000

10. Perusahaan ABC hanya memperkerjakan 3 orang karyawan, Fitriani, Lala dan
Meddy. Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan November 2010, bagian pembuat daftar
gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah untuk perioda yang bersangkutan. Menurut kartu
hadir, karyawan Fitriani bekerja selama seminggu sebanyak 35 jam, dengan upah per jam Rp
1.000; karyawan Lala bekerja selama seminggu sebanyak 35 jam, dengan upah per jam Rp.
1.200; sedangkan Meddy selama perioda yang sama bekerja 45 jam dengan tarif upah Rp 1.500.
Menurut kartu jam kerja, penggunaan jam hadir masing-masing karyawan tersebut disajikan
sebagai berikut:

Penggunaan Waktu Kerja Fitriani Lala Meddy


Untuk pesanan # 432 15 jam 20 jam 25 jam
Untuk pesanan # 321 15 jam 15 jam 10 jam
Untuk menunggu persiapan pekerjaan 5 jam 0 jam 10 jam

Buatlah jurnal akuntansi biaya gaji dan upah berdasarkan data tersebut!
Jawab: PT ABC
BIAYA BAHAN BAKU
MINGGU KE-1 NOVEMBER 2010

Distribusi Biaya Tenaga Kerja Fitriani Lala Meddy


Dibebankan sebagai biaya
tenaga kerja langsung:
Pesanan # 432 Rp 15.000 Rp 24.000 Rp 37.500

Pesanan # 321 Rp 15.000 Rp 18.000 Rp 15.000


Dibebankan sebagai BOP Rp 5.000 Rp 0 Rp 15.000

Jumlah upah minggu pertama Rp 35.000 Rp 42.000 Rp 67.500


bulan November 2010

PPh yang dipotong oleh perusahaan


20% dari upah minggu pertama
bulan November 2010 Rp 7.000 Rp 8.400 Rp 13.500

Jumlah upah bersih yang diterima


Karyawan Rp 28.000 Rp 33.600 Rp 54.000

Atas dasar rekapitulasi gaji dan upah tersebut, Bagian Akuntansi kemudian menjurnal:

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Rp 124.500


Biaya Overvead Pabrik Rp 20.000
Gaji dan Upah Rp 144.500
Atas dasar bukti kas keluar, Bagian Akuntansi membuat jurnal sebagai berikut:

Gaji dan Upah Rp 144.500


Utang PPh Karyawan Rp 28.900
Utang Gaji dan Upah Rp 115.600

Atas dasar daftar gaji dan upah yang telah ditandatangani karyawan, Bagian Akuntansi
membuat jurnal sebagai berikut:

Utang Gaji dan Upah Rp 115.600


Kas Rp 115.600

Penyetoran PPh karyawan ke Kantor Perbendaharaan Negara dijurnal oleh Bagian


Akuntansi sebagai berikut:

Utang PPh Karyawan Rp 28.900


Kas Rp 28.900

Soal Tingkat 2 - Jurnal transaksi perusahaan manufaktur (Normal Costing) John Michael
Company mengeluarkan biaya-biaya untuk pabrik selama bulan Agustus sebagai berikut:
Pembelian bahan baku Rp 82.000 secara kredit.
Mengeluarkan bahan baku Rp 90.000 (Rp 67.000 langsung ke produk).
Beban gaji terutang Rp 44.000; Rp 31.000 untuk tenaga kerja langsung.
Biaya Utilitas terutang Rp 3.500; Rp 800 adalah biaya tetap.
Pajak Property Pabrik terutang Rp 1.000.
Asuransi Dibayar Di Muka atas peralatan pabrik Rp 800 jatuh tempo pada Agustus
Biaya Penyusutan Peralatan Pabrik Rp 20.000.
Predetermined overhead Rp 62.500 (Rp 28.000 variabel dan Rp 34.500 tetap)
dibebankan ke Barang Dalam Proses.
Barang senilai Rp171.200 ditransfer ke Persediaan Barang Jadi.
Penjualan secara kredit senilai Rp 350.000.
Harga Pokok Penjualan senilai Rp175.000.
Biaya Penjualan dan Administrasi senilai Rp 140.000 tunai Diminta: Jurnal transaksi
bulan Agustus
(1) Persediaan Bahan Baku 82,000
Utang Usaha 82,000

(2) Persediaan Barang Dalam Proses 67,000


Pengendali Variable Overhead 23,000
Persediaan Bahan Baku 90,000

(3) Persediaan Barang Dalam Proses 31,000


Pengendali Fixed Overhead 13,000
Utang Gaji 44,000

(4) Pengendali Variable Overhead 2,700


Pengendali Fixed Overhead 800
Utang Biaya Utilitas 3,500

(5) Pengendali Fixed Overhead 1,000


Utang Pajak Properti 1,000

(6) Pengendali Fixed Overhead 800


Asuransi Dibayar Di Muka 800

(7) Pengendali Fixed Overhead 20,000


Akumulasi Penyusutan Peralatan Pabrik 20,000
(8) Persediaan Barang Dalam Proses 62,500
Pengendali Variable Overhead 28,000
Pengendali Fixed Overhead 34,500

(9) Persediaan Barang Jadi 171,200


Persediaan Barang Dalam Proses 171,200

(10) Piutang Usaha 350,000


Penjualan 350,000

(11) Harga Pokok Penjualan 175,000


Persediaan Barang Jadi 175,000

(12) Biaya Penjualan & Administrasi 140,000


Kas 140,000

Penggolongan Biaya dan Jurnal Akuntansi Pada Metode Harga Pokok Proses
Dalam metode harga pokok proses, biaya produksi digolongkan menjadi:
1. Biaya Bahan
Dalam metode harga pokok pesanan tidak diadakan pemisahan antara bahan baku dan bahan
penolong, hal ini disebabkan produk yang dihasilkan bersifat homogin dan bentuknya standar,
Sehingga setiap satuan produk yang sama menikmati bahan yang relatif sama.
Kartu buku besar pembantu persediaan dibuat untuk setiap jenis bahan, permintaan oleh setiap
departemen yang menggunakan bahan digunakan dokumen Bon Permintaan Bahan dan
pemakaian bahan di dalam produksi oleh setiap departemen harus dibuatkan Laporan Pemakaian
Bahan yang akan dipakai dasar menyusun Laporan Harga Pokok Produksi.
Jurnal yang digunakan untuk pemakaian bahan adalah:

Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx


Persediaan Bahan xx

2. Biaya Tenaga Kerja


Dalam metode harga pokok pesanan tidak dipisahkan antara biaya tenaga kerja langsung dengan
biaaya tenaga kerja tak langsung. Berdasarkan Daftar gaji dan Upah, maka dibuat jurnal sebagai
berikut:

Barang Dalam Proses Biaya Tenaga Kerja xx


Biaya Gaji dan Upah xx

Apabila produk diolah melalui beberapa departemen, semua biaya tenaga kerja pada departemen
produksi digolongkan sebagai biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tenaga kerja departemen
pembantu diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik.
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik pada metode harga pokok proses adalah semua biaya produksi
didepartemen produksi selain biaya bahan dan biaya tenaga kerja, ditambah biaya yang terjadi di
departemen pembantu.
Jika biaya overhead terjadi, maka dilakukan jurnal sebagai berikut:

Biaya Overhead Pabrik xx


Kas xx
Persediaan Supplies Pabrik xx
Persediaan Suku Cadang xx
Persekot Biaya xx
Akumulasi Penyusutan xx
Hutang Biaya xx

Pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk dibuat jurnal sebagai berikut:

Barang Dalam Proses Biaya Overhead Pabrik xx


Biaya Overhead Pabrik xx

Rumus Perhitungan Biaya produksi Per unit Departemen Awal


By. Bahan yg melekat By. Bhn yg dikeluarkan
Biaya bahan per unit = pd PDP awal + pada bulan ini
unit ekuivalen biaya bahan

BTK yg melekat pada BTK yg dikeluarkan pada


BTK per unit = PDP awal + bulan ini
unit ekuivalen biaya tenaga kerja
BOP yg melekat pada BOP pabrik yg dikeluarkan
BOP per unit = PDP awal + pada bulan ini
unit ekuivalen biaya overhead pabrik

METODE HARGA POKOK PESANAN

A. Metode Pengumpulan Harga Pokok


Metode pengumpulan harga pokok dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Metode harga pokok pesanan


Metode harga pokok pesanan adalah metode pengumpulan harga pokok produk di mana biaya
dikumpulkan untuk setiap pesanan. Pengolahan produk akan dimulai setelah datangnya ada
pesanan
2. Metode harga pokok proses
Metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan harga pokok produk dimana biaya
dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu. Pada metode harga pokok proses perusahaan
menghasilkan produk yang homogin, bentuk produk bersifat standar, dan tidak tergantung
spesifikasi yang diminta oleh pembeli.

B. Karakteristik Harga Pokok Pesanan


Pada perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan memiliki karakteristik,
sebagai berikut:

1. Tujuan produksi perusahaan untuk melayani pesanan pembeli yang bentuknya tergantung
pada spesifikasi pemesan
2. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan dengan tujuan dapat dihitung harga
pokok pesanan dengan relatif teliti dan adil. Dihubungkan dengan sistem akuntansi biaya yang
digunakan untuk membebankan harga pokok kepada produk, metode harga pokok pesanan
menggunakan:
a. Sistem harga pokok historis digunakan untuk biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung , sedangkan untuk biaya overhead pabrik menggunakan tarif biaya yang ditentukan
dimuka.
b. Dalam metode harga pokok pesanan, dapat juga menggunakan Sistem harga pokok yang
ditentukan dimuka untuk seluruh elemen biaya.
c. Jumlah total harga pokok untuk pesanan tertentu dihitung pada saat pesanan selesai,
dengan menjumlahkan seluruh biaya yang dibebankan kepada pesanan yang bersangkutan.
Harga pokok satuan dihitung dengan cara membagi jumlah total harga pokok pesanan dengan
jumlah satuan produk pesanan.
C. Aliran Kegiatan Perusahaan Manufaktur
Aliran kegiatan perusahaan manufaktur secara umum terdiri dari:

1. Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh atau mengadakan barang dan jasa yang akan
dikonsumsi dalam kegiatan produksi, dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pembelian, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku, bahan penolong, supplies pabrik,
dan elemen lainnya yang akan dikonsumsi dalam kegiatan produksi
b. Perolehan jasa dari tenaga kerja langsung, tenaga kerja tak langsung dan jasa lainnya yang
akan dikonsumsi dalam kegiatan produksi.
2. Produksi
Produksi adalah kegiatan pengolah bahan baku menjadi produk selesai. Pada kegiatan tersebut
akan dikonsumsi bahan baku, tenaga kerja langsung, barang dan jasa lainnya yang
dikelompokkan dalam overhead pabrik.
3. Penyimpanan produk selesai
Produk yang telah selesai diproduksi dari pabrik akan dipindahkan ke dalam gudang produk
selesai menunggu saat dijual atau diserahkan kepada pemesan.
4. Penjualan produk selesai.
Produk yang sudah laku dijual akan dikeluarkan dari gudang produk selesai untuk dikirim
kepada pembeli, dan perusahaan dapat membebani rekening langganan atau pembeli.

D. Prosedur Akuntansi Biaya pada metode Harga Pokok Pesanan


Prosedur akuntansi biaya pada metode harga pokok pesanan dapat dikelompokkan
menjadi:

1. Prosedur akuntansi biaya bahan dan supplies.


2. Prosedur akuntansi biaya tenaga kerja.
3. Prosedur akuntansi biaya overhead pabrik.
4. Prosedur akuntansi produk selesai dan produk dalam proses akhir periode
5. Prosedur akuntansi penjualan dan penyerahan produk kepada pemesan.
Berikut ini akan dibahas per prosedur, sesuai dengan urutan yang telah disebutkan diatas.

1. Prosedur akuntansi biaya bahan dan supplies

Prosedur akuntansi biaya bahan dan supplies meliputi prosedur pembelian sampai dengan
pemakaian bahan dan supplies di dalam pabrik. Secara ringkas prosedur akuntansi bahan dan
supplies dapat digambarkan sebagai berikut:.
Transaksi dan Dokumen Jurnal Transaksi Buku Besar
Dasar Pembantu

Pembelian Bahan dan Persediaan Bahan Baku xx Kartu Persediaan:


Supplies:
Persediaan Bahan Penolong xx Bahan Baku
Faktur Pembelian
Persediaan Supplies Pabrik xx Bahan Penolong
BuktiPenerimaan
Barang Hutang Dagang xx Supplies Pabrik

Pesanan Pembelian

Pengembalian Hutang Dagang xx Kartu Persediaan:


Pembelian: Persediaan Bahan Baku xx Bahan Baku
Debit Memorandum Persediaan Bahan Penolong xx Bahan Penolong
Laporan Pengiriman Persediaan Supplies Pabrik xx Supplies Pabrik
Pengembalian
Pembelian

Potongan Tunai Hutang Dagang xx Kartu Persediaan:


Pembelian:
Persediaan Bahan Baku xx Bahan Baku
Bukti Kas Keluar
Persediaan Bahan Penolong xx Bahan Penolong

Persediaan Supplies Pabrik xx Supplies Pabrik

Kas xx

Atau:

Hutang Dagang xx

Penghasilan Lain-Lain xx

Kas xx
Pemakaian Bahan Baku: Barang Dalam Proses- B. Bhn Baku xx Kartu Persediaan:

Bon Permintaan Bahan Persediaan Bahan Baku xx Bahan Baku

Kartu Harga
Pokok Pesanan

Pemakaian Bahan Biaya Overhead P Sesungguhnya xx Kartu Persediaan:


Penolong:
Persediaan Bahan Penolong xx Bahan
Bon Permintaan Bahan Penolong

Kartu Biaya:

Overhead
Pabrik
Pemakaian Supplies
Pabrik: Biaya Overhead P Sesungguhnya xx

Bon Permintaan Persediaan Supplies Pabrik xx Kartu Persediaan:


Bahan
Supplies
Pabrik

Kartu Biaya:

Overhead
Pabrik

Pengembalian Bahan Persediaan Bahan Baku xx Kartu Persediaan:


Baku dari Pabrik ke
Gudang Bahan Barang Dalam Proses- Bahan Baku

Biaya Bahan Baku xx Kartu Harga


Pokok Pesanan

2. Prosedur akuntansi biaya tenaga kerja.

Prosedur akuntansi biaya tenaga kerja meliputi prosedur terjadinya gaji dan upah, pembayaran
gaji dan upah, dan distribusi gaji dan upah untuk semua karyawan perusahaan baik produksi
maupun bagian non produksi. Secara ringkas prosedur akuntansi biaya tenaga kerja adalah
sebagai berikut:
Transaksi dan Dokumen Jurnal Transaksi Buku Besar
Dasar Pembantu

Penentuan Gaji dan Biaya Gaji dan Upah xx


Upah:
Hutang Pajak Pendapatan xx
Daftar Hadir
Hutang Dana Pensiun xx
Kartu Jam Kerja
Hutang Astek xx
Daftar Gaji dan Upah
Hutang Asuransi Hari Tua xx

Piutang Karyawan xx

Hutang Gaji dan Upah xx

Pembayaran Gaji dan Hutang Gaji dan Upah xx


Upah:
Kas xx
Bukti Kas Keluar

Distribusi Gaji dan Barang Dalam Proses- B TKL xx Kartu Harga


Upah: Pokok Pesanan
BOP Sesungguhnya xx dan Kartu Biaya
Perintah Jurnal Overhead Pabrik
Biaya Pemasaran xx

Biaya Administrasi dan Umum xx Pemasaran

Biaya Gaji dan Upah xx Administrasi dan


Umum

Beban atas Gaji dan BOP Sesungguhnya xx Karu Biaya:


Upah:
Biaya Pemasaran xx Overhead
Daftar Sumbangan Pabrik
atas Biaya Administrasi dan Umum xx
Pemasaran
Gaji dan Upah Hutang Pajak Pendapatan xx
Administrasi
Hutang Dana Pensiun xx dan
Hutang Astek xx Umum
Hutang Asuransi Hari Tua xx
Penyetoran atas Hutang Pajak Pendapatan xx
Potongan dan beban
Gaji dan upah: Hutang Dana Pensiun xx

Bukti Kas Keluar Hutang Astek xx

Hutang Asuransi Hari Tua xx

Kas xx

3. Prosedur akuntansi biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling komplek.untuk keadilan dan ketelitian
pembebanan harus digunakan tarif biaya overhead pabrik yang ditentukan dimuka.
Apabila tarif biaya overhead pabrik sudah ditentukan, prosedur akuntansi biaya overhead pabrik
sebagai berikut:
a. Prosedur pembebanan biaya overhead pabrik pada pesanan
Atas dasar perintah jurnal, maka dibuat jurnal pembebanan BOP dan dimasukkan ke dalam Kartu
Harga Pokok Pesanan.

Barang Dalam Proses Biaya Overhead Pabrik xx


Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xx

b. Prosedur akuntansi pengumpulan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya


Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam periode yang bersangkutan ditampung
dalam rekening Biaya Overhead Sesungguhnya dan dimasukkan ke dalam Kartu Pembantu
Biaya Overhead Pabrik. Berikut ini dibahas jurnal untuk setiap elemen:
(1) Biaya Bahan Penolong (secara detail telah dibahas di prosedur akuntansi biaya Bahan).
Jurnal untuk pemakaian bahan penolong sbb:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Persediaan Bahan Penolong xx

(2) Biaya tenaga Kerja Tak Langsung (secara detail telah dibahas di prosedur akuntansi biaya
tenaga kerja). Atas dasar Daftar Gaji dan Upah, maka jurnal untuk biaya tenaga kerja tak
langsung sbb:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Biaya Gaji dan Upah xx

Jika Pajak, dan asuransi menjadi tanggungan perusahaan, maka jurnalnya:


Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx
Hutang Pajak Pendapatan xx
Hutang Dana Pensiun xx
Hutang Astek xx
Hutang Asuransi Hari Tua xx

(3) Biaya Penyusutan dan Amortisasi Aktiva Tetap Pabrik


Jurnal untuk penyusutan dan amortisasi aktiva pabrik adalah:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Akumulasi Peyusutan Mesin xx
Akumulasi Penyusutan Bangunan xx
Akumulasi Penyusutan Peralatan xx
Amortisasi Hak Paten xx

(4) Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap Pabrik


Biaya reparasi dan pemeliharaan timbul karena pembelian suku cadang atau pembelian jasa
reparasi.
Jika terjadi pembelian suku cadang, maka jurnalnya sbb:

Persediaan Suku Cadang xx


Hutang Dagang/ Kas xx

Jika terjadi pemakaian suku cadang, mak jurnalnya sbb:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Persediaan Suku Cadang xx

Jika terjadi pembayaran jasa atas servis yang diterima perusahaan, maka jurnalnya adalah:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Kas xx

(5) Biaya Listrik dan Air untuk Pabrik


Jurnal untuk pemakaian listrik dan air untuk pabrik sbb:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Kas/ Hutang Biaya xx
(6) Biaya Asuransi Pabrik
Jurnal pada saat pembayaran persekot asuransi sbb:

Persekot Asuransi xx
Kas xx

Jurnal pada saat pengakuan biaya:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Persekot Asuransi xx

c. Prosedur akuntansi perhitungan dan perlakuan selisih biaya overhead pabrik


Pada akhir periode akuntansi akan dihitung besarnya selisih biaya BOP sesungguhnya dengan
BOP yang dibebankan. Berikut ini jurnal yang biasanya dibuat di perusahaan:
(1) Jurnal menutup biaya overhead pabrik dibebankan ke biaya overhead pabrik sesungguhnya.

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xx


Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx

(2) Jurnal untuk menutup biaya overhead pabrik sesungguhnya dan menghitung selisih
Apabila BOP sesungguhnya lebih besar dibandingkan BOP dibebankan, maka jurnalnya sbb:

Selisih Biaya Overhead Pabrik xx


BOP Sesungguhnya xx

Apabila BOP sesungguhnya lebih kecil dibandingkan BOP dibebankan, maka jurnalnya sbb:

BOP Sesungguhnya xx
Selisih Biaya Overhead Pabrik xx

(3) Salah satu perlakuan yaitu masuk ke rekening Rugi laba


Jika terdapat selisih tidak mengguntungkan, maka jurnal sbb:

Rugi-Laba xx
Selisih Biaya Overhead Pabrik xx

Jika terdapat selisih menguntungkan, maka jurnalnya yang dibuat adalah:

Selisih Biaya Overhead Pabrik xx


Rugi-Laba xx

4. Prosedur akuntansi produk selesai dan produk dalam proses akhir periode
Jika pesanan telah selesai di produksi, maka jurnal yang dibuat sbb:

Persediaan Produk Selesai xx


Barang Dalam Proses- Biaya Bahan Baku xx
Barang Dalam Proses- Biaya Tenaga Kerja Langsung xx
Barang Dalam Proses- Biaya Overhead Pabrik xx

Jika pada akhir periode masih ada pesanan yang belum selesai, maka jurnalnya adalah:

Persediaan Produk dalam Proses xx


Barang Dalam Proses- Biaya Bahan Baku xx
Barang Dalam Proses- Biaya Tenaga Kerja Langsung xx
Barang Dalam Proses- Biaya Overhead Pabrik xx

5. Prosedur akuntansi penjualan dan penyerahan produk kepada pemesan.


Berdasarkan faktur penjualan, maka jurnal penjualan barang adalah:

Piutang Dagang/ Kas xx


Penjualan xx

Harga Pokok Penjualan xx


Persediaan Produk Selesai xx

E. Perlakuan Sisa Bahan, Produk Rusak, Produk cacat pada Metode Harga Pokok
Pesanan
Dalam pengolahan produk untuk melayani pesanan, kemungkinan timbul sisa bahan,
produk rusak, maupun produk cacat.Bagi manajemen masalahnya adalah bagaimana dapat
menekan timbulnya sisa bahan, produk cacat dan produk rusak serendah mungkin. Berkut ini
dibahas tentang masalah perlakuan akuntansi untuk masing-masing:

1. Sisa Bahan
Dalam perusahaan manufaktur dapat timbul sisa bahan dari proses pengolahan produk, yang
disebut sisa bahan. Sisa bahan adalah bahan yang tersisa atau bahan yang rusak di dalam proses
pengolahan produk atau penyimpanan dan tidak dapat digunakan kembali dalam perusahaan.
Sisa bahan dapat dikelompokkan menjadi dua:
a. Sisa bahan yang tidak laku dijual
(1) Apabila sisa bahan terjadinya karena pengerjaan pesanan tertentu, biaya pembuangan atau
pemusnahan sisa bahan dapat digunakan untuk menambah elemen biaya bahan baku pesanan
yang bersangkutan. Jurnal yang digunakan untuk mencatat biaya pemusnahan sisa bahan adalah:

Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx


Kas xx

(2) Apabila sisa bahan secara normal terjadinya dalam perusahaan, biaya tersebut dapat
diperlakukan sebagai biaya overhead pabrik sesungguhnya.Jurnal yang digunakan untuk
mencatat biaya pemusnahan sisa bahan adalah:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Kas xx

b. Sisa bahan yang laku dijual


(1) Apabila timbulnya sisa bahan disebabkan karena pengolahan pesanan tertentu, hasil sisa
bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku atau pengurang biaya keseluruhan
biaya produksi pesanan yang bersangkutan. Jurnal yang digunakan untuk mencatat penjualan sisa
bahan adalah:

Kas xx
Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx

(2) Apabila timbulnya sisa bahan sifanya normal di dalam suatu perusahaan, perlakuan hasil
penjualan dapat digunakan cara sbb:
(a) Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya. Jurnal yang digunakan untuk mencatat penjualan sisa bahan adalah:

Kas xx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx

(b) Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai penghasilan lain-lain.Jurnal yang
digunakan untuk mencatat penjualan sisa bahan adalah:

Kas xx
Penghasilan Lain Lain xx

2. Produk Rusak
Produk rusak adalah produk dihasilkan dalam kondisi rusak atau tidak memenuhi ukuran mutu
yang sudah ditentukan dan tidak ekonomis untuk diperbaiki menjadi produk yang baik,
meskipun mungkin secara tehnik dapat diperbaiki menjadi produk yang baik. Produk yang rusak
dapat digolongkan menjadi dua:
a. Produk rusak yang tidak laku dijual
Perlakuan produk yang rusak tergantung penyebab timbulnya produk rusak:
(1) Apabila produk rusak disebabkan sulitnya pengerjaan pesanan tertentu, maka harga pokok
produk yang rusak dibebankan pada pesanan yang menimbulkan produk rusak, sehingga harga
pokok produksi per unit produk menjadi lebih besar. Akan tetapi tidak ada tambahan jurnal yang
harus dicatat.
(2) Apabila produk yang rusak terjadinya bersifat normal dalam suatu perusahaan,maka harga
pokok produk rusak diperlakukan sebagai elemen biaya overhead sesungguhnya. Jurnal yang
harus dicatat adalah:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx


Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx
Barang Dalam Proses B. Tenaga Kerja Langsung xx
Barang dalam Proses BOP xx
(3) Apabila produk rusak karena kesalahan atau kurangnya pengawasan, maka harga pokok
produk yang rusak diperlakukan sebagai Rugi produk yang rusak. Jurnal yang harus dicacat
adalah:

Rugi Produk Rusak xx


Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx
Barang Dalam Proses B. Tenaga Kerja Langsung xx
Barang dalam Proses BOP xx

b. Produk rusak yang laku dijual


Perlakuan akuntansi untuk produk rusak yang laku dijual:
(1) Apabila produk rusak yang disebabkan sulitnya pengerjaan pesanan tertentu, rugi atas
penjualan produk yang rusak akan dibebankan pada pesanan yang bersangkutan. Karena
sebagian pesanan akan mengalami rusak, dalam pengolahan pesanan harus dimasukkan jumlah
yang lebih besar dibanding dengan jumlah yang dipesan. Jurnal yang dicatat pada saat penjualan
produk rusak:

Kas xx
Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx
Barang Dalam Proses B. Tenaga Kerja Langsung xx
Barang dalam Proses BOP xx
(2) Apabila timbulnya produk rusak bersifat normal di dalam suatu perusahaan, rugi produk
yang rusak diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik sesungguhnya.Jurnal yang
dicatat pada saat penjualan produk rusak:

Kas xx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx
Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx
Barang Dalam Proses B. Tenaga Kerja Langsung xx
Barang dalam Proses BOP xx

(3) Apabila timbulnya produk yang rusak karena kesalahan atau kurangnya pengawasan
produksi, rugi produk yang rusak diperlakukan sebagai Rugi produk yang rusak. Jurnal yang
dicatat pada saat penjualan produk rusak:

Kas xx
Rugi Produk Rusak xx
Barang Dalam Proses Biaya Bahan xx
Barang Dalam Proses B. Tenaga Kerja Langsung xx
Barang dalam Proses BOP xx

3. Produk cacat
Produk cacat adalah produk dihasilkan yang kondisinya rusak atau tidak memenuhi ukuran mutu
yang sudah ditentukan, akan tetapi produk tersebut masih dapat diperbaiki secara ekonomis
menjadi produk yang baik. Perlakuan akuntansi untuk produk yang cacat:
(1) biaya perbaikan produk cacat diperlakukan sebagai penambah harga pokok pesanan tertentu.
Metode ini digunakan apabila penyebab produk cacat karena sulitnya pengerjaan produk. Jurnal
yang digunakan untuk mencatat biaya perbaikan produk cacat adalah:

Barang Dalam Proses Biaya bahan Baku xx

Barang Dalam Proses Biaya Tenaga Kerja Langsung xx

Barang Dalam Proses Biaya Overhead pabrik xx

Persediaan Bahan xx

Gaji dan Upah xx

Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan xx


(2) Biaya perbaikan produk yang cacat diperlakukan sebagai penambah biaya overhead
sesungguhnya. Metode ini digunakan apabila produk cacat sifatnya normal terjadi dalam
perusahaan. Jurnal yang digunakan untuk mencatat biaya perbaikan produk cacat adalah:

Biaya Overhead Sesungguhnya xx


Persediaan Bahan xx

Gaji dan Upah xx

Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan xx

(3) Biaya perbaikan produk cacat diperlakukan sebagai elemen Rugi produk cacat. Metode ini
digunakan jika produk cacat disebabkan karena lemahnya pengawasan. Jurnal yang digunakan
untuk mencatat biaya perbaikan produk cacat adalah:

Rugi Produk cacat xx


Persediaan Bahan xx

Gaji dan Upah xx

Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan xx

engertian Pengendalian Biaya

Pengendalian pada prinsipnya dapat memperhatikan suatu kegiatan dan selalu

mengawasi aktivitas sehari-hari, maka pengendalian menurut Sondang. S.Giagian Manajemen

Personalia, (1999 : 16) menyatakan bahwa pengendalian biaya adalah proses atau usaha yang

sistimatis dalam penetapan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, sistem informasi

umpan balik, membandingkan pelaksanaan nyata dengan perencanaan menentukan dan

mengatur penyimpangan-penyimpangan serta melakukan koreksi perbaikan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan efisien dalam

penggunaan biaya.
Kegiatan pengendalian biaya sangat erat hubungannya dengan fungsi-fungsi manajemen

lainnya, oleh karena kegiatan pengendalian ini dapat dilihat apakah tujuan kegiatan yang telah

direncanakan dapat dicapai dalam pelaksanaan secara riil.

Agar dapat melaksanakan pengendalian biaya yang efektif, oleh Tuana Kotta, Petunjuk

Pemeriksaan Umum (2002 : 115), maka seorang pimpinan atau pelaksanan tugas memerlukan

informasi, sebagai berikut :

a. Biaya yang digunakan apakah sesuai dengan hasil dari bagian pekerjaan yang telah

dilaksanakan. Jika terjadi perbedaan (lebih besar atau lebih kecil dari rencana biaya) di mana

dimana hal terjadi dan siapa yang bertanggung jawab dan apa yang

dikerjakan.

b. Merupakan biaya yang akan datang sesuai dengan rencana atau melebihi rencana. Tanggung

jawab pengendalian tidak hanya pada manajer saja tetapi merupakan tanggungjawab semua

orang yang terlihat pada aktivitas tersebut agar dapat mengerjakan bagiannya dengan baik dan

tepat waktu.

c. Menurut Suprityono, dalam pengertian yang sama, namun diungkapkan dengan

sederhana.

Pengendalian adalah proses untuk memberikan kembali menilai dan selalu memonitor

laporan-laporan apakah pelaksanaan tidak menyimpang dari tujuan yang sudah ditentukan.

Dalam pengeluaran uang diharuskan mempunyai catatan terpisah agar segala pengeluaran dan

pemasukan nampak kedua belah pihak dan bertanggung jawab segala hal yang mungkin terjasi.

ACTIVITY BASED COSTING


Definisi :

Suatu system akuntansi yang berfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
menghasilkan produk dan jasa

Intinya :

Bagaimana mengalokasikan BOP sebagai komponen harga pokok produksi kepada


produk dengan adil dan tepat berdasarkan aktivitasnya.

Aktivitas (activity) setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya

Pemicu biaya (cost driver) factor penyebab (causal factor) dari biaya dikeluarkan

Dalam ABC, harus dilakukan penelitian aktivitas apa saja yang dilakukan untuk
memproduksi produk. Ketelitian penemuan aktivitas akan menyebabkan ketelitian
perhitungan harga pokok produk.

Tradisional vs ABC

Tradisional Produk yang membuat biaya timbul

ABC Aktivitas yang membuat biaya timbul

Tradisional

Dasar aktivitas yang dipakai biasanya berkaitan dengan volume (volume-related


activity base) seperti ekuivalen unit, jam kerja langsung atau jam mesin langsung

ABC
Memakai pemicu biaya dasar unit maupun non unit, yang jumlah pemicu biayanya
lebih besar ketimbang jumlah pemicu pada system tradisional, sehingga meningkatkan
akurasi penentuan biaya pokok produk.

KAPAN HARUS ABC ?


Perusahan-perusahaan yang layak memakai ABC jika memenuhi syarat-syarat :

1. Perusahaan yang padat modal (banyak gunakan mesin)


2. Perusahaan yang memiliki difersifikasi produk
3. Difersifikasi produk dan menggunakan fasilitas yang sama
4. Setiap produknya memiliki proses produksi yang berbeda.
Aktivitas yang sering muncul :

Pengesetan mesin produksi aktivitas penyiapan mesin-mesin pabrik untuk


membuat produk baru (setiap pesanan pelanggan baru memerlukan
pengesetan)
Inspeksi kendali mutu aktivitas penginsepkesian produk agara sesuai dengan
spesifikasi-spesifikasi yang ditetapkan.
Perubahan rekayasa aktivitas pemrosesan perubahan-perubahan design
atau spesifikasi proses sebuah produk

Tahap-tahap system ABC

1. Menelusuri atau mengalokasikan biaya-biaya ke aktivitas-aktivitas kumpulan


biaya aktivitas
2. Kumpulan biaya aktivitas diatas, dibebankan ke produk-produk, dengan
memakai pemicu biaya

Pengertian Metode ABC (Activity-Based Costing)

Jadi ABC (Activity-Based Costing) adalah sistem akumulasi biaya dan pembebanan biaya ke produk
dengan menggunakan berbagai cost driver, dilakukan dengan menelusuri biaya dari aktivitas dan setelah
itu menelusuri biaya dari aktivitas ke produk.

Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC


Manfaat ABC adalah:
1. Menentukan harga pokok produk secara lebih akurat, terutama untuk menghilangkan adanya subsidi
silang sehingga tidak ada lagi pembebanan harga pokok jenis tertentu terlalu tinggi (over costing) dan
harga pokok jenis produk lain terlalu rendah (under costing).
2. Memperbaiki pembuatan keputusan.
Dengan menggunakan ABC tidak hanya menyajikan informasi yang lebih akurat mengenai biaya produk,
tetapi juga memberikan informasi bagi manajer tentang aktivitas-aktivitas yang menyebabkan timbulnya
biaya khususnya biaya tidak langsung, yang merupakan hal penting bagi manajemen dalam pengambilan
keputusan baik mengenai produk maupun dalam mengelola aktivitas-aktivitas sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha.
3. Mempertinggi pengendalian terhadap biaya overhead.
Biaya overhead di sebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang terjadi di perusahaan. Sistem ABC
memudahkan manajer dalam mengendalikan aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya overhead
tersebut.

Keterbatasan ABC adalah:

1. Sistem ABC menghendaki data-data yang tidak biasa dikumpulkan oleh suatu perusahaan, seperti
jumlah set-up, jumlah inspeksi, jumlah order yang diterima.
2. Pada ABC pengalokasian biaya overhead pabrik, seperti biaya asuransi dan biaya penyusutan pabrik
ke pusat-pusat aktivitas lebih sulit dilakukan secara akurat karena makin banyaknya jumlah pusat-
pusataktivitas.

Tahap-tahap ABC
Tahap-tahap dalam penerapan ABC adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas
Pengindentifikasian aktivitas-aktivitas menghendaki adanya daftar jenis-jenis pekerjaan yang terdapat
dalam perusahaan yang berkaitan dengan proses produksi.
b. Membebankan biaya ke aktivitas-aktivitas
Setiap kali suatu aktivitas ditetapkan, maka biaya pelaksanaan aktivitas tersebut ditentukan.
c. Menentukan activity driver
Langkah berikutnya adalah menentukan activity driver untuk masing-masing aktivitas yang merupakan
faktor penyebab pengendali dari aktivitas-aktivitas tersebut.
d. Menentukan tarif
Dalam menentukan tarif ini, total biaya dari setiap aktivitas dibagi dengan total activity driver yang
digunakan untuk aktivitas tersebut.
e. Membebankan biaya ke produk
Langkah selanjutnya adalah mengkalikan tarif yang diperoleh untuk setiap aktivitas tersebut dengan
aktivitas driver yang dikonsumsi oleh tiap-tiap jenis produk yang diproduksi kemudian membaginya
dengan jumlah unit yang diproduksi untuk tiap produk

COST VOLUME PROFIT ANLYSIS

Cost Volume Profit Analysis (CVP) analysis adalah sebuah alat yang menghubungkan kaitan
antara Biaya, Volume, dan Profit (Laba) dari suatu perusahaan dengan fokus kepada lima hal
berikut :

1. Harga Produk (Prices of products)


2. Volume Produksi
3. Variable Expense per Unit
4. Total Fix Expense (Biaya yang sifatnya tetap tidak terpengaruh oleh fluktuasi kuantitas produksi)
5. Mix of Product sold (Product bauran dalam penjualan)

Dengan bantuan CVP ini, Manajemen dapat menentukan volume penjualan dan bauran produk
yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat laba yang diharapkan dengan sumber daya yang
dimiliki

Dalam melakukan analsis CVP didasarkan pada suatu asumsi bahwa:


Semua biaya dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Jumlah biaya tetap tidak berubah dalam kisaran tertentu dari data yang dianalisis.
Biaya variabel berubah seiring dengan perubahan dalam volume produk atau kegiatan dalam
kisaran tertentu dari volume yang dianalisis.

CVP ini berguna dalam mengkalkulasikan BEP (Break Even Point). Langkah awal dalam
menghitung BEP adalah dengan menentukan Contribution Margin

Contribution Margin

Contribution Margin adalah saldo dari revenues (pendapatan) setelah dikurangi variable
expense (Biaya tak tetap). Nilai tersebut sudah mencover fixed expense. Jadi seandainya
Contribution Margin lebih kecil daripada fixed expense, maka bisa dipastikan bahwa perusahaan
ada dalam keadaan rugi (loss).

CONTRIBUTION MARGIN = REVENUES VARIABLE EXPENSE

CONTRIBUTION MARGIN PER UNIT= REVENUES PER UNIT VARIABLE


EXPENSE PER UNIT

Contribution Margin : Agregat, Per Unit atau Rasio?

Ketika membicarakan Contribution Margin mungkin saja kita bertanya apa Contribution Margin
itu secara agregat, per unit atau secara rasio? Kita lihat contoh berikut :

PT Cyle, yang beroperasi sebagai sebuah perusahaan manufacture dalam pembuatan sepeda.
Diketahui bahwa biaya produksi untuk membuat sebuah sepeda adalah sebesar 500.000 dan PT
Cycle memberikan komisi kepada sales representative sebesar 100.000 per sepeda yang terjual.
Dengan demikian maka variable costnya sebesar 600.000 per sepeda yang terjual. Jika Sepeda
dijual dengan Harga 1.000.000 per unit, dan diasumsikan bahwa biaya tetap (fixed cost) sebesar
20.000.000 dan memproduksi 100 unit dan terjual semuanya.

Total Perunit Ratio

Sales (100 unit * 1.000.000) 100,000,000 1,000,000 100%

Variable Cost (100 unit * 100.000) 10,000,000 100,000 10%


Contribution Margin 90,000,000 900,000 90%

Fixed Cost 50,000,000

Net Income 40,000,000

Apa yang akan terjadi Jika PT Cycle berhasil menjual hanya 50 unit?

Total Perunit Ratio

Sales (50 unit * 1.000.000) 50,000,000 1,000,000 100%

Variable Cost (50 unit * 100.000) 5,000,000 100,000 10%

Contribution Margin 45,000,000 900,000 90%

Fixed Cost 50,000,000

Net Income (5,000,000)

Ketika diperhatikan, ternyata perubahan volume penjualan tidak merubah terhadap komposisi
per unit dan ratio. Perubahan volume hanya merubah Total Sales Revenue saja sedangkan
contribution margin per unit serta Variable cost perunit memiliki ratio yang konstan terhadap
total sales revenue.

Break Even Point Calculation

BEP adalah keadaan dimana Profit sama dengan nol. Dengan kata lain sales revenue expense =
0. Atau bisa juga Sales Revenue = Fixed Cost + Variable Cost

BEP bisa dihitung berdasarkan Equation method ataupun contribution margin method.

1. Equation Method

Metode ini difokuskan kepada pendekatan income statement.

Profit = Sales variable exp fixed expense

Profit = (Q * UP) (Q*Var cost/unit) fixed exp

(Q * UP) (Q*Var cost/unit) = fixed exp

Q (UP-Var.cost/unit) = fixed exp

Q = fixed exp /(UP-Var. cost/unit)


Ket :

Q : Sales Quantity

Var Cost/Unit :Variable cost per unit

UP : harga jual per unit.

Contoh :

Jika PT A menjual barang seharga 250.000 per unit dengan variable cost per unit 150.000 dan
total fixed exp 35.000.000, hitung berapa barang yang harus dijual supaya PT A mencapai BEP.

Jawab :

Q = Fixed Exp/ (UP-Var Cost/unit)

Q = 35.000.000/(250.000-150.000)

Q = 35.000.000/100.000 = 350 unit.

1. Contribution Margin Method

Dari per samaan yang di equation Method kita dapat :

Q = Fixed Exp/ (UP-Var Cost/unit), sedangkan Contribution Margin per unit adalah

Sales Revenue per unit Var Exp per unit,

Maka :

Q = Fixed Exp/ Contribution Margin per unit

Dari contoh di atas, CM per unit nya = 250.000 150.000 = 100.000

Maka Qty BEP = Q = Fixed Exp/ Contribution Margin per unit = 35.000.000/100.000 = 350 unit

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI

A. Pengertian Umum
Laporan Keuangan Konsolidasi adalah Laporan yang menyajikan posisi keuangan dan hasil
operasi untuk induk perusahaan (entitas pengendali) dan satu atau lebih anak perusahaan (entitas
yang dikendalikan) seakan-akan entitas-entitas individual tersebut merupakan satu entitas atau
perusahaan satu perusahaan.
B. Tujuan Laporan Keuangan Konsolidasi
Adapun maksud dan tujuan Laporan Keuangan Konsolidasi disusun, yaitu: agar dapat
memberikan gambaran yang obyektif dan sesuai atas keseluruhan posisi dan aktivitas dari satu
perusahaan (economic entity) yang terdiri atas sejumlah perusahaan yang berhubungan istimewa,
dimana laporan konsolidasi keuangan diharapkan tidak boleh menyesatkan pihak-pihak yang
berkepentingan dan harus didasarkan pada substansi atas peristiwa ekonomi juga.

C. Manfaat Laporan Keuangan Konsolidasi


1. Dapat memberikan gambaran yang jelas tentang total sumber daya perusahaan hasil gabungan di
bawah kendali induk perusahaan, kepada para pemegang saham, kreditor dan peyedia dana
lainnya.
2. Dapat memberikan informasi terkini bagi manajemen induk perusahaan, baik mengenai operasi
gabungan dari entitas konsolidasi dan juga mengenai perusahaan individual yang membentuk
entitas konsolidasi.
Perlu disadari, Disamping memberi manfaat, laporan keuangan konsolidasi juga dapat menjadi
ekses yang tidak baik, antara lain:
1. Dapat menyembunyikan kinerja perusahaan individu yang tidak bagus dengan kinerja
perusahaan lain yang bagus.
2. Tidak semua saldo laba ditahan konsolidasi tersedia untuk dividen induk perusahaan, begitu pula
dengan aktiva.
3. Rasio keuangan berdasarkan laporan keuangan konsolidasi yang terbentuk tidak mencerminkan
kondisi entitas yang membentuk konsolidasi maupun induk perusahaan.
4. Beberapa akun tidak dapat seluruhnya dibandingkan, misalnya akun piutang
5. Banyaknya informasi tambahan yang dibutuhkan untuk memberikan penyajian yang wajar.
D. Sifat-Sifat Laporan Keuangan Yang Dikonsolidasikan
1. Laporan keuangan konsolidasi adalah model laporan akuntansi untuk menunjukkan pengaruh
ekonomi dari penggabungan dua atau lebih perusahaan yang tersendiri, yang didasarkan atas
pemilikan dan pengendalian bersama meskipun peleburan secara hukum tidak dilakukan.
2. Dalam menyusun neraca konsolidasi untuk perusahaan induk dan anak, perusahaan anak ini
dipandang seakan-akan sebagai cabang; aktiva dan kewajiban masing-masing perusahaan anak
digabungkan dengan aktiva dan kewajiban perusahaan induk; pos-pos silang yang tidak
mempunyai arti penting apabila kesatuan usaha bersangkutan dipandang sebagai kesatuan usaha
tunggal harus dihapuskan.
3. Neraca perusahaan induk yang melaporkan saham perusahaan anak sebagai investasi, dan neraca
perusahaan anak yang melaporkan kepentingan yang dipegang oleh perusahaan induk sebagai
modal saham

E. Masalah-Masalah Umum Yang Dihadapi Dalam Penyusunan Laporan Keuangan


Konsolidasi
Ada beberapa masalah umum yang senantiasa timbul di dalam rangka penyusunanneraca
konsolidasi. Masalah-masalah tersebut antara lain timbul dan dipengaruhi oleh :
1. Periode di mana laporan / neraca konsolidasi tersebut disusun.
Misalnya : penyusunan neraca konsolidsi sesaat setelah terjadi pemilikan saham-saham, berbeda
dengan neraca konsolidasi yang disusun satu tahun (periode) kemudian berhubung telah
terjadinya perubahan-perubahan di dalam pos-pos neraca.
2. Jumlah saham yang dimiliki oleh perusahaan induk, dan harga perolehan (pengorbanan) yang
telah dikeluarkan untuk memperoleh saham tersebut.
Misalnya : penyusunan neraca knsolidasi di mana saham-saham dibeli dengan harga di atas nilai
bukunya berbeda dengan penyusunan neraca konsoidasi apabila saham-saham diperoleh dengan
harga yang sama dan kurang dari nilai bukunya.

Вам также может понравиться