Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Teori

1. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakuakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003, p. 121).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat,

pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan

pendekatan koersi. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku

adalah konsep dari Notoatmodjo (2003, p. 13-14) yaitu perilaku dipengaruhi oleh 3

faktor utama:

a) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

6
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi, dan lain-lain.

b) Faktor Pemungkin (Enambling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan

bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat

pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan lain-lain.

c) Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama,

sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas petugas kesehatan.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku

tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung

lama (Notoatmodjo, 2003, p. 122).

b. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003, p. 122-124), ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

7
2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang tidak paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, mengumpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan metode, hukum-hukum, rumus, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,

dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan

yang telah ada.

8
6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkatan pengetahuan

Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Latipun (2001), yaitu:

1) Faktor Internal

a) Umur

Lama hidup yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin bertambah umur

seseorang, semakin pula bertambah daya tanggapnya.

b) Jenis Kelamin

Perempuan atau laki-laki mempunyai perbedaan sikap dan sifat dalam

mendapatkan pengetahuan.

c) Intelegensia

Daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat baik secara fisik maupun

mental terhadap pengalaman dan situasi yang dimiliki siap untuk dipakai bila

didapatkan pada faktor-faktor atau kondisi seseorang.

2) Faktor Eksternal

a) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon

terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan

9
akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin diperoleh dari gagasan

tersebut.

b) Paparan media massa

Informasi dapat diterima oleh masyarakat melalui berbagai media baik media

cetak atau media elektronik. Akibatnya, seseorang yang lebih sering terpapar

media massa akan memperoleh informasi lebih banyak dibanding orang yang

tidak terpapar media massa.

c) Ekonomi

Status ekonomi sebuah keluarga mempengaruhi pemenuhan kebutuhan primer

atau sekunder. Keluarga dengan status ekonomi rendah tentu

mengesampingkan kebutuhan terhadap informasi karena itu bukan termasuk

kebutuhan primer. Akibatnya, keluarga dengan status ekonomi rendah

mempunyai pengetahuan lebih sedikit.

d) Hubungan sosial

Hubungan seseorang mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi dan

mendapat informasi. Semakin banyak hubungan sosialnya, semakin banyak

pula komunikasi yang terjalin. Komunikasi inilah jalan masuk informasi.

e) Pengalaman

Pengalaman seseorang tentang beberapa hal dapat diperoleh dari lingkungan,

proses perkembangan, organisasi, dan kegiatan menambah pengetahuan

seperti mengikuti seminar. Hal-hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan

seseorang.

10
d. Cara memperoleh pengetahuan

Ada 2 cara untuk memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005, p. 11-14),

yaitu:

1) Cara tradisional

a) Cara coba salah

Cara yang paling tradisonal adalah melalui coba-coba atau dengan kata yang

mudah dikenal trial and error. Cara coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

b) Cara kekuasaan dan otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan pada tradisi

otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

kebenaran pengetahuan.

d) Melalui jalan pikiran

Manusia menggunakan penalaran atau jalan pikiran dalam memperoleh

pengetahuannya.

2) Cara modern

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis,

logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

e. Cara mengukur pengetahuan

11
Cara pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2003, p. 124).

Menurut Arikunto (2006, 148), tingkatan pengetahuan dapat dikategorikan

berdasakan nilai sebagai berikut:

a) Pengetahuan baik : mempunyai nilai pengetahuan > 75 %

b) Pengetahuan cukup : mempunyai nilai pengetahuan 60-75 %

c) Pengetahuan kurang : mempunyai nilai pengetahuan < 60 %

2. Praktik (Practice)

a. Pengertian

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya

diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau

disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat

juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003, p. 130).

Indikator praktik kesehatan menurut Notoatmodjo (2003, p. 130-131) ini juga

mencakup hal-hal tersebut diatas, yaitu:

1) Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup:

a) Pencegahan penyakit, misalnya mengimunisasikan anaknya, melakukan

pengurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker pada waktu kerja

di tempat yang berdebu, dan sebagainya.

12
b) Penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan

anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan

sebagainya.

2) Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Tindakan atau perilaku ini antara lain mengkonsimsi makanan dengan gizi

seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman

keras, tidak mengkonsumsi narkoba, dan sebagainya.

3) Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan

Perilaku ini mencakup membuang air besat di jamban (WC), membuang sampah di

tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, mencuci, memasak, dan

sebagainya.

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu

mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yaitu melalui proses perubahan:

pengetahuan (knowledge)-sikap (attitude)-paktik (practice) atau KAP (PSP).

Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga

membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori di atas (K-A-P), bahkan di

dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku

positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif.

b. Cara Mengukur Indikator Perilaku

Cara mengukur indikator perilaku atau memperoleh data atau informasi

tentang indikator-indikator perilaku tersebut, untuk pengetahuan, sikap, dan praktik

agak berbeda. Untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan

melalui wawancara, baik wawancara terstruktur, maupun wawancara mendalam, dan

13
focus group discussion (FGD) khusus untuk penelitian kualitatif. Sedangkan untuk

memperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat adalah melalui pengamatan

(observasi). Namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall

atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu

yang lalu (Notoatmodjo, 2003, p. 131).

Menurut Arikunto (2006, p. 148) tingkatan praktik dapat dikategorikan berdasakan nilai

sebagai berikut:

a. Praktik tindakan baik, bila jawaban benar > 75%

b. Praktik tindakan cukup, bila jawaban benar 60-75%

c. Praktik tindakan kurang, bila jawaban benar <60%

3. Remaja

a. Pengertian

Istilah adolescence berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya,

adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa(Al-Mighwar, 2006, p. 55).

Istilah adolescence juga mempunyai arti yang lebih luas, mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologis, masa remaja adalah

usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi

merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan

yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Al-Mighwar, 2006, p. 56).

14
b. Batasan Usia Remaja

Berdasarkan bentuk perkembangan dan pola perilaku yang tampak khas bagi

usia-usia tertentu, masa remaja menurut Al-Mighwar (2006, p. 61) berdasarkan usia versi

Hurlock dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Masa remaja awal : 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun

2) Masa remaja akhir : 17 tahun sampai 21 tahun

c. Ciri-ciri Remaja

Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki ciri-ciri tertentu

yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Al-Mighwar

(2006, p. 63-67), ciri-ciri tersebut juga dimiliki oleh remaja, sebagaimana dipaparkan

berikut:

1) Masa yang Penting

Semua periode dalam rentang kehidupannya memang penting, tetapi ada perbedaan

dalam tingkat kepentingannya. Adanya akibat yang langsung dalam terhadap sikap

dan tingkah laku serta akibat-akibat jangka panjangnya menjadikan periode remaja

lebih pening dari pada periode lainnya. Baik akibat langsung maupun akibat jangka

panjang sama pentingnya bagi remaja karena adanya akibat fisik dan akibat

psikologis.

2) Masa Transisi

Transisi merupakan tahap peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap

berikutnya. Maksudnya, yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa

yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Pada setiap periode transisi, tampak

ketidakjelasan status individu dan munculnya keraguan terhadap peran yang harus

15
dimainkannya. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga

seorang dewasa.

3) Masa Perubahan

Perubahan yang terjadi pada masa remaja memang beragam, tetapi ada lima

perubahan yang terjadi pada semua remaja:

a) Emosi yang tinggi. Intensitas emosi bergantung pada tingkat perubahan fisik dan

psikologis yang terjadi, sebab pada masa remaja perubahyan emosi terjadi lebih

cepat.

b) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial

menimbulkan masalah baru. Remaja muda, tampak mengalami masalah yang

lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan. Sebelum mampu menyelesaikan

menurut kepuasannya, dia akan terus merasa dijejali berbagai masalah.

c) Perubahan nilai-nilai sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola tingkah laku.

Setelah hampir dewasa, remaja tidak lagi menganggap penting segala apa yang

dianggapnya penting pada masa kanak-kanak.

d) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menghendaki dan

menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan risikonya dan

meragukan kemampuan untuk mengatasinya.

4) Masa Bermasalah

Masalah remaja adalah masalah yang termasuk sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki

maupun anak perempuan. Alasannya, sebagian masalah yang terjadi selama masa

kanak-kanak diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru, sehingga mayoritas remaja

tidak berpengalaman dalam mengatasinya.

16
5) Masalah Pencarian Identitas

Bayak cara yang dilakukan remaja untuk menunjukkan identitasnya, antara lain

penggunaan simbol-simbol status dalam bentuk kendaraan, pakaian, dan pemilikan

barang-barang lain yang mudah dilihat. Melalui cara seperti ini ramaja mulai

berusaha menarik perhatian orang lain agar mereka memandang sebagai individu. Di

samping itu, dia juga berusaha mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok

sebaya.

6) Masa Munculnya Ketakutan

Persepsi negatif terhadap remaja seperti tidak dipercaya, cenderung merusak dan

berperilaku merusak, mengidentifikasikan pentingnya bimbingan dan pengawasan

orang dewasa. Demikian pula, terhadap kehidupan remaja muda yang cenderung

tidak simpatik dan takut bertanggung jawab.

7) Masa yang Tidak Realistik

Pandangan subjektif cenderung mewarnai ramaja. Mereka memandang diri sendiri

dan orang lain berdasarkan keinginannya, dan buka berdasarkan kenyataan yang

sebenarnya, apalagi dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini berakibat

pada tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja.

8) Masa Menuju Masa Dewasa

Saat usia kematangan semakin dekat, para remaja merasa gelisah untuk meninggalkan

usia belasan tahun yang indah di satu sisi, dan harus bersiap-siap menuju usia dewasa

disisi lainnya. Kegelisahan itu timbul akibat keseimbangan tentang bagaimana

meninggalkan masa remaja dan bagaimana pula memasuki masa dewasa.

17
4. HIV/AIDS

a. Pengertian

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu infeksi oleh salah satu

dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

limfosit yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan penyakit

lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.

Kegagalan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan timbulnya dua jenis

penyakit yang jarang ditemui sekarang ini dikenal dengan AIDS. Kegagalan sistem

kekebalan juga ditemukan pada para pengguna obat-obatan terlarang yang disuntikkan,

penderita hemofilia, penerima transfusi darah, dan pria biseksual. Beberapa waktu

kemudian sindroma ini juga terjadi pada heteroseksual yang bukan pengguna obat-

obatan, bukan penderita hemofilia, dan bukan penerima transfusi darah (Mahdiana, 2010,

p. 199).

b. Penyebab

Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian

besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan HIV-2 ditemukan di Afrika Barat. Infeksi

HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah

ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya

penyakit (Baali, 2006, p. 22).

c. Gejala

Beberapa penderita menunjukkan gejala yang menyerupai mononukleosis

infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa demam,

ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan rasa tidak enak badan yang

18
berlangsung selama 3-14 hari. Sebagian gejala akan menghilang, meskipun kelenjar getah

bening tetap membesar (Mahdiana, 2010, p. 202).

Dalam waktu 3-6 bulan kemudian setelah infeksi virus pertama kali, tes baru

akan ketahuan positif atau negatif secara lebih pasti karena telah terbentuk antibodi. Masa

3-6 bulan ini disebut window periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara

laboratorium hasil tes HIV masih negatif. Setelah melalui infeksi primer, di mana setelah

seseorang telah dinyatakan positif HIV, maka dia akan masuk ke dalam masa tanpa

gejala-gejala, ibarat manusia sehat pada umumnya. Pada masa ini virus terus berkembang

biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu 5-10

tahun. Setelah masa ini, pasien akan masuk ke fase full blown AIDS (Baali, 2006, p. 28).

Penderita bisa menunjukkan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu beberapa

tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS. Menurut Mahdiana

(2010, p. 202) gejalanya berupa:

1) Pembengkakan kelenjar getah bening

1) Penurunan berat badan

2) Demam yang hilang-timbul

3) Perasaan tidak enak badan

4) Lelah

5) Diare berulang

6) Anemia

7) Thrush (infeksi jamur di mulut)

19
d.Penularan

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung

sel terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud dengan cairan tubuh di sini adalah

darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, dan air susu ibu. Dalam konsentrasi

yang lebih kecil, virus juga terdapat di air mata, air kemih, dan air ludah.

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:

1) Hubungan seksual dengan penderita, di mana selaput lendir mulut, vagina atau

rektum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi.

2) Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi

darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang

terkontaminasi virus HIV.

3) Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau sesudah

selama proses kelahiran atau melalui ASI.

Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau selaput lendir

robek atau rusak, seperti yang bisa terjadi pada hubungan seksual yang kasar, baik

melalui vagina maupun melalui anus. Penelitian menunjukkan kemungkinan penularan

HIV sangat tinggi pada pasangan seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit

menular seksual lainnya, yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan kulit.

Penularan juga bisa terjadi pada oral sex (hubungan seksual melalui mulut), walaupun

lebih jarang. Virus pada penderita wanita yang sedang hamil bisa ditularkan kepada

janinnya pada awal kehamilan (melalu plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan

lahir).

20
HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak

bersifat seksual, di tempat bekerja, sekolah ataupun di rumah. Belum pernah dilaporkan

kasus penularan HIV melalui batuk atau bersin penderita maupun melalui gigitan

nyamuk. Penularan dari seorang tenaga kesehatan yang terinfeksi terhadap pasiennya

juga jarang terjadi (Mahdiana, 2010, p. 201-202).

e. Pencegahan dan Pengobatan

Ada beberapa cara pencegahan dan pengobatan menurut Mahdiana (2010, p.

205-208) sebagai berikut:

1) Pencegahan

Program pencegahan penyebaran HIV dipusatka terutama pada pendidikan

masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang-

orang yang berisiko tinggi untuk tertular. Cara-cara pencegahan ini antara lain:

a) Untuk orang sehat

(1) Abstinen (tidak melakukan hubungan seksual)

(2) Seks aman (terlindung)

b) Untuk penderita HIV positif

(1) Abstinen

(2) Seks aman

(3) Tidak mendonorkan darah atau organ

(4) Mencegah kehamilan

c) Untuk penyalahguna obat-obatan

(1) Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama

(2) Mengikuti Program rehabilitasi

21
d) Untuk professional kesehatan

(1) Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan

pasien

(2) Menggunakan jarum sekali pakai

Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan

memperlambat progresivitas penyakit, akan tetapi sejauh ini belum ada yang berhasil.

Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap

penyakit menular seperti tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi

HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan disucihamakan karena virus ini rusak oleh

panas dan cairan desinfektan yang biasa digunakan seperti hydrogen peroksida dan

alkohol.

2) Pengobatan

Pada saat ini sudah banyak obat yang bisa digunakan untuk menangani

infeksi HIV:

a) Nucleoside reverse transcriptase inhibitor

(1) AZT (zidovudin)

(2) ddl (didanosin)

(3) d4T (stavudin)

(4) 3TC (lamivudin)

(5) Abakavir

22
b) Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor

(1) Nevirapin

(2) Delavirdin

(3) Efavirenz

c) Protease inhibitor

(1) Saquinavir

(2) Ritonavir

(3) Indinavir

(4) Nelfinafir

Semua obat-obatan tersebut ditunjukkan untuk mencegah reproduksi virus

sehingga memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk

resistensi terhadap obat-obatan tersebut dila digunakan secara tunggal.

Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih,

kombinasi obat bisa memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan

memperpanjang harapan hidup.

f. Penanggulangan

Kebanyakan pengidap HIV terlihat sehat dan tidak terlihat tanda atau gejala

dari infeksi. Untuk itu diperlukan tes darah sesuai tahapan perkembangan penyakitnya,

yaitu tes HIV. Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah

seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak (Baali, 2006, p. 33).

Selain tes yang digunakan untuk menentukan seseorang dianggap HIV positif

atau HIV negatif seseorang, terutama yang jelas ditanyakan positif, memerlukan tes yang

mengecek jumlah atau tingkat daya tahan tubuhnya dengan menghitung tingkat CD4

23
dalam tubuhnya. Dengan demikian pula tes yang melihat besaran atau jumlah virus dalam

tubuh (viral load). Tes ini sangat berpengaruh pada terapi antiretroviral yang dijalani

Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) (Baali, 2006, p. 33).

24
B. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
(Predisposing Factor):

Pengetahuan, sikap, tradisi,


kepercayaan, sistem nilai
yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi. dll.

Faktor Pemungkin
(Enambling Factor):
PERILAKU
Sarana dan prasarana,
fasilitas kesehatan, dll.

Faktor Penguat (Reinforcing


Factor):

Sikap dan perilaku tokoh


masyarakat, tokoh agama,
petugas kesehatan, dll.

Bagan 2. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Sumber : Notoatmodjo (2003, p. 13-14)

25
C. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel Dependen

Pengetahuan Remaja tentang Praktik Pencegahan


HIV/AIDS
HIV/AIDS

Bagan 2. 2. Kerangka konsep hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS

Dengan praktik pencegahan HIV/AIDS

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari

rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis terdiri atas pernyataan

terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel, yaitu veriabel bebas

(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas ini

merupakan variabel penyebab atau variabel pengaruh, sedangkan variabel terikat adalah

merupakan variabel akibat atau variabel terpengaruh (Nursalam, 2003 dalam Hidayat, 2007, p.

45).

Dalam penelitian terdapat beberapa hipotesis diantaranya adalah Hipotesis Nol

atau yang sering disebut dengan Ho yang secara umum diungkapkan sebagai tidak

terdapatnya hubungan (signifikan) antara dua variabel atau tidak adanya perbedaan signifikan

antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Sedangkan Hipotesis alternative (Ha)

menyatakan adanya hubungan antara dua veriabel atau lebih (Hidayat, 2007, 47).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara tingkat pengetahuan

remaja tentang HIV/AIDS dengan praktik pencegahan HIV/AIDS.

26

Вам также может понравиться