Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
EC LENSA KONTAK
Oleh:
16014101128
Residen Pembimbing:
Supervisor Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANADO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Residen Pembimbing
Supervisor Pembimbing
PENDAHULUAN
1
kelopak mata, konjungtiva, dan semua lapisan kornea (yaitu, epitel, stroma,
endotelium). Komplikasi lensa kontak yaitu mulai dari self-limiting sampai
mengganggu penglihatan, hal tersebut memerlukan diagnosis dan pengobatan yang
cepat untuk mencegah terjadinya kebutaan.5-7
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus mengenai keratitis suspek
bakterial ec lensa kontak pada pasien yang datang ke IGD Mata RSUP Prof. Dr.
RD Kandou.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kornea Mata
1. Anatomi Kornea Mata
Kornea berasal dari Bahasa Latin yaitu cornum yang berarti seperti
tanduk. Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya dan menutup
bola mata sebelah depan.1 Dari depan kornea tampak berbentuk oval dengan
diameter horizontal 11,5 mm dan vertikal 11 mm. Lapisan kornea lebih tebal
pada perifer (0,67 mm) dibandingkan sentral (0,52 mm).8
3
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
b. Lapisan kedua, membran bowman
Membran bowman terletak di bawah membran basal epitel komea
yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
c. Lapisan ketiga, stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedangkan di bagian perifer serat kolagen ini bercabang dan terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
d. Lapisan keempat, membran descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 m.
e. Lapisan kelima, endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 pm. Endotel melekat spada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
2. Persarafan Kornea
Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris saraf siliar longus, saraf nasosiliar,
saraf trigeminus. Saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman, dan melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu
tiga bulan.1
4
Gambar 2. Lapisan-lapisan kornea mata9
3. Fisiologi Kornea
Salah satu struktur yang penting dalam kemampuan refraktif mata adalah
kornea. Permukaan kornea yang melengkung, berperan paling besar dalam
kemampuan refraktif total mata karena perbedaan densitas pada pertemuan
udara dengan kornea jauh lebih besar daripada perbedaan densitas antara
lensa dan cairan di sekitarnya. Kornea memiliki kemampuan membiaskan
cahaya sebesar 80% dari total cahaya yang masuk ke mata. Pada
astigmatisme, kelengkungan kornea tidak rata sehingga sinar mengalami
refraksi yang tidak sama. Kemampuan refraktif kornea seseorang tidak
berubah, karena kelengkungan kornea tidak berubah.1,2
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea
disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesen.
5
Deturgesen atau keadaan dehidrasi relatif pada jaringan kornea dipertahankan
oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan fungsi sawar oleh epitel dan
endotel.2
Lapis endotel lebih penting dari pada epitel dalam mekanisme dehidrasi,
dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada
epitel. Kerusakan pada lapisan endotel menyebabkan edem kornea dan
hilangnya sifat transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya
potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya
menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan cepat
menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.2
Penetrasi obat melalui kornea yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi
larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Supaya dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak
sekaligus larut-air.2
B. Keratitis
1. Definisi
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis
kornea yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda. Selain itu,
keratitis berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya
sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi,
infeksi, reaksi kekebalan, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.1,2
2. Epidemiologi
Kejadian keratitis bakteri sangat bervariasi, pada negara-negara yang
industri yang memiliki jumlah pengguna lensa kontak lebih sedikit, secara
signifikan lebih sedikit kejadian keratitis bakteri yang terjadi.4 Di Amerika
sekitar 25.000 orang terkena keratitis bakteri setiap tahunnya. Sebuah studi
menunjukkan bakteri penyebab keratitis bakterial yang paling sering ialah
spesies stafilokokus dan pseudomonas. Hal ini diikuti dengan penggunaan
lensa kontak, trauma, dan HIV. Pada 1 dari 3 kasus keratitis bakterial akibat
6
penggunaan lensa kontak ditemukan bakteri penyebabnya ialah spesies
pseudomonas.3
3. Etiologi
Keratitis berdasarkan agen penyebabnya dibedakan menjadi infeksius
dan non-infeksius. Keratitis infeksius dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, dan parasit. Sedangkan keratitis non-infeksius disebabkan oleh alergi,
nutrisi, dermatologi, lakrimal, neurologik, mekanik, traumatik, post-infeksi,
post-pembedahan, autoimun, dan lain-lain. Klasifikasi etiologi keratitis
berdasarkan agen penyebab dapat dilihat melalui tabel 1.10
7
rosacea
Lacrimal keratoconjunctivitis sicca
Neurologic neurotrophic
neuroparalytic
Mechanical lid margin defects
trichiasis
lagophthalmos
Traumatic
Postinfectious bacterial
viral
mycotic
Postsurgical
Autoimmune rheumatoid arthritis
diseases Moorens ulcer
collagen vascular disease
Other Thygesons SPK
Theodores superiorlimbic keratoconjunctivitis
Terriens degeneration
4. Patofisiologi
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke
dalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang
avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam
mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus
pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati, pathogen
lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya
pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan
infeksi.2
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada
waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya
yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-
tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea.
Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear,
sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.1,2
8
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna
kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan
pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut,
namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan
akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang
dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar
menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa
kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion.2
Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan
atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan
terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat
menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu
proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur
fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel
kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan
infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil)
mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Difusi
produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan
sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hipopion. Toksin
bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat
diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan
destruksi substansi kornea.1
9
Gejala pada stadium ini terdapat penglihatan yang kabur, disertai tanda
radang, warna keabu-abuan dan injeksi perikorneal.
b. Stadium regresi
Ulkus disertai infiltrasi di sekitarnya, vaskularisasi meningkat
dengan tes flouresensi positif.
c. Stadium sikatrik
Pada stadium ini terjadi epitelisasi, ulkus menutup, terdapat
jaringan sikatrik dengan warna kornea kabur. Tanpa disertai tanda
keratitis, batas jelas, tanpa tanda radang, warna keputihan dan tanpa
injeksi perikorneal.
6. Klasifikasi
Keratitis berdasarkan klasifikasi morfologi dibedakan menjadi ulseratif
dan nonulseratif (Tabel 2).10
Pada kasus inflamasi kornea pada lesi yang bersifat superfisial umumnya
berbeda dengan kasus pada lesi dalam. Pada lesi superfisial, dapat
ditemukan:9
10
Gambar 3. Lesi Superfisial Kornea Erosi epitel pungtata, Keratitis epitel
pungtata, filamen, edema kornea dengan bula, neovaskularisasi superfisial,
pannus.9
Erosi epitel pungtata, merupakan tanda awal dari defek epitel, berupa
defek berukuran sangat kecil pada pulasan dengan fluorescein dan rose
bengal.
Keratitis epitel pungtata, berupa gambaran sel epitel yang granular,
opalescent, membengkak, disertai dengan infiltrat intraepitelial fokal,
umumnya dapat terlihat tanpa pulasan khusus.
Infiltrat subepitelial, tampak fokus-fokus kecil di bawah permukaan
infiltrat inflamasi.
Keratitis pungtata superfisialis, dengan morfologi seperti titik.
Filamen, berupa struktur seperti benang yang terdiri atas mukus dan sel
epitel yang telah mengalami degenerasi, bergerak dengan mengedip, dan
menempel pada ujung kornea.
11
Edema epitel, umumnya disertai vesikel kecil dalam jumlah banyak atau
bula.
Neovaskularisasi superfisial, merupakan pertana adanya iritasi
permukaan okular kronik maupun hiposkia.
Pannus, yaitu neovaskularisasi yang disertai dengan perubahan
subepitelial dari limbus yang bersifat degeneratif.
12
Deposisi lemak, penanda inflamasi kronik dengan kebocoran dari
pembuluh darah kornea yang baru.
Lipatan pada membran Descemet, dapat dihasilkan dari edema kornea
yang telah melampaui batas toleransi endotelium.
Descemetocele, merupakan herniasi dari membran Descemet ke dalam
kornea dengan gambaran menyerupai gelembung.
Kerusakan pada membran Descemet.
Gambaran kebocoran cairan pada tes Seidel. Tes ini dilakukan
menggunakan tetes fluorescein 2% pada slit lamp dengan cobalt blue
filter untuk mendeteksi perubahan dari warna jingga jelap menjadi hijau
kuning terang.
13
7. Diagnosis
14
b. Uji dry eye
Pemeriksaan mata kering (dry eye) termasuk penilaian terhadap lapis
film air mata (tear film), danau air mata (teak lake), dilakukan uji break
up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata
yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film air
mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik.
Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata
tidak stabil.
c. Ofthalmoskop
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat
yang pucat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan
peripapilar.
d. Keratometri (pegukuran kornea)
Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear
lake juga dapat dilihat dengan cara fokus kita alihkan kearah lateral
bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang terisi
air mata.
e. Tonometri digital palpasi
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat
dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan
infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa karena
terdapat factor subjektif, tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan
lentur telapak tangan dengan tahanan bola mata bagian superior.
8. Penatalaksanaan
15
imunosupresif dapat digunakan. Ketika telah diperoleh hasil kultur maupun
tes sensitivitas, terapi dapat disesuaikan dengan etiologi penyebabnya. Dalam
hal ini, antibiotik sistemik umumnya tidak dibutuhkan.1,2,9
Promosi penyembuhan epitel dapat dilakukan dengan reduksi pajanan
pada obat-obatan toksik, lubrikasi dengan air mata buatan dan salep,
penutupan kelopak mata sementara, cangkok membran ambrionik pada defek
epitel persisten yang unresponsif, maupun perekat jaringan untuk menutup
perforasi kecil.2,9
Terapi spesifik mencakup administrasi antibiotik topikal dengan terapi
inisial mencakup organisme gram negatif dan positif. Umumnya, dipilih tetes
mata gentamycin 14 mg/ml atau tobramisin bersamaan dengan sefazolin (50
mg/ml) setiap hingga 1 jam untuk beberapa hari pertama, kemudian
dikurangi menjadi setiap 2 jam sekali.2,10
16
dapat dibawa. Analgesik dan anti inflamasi yang umumnya digunakan adalah
parasetamol dan ibuprofen, untuk meredakan nyeri dan mengurangi edema.
Vitamin yang dipakai adalah A, B kompleks, dan C untuk membantu
penyembuhan ulkus.1,2,8,9
Di samping itu, dapat pula dilakukan tatalaksana tambahan berupa
pemberian kompres hangat untuk menimbulkan vasodilatasi dan mengurangi
nyeri, penggunaan kacamata hitam untuk mencegah fotofobia, serta tirah
baring.10
C. Lensa Kontak
Lensa kontak adalah alat bantu yang diletakkan di permukaan kornea untuk
mengatasi gangguan refraksi. Lensa kontak mudah digunakan, nyaman untuk
beraktivitas dan berolahraga, memberikan lapang pandang lebih luas, dan lebih
baik secara estetik. Saat ini pengguna lensa kontak di Indonesia meningkat lebih
dari 15% per tahun. Dengan bertambahnya jumlah pemakai, komplikasi lensa
kontak juga meningkat. Sebanyak 4-10% pengguna lensa kontak mengalami
komplikasi iritasi ringan hingga buta.10
Berbagai jenis lensa kontak yang tersedia saat ini dapat dikelompokkan
menurut bahan lensa kontak, lama pemakaian, desain lensa, dan tujuan
pemakaian (Tabel 5).6
17
Pengguna lensa kontak dapat memiliki komplikasi baik secara langsung
atau akibat dari permasalahan yang ada yang diperburuk dengan pemakaian
lensa kontak. Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan mata dan
memicu komplikasi melalui: trauma, mengganggu kelembaban kornea dan
konjungtiva, penurunan oksigenasi kornea, stimulasi respon alergi dan
inflamasi, dan infeksi.5,12
Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea
bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki
kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik
dengan menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat
mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan
kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK)
dibagi dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting
dalam menentukan pengantaran relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada
penggunaan lensa kontak. Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga
mempengaruhi tekanan oksigen kornea. Pada lensa kontak kaku dengan
diameter yang lebih kecil dengan transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih
rendah dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika dibandingkan
dengan lensa kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air
mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada
lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh
oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous.5
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang
menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan
fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat
epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam
laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya
ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen,
menyebabkan striae, lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan
balik cahaya. Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan
asidosis stroma, yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel
18
dan blebs dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel
endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan
neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi stroma dapat
berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau kadang-
kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak
yang lama, kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema
stroma berubah menjadi lapisan stroma yang tipis.5
Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa
kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan
jaringan okular. Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya
menginduksi respon alergi pada individu-individu yang sensitif.
Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis,
infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap
deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan konjungtivitis giant
papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak yang tidak bergerak
berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea
anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis pada limbus, infiltrat kornea
perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas
larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel.5
Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak
termasuk abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau
akibat fitting dan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat
menyebabkan distorsi kornea atau abrasi. Pada kasus yang berat, permukaan
kornea menjadi bengkok. Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik
kronis dari pemakaian lensa kontak. Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan
oleh lensa kontak lunak yang terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara
sekunder akibat debris yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat
penting mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada
perempuan.5
Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air
mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang
19
kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel
beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan erosi.5
Satu dari tiga komplikasi lensa kontak disebabkan oleh ketidakpatuhan
pasien terhadap aturan pemakaian dan perawatan lensa kontak. Karena itu,
pengenalan penggunaan dan perawatan lensa kontak dengan baik merupakan
cara utama mencegah komplikasi. Calon pengguna lensa kontak perlu
berkonsultasi dengan dokter spesialis mata untuk menentukan tepat atau
tidaknya menggunakan lensa kontak, menentukan jenis lensa kontak, produk
perawatan yang sesuai, serta memberikan informasi lengkap cara pemakaian dan
perawatan lensa kontak. Pengguna lensa kontak juga harus memahami risiko
serta komplikasi lensa kontak.13
20
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Sunda
Pekerjaan : Pramugari
Alamat : Jl. Sulawesi (Mess Sriwijaya)
Tanggal datang ke IGD : 23 April 2017
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Kedua mata merah dan perih
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Mata RSUP Prof. Dr. RD Kandou bersama teman
dengan keluhan kedua mata merah dan perih sejak 1 hari yang lalu saat
memakai lensa kontak. Pasien kemudian melepas lensa kontak dan menetes
obat tetes mata Cendo Xytrol, namun pandangan menjadi kabur dan terasa
makin perih. Selain itu, pasien juga mengeluh mata berair dan lebih enak
menutup mata karena akan silau jika mata terbuka. Pasien diketahui baru
membeli lensa kontak sejak 2 minggu yang lalu dan sudah menggunakannya
3 kali. Namun baru kali ini timbul keluhan ketika memakai lensa kontak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Pasien
diketahui mempunyai silindris, namun tidak ingat nilainya. Pasien sudah
menggunakan kacamata sejak 7 tahun yang lalu, kemudian mengganti dengan
lensa kontak sejak 1 tahun lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini
21
5. Riwayat alergi makanan : Tidak ada
6. Riwayat alergi obat : Tidak ada
7. Riwayat trauma : Tidak ada
8. Riwayat operasi : Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36.5 C
4. Kepala : Normosefali
5. Telinga, Hidung, Tenggorokan : Deviasi septum (-), sekret (-)
6. Thoraks : Tidak ada kelainan
7. Abdomen : Tidak ada kelainan
8. Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-)
9. KGB : Tidak didapatkan pembesaran
D. Pemeriksaan Oftalmologi
1. Inspeksi
No Inspeksi OD OS
1 Palpebra Edema (-) Edema (-)
2 App. Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (+)
3 Silia Sekret (+) serous Sekret (+) serous
4 Konjungtiva Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (+)
Hiperemis (+) Hiperemis (+)
5 Posisi bola mata Normal, sentral Normal, sentral
nistagmus(-), nistagmus(-),
22
6 Pergerakan bola normal kesegala arah normal kesegala arah
mata
23
2. Palpasi
No Palpasi OD OS
1 Tensi Okuler Tn Tn
2 Nyeri tekan (-) (-)
3 Massa tumor (-) (-)
4 Glandula preaurikuler Tidak ada Pembesaran Tidak ada Pembesaran
E. Resume
Seorang perempuan 28 tahun datang berobat ke IGD Mata RSUP Prof. Dr.
RD Kandou dengan keluhan utama kedua mata merah dan perih sejak 1 hari
yang lalu saat memakai lensa kontak. Pasien kemudian melepas lensa kontak dan
menetes obat tetes mata Cendo-Xytrol tetapi pandangan menjadi kabur dan
terasa semakin perih. Mata berair (+), silau jika buka mata (+). Keluhan baru
timbul saat ini setelah membeli lensa kontak 2 minggu yang lalu dan sudah
menggunakannya 3 kali. Pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/40, VOS : 6/15.
Pemeriksaan oftalmologi pada kedua mata didapatkan lakrimasi (+), sekret (+)
serous, injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar (+), hiperemis (+), infiltrat pungtata
(+) difus, defek epitel (+), pemeriksaan fluoresein staining (+), COA normal,
lensa jernih. Tekanan intra okuler kedua mata terkesan normal pada palpasi.
F. Diagnosis Kerja
G. Terapi
1. Tobramisin eye drop tiap 1 jam sekali 1 tetes pada kedua mata
24
2. Air mata buatan tiap 3 jam sekali 1 tetes pada kedua mata
3. Natrium diclofenac tablet 50 mg tiap 12 jam sekali
4. Vitamin C tablet tiap hari 1 tablet
H. Edukasi
I. Prognosis
25
BAB IV
PEMBAHASAN
26
serta inflamasi dan promosi penyembuhan epitel. Infeksi dikontrol dengan agen
antimikroba sesuai etiologi. Apabila belum diketahui mikroorganisme penyebab,
sebagai terapi inisial keratitis bakterial dapat diberikan tetes mata gentamycin 14
mg/ml atau tobramisin bersamaan dengan sefazolin (50 mg/ml) setiap hingga 1
jam untuk beberapa hari pertama, kemudian dikurangi menjadi setiap 2 jam
sekali.2,10 Pada kasus ini diberikan tetes mata tobramisin tiap 1 jam sekali 1 tetes
pada kedua mata.
Penatalaksanaan selanjutnya yang dapat diberikan ialah promosi
penyembuhan epitel, dilakukan dengan reduksi pajanan pada obat-obatan toksik
lubrikasi dengan air mata buatan dan salep, dan penutupan kelopak mata
sementara.1,2 Pada kasus ini diberikan air mata buatan tiap 3 jam sekali 1 tetes pada
kedua mata. Selain itu diberikan pula analgesik, anti inflamasi, serta vitamin.2,8,9
Pada kasus ini diberikan natrium dicofenac tablet 50 mg tiap 12 jam sekali untuk
meredakan nyeri. Vitamin yang diberikan ialah vitamin c tablet tiap hari 1 tablet
untuk membantu penyembuhan ulkus.
Pasien juga diedukasi untuk menggunakan kacamata hitam untuk mencegah
fotofobia. Penghentian penggunaan lensa kontak untuk sementara hingga sembuh
agar tidak terjadi perburukan. Bila ingin menggunakan lensa kontak kembali harus
mengetahui cara penggunaan dan perawatan lensa kontak yang baik dan benar. Bila
perlu berkonsultasi kembali ke dokter spesialis mata untuk menentukan tepat atau
tidaknya menggunakan lensa kontak, menentukan jenis lensa kontak, produk
perawatan yang sesuai, dan informasi lengkap cara pemakaian dan perawatan lensa
kontak. Gejala dan tanda yang terjadi bila terjadi komplikasi penggunaan lensa
kontak juga harus dipahami oleh pasien agar dapat memberikan informasi kepada
dokter bila terjadi kejadian ulangan.13
27
BAB V
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam:
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
2. Biswell R. Kornea. Dalam: Eva PR, Whitcher JP. Vaughan dan Asbury
Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC; Jakarta. 2014: h.125-48.
3. Garratt S. Bacterial Keratitis. [Internet]. San Francisco: American Academy of
Ophtalmology; 2013 [cited 28 April 2017]. pp. 1-37. Available from:
http://www.aao.org/ppp
4. Deschnes J. Bacterial Keratitis: Background, Pathophysiology, Epidemiology
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2017 [cited 6 May 2017]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview#a6
5. Gross EB. Complications of Contact Lenses. In: Duanes Clinical
Ophthalmology. 4th Volume. Lippincott Williams & Wilkins: USA; 2003.
6. Frank J. Weinstock F. Contact Lens Problems and Types of Lenses [Internet].
eMedicineHealth. 2017 [cited 27 April 2017]. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/contact_lenses/article_em.htm
7. Tatham AJ. Contact Lens Removal: Overview, Indications, Contraindications
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2017 [cited 27 April 2017]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1413506-overview#a1
8. Nema H, Nema N. Textbook of ophthalmology. 1st ed. New Dehli: Jaypee
Brothers; 2008. Pp 142-75.
9. Bowling B, Kanski J. Kanski's clinical ophthalmology. 1st ed. Elsevier; 2016.
Pp 167-237.
10. Ahmed E. Comprehensive manual of ophthalmology. 1st ed. New Delhi:
Jaypee Brothers; 2011. Pp 176-97.
11. Zorab R A, Straus H,Dondrea, et.al. Fundamental and Principles of
Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of
ophtalmology. The Eye M.D;2008-2009.
29
12. Kara-Jose N., Coral-Ghanem C., Complications Associated with Contact Lens
Use. In: Contact Lenses in Ophthalmic Practice. Springer-Verlag. New York.
2004: 243 63.
13. Sitompul R. Perawatan Lensa Kontak untuk Mencegah Komplikasi. eJournal
Kedokteran Indonesia [Internet]. 2015 [cited 24 April 2017];3(1). Available
from: http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewFile/4811/3346
30