Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ilustrasi-Kendaraan pemudik melintasi ruas jalan tol Cikopo-Palimanan, Cikampek, Jawa Barat,
Kamis (30/6). - Antara/M Agung Rajasa
Ketidakpastian tersebut lantaran rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang
digelar emiten dengan ticker SSIA ini pada Rabu (22/3) tidak mencapai kuorum yang
dipersyaratkan bagi pengambilan keputusan divestasi, yakni 75%.
Rapat sempat lama tertunda karena perseroan menunggu kehadiran pemegang saham lainnya.
Namun, jumlah pemegang saham yang hadir tidak kunjung memenuhi kuorum sehingga direksi
memutuskan menunda rapat pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan tidak jadi dilakukan karena kita butuhnya 75% pemegang saham hadir,
tetapi kita tidak meraih 75% tersebut hari ini. Kita akan adakan rapat lagi kira-kira sepuluh hari
dari sekarang, kata Erlin Budiman, Head of Investor Relations Surya Semesta Internusa, Rabu
(22/3/2017).
Erlin mengatakan, rapat tersebut sangat menentukan bagi rencana-rencana perseroan tahun ini.
Sebelum pengambilan keputusan atas rencana divestasi tersebut dilakukan, perseroan belum bisa
secara pasti mengukur tingkat pertumbuhan bisnis perseroan tahun ini.
Perseroan sudah menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) bersyarat dengan
Astratel Nusantara, anak usaha PT Astra International Tbk, pada Januari lalu. Pada prinsipnya,
Astratel sudah siap mengambil alih 60% saham perseroan pada PT Baskhara Utama Sedaya
(BUS), tinggal menunggu persetujuan pemegang saham SSIA.
Adapun, BUS merupakan pemegang 45% saham di PT Lintas Marga Sedaya (LMS) yang adalah
operator jalan tol CikopoPalimanan. Pemegang saham utama LMS adalah Pluss Expressway
Bhd, anak usaha UEM Group, operator jalan tol terbesar di Malaysia.
Saham SSIA pada BUS dimiliki dua anak usahanya, masing-masing PT Karsa Sedaya Sejahtera
(KSS) sebanyak 45,62% dan PT Nusa Raya Cipta Tbk. (NRCA) sebanyak 14,38%. SSIA akan
mengantongi Rp2,56 triliun dari transaksi itu, masing-masing Rp2,34 triliun dari KSS dan Rp233
miliar dari NRCA.
Erlin mengatakan, dari transaksi itu, SSIA sedikitnya akan mengantongi nilai kas bersih Rp1,9
triliun. Dana tersebut akan mendongkrak kinerja keuangan perseroan tahun ini dan membantu
pendanaan sejumlah aksi korporasi.
Seturut perjanjian dengan Astratel, sebesar 15% atau sekitar Rp384 miliar dari nilai transaksi
akan dicairkan semester pertama tahun ini, selebihnya tahun depan. Dana transaksi tersebut akan
mendukung kebutuhan belanja modal perseroan tahun ini yang mencapai Rp1,5 trilliun.
Perseroan memiliki utang obligasi yang akan jatuh tempo pada November mendatang senilai
Rp550 miliar. Dana hasil divestasi tersebut memungkinkan perseroan untuk melunasi utang
tersebut, meskipun perseroan tetap menimbang opsi refinancing.
Perseroan juga berencana mengakuisisi 500 hektar lahan di Subang, Jawa Barat, tahun ini,
setelah berhasil membebaskan sekitar 513 hektar dalam dua tahun terakhir. Sedikitnya,
dibutuhkan dana Rp750 miliar untuk belanja lahan tahun ini serta Rp800 miliar untuk
pengembangan infrastrukturnya mulai tahun depan.
Saat ini, posisi kas perseroan sekitar Rp1,5 triliun. Tahun lalu, perseroan sudah mengantongi
Rp900 miliar dari penerbitan obligasi denominasi rupiah untuk belanja lahan di Subang.
Selain itu, perseroan berencana memulai proyek jangka panjang pengembangan kompleks Gran
Melia, Kuningan, Jakarta seluas 2,3 hektar. Proyek tersebut mencakup renovasi hotel Gran
Melia, pembangunan menara kantor dan apartemen service senilai Rp10 triliun hingga 2024
nanti.
Erlin mengatakan, divestasi bisnis tol akan sangat membantu perseroan untuk merealisasikan
rencana-rencana tersebut. Apalagi, sejak beroperasi pada 2015 lalu, tol Cipali masih
menyumbang rugi bagi perseroan. Per Sepertember 2016, rugi dari tol Cipali mencapai Rp65,6
miliar.
Dalam spin-off perusahaan induk merubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah dan
membagikan saham entitas tersebut kepada pemegang saham perusahaan induk.
3. Carve-Out
Dengan carve-out, perusahaan induk merubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah dan
kemudian menjual saham entitas tersebut kepada masyarakat. Umumnya pemegang saham
perusahaan induk mempertahankan kepemilikan mayoritasnya di entitas baru tersebut.
4. Tracking stock
Perusahaan induk menerbitkan tracking stock untuk menelusuri kinerja divisi tertentu
dalam perusahaan. Misalnya, jika tracking stock membagikan dividen maka jumlah
dividennya akan bergantung pada kinerja divisi. Divisi yang memiliki tracking stock tetap
menjadi bagian dari perusahaan induk meskipun sahamnya diperdagangkan secara terpisah
dengan perusahaan induk.