Вы находитесь на странице: 1из 6

1.

SEJARAH
1) Saat kecil, Imam Ghazali dititipkan ayahnya kepada seorang ahli tasawuf
Sebelum ayahnya meninggal, al-Ghazali dititipkan kepada seorang ahli tasawuf
yaitu Ahmad bin Muhammad ar-Razikani. Ia diajari ilmu fiqih, riwayat para
awliya, dan kehidupan spiritual mereka. Selain itu ia belajar tentang tasawuf
khususnya cara mahabah kepada Tuhan, syair-syair yang menunjukan bahwa
Tuhan sebagai tujuan akhir manusia, dan mengikuti sunah-sunah rasul dari hal
yang terkecil sampai hal-hal yang implementatif.
2) Imam Ghazali melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Jurjan hingga
Nishapur
Selang beberapa waktu, Muhammad al-Ghazali meninggalkan desa kelahirannya
menuju pendidikan tinggi di Jurjan. Ia belajar dengan seorang guru besar, yaitu
Imam Abu Nashr Ismail. Pada tahun 1080, Imam Ghazalli menuju Nishapur untuk
masuk madrasah Nizamiyah. Salah satu ulama yang tersohor di madrasah
Nizamiyah yaitu Imam Haramain al-Juwayni. Ia mengajarkan Al-Quran, hadis,
mantiq, retorika, ilmu hikmah, dan filsafat.
3) Imam Ghazali menuju Baghdad dan menjadi pengajar di Madrasah
Nizamiyah
Setelah Imam al-Juwayni wafat pada tahun 1085, Imam Ghazali
meninggalkan Nishapur menuju ke Al-Askar di Baghdad. Ia berkenalan dengan
Nizam al-Mulk, wazir istana dinasti Saljuk yaitu sultan Jalal al-din Malikshah. Ia
diminta untuk mengajarkan hukum agama di Madrasah Nizamiyah di Baghdad.
Al-Ghazali mengajar disana selama empat tahun.
Ratusan ulama pejabat pemerintahan, dan yang berkuasa menghadiri perkuliahan
Imam Ghazali. Kebanyakan bahan pengajaran Imam Ghazali dicatat oleh Sayyid
bin Faris dan Ibnu Lubban. Keduanya mencatat kira-kira 183 bahan perkuliahan
yang diberi nama Majalisul Ghazaliyyah.
4) Imam Ghazali melakukan dialog lintas agama
Imam Ghazali tidak membatasi dirinya dari berdialog hingga bertukar nalar
dengan kaum Syiah, Sunni, Zindiq, Majusi, teolog, Kristen, Yahudi, Ateis,
Zoroaster, dan Animisme sehingga pemikirannya yang fundamentalis berubah
menjadi moderat. Selain itu Al-Ghazali suka berkumpul dengan kaum Deis,
Matrialis, dan filosof sehingga ia terpengaruh oleh penalaran bebas. Hal ini
membuat dirinya depresi hingga akhirnya menemukan jalan sufi sebagai jalan
hidupnya.
Katanya, Di saat aku sudah mempelajari ilmu filsafat, kudapatkan pemahaman
mengenainya dan bisa menandai apa saja yang palsu di dalamnya, dan disaat itu
aku menyadari kalau ini juga belum memenuhi tujuanku sepenuhnya dan bahwa
intelektualitas tidak otomatis bisa memahami atau menyelesaikan semua masalah.
al-Ghazali mengatakan lagi kalau rasa ketidakpuasannya dengan ilmu filsafat
menggiringnya untuk mempelajari mistisisme (sufisme).
5) Imam Ghazali menulis kitab Maqasidul falasifah dan Tahafut Al-Falasifah
Penentangan terhadap filsafat kian terasa di dalam jiwa al-Ghazali. Ia keluarkan
ide-idenya dalam kitab Maqasidul falasifah (ahli-ahli filsafat) dan Tahafut Al-
Falasifah (kekacau-balauan ahli-ahli filsafat). Kitab yang pertama berisi
ringkasan-ringkasan dari bermacam-macam ilmu falsafah, mantik, metafisika.
Kitab ini sudah diterjemahkan oleh Dominicus Gundisalvus ke bahasa latin di
akhir abad ke XII M. Kitab yang kedua memberi kritik yang tajam atas sistem
falsafah yang telah diterangkan dalam kitab Maqasid al-
falasifah.
6) Imam Ghazali memilih jalan sufi
Kesufian al-Ghazali yang membuat dirinya meninggalkan kedudukan
terpandangnya di Baghdad. Ia menyelinap mengenakan jubah sufi dan menyelinap
meninggalkan Baghdad pada 488 H. Di tahun itu, ia memutuskan untuk
mengasingkan diri ke Damaskus. Ia menghabiskan waktunya di masjid dengan
melakukan ibadah, tafakur, dan berdzikir tanpa henti. Di sanalah ia menghabiskan
waktu selama dua tahun di dalam kesendirian dan kesunyian.Pada umur 27 tahun,
ia di tahbis oleh Pir Abu Ali Farrnadi yang juga guru spiritual wazir Nizamul
Mulk.
Selama di Damaskus, ia produktif menelaah sifat-sifat hati lewat tulisan yang
dibukukan di dalam Ajaib al-Qalbi, al-Awwal min Rubual-Muhlikat. Salah satu
tulisan yang berkesan dalam menelaah sifat-sifat hati antara lain:
Dalam diri manusia terhimpun empat sifat ini, yaitu sifat ketuhanan, sifat setan,
sifat buas, dan sifat kebinatangan. Semuanya terkumpul di dalam hati atau jiwa
manusia. Maka seolah-olah yang ada pada kulit manusia itu adalah babi, anjing,
setan dan orang bijak.
7) Imam Ghazali mengadakan perjalanan ke Yerusalem
Bersafar bagi kaum sufi adalah wajib. Melalui perjalanan, manusia akan tahu
bagaimana menahan hawa nafsunya untuk mencapai tujuannya. Safar tersebut
juga mencari arah ke mana seseorang harus menghadap. Menghadap kepada
realitas Tuhan (tawajuh) atau mengikuti keinginan (nafs). Seperti diungkap oleh
tarekat Naqsyabandiah bahwa Safar dar Wathan bermakna melakukan perjalanan
batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia
menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk mulia. Atau maknanya ialah
berpindah dari dari sifat-sifat rendah kepada sifat-sifat malaikat yang terpuji.
Oleh karena itu, saat berumur 29 tahun, Imam Ghazali pergi ke Yerusalem dan
berziarah ke tempat kelahiran Yesus. Ia ke sana dalam rangka mendapatkan
pelajaran kesabaran Nabi Isa ketika ditimpa cela dari rakyatnya, yang mana
dahulu ia pernah di cap sebagai anak haram. Dari nilai-nilai kesabaran dan
ketawakalan nabi Isa, ia belajar untuk memposisikan diri sebagai diri Nabi Isa.
Ghazali merenung bahwa belajar kesabaran dari nabi Isa belum cukup. Lalu ia
memtuskan untuk berziarah ke makam nabi Ibrahim dalam rangka belajar dari
kehidupan Ibrahim As. Alasannya yaitu Ibrahim sebagai khalillullah berjuang
untuk mencari Tuhan sejatinya. Pencarian terhadap Tuhan merupakan satu usaha
di dalam meraih makrifatnya. Ungkapan tajam al-Ghazali tentang makrifatullah :
Kenikmatan mengenal dan mengetahui Allah, menangkap keindahan Hadirat
Ketuhanan, dan menatap Rahasia ilahiyah jelas lebih memuaskan lagi
dibandingkan dengan kenikmatan menjadi pemimpin yang dalam konteks
kehidupan makhluk merupakan kenikmatan tertinggi.
8) Imam Ghazali mengadakan perjalanan ke Makkah dan Madinah
Selanjutnya al-Ghazali menuju ke Makkah menunaikan rukun Islam ke-5 dan
menetap cukup lama di Madinah yang notabene kota Nabi Muhammad. Ketika ia
selesai dari kota Haramain, ia diminta oleh penguasa untuk menerima kedudukan
sebagai rektor Madrasah Nizamiyah. Tanpa pikir panjang ia menerimanya dengan
Ikhlas. Di dalam pengajarannya kala itu, ia mencoba menulis satu kitab ilmiyah
yaitu Ihya Ulumuddin.
Sewaktu penguasa itu dibunuh, Al-Ghazali melepaskan jabatan tersebut lalu pergi
ke Thus lalu mengucilkan diri di sebuah Khanqah. Di dalam kesendiriannya ia
tetap menjadi manusia produktif dengan pena ditangannya. Hal itu karena ingin
menyelesaikan Ihya Ulumudin. Disela-sela penulisannya, ia diminta kembali
untuk menjadi rektor. Tetapi kali ini dia menolaknya, karena menurutnya menulis
karya jauh lebih baik daripada menduduki satu jabatan penting.
9) Ihya Ulumuddin, karya masterpiece Imam Ghazali
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Ihya Ulumuddin berarti
menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Dalam kitab ini, al-Ghazali
mendamaikan tasawuf dengan praktik-praktik non-ortodoks, mendamaikan
dengan Islam, dan membersihkan mistisme dari intelektualisme. Dalam kalangan
agama, Ihya Ulumuddin merupakan kitab yang komperhensif.
Kitab tersebut membuat tentang unsur tasawuf dan fiqh. Banyak kalangan
pesantren di Indonesia mempelajari Ihya Ulumuddin untuk menghidupkan sunnah
rasul. Selain itu di dalamnya terdapat aspek-aspek legalitas seperti rukun dan
syarat ibadah-ibadah yang sesuai dengan syariat.
Para fuqaha menilai buku ini hampir mendekati kedudukan al-Quran. Jika, semua
kitab yang dikarang tentang Islam dimusnahkan sehingga tertinggal hanya kitab
Ihya, maka manusia telah mendapatkan ganti dari semua kitab yang hilang.
Dari pernyataan seperti itu, maka Imam Ghazali dijuluki Hujjatul Islam.
10) Hari kematian Imam Ghazali
Imam al-Ghazali wafat pada hari Senin, 14 Jumadil Akhir tahun 505 H bertepatan
19 Desember 1111 M. Usianya saat itu 55 Tahun. Ia wafat di desa asalnya,
Taberan, Persia.
Ibnu Jauzi menceritakan kisah kematiannya. Ia berkata bahwa ketika fajar pada
hari tersebut terbit, beliau segera mengambil air wudhu. Setelah itu ia meminta
kain kafan, lalu berkata, Aku telah siap memenuhi panggilan-Mu dengan penuh
ketaatan. Kemudian ia membujurkan kedua kakinya dengan menghadap ke arah
kiblat, dan menghembuskan nafas terakhirnya.

2. PROFIL
Al-Ghazali lahir di Thus pada 1058 / 450 H. Ia berkuniah Abu Hamid karena salah
seorang anaknya bernama Hamid. Gelar dia al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan
ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu
Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i
menunjukkan bahwa dia bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin.
Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim
dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang
terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia.
Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat
pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil
Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya
dikebumikan di tempat kelahirannya.

3. GEBRAKAN ATAU PEMBARUAN


Imam al ghazali sebagai reformer dan sufi. Al ghazali seorang penyelamat tasawuf
dari kehancuran yakni dengan mengintegrasikannya dengan fiqh dan kalam sehingga
menjadi ajaran Islam yang utuh serta telah meninggalkan pengaruh begitu luas atas
sejarah Islam.
Menurut Fazlur Rahman, al ghazali telah melakukan pembaharuan dalam
tasawuf. Awal munculnya pemikiran tasawuf al Ghazali dapat dilihat dari dua faktor,
pertama, faktor intern, yaitu segala potensi dan pengalamanyang ada pada al-Ghazali
dan kedua, faktor eksteren, yaitu segala sesuatu yang ada diluar diri al-Ghazali yang
dapat mempengaruhi pemikirannya dalam tasawuf, dalam hal ini adalah keadaan
sosial politik yangberkembang pada masa itu. Pengetahuan secara teoritis tentang
tasawuf telah dimiliki olehal Ghazali, yang semasa kanak-kanaknya telah berguru
pada Yusufal-Nasaj (wafat 487 H) di Tus dan al-Farmadhi (wafat 477 H) diNisapur.
Selain itu al Ghazali dikenal sebagai seorang yang cerdas, luas cakrawalanya, kuat
hafalannya, jauh dari keraguan, sekaligus mendalam dalam memahami makna-makna
secara jeli.

Pembaharuan yang dilakukannya adalah mengintegrasikan kesadaran tasawuf dengan


syariat yang telah dimulai pada pertengahan kedua abad ketiga hijriah dengan tokoh-
tokoh seperti al-Kharraz dan al-Junaid dan gerakan ini mencapai puncaknya dibawa
komando al-Ghazali yang selanjutnya sangat menentukan perkembangan pemikiran
Islam.
Upaya al Ghazali mendamaikan antara tasawuf dan fiqih yang bercorak sunni
mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat Islam, terbukti dengan
menyebarnya tasawuf keberbagai daerah Islam dan menjamurnya tarekat diberbagai
daerah Islam. Dengan langkah perdamaian al Ghazali ini ketegangan antara fukaha
dan sufi dapat diredamkan dan sejak saat itu al Ghazali menjadi seorang sufi besar.

4. PENINGGALAN
Imam al-Ghazali hidup selama 55 tahun dan sudah menulis buku sejak usia 20 tahun.
Keproduktifannya terlihat ketika ia menghabiskan 10 sampai 11 tahun untuk
membaca, menulis, dan mengajar. Selain itu, dia harus menjawab sekitar dua ribu
pucuk surat yang berasal dari dekat dan jauh untuk meminta fatwa dan putusannya.
Buku yang ditulis oleh Sang Imam , antara lain :

1. . karya imam al ghazali Bidang Teologi

a. Al-Munqidh min adh-Dhalal (penyelamat dari kesesatan)

b. Al-Iqtishad fi al-I`tiqad (modernisasi dalam aqidah)

c. Al ikhtishos fi al itishod (kesederhanaan dalam beritiqod)

d. Al-Risalah al-Qudsiyyah

e. Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din

f. Mizan al-Amal

g. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah


2. karya imam al ghazali Bidang Tasawuf

a. Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama

b. Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)

c. Misykah al-Anwar (The Niche of Lights /(lampu yang bersinar

d. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap Tuhan)

e. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan

kesalamatan dari kejahatan).

f. Al washit (yang pertengahan) .

g. Al wajiz (yang ringkas).

h. Az-zariyah ilaa makarim asy syahiah (jalan menuju syariat yang mulia)

3. karya imam al ghazali Bidang Filsafat

a. Maqasid al-Falasifah (tujuan para filusuf

b. Tahafut al-Falasifah,

4. karya imam al ghazali Bidang Fiqih

a. Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul

b. Al mankhul mintaliqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).

c. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).

5. karya imam al ghazali Bidang Logika

a. Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge/ kriteria ilmu-ilmu).

b. al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance)

c. Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)

d. Al-maarif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)

e. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama)

f. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)


5. KESIMPULAN

1. Al-Ghazali adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar pembela Islam
(hujjatul Islam), hiasan agama (Zainuddin), samudra yang menghanyutkan (bahrun
mughriq), dan pembaharu agama. Gelar ini didasarkan pada keluasan ilmu dan
amalnya serta hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan dalam
mempertahankan ajaran agama dari berbagai serangan.
2. Imam Al-Ghazali memiliki banyak karangan yang dipakai dalam hal pengeaguan
pendidikan, dan beliau merupakan salah satu guru besar dalam ilmu pengetahuan.
3. Al-Ghazali menyimpulkan pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan
akhlak mulia, sehingga ia menjadikan Al-Quran sebagai kurikulum dasar dalam
pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan pembinaan
ada 2, antara lain :
1. Kesempurnaanisasi yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
2. Kesempurnaanisasi yang bermuara kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Al-Ghazali juga menjelaskan keutamaan dan arti penting dari belajar, dengan
mengemukakan dalil dan ayat Al-Quran dan hadits Rosulullah SAW. Selanjutnya
dia menjelaskan kewajiban melaksanakannya bagi yang berilmu. Dia sebutkan bahwa
orang yang mengetahui tapi tidak menyebarkan ilmunya tidak ia amalkan dan tidak
pula dia ajarkan maka ia sama saja dengan mengumpulkan harta untuk disimpan
tanpa dapat dimanfaatkan siapapun

Вам также может понравиться