Вы находитесь на странице: 1из 25

Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Dasar-Dasar Penerjemahan Bahasa


Arab: Teori dan Praktek

0
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

BAB I PENDAHULUAN

Kemahiran menerjemahkan adalah salah satu mata kuliah


kemahiran berbahasa Arab yang diajarkan pada Jurusan Sastra
Arab Fakultas Sastra di perguruan tinggi di Indonesia. Mata kuliah
ini diharapkan menjadi bekal pengalaman bagi mahasiswa untuk
siap terjun di dunia kerja. Karena, pada kenyataannya belum
banyak alumni Jurusan Sastra Arab yang berkecimpung di dunia
penerjemahan ini, padahal dunia penerjemahan Indonesia cukup
kondusif, terbukti dengan banyaknya buku-buku berbahasa Arab
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Catfort (1965:vii) mengatakan bahwa kegiatan terjemahan
pada saat ini bukan hanya menjadi minat para penerjemah amatir
maupun profesional, tetapi juga menarik perhatian linguis, filosof,
psikolinguis, guru bahasa, bahkan para ahli matematika, dan
komputer. Menurut Sadtono, pada tahun 1985 jumlah penerjemah
tidak kurang dari 1.000.000 orang penerjemah, baik sebagai

1
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

pekerjaan tetap maupun sambilan.


Akan tetapi, tidak jarang kita mendengar keluhan pembaca
bahwa buku yang dibacanya sulit dipahami, bahasanya jelek,
bahkan ada yang berpendapat lebih mudah memahami buku
aslinya daripada terjemahannya.
Para peneliti menyimpulkan masalah yang dihadapi
mahasiswa/ calon penerjemah dalam at-tarjamah (penerjemahan)
adalah: (a) Banyak kesalahan dalam mengalihkan makna teks
karena tidak mamahami hubungan unsur-unsur pembentuk teks,
baik kalimat maupun paragraf. Hal serupa terjadi di Jurusan Sastra
Arab karena tidak diajarkannya mata kuliah analisis wacana. (b)
Kurangnya kemampuan mahasiswa menulis dalam bahasa
Indonesia; hasil terjemahan mereka terlihat bahwa penguasaan
mereka terhadap struktur dan ejaan bahasa Indonesia masih
kurang. (c) Adanya beberapa mahasiswa yang tidak mengikuti
mata kuliah Teori Tarjamah, sehingga sebagian mahasiswa kurang
termotivasi terhadap kegiatan penerjemahan.
Emzir (1993:74) telah membuktikan bahwa baik secara
bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri variable penguasaan
tata bahasa Arab dan Maharah Qiraah (kemampuan membaca)
bahasa Arab memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap
kemampuan menerjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, dalam buku ini akan diterangkan
berbagai hal yang mendasar tentang penerjemahan.

2
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Adapun sistematika buku ini adalah sebagai berikut: Pada


Bab pertama, dibahas tentang latar belakang, masalah yang
dihadapi, dan problem solving yang ditawarkan. Pada bab dua,
dibahas tentang arti teori terjemah, tujuan teori terjemah,
pentingnya penerjemahan, sejarah penerjemahan, peranan bahasa
Arab di Indonesia, pentingnya penerjemahan bahasa Arab, SDM
di bidang penerjemahan, khususnya bahasa Arab, dan syarat calon
penerjemah.
Pada bab ketiga, akan dibahas pengertian terjemahan,
fungsi menerjemahkan, berbagai definisi terjemahan, dan ikhwal
penerjemahan, sedangkan pada bab empat akan dibahas
penerjemahan dan penafsiran Al-Quran.
Bab lima membahas interferensi dan kedwibahasaan.
Pada bab enam dibahas macam-macam terjemahan, fonologis,
sintaksis, klasifikasi terjemahan berdasarkan kualitas, dan jenis teks
terjemahan. Pada bab tujuh, akan dibahas padanan dalam
terjemahan dan problematika serta tawaran solusinya. Sedangkan
pada bab delapan, akan dibahas gaya dalam terjemahan dan
contoh-contohnya.
Pada bab sembilan, akan dibahas unsur dan unit
terjemahan, mencakup menerjemahkan kata, istilah, idiom, frasa,
kalimat, dan peribahasa. Sedangkan pada bab sepuluh membahas

3
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

teknik terjemahan, yang meliputi proses analisis, transfer ide, dan


penyusunan kembali.

Pada bab sebelas, dibahas kemampuan menganalisis


wacana/ teks bahasa Arab. Sedangkan pada bab dua belas
diuraikan evaluasi hasil terjemahan.
Pada bab terakhir, mahasiswa mendapat pengalaman
penerjemahan dalam berbagai jenis teks berbahasa Arab, antara
lain: Penerjemahan Tafsir, penerjemahan hadits, penerjemahan
Koran, penerjemahan majalah, penerjemahan makalah ilmiah.

4
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

BAB II TEORI
TERJEMAH

2.1 Arti Teori Terjemah


Ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip
prinsip prinsip dasar penerjemahan
yang meliputi aspek teoritis, linguistik, dan praktis

Teori dalam istilah bahasa Arab adalah nazhariyyatun (theory,

5
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

noun) bentuk jamaknya nazhariyyaatun maknanya qodhiyyah mumtazah


ilaa burhaanin li-isbaati shihhatihaa artinya, premis-premis istimewa
yang mengandung bukti/ dalil untuk memastikan kebenarannya.
Menurut Nida (1964: 3), teori terjemahan baru muncul setelah
praktek penerjemahan telah lama dilakukan orang.
Menurut Parwati (1997), teori terjemah meskipun lebih
lambat daripada perkembangan penerjemahan mempunyai sejarah
yang panjang yang bermula dari masa Cicero (55 SM). Pada waktu
itu Cicero menganjurkan mendahulukan makna dari kata-kata dan
menyatakan bahwa seorang penerjemah seharusnya menjadi
penafsir atau seorang ahli retorik. Kemudian tahun 400 M St.
Jerome, Luther (1530 M), Dryden (1684), Tytler (1740) sampai
abad XX (Benyamin, 1932). Masa ini menurut Newmark (1982:4)
disebut dengan penerjemahan pralinguistik.
Dalam perkembangannya, penerjemahan yang sangat baik
sangat langka, hal ini menyebabkan timbulnya kebutuhan teori
penerjemahan. Para ahli linguistik mengadakan pendekatan
penerjemahan dari segi linguistik dan menyusun teori berdasarkan
ilmu ini. Di antara mereka adalah Nida (1964), Catford (1965),
Mounin (1963), dan Newmark (1982).
Nida memandang penerjemahan sebagai ilmu (the science of
translation). Jelasnya, pemerian secara ilmiah tentang proses-proses
yang terjadi dalam kegiatan penerjemahan. Ancangan ilmiah
tersebut pada struktur-struktur kebahasaan, analisis semantis, dan

6
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

teori komunikasi. Dalam tahun berikutnya, Nida (1968)


berpendapat bahwa penerjemahan lebih daripada sekadar ilmu;
penerjemahan sebenarnya dapat diberikan dengan 3 tingkat
fungsi, yakni sebagai ilmu, sebagai keterampilan, dan sebagai kiat.
Dengan ini, Nida berusaha menghilangkan keraguan apakah
penerjemahan dianggap ilmu atau tidak. Selain itu, dia juga
menghilangkan pendapat pralinguistik bahwa penerjemahan itu
tidak mungkin dilakukan karena perbedaan yang mencolok di
antara bahasa-bahasa di dunia dengan mengemukakan kesan
adanya kesepadanan relatif dalam komunikasi interlingual. Kesan
ini didasarkan pada 2 hal yang asasi: (1) menjelaskan cara kerja
berbahasa, dan (2) memerikan bahasa tertentu untuk kepentingan
kegiatannya.
Catford (1965), menyatakan bahwa teori terjemahan
sebagai cabang linguistik komparatif terapan membicarakan
functional equivalence (padanan fungsional) serta syarat-syarat
kesepadanan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Oleh
karena itu, teori-teori linguistik pun otomatis berlaku juga bagi
penerjemahan. Semua teori terjemahan dikembangkan
berdasarkan perbedaan struktur bahasa yang berbeda-beda
sebagai hasil budaya para pemakainya.
Lebih lanjut Nida (1968), mengadakan pendekatan
linguistik yang memandang manusia dari perilaku seutuhnya.
Disiplin yang dibangun dari pendekatan semacam ini tentu

7
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

berkaitan dengan disiplin lain dan karena penerjemahan


merupakan disiplin yang mengupayakan pengalihan pesan dari
bahasa ke bahasa lain, maka alasannya adalah teori yang
dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure (1916). Nida
menganggap konsep-konsep struktur linguistik mampu
memecahkan persoalan semantis yang timbul. Disiplin lain yang
memperluas wawasan teori ini adalah:
1. antropologi, yang memberikan wawasan tentang
penggolongan makna sesuai dengan analisis sistem
kekerabatan dan pemerian tentang kehidupan manusia
dan lingkungannya.
2. psikologi, yang dapat menunjukkan hubungan antara
lambang dengan perilaku sehingga dapat memberi
wawasan pada masalah-masalah tanggapan terhadap
makna.
3. psikiatri, yang mengemukakan pentingnya lambang-
lambang dan bahwa lambang verbal mengandung makna
emotif.
4. filologi, yang sudah lama berkenalan dengan tradisi
penerjemahan karya sastra dan mengarahkan perhatian
pada konteks budaya sastra tersebut.
Teori terjemah yang dikembangkan akhir-akhir ini
merupakan rumusan pengalaman penerjemahan ke dalam beribu
bahasa yang tergolong dalam berbagai rumpun bahasa dan

8
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

beraneka ragam kebudayaan ke dalam berbagai bahasa yang


mencerminkan bermacam cara manusia melihat alam semesta
dengan pandangan hidupnya yang meliputi hampir semua bangsa
di dunia. Adapun bahasa Arab merupakan rumpun bahasa Semit
(Saamiyah) yang diperkirakan merupakan turunan dialek kuno
yang diabadikan dalam inskripsi-inskripsi abad ke-5 SM sampai
abad ke-5 M. Dalam teori ini dirumuskan hakikat penerjemahan
dan masalahmasalah yang mungkin ditemui dalam proses
penerjemahan serta cara-cara penanganannya. Oleh karena itu,
teori terjemahan harus merupakan hasil penelitian mutakhir
dalam ilmu bahasa.

2.2 Tujuan Teori Terjemah


Teori terjemah bertujuan agar mahasiswa/ calon
penerjemah mampu memahami masalah-masalah kebahasaan
yang timbul dalam proses alih bahasa sebagai bekal untuk
menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia. Menurut Aly Abu Bakar Basalamah (1996), teori
terjemah ini akan semakin diyakini jika disadari bahwa
pengetahuan teori terjemah dapat mempermudah dan menambah
efisiensi tuntutan praktis penerjemahan.
Dengan teori terjemahan, kesulitan karena perbedaan
struktur bahasa sebagai hasil budaya yang berbeda, akan lebih
mudah dipahami. Tata urutan kata dan tata bunyi bahasa Arab

9
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

yang berbeda dengan bahasa Indonesia dapat dengan mudah


diatasi. Demikian juga perbedaan tataran morfologis, sintaksis,
dan stilistik melalui analisis konstrastif akan dapat
dapat diselesaikan.

2.3 Pentingnya Penerjemahan


Mempunyai arti strategis bagi pencerdasan dan kemajuan
bangsa

Takdir Alisyahbana (1990), mengemukakan bahwa


penerjemahan besar-besaran
besar besaran merupakan syarat mutlak untuk
mengatasi keterbelakangan bahasa dan bangsa Indonesia. Beliau
memberikan beberapa alasan sebagai berikut: Pertama, pergerakan
atau kebangkitan bahasa Indonesia
Indonesia harus berdasarkan kekuatan
sendiri, melalui pembinaan dan modernisasi bahasa Indonesia.
Loan translation (bahasa serapan asing) akan tumbuh menjadi
bahasa dunia modern setara dengan bahasa Inggris, Belanda,
Arab, dan sebagainya. Kedua, kenyataan sejarah
sejarah bangkitnya suatu
bangsa disertai dengan upaya penetrasi bahasa terhadap bangsa
lain seperti yang dilakukan Belanda dan Jepang terhadap bangsa
Indonesia.
Disamping itu, ada dua hal yang mendukung
perkembangan bahasa Indonesia, yaitu: Pertama, Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi persatuan lebih dari 17.000 pulau
yang memiliki lebih dari 400 bahasa yang sangat berbeda-beda.
berbeda
Hal ini merupakan keajaiban linguistik terbesar dalam abad 20.

10
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Kedua, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan negeri yang


lebih luas dari Eropa Barat ditambah dengan Rusia. Oleh karena
itu, bahasa Indonesia harus menjadi Bahasa Sasaran terjemahan,
jika akan menjadi bahasa modern.
Melalui terjemahan segala sesuatu yang sebelumnya
tersingkap akan terungkap dan bermanfaat bagi individu,
individu,
kelompok, maupun bangsa.
bangsa

Pada tahun 1975, Takdir Alisyahbana menyatakan di


Universitas Nasional Indonesia telah muncul kesadaran untuk
mendirikan Sekolah Tinggi Penerjemah. Setelah itu, tiga tahun
kemudian berdirilah Pusat Penerjemah Nasional. Dengan
kesadaran akan pentingnya penerjemahan sebagai kunci
kemajuan sekolah, kampus, dan masyarakat. Juga dilandasi
keinginan untuk mendewasakan bahasa Indonesia untuk dapat
menjadi BASA bagi buku-buku
buku buku penting pada setiap zaman.
Penerjemahan merupakan jembatan untuk mentransfer ilmu il
pengetahuan dan teknologi serta untuk memahami budaya bangsa lain.
Menurut Sugito W. MS (1990), melalui penerjemahan,
ilmu dan teknologi berkembang pesat. Dengan tersedianya buku-
buku
buku keilmuan bermutu tinggi yang berbahasa Indonesia akan
mempermudah berkembangnya daya cipta khususnya para
mahasiswa, umumnya para ilmuwan. Kenyataannya masih terlalu
banyak terjemahan buku ajar ilmu pengetahuan yang jauh dari
memadai. Misalnya terjemahan katawi bidang kedokteran, keliru
dalam kata ganti benda: Sel-sel
Sel sel syaraf akan mati jika jaringan otak

11
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

kekurangan oksigen. Sel-sel (syaraf) itu (mestinya bisa diganti


dengan mereka). Kata mereka sebagai pengganti sel-sel syaraf
akan menjadi perkara sawala yang tidak berkesudahan. Hal ini bisa
merusak pemahaman dan bila dibiarkan mengambang akhirnya
akan menunggu hukum pilih alami.

2.4 Sejarah Penerjemahan


Pada tahun 1799 ditemukan prasasti (batu bertulis), dari
abad ke-2 SM, di daerah Cataract Pertama, Elephatine (New
mark, 1982:3) yang dikenal dengan sebutan batu Rosetta. Prasasti
ini mengandung dua naskah, yakni satu teks dengan dua macam
tulisan (tulisan Mesir Kuno dan tulisan dengan huruf yang lebih
sederhana dan populer) dan satu teks terjemahan dalam bahasa
Yunani. Prasasti itu membuktikan bahwa tradisi menerjemahkan
sudah ada puluhan abad yang lalu.
Menurut Nida (1964:11), tradisi menerjemahkan pada tahun
3000 SM terjadi ketika Sargon dari Asyiria memerintahkan agar
keberhasilannya diumumkan secara rinci dalam bahasa-bahasa
daerah dalam wilayah kekaisarannya. Kota Babylonia pada zaman
Hamurabi dikenal dengan kota multibahasa, dan urusan-urusan
(surat-menyurat) resmi kerajaan dilakukan oleh sekelompok
penulis yang menerjemahkan maklumat dan pengumuman resmi
pemerintah ke berbagai bahasa.

12
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Parwati (Jurnal Sastra, 1997), mengutip Mc. Gueri (1941)


tercatat pada awal terjemahan interlingual tahun 240 SM dilakukan
oleh Livius Andronicus. Dia menerjemahkan dari Odysseus karya
Homerus ke dalam bahasa Latin. Selain itu, Naevius dan Ennius
menerjemahkan drama Yunani kuno karya Euripides. Hal yang
sama dilakukan oleh Cicero dan Catullus yang produktif
menerjemahkan karya-karya sastra serta membahas masalah yang
timbul dalam penerjemahan. Misalnya, Cicero mengutamakan
kesetiaan pada naskah asli, yaitu menerjemahkan makna dengan
makna dan bukan kata dengan kata.
Pada masa awal Islam abad ke-6 M, Rasulullah saw meminta
Zaid bin Tsabit agar belajar bahasa Ibrani dan Suryani dengan
tujuan menerjemahkan surat-surat Rasulullah pada raja-raja dan
kaisar. Adapun di dalam al-Quran tersirat perintah penerjemahan
ini dalam dua ayat yaitu: Pertama, (Qs. Rum, 30:22) yang artinya:
Dan di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah Dia
menciptakan langit dan bumi dan menciptakan berbagai bahasa dan
ras (warna kulit). Kedua, (Qs. Ibrahim, 14:4) yang artinya: Dan
tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali dengan
menggunakan bahasa (lisan) kaumnya. Kedua ayat ini juga dinukil oleh
Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya fathul Bari (Syarah Shahih
Muslim) dengan komentarnya sebagai berikut: Allah
memerintahkan melakukan penerjemahan dengan dua tujuan,
yaitu:

13
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

1. menyebarkan risalah Islam agar dapat dipahami oleh seluruh


umat manusia (Dawah Islam).
2. memacu manusia untuk dapat menghayati isi kandungan al-
Quran agar dapat dijadikan pedoman hidup.
Tradisi menerjemahkan dalam Islam dilanjutkan pada
zaman Dinasti Abbassiyah, khususnya pada zaman Khalifah
Harun Al-Rasyid (786 M) dan Khalifah Al-Mamun (813 M).
Kurang lebih 5 abad pertama ilmuwan-ilmuwan muslim sangat
antusias menerjemahkan karya-karya Yunani klasik seperti filsafat
dan epistimologinya termasuk kedokteran, matematika, fisika,
astronomi ke dalam bahasa arab. Dari Bahasa Persia dan
Sansekerta diterjemahkan buku-buku budaya dan sastra disamping
itu, berbagai ilmu lain diterjemahkan dari bahasa Rumawi.
Pada waktu Khalifah Al-Mansur dan Al-Makmun
berdirilah berbagai lembaga yang bertugas untuk penerjemahan.
Di antara para penerjemah yang terkenal yaitu: Naubakh dari
Persia, Muhammad Ibn Ibrahim Al-Fazari dari Arab, Ibnu Ishaq
dari Hirah. Tujuan penerjemahan ini bukan hanya sekadar
menerjemahkan melainkan juga untuk mengembangkan hasil
terjemahan tersebut. Sebagai pusat pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang terkenal adalah, Bayt Al-
Hikmah. Maka berbondong-bondonglah para pelajar dan ilmuwan
dari pelbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di Bayt Al-
Hikmah yang menjadi model pertama lembaga penelitian

14
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

kontemporer.
Penerjemahan dilanjutkan pada masa Dinasti Umayyah ke-
2 di Andalusia (Spayol) sampai abad ke 14. Pada kedua masa
tersebut Islam sangat maju sementara dunia Barat belum apa-apa.
Ironisnya buku-buku ilmu pengetahuan berbahasa Arab
khususnya di Andalusia diterjemahkan kembali ke dalam bahasa
Eropa oleh kaum terpelajar Eropa setelah mengenyam pendidikan
di Andalusia.
Akhir abad ke 14 Islam di Andalusia runtuh; demikian
juga Dinasti Abbasiyah di Baghdad hancur. Hanya Dinasti
Umayyah di Turki masih bertahan. Melalui penerjemahan karya-
karya ilmuwan muslim di Andalusia ke dalam bahasa-bahasa
Eropa oleh kaum terpelajar Barat menjadi dasar inspirasi lahirnya
Renaissance di Eropa pada abad ke-15. Sejak saat itu Eropa Barat
tampil maju sementara dunia Islam mundur.
Menjelang abad ke-18, Mesir di bawah pemerintahan
Muhammad Ali mencoba menggalakkan penerjemahan, mengirim
kaum mudanya untuk belajar bahasa-bahasa eropa terutama
prancis untuk tugas proyek besar-besaran, yaitu penerjemahan ke
dalam bahasa arab. Usaha ini cukup berhasil walaupun belum
memuaskan.
Hal yang sama dilakukan Jepang pada awal abad ke-19
dengan mengirimkan mahasiswanya ke Amerika dan Eropa untuk
menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan bahasa pada zaman

15
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Restorasi Meiji. Penerjemahan besar-besaran dilakukan pada masa


pemerintahan Kaisar Mutsuhito (1868-1912). Pada zaman
modernisasi ini sekelompok budayawan menulis tentang
Bummeikenkan, peradaban, dan pencerahan. Berbagai buku tentang
ilmu pengetahuan dan teknologi berbahasa Inggris diterjemahkan
ke dalam bahasa Jepang, seperti buku karya Guizot yang ditulis
dalam bahasa prancis dan diterjemahkan dalam bahasa inggris
dengan judul General History of Civilization in Europe (1839)
diterjemahkan dalam bahasa Jepang menjadi Eikaku Kaikashi
(1874).
Hasil Restorasi Meiji ini sungguh menakjubkan setelah
pemerintahnya menggalakkan penerjemahan secara besar-besaran
dan pengajaran bahasa asing yang mengutamakan keterampilan
membaca (reading comprehension) dan menerjemahkan (translation).
Jepang tampil menjadi negara maju di bidang iptek dan industri
modern tanpa mengorbankan kepribadian bangsanya. Jepang
dijuluki dengan Translation Empire.
Menurut Parwati (1997), tradisi penerjemahan di
Indonesia baru ada akhir abad ke-19. Penerjemahan dari bahasa-
bahasa daerah di Indonesia berupa karya sastra klasik Jawa
Mahabrata dan Ramayana. Kedua epos dari India ini dikategorikan
sebagai saduran. Demikian juga saduran-saduran dalam bahasa
Melayu dan Sunda, seperti hikayat Seri Rama dan Panca Tanderan.
Baru abad ke-19 setelah teknologi percetakan mulai dikenal di

16
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Indonesia, Lie Lim Hok menerjemahkan buku roman Eropa


dalam bahasa Melayu dengan judul Pangeran Monte Kristo.
Pada tahun 1908, didirikan Balai Pustaka yang
menerbitkan naskah-naskah lama dari bahasa Belanda dan karya-
karya baru dalam bahasa Melayu dan bahasa daerah. Salah seorang
sastrawan anggota, Jong Soematranen Bond, Muhammad Yamin,
menerjemahkan karya-karya pengarang Inggris William
Shakespeare, Julius Caesar dan karya Rabindranath Tagoredari
India yang diberi judul Menanti Soerat dari Raja dan Di Dalam dan di
Luar Lingkoengan Roemah Tangga. Di samping Balai Pustaka muncul
penerbit Poejangga Baroe dengan nama Poestaka Rakyat yang
menerbitkan majalah Poejangga Baroe.
Sesudah Proklamasi Kemerdekan, penerbit-penerbit
swasta menerbitkan karya-karya sastra di samping terjemahan. Di
antaranya PT Pembangunan menerbitkan karya Khali Gibran,
An-Nabi dan Serpem (seri pembaca) karya asli ukuran saku. Pada
tahun 1971, muncul penerbit Pustaka Jaya yang menerbitkan
cerita-cerita detektif, spionase, dan cerita hiburan lain seperti karya
Ellery Queen, Barbara Cartland, Harold Robins dalam ukuran
saku.
Adapun penerjemahan ilmu pengetahuan dan teknologi,
memang ada usaha-usaha dari pemerintah Indonesia pada masa
orla dan orba, tetapi gagal karena beberapa hal:
(a) minimnya alokasi dana,

17
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

(b) kurangnya SDM di bidang penerjemahan, dan


(c) kurang adanya tekad dan kesungguhan dari pemerintah.
Akibatnya, Indonesia sangat tertinggal jauh di bidang Iptek dan
industri modern dibandingkan negaranegara lain sebagai buah
dari kurang adanya kesungguhan dalam mentransfer IPTEK
melalui program penerjemahan.
Milenium ke-3 merupakan era globalisasi masyarakat
dunia, untuk itu penguasaan bahasa-bahasa asing mutlak
diperlukan dengan tujuan:
a. mampu bersaing di dunia internasional
b. menyerap dan menerjemahkan berbagai informasi untuk
konsumsi masyarakat luas dan kemajuan bangsa.

18
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

2.5 Peranan Bahasa


Bahasa Arab Di Indonesia
Sebagai buku dan karya tulis ilmiah (textbook, kamus,
jurnal, dan majalah)
Bahasa Arab sebagai bahasa asing mempunyai arti sendiri
bagi bangsa Indonesia. M. Rangkuti mengemukakan, bahwa
sumbangan bahasa Arab dalam perbendaharaan bahasa Indonesia
dapat dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu:
(1). Kata Arab yang utuh seperti aslinya yang
yang ditulis dengan huruf
latin. Kata ini belum mendapat perubahan baik ejaan maupun
sistem fonologinya seperti kata: khusus, badan, masya Allah,
Nabi, musibah, syukur, zakat, dan sebagainya.
(2)Kata yang telah mendapat perubahan pada ejaan atau lafadznya
seperti kata zahir menjadi lahir, khabar menjadi kabar,
masalah menjadi masalah, marifat menjadi makrifat, dan
sebagainya.
(3) Kata yang mendapat asimiliasi total seperti astaga, kemah, silaf,
dan sebagainya.
Hasil penyelidikan Sofyan Hadi (1990:13) terhadap kamus bahasa
Indonesia yang disusun oleh Muhammad Zein terdapat 1453 kata
dan ungkapan yang terambil dari bahasa Arab.
Sebagai bahasa Agama dan budaya Islam.
Islam

19
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Bahasa Arab memberikan pengaruh kebahasan positif


dengan ide--ide dan konsep-konsep
konsep Islam ke dalam sistem budaya
Indonesia. Di antaranya yang terpenting adalah: pertama,
pemberian nama anak dalam bahasa arab sudah menjadi kebiasaan
masyarakat muslim Indonesia,
Indonesia, dengan tujuan nama tersebut dapat
dijadikan doa agar menjadi manusia berguna, seperti: Muhammad
Nasir, Zakiyyah Drajat, Adam Malik, dan sebagainya. Kedua,
istilah institusi sosial dan politik, seperti ungkapan musyawarah,
mahkamah, Majelis Permusyawaratan
Permusyawaratan Rakyat, hakim, dewan, dan
sebagainya. Ketiga, ungkapan budaya dalam kehidupan sosial
seperti: Al--hamdulillah, Nauzubillah, astagfirullah, insya Allah, al-
al
marhum, inna lilllahi wa inna ilaihi rajiun, billahi taufiq wal-hidayah,
wal
dan sebagainya.
Selain
lain pengaruh positif bahasa Arab tersebut bahasa Arab
juga memiliki kedudukan yang unik. Keunikannya adalah sebagai
bahasa agama Islam. Hal itu dapat dilihat dari digunakannya
bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran,
Al Quran, bahasa ritual (peribadatan
shalat, doa) dan
d bahasa khasanah keilmuan Tsaqafah Islamiyyah.
Islamiyyah
Sebagai bahasa Pendidikan Etika, bahasa, dan Sastra

Di kalangan masyarakat Indonesia ada perasaan lebih


sopan dan lebih baik kalau menggunakan bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa Arab, seperti ungkapan dokter hewan lebih
sopan dari dokter binatang, si pulan wafat lebih sopan dari si anu

20
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

tewas, jenazah si pulan dimakamkan lebih tinggi nilai rasa bahasanya


dari pada bangkai si anu ditanam, dia sedang hamil lebih sopan
daripada dia sedang bunting, dan sebagainya.
Dalam pendidikan bahasa, penambahan huruf, huruf abjad
bahasa Arab lebih banyak dari huruf abjad bahasa Indonesia.
Dengan banyaknya kosa kata bahasa Indonesia yang berasal dari
bahasa arab, secara otomatis memerlukan tambahan jumlah huruf
bahasa Indonesia, contohnya huruf shad, tsa, syin, za memerlukan
transliterasinya. Berdasarkan SK dua Menteri, yaitu Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Agama, lalu disusun transliterasi
huruf Arab ke huruf Indonesia (terlampir) .
Sumbangan bahasa arab terhadap kesusatraan Indonesia
juga tidak kalah pentingnya. Kalau kita amati dapat dilihat pada
unsur sebagai berikut: Pertama, penggunaan istilah dan ungkapan
hikayat, kisah, nazam, shahibul, minal masyrik ilal magrib, hatta, dan
sebagainya. Istilah tersebut dapat kita jumpai dalam kesusastraan
Indonesia apalagi kesusastraan Indonesia klasik sering diawali
dengan bismillah dan ditutup dengan wallhu alam bish-showab.
Kedua, penggunaan kata dan tema kesusastraan, seperti dalam
syair Hamzah Fansuri terdapat kata-kata Rabbaniy, ahad, Baqi,
dan sebagainya, sedangkan dalam tema kesusastraan Indonesia
pengaruh bahasa arab tecermin dalam cerita dengan tema ke-
Esaan Tuhan (Wihdatul Wujud), cerita Hikayat Pelanduk Jenaka
yang berperan sebagai Syekh Alim Dirimba.

21
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

Sebenarnya bahasa Indonesia telah dijiwai


dijiwai dengan ruh
bahasa Arab. Namun hal ini kurang disadari oleh remaja dan para
ilmuwan muslim yang tidak memahami bahasa Arab. Sebagaimana
ungkapan Yakup Bakar (1969:25), Pengaruh
Pengaruh bahasa Arab terhadap
bahasa asing tidak dapat dirasakan, apabila tidak mengetahui
mengetahui bahasa
Arab dengan baik. Sebaliknya akan meningkat cita rasa apresiasinya
seiring dengan meningkatnya pengetahun kita tentang pengetahuan kita
tentang bahasa Arab.
Bahasa komunikasi dunia Islam
Bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi dunia Islam
menambah penting peranan penerjemahan bahasa Arab ke dalam
bahasa Indonesia. Selain sebagai bahasa negara-negara
negara Arab (18
negara), juga bahasa Arab sebagai bahasa Islam (50 negara).
Artinya, banyak buku, jurnal,
jurnal, majalah ilmiah serta karya sastra
yang diterbitkan setiap tahunnya yang banyak, di antaranya
dijadikan rujukan atau bahan analisis studi di Indonesia, di
samping banyak buku-buku
buku buku ilmiah kontemporer yang dapat
dijadikan buku bacaan masyarakat pada umum.

22
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

2.6 SDM Bidang Penerjemahan


Ancaman serius bagi bangsa Indonesia dewasa ini dalam
menghadapi era globalisasi (persaingan bebas) adalah lemahnya
kualitas SDM. Akibat selanjutnya adalah Indonesia dilanda
penjajahan Iptek (Science and Technology imperialism) karena lemahnya
SDM Indonesia di bidang Iptek baik secara kualitas maupun
kuantitas yang implikasinya penjajahan di bidang politik, ekonomi,
dan budaya.
Salah satu kelemahan SDM Indonesia adalah di bidang
penguasaan bahasa-bahasa asing termasuk bahasa Arab yang
sangat berpengaruh terhadap lambatnya proses alih ilmu
pengetahuan, budaya, dan sastra melalui penerjemahan ke dalam
bahasa Indonesia. SDM di bidang penerjemahan bahasa Arab di
Indonesia masih sangat langka sementara garapannya cukup
banyak, sehingga perlu ditingkatkan pengembangan SDM di
bidang penerjemahan Arab-Indonesia melalui jalur pendidikan
formal dan informal.

Bagi Calon Penerjemahan


Adapun beberapa persyaratan yang harus dimiliki calon
penerjemah adalah: pertama, meningkatkan kemampuan di bidang
penguasaan bahasa baik bahasa sumber (Arab) dan bahasa
Indonesia (sasaran) meliputi gramatika (morfologi & sintaksis),
semantik, dan pengayaan kosa kata (mufradat) minimal 3000 kosa

23
Tubagus Chaeru Nugraha 2008

kata. Kedua, Melengkapi diri dengan kamus, baik kamus Arab


seperti Mujamu Al-Wasith atau kamus Arab-Indonesia, dan
Indonesia-Arab. Ketiga, menggunakan buku-buku lain sebagai
acuan selain kamus. Keempat, memperkaya diri dengan mengenal
latar belakang budaya bahasa sumber dengan menggunakan
bahasa yang mudah. Keenam, jujur dan menjaga amanat
pengarang bahasa sumber.

24

Вам также может понравиться