Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup
berdampingan, bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan
antar sesamanya. Hubungan itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidupnya yang
tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia bermacam-
macam. Pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui
daya upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia ingin memenuhi kebutuhannya
dengan baik. Kalau dalam saat yang bersamaan dua manusia ingin memenuhi
kebutuhan yang sama dengan hanya satu objek kebutuhan, sedangkan keduanya
tidak mau mengalah, bentrokan dapat terjadi. Suatu bentrokan akan terjadi juga
dalam suatau hubungan, antara manusia satu dan manusia lain ada yang tidak
memenuhi kewajiban.
Hal-hal semacam itu sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku
manusia yang ingin bebas. Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya
akan menghasilkan sesuatu yang baik, apalagi kalau kebebasan tingkah laku
seseorang tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu, untuk
menciptakan ketentraman dalam suatu kelompok sosial, baik dalam situasi
kebersamaan maupun dalam situasi sosial diperlukan ketentuan-ketentuan.
Ketentuan itu untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan
yang diperlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas
dasar kesadaran dan biasanya dinamakan hukum.
Hukum adalah sebuah perkara yang selalu diucapkan oleh setiap golongan
yang memiliki latar belakang yang berlainan; seperti ulama misalnya berkata
hukum solat adalah wajib, atau seorang guru yang berkata pada muridnya
barangsiapa yang datang lambat akan dihukum berdiri selama satu jam. Tidak
luput dari ucapan seorang filosof yang berkata hukum alam sudah menentukan hal
tersebut. Akan tetapi, dari sekian orang yang mendengar kata-kata tersebut, sangat
jarang yang mengerti apakah hukum itu sebenarnya, serta berbagai sosok yang
berhubungan dengannya.
Agar dapat memahami apakah hukum itu, setiap perkara yang berkaitan
dengan hukum itu haruslah diteliti, seperti unsur, ciri-ciri, sifat, fungsi, dan yang
paling penting adalah tujuan dari wujudnya hukum tersebut. Dengan mengetahui
perkara-perkara ini, hukum dapat dimaknai dengan makna yang sebenarnya
sehingga tidak akan menyisakan keraguan akan keberadaannya dari segi kenapa
manusia perlu hukum.

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah


1.2.1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalahini adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan hukum ?
2. Apakah unsur,ciri-ciri,sifat hukum ?
3. Apa saja penggolongan hukum ?
4. Apa saja teori hukum ?

1.2.2 Pembatasan Masalah


Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis membatasi penulisan pada :
1. Pengertian hukum
2. Unsur,ciri-ciri,sifat hukum
3. Penggolongan Hukum
4. Teori Hukum

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulis yaitu :
1. Agar lebih memahami hukum.
2. Agar menambah wawasan dan memperbanyak ilmu tentang hukum.
3. Memenuhi tugas diskusi kelompok mata kuliah kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian hukum


Kata hukum secara etimologis biasa diterjemahkan dengan kata law
(Inggris), recht (Belanda), loi atau droit (Francis), ius (Latin), derecto
(Spanyol), dirrito (Italia). Dalam bahasa Indonesia, kata hukum diambil dari
bahasa Arab yaitu , yang berarti ( memutuskan
sebuah perkara).
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai
berikut:
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa ; perangkat peraturan
yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
2. Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim ; putusan-putusan yang
dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan
jurisprudence (yurisprodensi).
3. Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja hukum ; hukum diartikan sebagai
sosok seorang petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandagan
ini sering dijumpai di dalam masyarakat tradisional.
4. Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang
tetap sehingga dianggap sebagai hukum. Seperti perkataan: setiap orang
yang kos, hukumnya harus membayar uang kos. Sering terdengar dalam
pembicaraan masyarakat dan bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
5. Hukum diartikan sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan
yang hidup ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma
kesopanan, kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis) uang berlakunya
mengikat kepada seluruh anggota.
Sebagai pegangan berikut disajikan sejumlah definisi hukum yang
dikemukakan oleh para sarjana hukum antara lain :
a. S.M. Amin, SH.
Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi yang
bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga
keamanan dan ketertiban terpelihara.
b. MH. Tirtaamijaya, SH.
Hukum adalah sesuatu aturan (norma) yang harus ditaati dalam pergaulan
hidup dengan ancaman mengganti kerugian jika melanggar aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan
kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
c. Logeman
Hukum adalah suatu himpunan kaidah-kaidah yang himpunan yang terdiri
atas bermacaam-macam petunjuk hidup yang memaksa orang berkelakuan
menurut tata tertib yang ada di dalam masyarakat.
d. E. Utrech
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan
seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena
pelanggaran. Petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari
pemerintah.
e. J.C.T. Simorangkir, SH
Hukum adalah peraturan peraturan yang beraifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan tadi akan mengakibatkan diambilnya tindakan yaitu
dengan hukuman terntentu.
f. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur
pergaulan hidup dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban
serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya
kaidah-kaidah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Hukum adalah peraturan atau tata tertib yang mempunyai sifat memaksa,
mengikat dan mengatur hubungan manusia dan manusia yang
lainnya dalam masyarakat dengan tujuan menjamin keadilan dalam
pergaulan hidup dalam masyarakat. Hukum yang berlaku di Indonesia
disebut hukum nasional.

2.2 Unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum


Setelah melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan,
bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan yang dibuat oleh badan-badan resmi
c. Peraturan yang bersifat memaksa
d. Adanya sanksi yang tegas atas pelanggaran peraturan tersebut.
Selanjutnya agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui
ciri-ciri hukum. Menurut C.S.T. Kansil, S.H , ciri-ciri hukum adalah sebagai
berikut:
a. Terdapat perintah atau larangan.
b. Perintah atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Setiap orang berkewajiban untuk bertindak sedemikian rupa dalam
masyarakat, sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu, hukum meliputi pelbagai peraturan yang
menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
yakni peraturan-peraturan hidup bermasyarakat yang dinamakan dengan Kaedah
Hukum.
Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar suatu Kaedah Hukum akan
dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang berupa
hukuman.
Sedangkan sifat bagi hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa
hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya. Ini harus diadakan bagi
sebuah hukum agar kaedah-kaedah hukum itu dapat ditaati, karena tidak semua
orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum itu.

2.3 Penggolongan hukum


Hukum dapat dikelompokkan berdasarkan isi, bentuk, waktu dan
cara mempertahankannya.
a. Berdasarkan isi masalah atau kepentingan yang dilindungi
Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dan
warga negara yang menyangkut kepentingan hukum.
Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang
yang satu dan yang lain, yang menyangkut kepentingan perseorangan.

b. Berdasarkan wujud/bentuknya
Hukum tertulis yaitu hukum yang dicantumkan di dalam berbagai
peraturan negara.
Hukum tertulis terdiri atas :
v Hukum tertulis yang dikodifikasi (dibukukan), seperti Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata). Kodifikasi adalah Pembukuan jenis-jenis hukum dalam kitab
Undang-undang secara sistematis dan lengkap. Adapun tujuan dari kodifikasi
hukum adalah kepastian hukum, penyederhanaan hukum dan kesatuan
hukum.
v Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan (tidak dibukukan), seperti
peraturan hak merek dagang dan peraturan tentang kepailitan.
Hukum tidak tertulis yaitu hukum yang masih berlaku dan diyakini oleh
masyarakat serta ditaati sebagaimana suatu peraturan perundang-undangan
meskipun hukum ini tidak tertulis atau tidak dicantumkan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.
Seperti : hukum adat atau hukum kebiasaan.
c. Berdasarkan ruang dan wilayah berlakunya
Hukum nasional yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara tertentu
dan sekaligus merupakan produk dari negar tersebut.
Hukum Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum di
dunia internasional.
Hukum asing yaitu hukum yang berlaku di negara lain.

d. Berdasarkan waktu berlakunya


Ius constitutum yaitu hukum yang berlaku pada saat ini dalam suatu negara
tertentu. Dengan kata lain, hukum yang berlaku pada suatu waktu dalam suatu
negar tertentu (hukum positif).
Ius Constituendum yaitu hukum yang diahrapkan berlaku pada waktu yang
akan datang (yang dicita-citakan).
Hukum asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana, dalam segala waktu
dan untuk semua bangsa di dunia. Hukum tersebut tidak menegnal batas
waktu, tetapi berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapa pun juga
di seluruh tempat.

e. Berdasarkan ruang dan wilayah berlakunya


Hukum material yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
berisi perintah-perintah dan larangan-larangan. Hukum material terdapat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), KUHP, dan
KUHD.
Hukum formal yaitu keseluruhan peraturan yang berisi tata cara untuk
menyelesaikan suatu perbuatan yang melanggar hukum material. Dengan
kata lain, peraturan yang berisi tentang bagaimana hukum material itu dapat
dilaksanakan/dipertahankan. Contohnya: Hukum Acara Perdata dan Hukum
Acara Pidana. Dalam hal ini hukum formal disebut hukum acara.
f. Berdasarkan sumbernya
Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan
perundangan.
Hukum kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-
peraturan kebiasaan (adat).
Hukum traktat, yaitu hukum yang terletak di dalam perjanjian antar
negara.
Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk akrena keputusan
hakim.

g. Berdasarkan sifatnya
Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimana juga
harus dan mempunyai paksaan mutlak.
Hukum yang mengatur (hukum pelengkap) yaitu hukum yang
dapatdikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat
sendiri dalam satu perjanjian.

h. Berdasarkan cara mempertahankannya


Hukum material : hukum yang berisi perintah dan larangan ( terdapat di
dalam undang-undang hukum pidana, perdata, dagang dan sebagainya).
Hukum formal : hukum yang berisi tentang tata cara nelaksanakan dan
mempertahankan hukum material (terdapat di dalam Hukum Acara Pidana,
Hukum Acara Perdata, dan sebagainya).

2.4 Teori Ilmu Hukum


a. Teori hukum alam
Menurut Aristoteles hukum Alam itu adalah Hukum yang oleh orang-orang
berfikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam sedangkan menurut
Thomas Van Aquino bahwa manusia dikarunia Tuhan dengan kemampuan berpikir
dan kecakapan untuk dapat membedakan baik dan buruk dan mengenal berbagai
peraturan perundangan yang langsung berasal dari Undang-Undang Abadi (Lex
eterna) atau dinamakan Hukum Alam dan menurut Hugo de Groot ialah
pertimbangan pikiran yang menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak
benar.

b . Teori ketuhanan
Bahwa perintah yang datang dari Tuhan yang ditulis dalam kitab suci dari
bermacam-macam Agama tujuan mengenai hukum dikaitkan dengan agama dan
teori ini mendasarkan perlakunya hukum atas kehendak Tuhan. Pada dasarnya
agama memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan hukum oleh sebab
itu setiap pemeluk agama wajib taat dan tunduk pada hukum, prinsip yang paling
mendasar adalah bahwa kaidah agama-agama tersebut datangnya dari Tuhan.

c . Teori Sejarah
Reaksi terhadap para pemuja hukum alam di Eropa timbul suatu aliran baru
yang dipelopori oleh Von Savigny, yang menyatakan bahwa hukum itu harus
dipandang suatu penjelmaan dari jiwa atau rohani suatu bangsa, selalu ada
hubungan yang erat antara hukum dan kepribadian. Hukum bukannlah disusun dan
diciptakan oelh orang, tetapi hukum itu tumbuh ditengah masyarakat dari
penjelmaan dan kehendak rakyat yang pada suatu saat juka akan mati apabila sutau
bangsa kehilangan kepribadiannya. Jelas bahwa hukum itu tidak terlepas dari
sejarah suatu bangsa dan waktu yang serba relatif sebab hukum selalu berubah
sesuai dengan keadaan.

d . Teori Kedaulatan Rakyat


Pada zaman Reinassance, timbul teori yang mengajarkan bahwa dasar
hukum itu adalah atau ratio manusia atau biasa disebut aliran Rationalisme.
Menurut aliran ini, raja dan penguasa negara memperoleh kekuasaan bukan dari
Tuhan tetapi dari rakyat. Pada ajaran Rationalisme ini berpandangan bahwa
kekuasaan raja berasal dari suatu perjanjian antara raja dengan rakyat, yang
menaklukkan dirinya pada raja kemudian dengan surat yang disebutkan dalam
perjanjian itu. Kemudian pada abad ke-18 Jean Jaeque Rousseau memperkenalkan
teorinya bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah dengan perjanjian denga
masyarakat atau contract social yang diadakan oleh antara masyarakat untuk
mendirikan suatu negara. Teori Rousseau yang menjadi paham kedaulatan rakyat
mengajarkan bahwa negar bersandar atas kemauan rakyat, dan semua peraturan
adalah penjelmaan dari rakyat.

e . Teori Kedaulatan Negara


Teori kedaulatan negara atau teori perjanjian masyarakat dan Naderatorim
yang menyatakan, kekuasan hukun tidak dapat didasarkan atas kemauan
masyarakat. Hukum ditaati karena masyarakat menaatinya. Hukum adalah
kehendak negara dan negara mempunyai kekuasaan atau power yang tidak terbatas.
Teori ini dinamakan Kedaulatan Rakyat yang timbul pada abad
memuncaknya pengetahuan alam dan di pelopori oleh Hans Kalsen, yang
menyatakan bahwa hukum itu tidak lain dari pada kemauan negara , namun
demikian Hans Kalsen menyadari bahwa orang mentaati hukum karena ia merasa
wajib untuk menaatinya sebagai perintah negara.

f . Teori Kedaulatan Hukum


Teori ini dipelopori oelh Prof Mr. Krabbe, yang menyatakan bahwa sumber
hukum ialah rasa keadilan. Hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan
orang banyak, yang tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hukum itu ada karana anggota masyarakat mempunyai perasaan hukum, hanya
kaidah yang timbul dari persaaan tersebut yang dapat mempunyai suatu
kewibawaan atau kekuasaan. Inilah yang dinamakan Teori Kedaulatan Hukum.

g . Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Prof R. Kranenburg yang berusaha
mencari dalil yang menjadi dasar berfungsi keadaan darurat yang dapat
menimbulkan suatu keseimbangan didalam masyarakat.
Kranenburg membela ajara Karabbe yang berpendapat bahwa kesadaran
hukum orang itu adalah sumber hukum da hukum itu berfungsi menurut suatu dalil
yang nyata sebagaimana dirumuskan Kranenburg, tiap orang menerima keuntungan
atau mendapat kerugian sebanyak dasardasar yang telah ditetapkan atau diletakkan
terlebih dahulu. Pembagian keuntungan dan kerugian ini yang dalam hal ditetapkan
terlebih dahulu dasar-dasarnya ialah tiap anggota masyarakat hukum sederajat dan
sama.

2.5 Fungsi dan Tujuan Hukum


Keterangan yang telah dikemukakan memiliki sebuah kesimpulan yaitu
hukum selalu melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum,
maka hukum memiliki fungsi: menertibkan dan mengatur pergaulan dalam
masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Lebih rincinya fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri
dari:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum
berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk,
sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin:
dikarenakan hukum memiliki sifata dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka
hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang
salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati
dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari
hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan
pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke
arah yang lebih maju.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh
melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya,
siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum
konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris
dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam
hukum perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-
hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Dari sekian pengertian, unsur, ciri-ciri, sifat, dan fungsi hukum, maka tujuan
dari perwujudan hukum itu haruslah ada. Sesuai dengan banyaknya pendapat
tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat
antara satu ahli dengan ahli yang lain.
Berikut ini beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum:
1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam
masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus
diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara
kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh
(sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat
dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.

2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari


hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa
yang tidak adil.

3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni


mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan
negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.

4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum
adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur
keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada
sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada
pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan
kebenaran.

5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori utilitasnya,


bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini
dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum
tanpa memperhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan
hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.

6. J.H.P. Bellefroid: Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut.


Menurut Bellefroid, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas
keadilan dan faedah.

7. Prof. J Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia
supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan
dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena tindakan
itu dicegah oleh hukum.

2.6 Negara Hukum Formiil dan Negara Hukum Materiil


Salah satu ciri penting dalam negara yang menganut paham
konstitusionalisme bahwa alat sifat pemerintahan yang pasif, artinya pemerintah
hanya sebagai wasit atau pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yang
dirumuskan para wakinya di parlemen. Disini, peranan negara lebih kecil daripada
peranan rakyat karena pemerintah hanya menjadi pelaksana keinginan-keinginan
rakyat yang diperjuangkan secara liberal untuk menjadi keputusan parlemen.
Jika dikaitkan dalam konsep Trias Politica, tugas pemerintah terbatas pada
tugas eksekutif, yaitu melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh parlemen.
Pada abad 19 masih dikuasai gagasan bahwa pemerintah hendaknya tidak turut
campur dalam urusan warga negaranya. Aliran ini disebut liberalisme yang
dimasukan kedalam dalil pemerintahan yang paling sedikit adalah pemerintahan
yang baik. Negara dalam pandangan ini hanya mempunyai tugas yang pasif, yaitu
baru bertindak apabila hak-hak warga negara dilanggar atau ketertiban umum
terancam. Konsepsi negara demikian adalah negara disebut negara hukum fromil
atau negara hukum klasiik. Negara hukum formil adalah negara hukum dalam arti
sempit, yaitu negara yang membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap
kepentingan rakyatnya. Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan
dan kepentingan warga negara. Urusan ekonomi diserahkan kepada warga negara.
Pada awal abad-20, negara hukum formil dikecam banyak pihak karena
mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang amat mencolok gagasan bahwa
pemerintah dilarang campur tangan, lambat laun berubah menjadi pemerintah
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat. Gagasan baru ini disebut
dengan Welfare State. Sebagai konsep, negara yang muncul adalah negara hukum
materiil atau negara hukum dalam arti luas. Dalam negara hukum materiil ,
pemerintah diberi tugas membangun kesejahteraan umum di berbagai lapangan
kehidupan. Pemerintah diberi kewenangan untuk ikut campur dalam urusan warga
negara. Pemerintah diberi Freies Ermessenyaitu pemerintah turut serta dalam
kehidupan ekonomi social dan keleluasaan untuk tidak terikat pada produk legislasi
parlemen.
Konsep negara hukum materiil berbeda dengan konsep negara hukum
formiil. Pemerintah dalam negara hukum materiil dapat bertindak lebih luas.
Pemerintah bahkan bisa memiliki kewenangan legislatif. Kewenangan ini meliputi
tiga hal yitu adanya hak inisiatif yaitu hak mengajukan rancangan undang-undang,
hak delegasi yaitu membuat peraturan perundang-undangan, dan droit ermessen
yaitu menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih enunsiatif.

2.7 Ciri negara hukum


Ciri-ciri negara hukum menurut Friedrich Julius yaitu sebagai berikut:
1. Hak asasi manusia
2. Pembagian kekuasaan untuk menjamin ham yang biasa dikenal sebagai trias
politica.
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Ciri-ciri negara hukum menurut A.V.Dicey yaitu sebagai berikut :
1. Supremasi hukum, tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga
seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama didepan hukum baik bagi rakyat biasa maupun
pejabat.
3. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan
pengadilan.
Sebuah komisi yang terdirin dari 106 hakim dari 16 negara di Wilayah Asia
Tenggara dan Pasifik yang tergabung dalam international Commission of Jurists
pada konferensinya di Bangkok tanggal 15-19 Februari tahun 1965 merumuskan
ciri-ciri negara hukum sebagai berikut
1. Perlindungan konstitusional
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
4. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi
5. Pendidikan civic (kewargenagaraan)
Ciri-ciri negara hukum menurut Franz Magnis Suseno tahun 1997 yaitu
sebagai berikut:
1. Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai
dengan ketetapan UUD
2. Undang-undnag Dasar menjamin hak asasi manusia.
3. Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing atas dasar
hukum yang berlaku]
4. Masyarakat dapat mengadu ke pengadilan akibat tindakan badan negara
5. Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
Ciri-ciri negara hukum menurut Mustafa Kamal Pasha (2003) yaitu sebagai
berikut:
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
2. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak
3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
Pendidikan kewarganegaraan disepakati sebagai syarat bagi pemerintahan
demokrasi di bawah Rule of law yang dinamis karena pemerintahan demokrasi
membutuhkan warga negara yang terdidik.oleh karena itu, negara harus
mengupayakan pendidikan yang wajib bagi seluruh warga negara.

2.8 Negara Hukum Indonesia


1. Landasan Yuridis Negara Hukum Indonesia
Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini
bertuang dengan jelas pada Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 perubahan Ketiga yang
berbunyi Negara Indonesia adalah Negara hukum. Dengan dimasukkannya
landasan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar
hokum serta menjadi amanat Negara bahwa Negara Indonesia adalah dan harus
merupakan Negara hukum.
Sebelumnya, landasan Negara hukum Indonesia kita temukan dalam bagian
penjelasan umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara sebagai berikut.
1. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat). Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasar atas
kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas.
Berdasarkan perumusan di atas, pleh para pendiri Negara, untuk Negara
hukum Indonesia digunakan istilah rechstaat yang dipengaruhi oleh konsep hukum
Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental. Bagian penjelasan ini
sekarang tidak lagi menjadi bagian dari UUD 1945. Akan tetapi, dengan diangkat
dan dimuatkannya ke Pasal 1 Ayat 3 UUd 1945 tersebut, memperteguh paham
bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum baik dalam penyelenggaraan
bernegara maupun dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Masuknya
rumusan tersebut juga merupakan salah satu contoh pelaksanaan kesepakatan dasar
dalam melakukan perubahan UUD 1945.
Negara hukum akan terlihat dengan ciri-ciri:
1. Jaminan perlindungan hak asasi manusia,
2. Kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka, dan
3. Legalitas dalam arti hukum.
Selain rumusan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 24 dan pasal 27 Ayat 1 UUd 1945,
paham Negara hukum Indonesia termuat pada rumusan:
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (Pasal 28 D Ayat
1).
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 2)
Konsepsi Negara hukum Indonesia dapat kita masukkan dalam konsep
Negara hukum materiil atau welfare state.
Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa Indonesia adalah Negara hukum
dalam arti materiil terdapat dalam bagian pasal UUD 1945, yakni:
Pasal 33, dan
Pasal 34.

2. Perwujudan Negara Hukum di Indonesia


Operasional dari konsep Negara hukum Indonesia dituangkan dalam
konstitusi Negara, yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum Negara yang
menempati posisi sebagai hukum dasar dan tertinggi dalam tatanan hukum (legal
order) Indonesia.
Legal Order merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tersusun secara
hierarkis.
Hukum di Indonesia juga membentuk sistem hukum. Sistem hukum Indonesia
tersusun berdasarkan hukum tertinggi Negara, yaitu UUD 1945 kemudian
dijabarkan ke dalam peraturan hukum yang lebih rendah sehingga bersifat hierarkis
piramidal. Sistem hukum Indonesia sekarang ini sebagaimana tergambar dalam
UUD No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Jenis dan hierarki peraturan perundangan, menurut Pasal 7 Undang-Undang
No. 12 tahun 2011 sebagai berikut.
1945. UUD 1945.
1946. Ketetapan MPR.
1947. UU/Peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
1948. Peraturan pemerintah.
1949. Peraturan presiden.
1950. Peraturan daerah propinsi
1951. Peraturan daerah kabupaten/kota.
Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Norma hukumnya bersumber pada pancasila sebagai dasar Negara dan
adanya hierarki jenjang norma (stufenbau theorie oleh Hans Kelsen).
2. Sistemnya, yaitu sistem konstitusional.
3. Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi.
4. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27
ayat 1 UUD 1945).
5. Adanya organ pembentuk undang-undang (DPR)
6. Sistem pemerintahannya adalah presidensial.
7. Kekuasaan kehakiman yang merdeka bebas dari kekuasaan lain (eksekutif)
8. Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
9. Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (Pasal 28 A-
J UUD 1945).
Kedudukan pancasila dalam Negara Indonesia, bahwa pancasila sebagai
dasar Negara berimplikasi yuridis, yakni menjadi cita hukum.

3. Hubungan Negara Hukum dengan Demokrasi


Hubungan antara Negara hukum dengan demokrasi adalah dapat dinyatakan
bahwa Negara demokrasi pada dasarnya adalah Negara hukum. Akan tetapi, Negara
hukum belum tentu Negara demokrasi. Franz Magnis Suseno (1997) menyatakan
adanya lima gugus cirri hakiki dari Negara demokrasi. Kelima ciri Negara
demokrasi tersebut adalah:
1. Negara hukum,
2. Pemerintah di bawah kontrol nyata masyarakat,
3. Pemilihan umum yang bebas,
4. Prinsip mayoritas, dan
5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Berdasarkan lima ciri Negara demokrasi tersebut, ditegaskan kembali oleh
Hendra Nurtjahjo (2006) bahwa suatu Negara hukum tidak mesti demokratis.
Pemerintahan monarki atau paternalistik pun dapat taat kepada hukum. Akan tetapi,
demokrasi pada bukan Negara hukum bukanlah demokrasi dalam arti
sesungguhnya. Demokrasi harus dijalankan melalui suatu konstruksi Negara yang
berdasar atas hukum.
Demokrasi melatarbelakangi munculnya Negara hukum. Berdasarkan
sejarah perkembangannya, tumbuhnya Negara hukum baik formil maupun materiil
bermulai dari gagasan demokrasi konstitusional, yaitu Negara demokrasi yang
berdasarkan atas konstitusi.
Demokrasi baik sebagai bentuk pemerintahan maupun suatu sistem politik
berjalan di atas dan tunduk pada koridor hukum yang disepakati bersama sebagai
aturan main demokrasi. Sedangkan demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan
dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama
hukum. Dengan demikian, di Negara demokrasi hukum menjadi sangat dibutuhkan
sebagai aturan dan prosedur demokrasi. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan
kompetisi sebagai ciri demokrasi akan menjadi liar tak terkendalikan. Jadi, Negara
demokrasi, sangat membutuhkan hukum.
Menjadi Negara hukum belum tentu telah menjadi Negara demokrasi.
Masih dibutuhkan syarat-syarat di luar Negara hukum agar dapat dinyatakan
sebagai Negara demokrasi, seperti adanya pemilihan umum, kebebasan
berpendapat, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pengertian hukum itu sangat banyak karena terdapat banyak sisi pandang
terhadap hukum, akan tetapi, sebuah definisi bagi hukum yang dapat menjadi
pedoman adalah Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-
perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu
2. Unsur-unsur hukum adalah peraturan tingkah laku manusia yang diadakan
oleh badan resmi, bersifat memaksa, terdapat sanksi tegas bagi pelanggarnya; dan
ciri-cirinya adalah terdapat perintah dan/atau larangan serta harus dipatuhi setiap
orang; sedangkan sifatnya adalah mengatur dan memaksa.Fungsi hukum adalah
sebagai alat pengatur tata tertib, sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial
lahir dan batin, sebagai sarana penggerak pembangunan, sebagai penentuan alokasi
wewenang, sebagai alat penyelesaian sengketa, berfungsi memelihara kemampuan
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah;
dengan tujuan mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, dapat
melayani kehendak negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada
rakyat, demi keadilan dan/atau berfaedah bagi rakyat yang mana dapat menjaga
kepentingan rakyat.

3.2 Saran
Sebelumnya penulis minta maaf kepada khalayak yang bersangkutan tentang
hukum. Penulis sangat yakin jikalau hukum ini maju maka apa yang dibutuhkan
negara kita dalam penerapannya dan penegakan.
Selain itu dengan apa yang dibahas, digali dan dipelajari apa yang didapat dari
hukum ini, penulis sangat berharap jikalau penulis berhasil dalam pendidikannya
maka akan dengan berat hati, maka hukum diindonesia akan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004).


Wasis SP., Pengantar Ilmu Hukum (Malang: UMM Pres, 2002) 11.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), 36.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 53; SP.,
Pengantar Ilmu Hukum.
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, 40; SP., Pengantar Ilmu Hukum, 21; Soeroso,
Pengantar Ilmu Hukum, 56.
http://arifsaputra96.blogspot.co.id/2014/01/kewarganegaraan-tentang-
hukum.html (diakses pada tanggal 17 Maret 2017).
https://rezaahmadfadila.wordpress.com/2016/04/25/makalah-pendidikan-
kewarganegaraan-negara-hukum-dan-hak-asasi-manusia/html (diakses pada
tanggal 17 Maret 2017).

Вам также может понравиться