Вы находитесь на странице: 1из 18

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Diseluruhdunia,hipertensiatautekanandarahtinggidiperkirakanmempengaruhilebihdari
satudaritigaorangdewasaberusia25tahundanlebih,atausekitarsatumiliarorangdiduniaalami
hipertensi. Hipertensimerupakansalahsatukontributorpalingpentinguntukpenyakitjantungdan
stroke,yangbersamasamamejadipenyebabnomorsatukematiandinidancacatdidunia.Para
penelitimemperkirakanbahwahipertensimemberikankontribusihampir9,4jutakematianakibat
penyakitkardiovaskularsetiaptahunnya.Halinijugameningkatkanrisikoterjadinyakondisiseperti
gagalginjaldankebutaan.1
PrevalensihipertensitertinggiadalahdiAfrika(46%daripopulasiorangdewasa),sedangkan
prevalensiterendahnya ada diAmerika(35%dari populasi orangdewasa).Secarakeseluruhan,
negaranegaraberpenghasilantinggimemilikiprevalensilebihrendahmengalamihipertensi(35%
daripopulasiorangdewasa)daripadakelompokrendahataunegarayangberpenghasilanmenengah
(40%daripopulasiorangdewasa).2
SedangkandiIndonesia,prevalensi hipertensi juga cukup tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, di DKI Jakarta saja ada 20% penderita hipertensi. Selain itu, akibat yang
ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.3,4
Hipertensi sebagai salah satu penyakit kronis, hanya dapat dikendalikan dan tidak dapat
disembuhkan. Maka dari itu kepatuhan terhadap pengobatan merupakan kunci pengendalian
penyakit hipertensi. Masalah besar yang muncul pada penderita hipertensi adalah ketidakpatuhan
dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Sebagian besar penderita hipertensi tidak teratur minum
obat dan menghentikan pengobatan ketika tekanan darah mereka sudah kembali normal.4 Sebuah
studi fenomenologi tentang kepatuhan minum obat penderita hipertensi menemukan bahwa
penderita hipertensi tidak rutin minum obat, bahkan ketika obat telah habis, penderita tidak
berupaya untuk melakukan kontrol.5 Ketidakpatuhan tersebut menjadi masalah yang berpotensi
untuk meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta memperbesar biaya pengobatan penderita
hipertensi.6
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata
pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju sebesar 50%, dan di
negara berkembang diperkirakan akan lebih rendah. Sebuah metaanalisis mengenai hubungan
antara kepatuhan penggunaan obat terhadap kejadian mortalitas yang berasal dari 21 penelitian
menunjukkan bahwa, kepatuhan terhadap penggunaan obat berhubungan positif dengan hasil

1
pengobatan. Kepatuhan merupakan faktor kunci yang terkait dengan efektivitas dari semua terapi
farmakologis.7
Ketidakpatuhan dengan program terapi merupakan masalah yang besar pada pasien hipertensi.
Menurut Hanns pada tahun 2008 menjelaskan bahwa diseluruh dunia sekitar 20% dari semua pasien
hipertensi yang di diagnosis patuh untuk minum obat yang diresepkan oleh dokter, sedangkan
menurut Departemen Kesehatan 2006, hanya 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak
minum obat sesuai anjuran tenaga kesehatan.8
Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita hipertensi dalam minum
obat antihipertensi yang diteliti pada penelitian ini adalah dukungan keluarga, pendidikan, status
pekerjaan, tingkat pengetahuan, dosis obat.

1.2 Rumusan Masalah


a. Hipertensi merupakan salah satu kontributor paling penting untuk penyakit jantung
dan stroke, yang bersama-sama menjadi penyebab nomor satu kematian dini dan cacat di dunia.
b. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat di DKI Jakarta ada 20%
penderita hipertensi.
c. Pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien di dunia pada terapi jangka panjang
terhadap penyakit kronis rendah.
d. Sebagian besar penderita hipertensi tidak teratur minum obat dan menghentikan
pengobatan ketika tekanan darah mereka sudah kembali normal.

1.3 Tujuan
Dengan melakukan kegiatan kunjungan langsung kepada pasien puskesmas diharapkan dapat
menambah wawasan mengenai pemantauan terhadap pasien hipertensi secara menyeluruh dan
komprehensif, dengan melihat berbagai aspek di sekitarnya secara langsung di lapangan yang
mempengaruhi cara pandang pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Selain itu, diharapkan
dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih baik kepada pasien, komunitas dan
masyarakat di sekitarnya mengenai pentingnya mengontrol secara rutin kesehatannya dan
meningkakan taraf hidup keluarga ditinjau dari sisi kedokteran keluarga yang tidak hanya berfokus
pada upaya kuratif dan rehabilitatif, namun juga promotif dan preventif.

1.4 Sasaran
Sasaran yang dituju adalah pasien hipertensi yang merupakan peserta Prolanis Puskesmas
Kutawaluya, dan juga sekelompok masyarakat atau komunitas yang harus diberikan edukasi dan
konseling guna meningkatkan kesadaran dan kepatuhan mereka akan pentingnya mengontrol
2
kesehatan secara rutin dan sekaligus memberi pemahaman mengenai dampak dan komplikasi
yang dapat terjadi apabila tekanan darah tidak dikontrol.

3
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Hipertensi


Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding pembuluh darah dan
ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung
ke jaringan. Besar tekanan bervariasi tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan
darah paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika
ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan hipertensi, tekanan darah meningkat yang
ditimbulkan karena darah dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih.9,10
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik 140 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg.11 Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer
pada pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersirkulasi. Hipertensi dapat menyebabkan
komplikasi seperti penyakit jantung koroner, left ventricle hypertrophy, dan stroke yang merupakan
salah satu penyebab kematian tertinggi.12
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor risiko
yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol
seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur, serta faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium
dan lemak jenuh. Hipertensi yang tidak terkontrol akan meningkatkan angka mortalitas dan
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital seperti jantung (infark miokard, jantung koroner,
gagal jantung kongestif), otak (stroke, enselopati hipertensif), ginjal (gagal ginjal kronis), mata
(retinopati hipertensif).13

2.2 Klasifikasi Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer
dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi karena peningkatan
persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga
disebut hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti obesitas dan merokok.14
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui
dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan
dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara

4
lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldesteronisme primer,
sindroma Cushing, feokromositoma, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Umumnya hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara
tepat. Berdasarkan bentuknya, hipertensi dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya
ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila
jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri
dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.15
Menurut The Eight Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII), klasifikasi hipertensi pada orang
dewasa dapat dibagi menjadi sembilan rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan darah dan
golongan obat hipertensi yang direkomendasikan.16
Grade A/Rekomendasi A Strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan yang tinggi
berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberikan manfaat atau
keuntungan yang substansial.
Grade B/Rekomendasi B Moderate recommendation. Terdapat keyakinan tingkat mengenah
berbasis bukti bahwa rekomendasi yang diberikan dapat memberikan manfaat secara
moderate.
Grade C/Rekomendasi C Weak recommendation. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat
moderate berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan memberikan manfaat meskipun
hanya sedikit.
Grade D/Rekomendasi D Recommendation against. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat
moderate bahwa tidak ada manfaat atau bahkan terdapat risiko atau bahaya yang lebih tinggi
dibandingkan manfaat yang bisa didapat.
Grade E/Rekomendasi E Expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup atau masih
belum jelas atau terdapat konflik (misal karena berbagai perbedaan hasil), tetapi
direkomendasikan oleh komite karena dirasakan penting untuk dimasukan dalam guideline.
Grade N/Rekomendasi N No recommendation for or against. Tidak ada manfaat yang jelas
terbukti. Keseimbangan antara manfaat dan bahaya tidak dapat ditentukan karena tidak ada
bukti-bukti yang jelas tersebut.

Rekomendasi 1. Rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC 8 ini terkait


dengan target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan
sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah sistolik
5
kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi A
menjadi label dari rekomendasi nomor 1 ini. Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah
yang lebih rendah, seperti misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama
tidak ada efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup, terapi tidak perlu diubah.
Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa dengan melakukan terapi
dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah terjadi penurunan kejadian stroke, gagal
jantung, dan penyakit jantung koroner. Ditambah dengan penemuan bahwa dengan menerapkan
target tekanan darah <140 mmHg pada usia tersebut tidak didapatkan manfaat tambahan
dibandingkan dengan kelompok dengan target tekanan darah sistolik yang lebih tinggi. Namun,
terdapat beberapa anggota komite JNC yang tepat menyarankan untuk menggunakan target JNC 7
(<140 mmHg) berdasarkan expert opinion terutama pada pasien dengan factor risiko multipel,
pasien dengan penyakit kardiovaskular termasuk stroke serta orang kulit hitam.16
Rekomendasi 2. Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah diastolik <90
mmHg. Secara umum, target tekanan darah diastolic pada populasi ini tidak berbeda dengan
populasi yang lebih tua. Untuk golongan usia 30-59 tahun, terdapat rekomendasi A, sementara
untuk usia 18-29 tahun, terdapat expert opinion. Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas dan
kuat dari 5 percobaan tentang tekanan darah diastolic yang dilakukan oleh HDFP, Hypertension-
Stroke Cooperative, MRC, ANBP, dan VA Cooperative. Dengan tekanan darah <90 mmHg,
didapatkan penurunan kejadian serebrovaskular, gagal jantung, serta angka kematian secara umum.
Juga, didapatkan bukti bahwa menatalaksana dengan target 80 mmHg atau lebih rendah tidak
memberikan manfaat yang lebih dibandingkan target 90 mmHg. Pada populasi lebih muda dari 30
tahun, belum ada RCT yang memadai. Namun, disimpulkan bahwa target untuk populasi tersebut
mestinya sama dengan usia 30-59 tahun.16
Rekomendasi 3. Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang lebih muda
dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik <140 mmHg.
Rekomendasi ini berdasarkan pada expert opinion. RCT terbaru mengenai populasi ini serta target
tekanan darahnya dianggap masih kurang memadai. Oleh karena itu, panelist tetap
merekomendasikan standar yang sudah dipakai sebelumnya pada JNC 7. Selain itu, tidak ada alasan
yang dirasakan membuat standar tersebut perlu diganti. Alasan berikutnya terkait dengan penelitian
tentang tekanan darah diastolic yang digunakan pada rekomendasi 2 yang mana didapatkan bahwa
pasien yang mendapatkan tekanan darah kurang dari 90 mmHg juga mengalami penurunan tekanan
darah sistolik kurang dari 140 mmHg. Sulit untuk menentukan bahwa benefit yang terjadi pada
penelitian tersebut disebabkan oleh penurunan tekanan darah sistolik, diastolic atau keduanya.

6
Tentunya dengan mengkombinasikan rekomendasi 2 dan 3, manfaat yang didapatkan seperti pada
penelitian tersebut juga diharapkan mampu digapai.16
Rekomendasi 4. Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi
dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu
diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg
serta diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. RCT yang
digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan populasi usia kurang dari 70 tahun
dengan eGFR atau measured GFR kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada orang dengan
albuminuria (lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR maupun usia. Perlu
diperhatikan bahwa setelah kita mengetahui data usia pasien, pada pasien lebih dari 60 tahun kita
perlu menentukan status fungsi ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah sistolik yang
digunakan adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih rendah, yaitu 140/90
mmHg.16
Rekomendasi 5. Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi dimulai
untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic kurang dari 90
mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. Target tekanan darah ini lebih tinggi dari
guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta diastolic <85 mmHg.16
Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel
blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB). Rekomendasi ini merupakan rekomendasi B. Masing-masing kelas obat tersebut
direkomendasikan karena memberikan efek yang dapat dibandingkan terkait angka kematian secara
umum, fungsi kardiovaskular, serebrovaskular dan outcome ginjal, kecuali gagal jantung. Terapi
inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif dibandingkan CCB atau ACEI, dan ACEI lebih efektif
dibandingkan CCB dalam meningkatkan outcome pada gagal jantung. Jadi pada kasus selain gagal
jantung kita dapat memilih salah satu dari golongan obat tersebut, tetapi pada gagal jantung
sebaiknya thiazid yang dipilih. Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi inisial hipertensi
karena penggunaan beta blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada kematian akibat
penyakit kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB. Sementara itu,
alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat tersebut memberikan kejadian
cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang lebih jelek dibandingkan dengan
penggunaan diuretic sebagai terapi inisiasi.16
Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial
hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB dan
ACEI tidak direkomendasikan. Rekomendasi untuk populasi kulit hitam adalah rekomendasi B

7
sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes adalah rekomendasi C. Pada studi yang digunakan,
didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide memberikan perbaikan yang lebih tinggi pada
kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang dikombinasi
dibandingkan ACEI. Sementara itu, meski CCB lebih kurang dibandingkan diuretic dalam
mencegah gagal jantung, tetapi outcome lain tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan diuretik
thiazide. CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata didapatkan hasil
bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih tinggi mengalami stroke pada
penggunaan ACEI sebagai terapi inisial dibandingkan dengan penggunaan CCB. Selain itu, pada
populasi kulit hitam, ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang kurang efektif
dibandingkan CCB.16
Rekomendasi 8. Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi,
ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk meningkatkan
outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras maupun status
diabetes. Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal yang lebih baik
dengan penggunaan ACEI atau ARB. Sementara itu, pada pasien kulit hitam dengan CKD, terutama
yang mengalami proteinuria, ACEI atau ARB tetap direkomendasikan karena adanya kemungkinan
untuk progresif menjadi ESRD (end stage renal disease). Sementara jika tidak ada proteinuria,
pilihan terapi inisial masih belum jelas antara thiazide, ARB, ACEI atau CCB. Jadi, bisa dipilih
salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak digunakan dalam terapi inisial, obat tersebut juga bisa
digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Penggunaan ACEI dan ARB secara
umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum dan mungkin menghasilkan efek metabolic
seperti hiperkalemia, terutama pada mereka dengan fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan
kadar kreatinin dan potassium tidak selalu membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu
memantau kadar elektrolit dan kreatinin yang mana pada beberapa kasus perlu mendapatkan
penurunan dosis atau penghentian obat.16
Rekomendasi 9. Rekomendasi 9 ini termasuk dalam rekomendasi E atau expert opinion.
Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi inisial
yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. Jangka waktu yang
menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan darah belum tercapai,
kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau menambahkan obat lain sebagai
terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau
CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum
berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu
terus memantai perkembangan tekanan darahnya serta bagaimana terapi dijalankan, termasuk

8
kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak
dapat diberikan, kita bisa menggunakan antihipertensi golongan lain.16

2.3 Epidemiologi Hipertensi


Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang berbeda-beda, sebab
ada faktor-faktor genetik, ras, regional, sosiobudaya yang juga menyangkut gaya hidup yang juga
berbeda. Hipertensi akan makin meningkat bersama dengan bertambahnya umur. Hasil analisa The
Third National Health and Nutrition Examinattion Survey (NHANES III) blood pressure data,
hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori. Dua puluh enam persen pada populasi muda (umur
kurang atau sama dengan 50 tahun), terutama pada laki-laki (63%) yang biasanya didapatkan lebih
banyak IDH dibanding ISH. Tujuh puluh empat persen pada populasi tua (umur lebih dari 50 tahun),
utamanya pada wanita (58%) yang biasanya didapatkan lebih banyak ISH dibanding IDH.17
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada anak-anak yang
tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan pertumbuhan badan. Dengan
bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin meningkat, sehingga di atas umur 60
tahun prevalensinya mencapai 65,4%. Obesitas, sindroma metabolik, kenaikan berat badan adalah
faktor risiko independen untuk kejadian hipertensi. Faktor asupan NaCl pada diet juga sangat erat
hubungannya dengan kejadian hipertensi. Mengkonsumsi alkohol, rokok, stres kehidupan sehari-
hari, kurang olah raga juga berperan dalam kontribusi kejadian hipertensi.17
Bila anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun risiko
menjadi hipertensi diperkirakan sekitar empat kali dibandingkan dengan anamnesa keluarga yang
tidak didapatkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun, semua orang akan menjadi hipertensi (90%).
Menurut NHES 1999-2000, prevalensi tekanan darah tinggi pada populasi dewasa yang berumur di
atas 20 tahun di Amerika Serikat, adalah sebagai berikut: normal 38%, pre hipertensi 31%,
hipertensi 31%.17

2.4 Patofisiologi Hipertensi


Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang dilakukan oleh
aktivitas memompa jantung (cardiac output) dan tonus dari arteri (peripheral resisten). Faktor-
faktor ini menentukan besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi cardiac
output dan resistensi perifer. Hipertensi terjadi karena kelainan dari salah faktor tersebut.18
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis
timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan
kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac
output tidak meningkat yaiutu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. 18

9
Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan
volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output.18

2.5 Diagnosis Hipertensi


Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, dan hanya dapat
ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan berbeda, kecuali terdapat
kenaikkan tinggi atau gejala-gejala klinis yang menyertai. Pengukuran tekanan darah dilakukan
dalam keadaan pasien duduk, setelah beristirahat selama 5 menit. Alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi
yang paling umum terdiri dari sebuah manset karet dengan dibalut bahan yang difiksasi disekitarnya
secara merata tanpa menimbulkan konstriksi.19
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, pengobatan
antihipertensi sebelumnya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam
keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, gejala kerusakan organ,
perubahan aktifitas atau kebiasaan sebagai faktor risiko hipertensi (seperti merokok, konsumsi
makanan, riwayat dan faktor pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lain-lain).19
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium rutin
yang dilakukan sebelum memulai terapi, dengan tujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ
dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya dilakukan pemeriksaan
urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total), dan EKG.15,19

2.6 Pengukuran Tekanan Darah


Untuk menetapkan derajat klasifikasi hipertensi, tekanan darah harus di periksa secara akurat.
Namun, meskipun pengukuran tekanan darah merupakan salah satu nilai yang paling penting dalam
klinis tetapi dalam praktek nya pengukuran tekanan darah masih banyak yang melakukan
kesalahan. Tekanan darah dapat diukur melalui arteri dengan memasukkan kateter ke dalam lumen
arteri, tetapi metode ini tidak praktis dan jarang digunakan dalam pemeriksaan klinis, kecuali di unit
perawatan intensif. Gold standart untuk pengukuran tekanan darah adalah petugas kesehatan yang
terlatih menggunakan sphygmomanometer merkuri. Aneroid dan sphygmomanometer otomatis telah
meningkat pemakaiannya selama beberapa tahun terakhir. Ketika memakai alat pengukur tekanan
darah selain sphygmomanometer merkuri, alat tersebut harus mengikuti protokol kalibrasi secara
rutin. Terlepas dari alat yang digunakan, penting untuk diingat bahwa tekanan darah adalah
fenomena hemodinamik yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti emosi, posisi badan, alkohol,
pemakaian obat-obatan dan lain-lain. Oleh karena itu, keadaan dan prosedur untuk pengukuran

10
tekanan darah harus distandarisasi. Pengukuran tekanan darah dapat diambil di klinik, di rumah,
atau dengan ambulatory blood pressure monitoring. 14
Untuk mempertahankan nilai prediktif, pengukuran tekanan darah harus distandarisasi dengan
pengamat terlatih mengikuti protokol yang ditetapkan. pakaian tebal harus dilepaskan, lengan
diposisikan setingkat dengan jantung dan tidak boleh berbicara selama pengukuran. Pasien harus
duduk selama setidaknya 5 menit di kursi, dengan kaki rata di lantai dan di ruangan yang tenang
sebelum pengukuran. Ukuran manset harus diperhatikan seperti panjang manset setidaknya 80%
melingkari lengan atas dan lebar manset setidaknya 40% dari lengan atas. Lingkar lengan 22 hingga
26 cm, memakai ukuran manset 12 22 cm. Lingkar lengan 27-34 cm,memakai ukuran 16 30 cm,
untuk lingkar lengan 35 sampai 44 cm, memakau manset ukuran 16 36 cm, untuk lingkar lengan
45 sampai 52 cm, memakai manset ukuran 16 42 cm. Memakai manset terlalu kecil akan
menyebabkan tekanan darah terlalu tinggi.14
Margin distal dari manset harus minimal 3 cm proksimal ke fossa antecubital. manset harus
mengembang dengan tekanan sekitar 30 mm Hg di atas titik di mana denyut nadi teraba
menghilang. Kolom merkuri diturunkan 2 sampai 3 mm per detik. Timbulnya fase I dari suara
Korotkoff sesuai dengan tekanan sistolik. Hilangnya suara (fase V) sesuai dengan tekanan diastolik.
Setidaknya pengukuran dilakukan 2 kali dengan jarak waktu 1 sampai 2 menit. Tekanan darah harus
diukur di kedua lengan pada kunjungan pertama untuk mendeteksi kemungkinan adanya perbedaan
nilai tekanan darah yang dikarenakan penyakit pembuluh darah perifer, nilai diambil pada tangan
yang mempunya nilai paling tinggi. Pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri dan tidur harus
dilakukan secara berkala, terutama pada mereka yang beresiko postural hypotension. 14

2.7 Tatalaksana
2.7.1 Kontrol Tekanan Darah
Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan dengan
menurunkan tekanan diastol. Walaupun kontrol tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada
penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan
melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang
tidak sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.15

2.7.2 Tujuan Terapi


Tujuan dari terapi menggunakan obat antihipertensi adalah untuk mengurangi resiko
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Target tekanan darah adalah < 140/90 mmHg
disertai dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan diabetes atau
penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg. Keuntungan dari obat antihipertensi
ini berhubungan dengan penurunan dari (1) insiden stroke, skitar 35-40 % (2) MCI, sekitar 20-25%

11
dan gagal jantung, sekitar > dari 50 %. Estimasi ini dilakukan pada hipertensi derajat 1 dengan
tekanan sistolik 140-159 mmHg dan atau tekanan diastolik 90-99 mmHg.15

2.7.3 Perubahan Gaya Hidup


Gaya hidup yang sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan darah dan termasuk
dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan atau menunda insiden dari
hipertensi, dan meningkatkan efek dari obat antihipertensi, dan penurunan risiko kardiovaskular.15

Tabel 1. Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi. 15

2.7.4 Obat-obat Antihipertensi


Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi, yaitu: diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (B-blocker), penghambat angiotensin-
converting ezyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (angiotensin-receptor blocker,
ARB), dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (A-blocker) tidak
dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC sebelumnya termasuk lini
pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua, yaitu: penghambat
saraf adrenergik, agonis A-2 sentral, dan vasodilator. Berikut adalah 5 kelompok obat lini pertama
yang digunakan untuk pengobatan hipertensi menurut JNC VIII.20

2.7.4.1 Diuretik
Obat yang termasuk golongan diuretik atau tiazid antara lain hidroklorotiazid,
bendroflumetiazid, klorotiazid, dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid
12
dan klotalidon). Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototipe golongan tiazid dan dianjurkan untuk
sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai
antihipertensi lain. Golongan tiazid umumnya kurang efektif pada gangguan fungsi ginjal, dapat
memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama menyebabkan hiperlipidemia. Efek hipotensif
tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Karena itu,
peningkatan dosis haru dilakukan dengan interval waktu tidak kurang dari 4 minggu.20

2.7.4.2 B-Bloker
Penurunan tekanan darah oleh B-bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini
mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan
tekanan darah lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak menimbulkan
hipotensi ortostatik dan tidak meninmbulkan retensi air dan garam.20

2.7.4.3 Ace-Inhibitor
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan. ACE-
inhibitor efektif utnuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa diantaranya dapat
digunakan pada krisis hipertensi. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergistik. ACE-
inhibitor terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga menunjukkan efek
positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk hipertensi
pada diabetes, displipidemia, dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi
proteinuria pada sindrom nefrotik dan nefropati DM. Selain itu ACE-inhibitor juga sangat baik
untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.20

2.7.4.4 Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)


ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin
yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada
hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien dengan hipovolemia, dosis ARB perlu
diturunkan.20

2.7.4.5. Antagonis Calsium


Sebagai monoterapi antagonis kalsium memberikan efektivitas yang sama dengan obat
antihipertensi lain. Nifedipin kerja singkat paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat
menyebabkan iskemia miokard dan serebral. Refleks takikardia dan palpitasi mempermudah
13
terjadinya serangan angina pada pasien dengan PJK. Hipotensi sering terjadi pada pasien usai
lanjut, keadaan deplesi cairan dan yang mendapat antihipertensi lain. Amlodipin dan nifedipin lepas
lambat dengan mula kerja yang lambat menimbulkan efek samping yang lebih jarang dan lebih
ringan.20

Tabel 2. Obat Antihipertensi JNC 8.16

Inisial Dosis Target Jumlah


Obat Antihipertensi
Dosis Harian, mg RCT, mg Obat / Hari
ACE inhibitors
1. Captopril 50 150-200 2
2. Enalapril 5 20 1-2
3. Lisinopril 10 40 1
Angiostensi receptor blockers (ARB)
1. Eprosartan 400 600-800 1-2
2. Candesartan 4 12-32 1
3. Losartan 50 100 1-2
4. Valsartan 40-80 160-320 1
5. Irbesartan 75 300 1
-Blockers
1. Atenolol 25-50 100 1
2. Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium Channel Blockers
1. Amlodipine 2,5 10 1
2. Diltiazem extended release 120-180 360 1
3. Nitredipine 10 20 1-2

14
Thiazide-type diuretics
1. Bendroflumethiazide 5 10 1
2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2
4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1

2.7.4.6 Terapi Kombinasi


ESH-ESC 2007 merekomendasi, dua obat dapat langsung diberikan sebagai terapi awal untuk
yang dikalsifikasikan sebagai high atau very high cardiovascular risk. WHO dan JNC 7 juga
memberi rekomendasi yan sama terutama untuk tambahan obat kedua pada hipertensi dengan
tekanan darah 20 mmHg di atas sistolik blood pressure goal atau 10 mmHg di atas diastolik blood
pressure goal atau yang dengan compelling indications. CHEP 2011 menganjurkan memberi satu
tablet yang sudah berisi dua obat dari pada masing-masing obat diberikan secara terpisah. Walaupun
semua guideline ESH-ESC 2007 saja yang dengan tegas merekomendasi efek sinergistik obat-obat
tersebut.17
ESH-ESC 2007 merekomendasi pilihan diuretik adalah indapamide, sebab merupakan
diuretik yang unik karena mampun memberi natriuresis tanpa diuresis serta dapat memberi proteksi
vaskular seperti CCB. Kombinasi berikutnya yang direkomendasi ialah ACE inhibitor diwakili
perindopril dan CCB diwakili amlodipin sesuai dengan hasil studi ASCOT dimana kombinasi ini
mempunyai nilai proteksi yang lebih baik. Guideline ESH-ESC 2007 juga merekomendasikan
kombinasi yang baik ialah ACE-I, CCB dan diuretik tiazid.17

2.8 Komplikasi
2.8.1 Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang
menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.21

2.8.2 Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak. Sekitar
85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara
progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia >65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik.21

2.8.3 Ginjal

15
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada renal
insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih
rendah, khususnya ketika ada proteinuria.21

2.9 Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan
timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah, kurang
dari 15 % (2) risiko menengah , sekitar 15-20 % (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.8

Tabel 3. Faktor yang Mempengaruhi Prognosis.20

Tabel 3. Prognosis.13

16
DAFTAR PUSKTAKA

1. WHO. World health day 2013. Measure your blood pressure, reduce your risk. [online].
2013. Available from:
http://.www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/world_health_day_20130403/en/.
Retrieved 9 Mei 2016.
2. Kementrian Kesehatan RI. Masalah hipertensi di Indonesia. [online]. 2012. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/print/1909/masalah-hipertensi-di-indonesia.html. 12
February 2016.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kementrian
Kesehatan; 2013.h.88-9.
4. Suhadi. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan lansia dalam perawatan
hipertensi di wilayah puskesmas srondol kota semarang. Depok: Universitas Indonesia;
2011.
5. Prihandana S. Studi fenomenologi: pengalaman kepatuhan perawatan mandiri pada pasien
hipertensi di poliklinik rsi siti hajar kota tegal. Depok: Universitas Indonesia; 2012.
6. Kjeldsen LJ, Herborg H, Sondergaard B, Bjerrum L, Knudsen P, Rossing C. Development of
new concepts of non-adherence measurements among users of antihypertensives medicines
international journal of clinical pharmacy. Denmark: Springer Science Business Media;
2011.p.33:565-72.
7. Brown MT, Bussell JK. Medication adherence: who care. USA: National Centre for Bio
Technology Information, Mayo Clin Proc; 2011.p.86(4):304-314.
8. Depkes RI. Pedoman teknis: penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi. Jakarta:
Direktorat P2PL. 2006.
9. Sugiarto A. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat (studi kasus di
kabupaten karanganyar). [online]. c2007. p: 29-50, 90-126. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/5265/ 10 February 2016.

17
10. WHO. Regional office for south-east asia. department of sustainable development and
healthy environments. non communicable disease : hypertension. [online]. 2011. Available
from: http://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/en/. 10 February 2016

18

Вам также может понравиться