Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
1
pengobatan. Kepatuhan merupakan faktor kunci yang terkait dengan efektivitas dari semua terapi
farmakologis.7
Ketidakpatuhan dengan program terapi merupakan masalah yang besar pada pasien hipertensi.
Menurut Hanns pada tahun 2008 menjelaskan bahwa diseluruh dunia sekitar 20% dari semua pasien
hipertensi yang di diagnosis patuh untuk minum obat yang diresepkan oleh dokter, sedangkan
menurut Departemen Kesehatan 2006, hanya 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak
minum obat sesuai anjuran tenaga kesehatan.8
Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita hipertensi dalam minum
obat antihipertensi yang diteliti pada penelitian ini adalah dukungan keluarga, pendidikan, status
pekerjaan, tingkat pengetahuan, dosis obat.
1.3 Tujuan
Dengan melakukan kegiatan kunjungan langsung kepada pasien puskesmas diharapkan dapat
menambah wawasan mengenai pemantauan terhadap pasien hipertensi secara menyeluruh dan
komprehensif, dengan melihat berbagai aspek di sekitarnya secara langsung di lapangan yang
mempengaruhi cara pandang pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Selain itu, diharapkan
dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih baik kepada pasien, komunitas dan
masyarakat di sekitarnya mengenai pentingnya mengontrol secara rutin kesehatannya dan
meningkakan taraf hidup keluarga ditinjau dari sisi kedokteran keluarga yang tidak hanya berfokus
pada upaya kuratif dan rehabilitatif, namun juga promotif dan preventif.
1.4 Sasaran
Sasaran yang dituju adalah pasien hipertensi yang merupakan peserta Prolanis Puskesmas
Kutawaluya, dan juga sekelompok masyarakat atau komunitas yang harus diberikan edukasi dan
konseling guna meningkatkan kesadaran dan kepatuhan mereka akan pentingnya mengontrol
2
kesehatan secara rutin dan sekaligus memberi pemahaman mengenai dampak dan komplikasi
yang dapat terjadi apabila tekanan darah tidak dikontrol.
3
Bab II
Tinjauan Pustaka
4
lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldesteronisme primer,
sindroma Cushing, feokromositoma, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Umumnya hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara
tepat. Berdasarkan bentuknya, hipertensi dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya
ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila
jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri
dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.15
Menurut The Eight Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII), klasifikasi hipertensi pada orang
dewasa dapat dibagi menjadi sembilan rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan darah dan
golongan obat hipertensi yang direkomendasikan.16
Grade A/Rekomendasi A Strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan yang tinggi
berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberikan manfaat atau
keuntungan yang substansial.
Grade B/Rekomendasi B Moderate recommendation. Terdapat keyakinan tingkat mengenah
berbasis bukti bahwa rekomendasi yang diberikan dapat memberikan manfaat secara
moderate.
Grade C/Rekomendasi C Weak recommendation. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat
moderate berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan memberikan manfaat meskipun
hanya sedikit.
Grade D/Rekomendasi D Recommendation against. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat
moderate bahwa tidak ada manfaat atau bahkan terdapat risiko atau bahaya yang lebih tinggi
dibandingkan manfaat yang bisa didapat.
Grade E/Rekomendasi E Expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup atau masih
belum jelas atau terdapat konflik (misal karena berbagai perbedaan hasil), tetapi
direkomendasikan oleh komite karena dirasakan penting untuk dimasukan dalam guideline.
Grade N/Rekomendasi N No recommendation for or against. Tidak ada manfaat yang jelas
terbukti. Keseimbangan antara manfaat dan bahaya tidak dapat ditentukan karena tidak ada
bukti-bukti yang jelas tersebut.
6
Tentunya dengan mengkombinasikan rekomendasi 2 dan 3, manfaat yang didapatkan seperti pada
penelitian tersebut juga diharapkan mampu digapai.16
Rekomendasi 4. Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi
dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu
diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg
serta diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. RCT yang
digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan populasi usia kurang dari 70 tahun
dengan eGFR atau measured GFR kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada orang dengan
albuminuria (lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR maupun usia. Perlu
diperhatikan bahwa setelah kita mengetahui data usia pasien, pada pasien lebih dari 60 tahun kita
perlu menentukan status fungsi ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah sistolik yang
digunakan adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih rendah, yaitu 140/90
mmHg.16
Rekomendasi 5. Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi dimulai
untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic kurang dari 90
mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. Target tekanan darah ini lebih tinggi dari
guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta diastolic <85 mmHg.16
Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel
blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB). Rekomendasi ini merupakan rekomendasi B. Masing-masing kelas obat tersebut
direkomendasikan karena memberikan efek yang dapat dibandingkan terkait angka kematian secara
umum, fungsi kardiovaskular, serebrovaskular dan outcome ginjal, kecuali gagal jantung. Terapi
inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif dibandingkan CCB atau ACEI, dan ACEI lebih efektif
dibandingkan CCB dalam meningkatkan outcome pada gagal jantung. Jadi pada kasus selain gagal
jantung kita dapat memilih salah satu dari golongan obat tersebut, tetapi pada gagal jantung
sebaiknya thiazid yang dipilih. Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi inisial hipertensi
karena penggunaan beta blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada kematian akibat
penyakit kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB. Sementara itu,
alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat tersebut memberikan kejadian
cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang lebih jelek dibandingkan dengan
penggunaan diuretic sebagai terapi inisiasi.16
Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial
hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB dan
ACEI tidak direkomendasikan. Rekomendasi untuk populasi kulit hitam adalah rekomendasi B
7
sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes adalah rekomendasi C. Pada studi yang digunakan,
didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide memberikan perbaikan yang lebih tinggi pada
kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang dikombinasi
dibandingkan ACEI. Sementara itu, meski CCB lebih kurang dibandingkan diuretic dalam
mencegah gagal jantung, tetapi outcome lain tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan diuretik
thiazide. CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata didapatkan hasil
bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih tinggi mengalami stroke pada
penggunaan ACEI sebagai terapi inisial dibandingkan dengan penggunaan CCB. Selain itu, pada
populasi kulit hitam, ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang kurang efektif
dibandingkan CCB.16
Rekomendasi 8. Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi,
ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk meningkatkan
outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras maupun status
diabetes. Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal yang lebih baik
dengan penggunaan ACEI atau ARB. Sementara itu, pada pasien kulit hitam dengan CKD, terutama
yang mengalami proteinuria, ACEI atau ARB tetap direkomendasikan karena adanya kemungkinan
untuk progresif menjadi ESRD (end stage renal disease). Sementara jika tidak ada proteinuria,
pilihan terapi inisial masih belum jelas antara thiazide, ARB, ACEI atau CCB. Jadi, bisa dipilih
salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak digunakan dalam terapi inisial, obat tersebut juga bisa
digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Penggunaan ACEI dan ARB secara
umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum dan mungkin menghasilkan efek metabolic
seperti hiperkalemia, terutama pada mereka dengan fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan
kadar kreatinin dan potassium tidak selalu membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu
memantau kadar elektrolit dan kreatinin yang mana pada beberapa kasus perlu mendapatkan
penurunan dosis atau penghentian obat.16
Rekomendasi 9. Rekomendasi 9 ini termasuk dalam rekomendasi E atau expert opinion.
Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi inisial
yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. Jangka waktu yang
menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan darah belum tercapai,
kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau menambahkan obat lain sebagai
terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau
CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum
berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu
terus memantai perkembangan tekanan darahnya serta bagaimana terapi dijalankan, termasuk
8
kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak
dapat diberikan, kita bisa menggunakan antihipertensi golongan lain.16
9
Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan
volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output.18
10
tekanan darah harus distandarisasi. Pengukuran tekanan darah dapat diambil di klinik, di rumah,
atau dengan ambulatory blood pressure monitoring. 14
Untuk mempertahankan nilai prediktif, pengukuran tekanan darah harus distandarisasi dengan
pengamat terlatih mengikuti protokol yang ditetapkan. pakaian tebal harus dilepaskan, lengan
diposisikan setingkat dengan jantung dan tidak boleh berbicara selama pengukuran. Pasien harus
duduk selama setidaknya 5 menit di kursi, dengan kaki rata di lantai dan di ruangan yang tenang
sebelum pengukuran. Ukuran manset harus diperhatikan seperti panjang manset setidaknya 80%
melingkari lengan atas dan lebar manset setidaknya 40% dari lengan atas. Lingkar lengan 22 hingga
26 cm, memakai ukuran manset 12 22 cm. Lingkar lengan 27-34 cm,memakai ukuran 16 30 cm,
untuk lingkar lengan 35 sampai 44 cm, memakau manset ukuran 16 36 cm, untuk lingkar lengan
45 sampai 52 cm, memakai manset ukuran 16 42 cm. Memakai manset terlalu kecil akan
menyebabkan tekanan darah terlalu tinggi.14
Margin distal dari manset harus minimal 3 cm proksimal ke fossa antecubital. manset harus
mengembang dengan tekanan sekitar 30 mm Hg di atas titik di mana denyut nadi teraba
menghilang. Kolom merkuri diturunkan 2 sampai 3 mm per detik. Timbulnya fase I dari suara
Korotkoff sesuai dengan tekanan sistolik. Hilangnya suara (fase V) sesuai dengan tekanan diastolik.
Setidaknya pengukuran dilakukan 2 kali dengan jarak waktu 1 sampai 2 menit. Tekanan darah harus
diukur di kedua lengan pada kunjungan pertama untuk mendeteksi kemungkinan adanya perbedaan
nilai tekanan darah yang dikarenakan penyakit pembuluh darah perifer, nilai diambil pada tangan
yang mempunya nilai paling tinggi. Pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri dan tidur harus
dilakukan secara berkala, terutama pada mereka yang beresiko postural hypotension. 14
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Kontrol Tekanan Darah
Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan dengan
menurunkan tekanan diastol. Walaupun kontrol tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada
penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan
melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang
tidak sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.15
11
dan gagal jantung, sekitar > dari 50 %. Estimasi ini dilakukan pada hipertensi derajat 1 dengan
tekanan sistolik 140-159 mmHg dan atau tekanan diastolik 90-99 mmHg.15
2.7.4.1 Diuretik
Obat yang termasuk golongan diuretik atau tiazid antara lain hidroklorotiazid,
bendroflumetiazid, klorotiazid, dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid
12
dan klotalidon). Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototipe golongan tiazid dan dianjurkan untuk
sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai
antihipertensi lain. Golongan tiazid umumnya kurang efektif pada gangguan fungsi ginjal, dapat
memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama menyebabkan hiperlipidemia. Efek hipotensif
tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Karena itu,
peningkatan dosis haru dilakukan dengan interval waktu tidak kurang dari 4 minggu.20
2.7.4.2 B-Bloker
Penurunan tekanan darah oleh B-bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini
mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan
tekanan darah lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak menimbulkan
hipotensi ortostatik dan tidak meninmbulkan retensi air dan garam.20
2.7.4.3 Ace-Inhibitor
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan. ACE-
inhibitor efektif utnuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa diantaranya dapat
digunakan pada krisis hipertensi. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergistik. ACE-
inhibitor terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga menunjukkan efek
positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk hipertensi
pada diabetes, displipidemia, dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi
proteinuria pada sindrom nefrotik dan nefropati DM. Selain itu ACE-inhibitor juga sangat baik
untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.20
14
Thiazide-type diuretics
1. Bendroflumethiazide 5 10 1
2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2
4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
2.8 Komplikasi
2.8.1 Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang
menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.21
2.8.2 Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak. Sekitar
85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara
progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia >65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik.21
2.8.3 Ginjal
15
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada renal
insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih
rendah, khususnya ketika ada proteinuria.21
2.9 Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan
timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah, kurang
dari 15 % (2) risiko menengah , sekitar 15-20 % (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.8
Tabel 3. Prognosis.13
16
DAFTAR PUSKTAKA
1. WHO. World health day 2013. Measure your blood pressure, reduce your risk. [online].
2013. Available from:
http://.www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/world_health_day_20130403/en/.
Retrieved 9 Mei 2016.
2. Kementrian Kesehatan RI. Masalah hipertensi di Indonesia. [online]. 2012. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/print/1909/masalah-hipertensi-di-indonesia.html. 12
February 2016.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kementrian
Kesehatan; 2013.h.88-9.
4. Suhadi. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan lansia dalam perawatan
hipertensi di wilayah puskesmas srondol kota semarang. Depok: Universitas Indonesia;
2011.
5. Prihandana S. Studi fenomenologi: pengalaman kepatuhan perawatan mandiri pada pasien
hipertensi di poliklinik rsi siti hajar kota tegal. Depok: Universitas Indonesia; 2012.
6. Kjeldsen LJ, Herborg H, Sondergaard B, Bjerrum L, Knudsen P, Rossing C. Development of
new concepts of non-adherence measurements among users of antihypertensives medicines
international journal of clinical pharmacy. Denmark: Springer Science Business Media;
2011.p.33:565-72.
7. Brown MT, Bussell JK. Medication adherence: who care. USA: National Centre for Bio
Technology Information, Mayo Clin Proc; 2011.p.86(4):304-314.
8. Depkes RI. Pedoman teknis: penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi. Jakarta:
Direktorat P2PL. 2006.
9. Sugiarto A. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat (studi kasus di
kabupaten karanganyar). [online]. c2007. p: 29-50, 90-126. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/5265/ 10 February 2016.
17
10. WHO. Regional office for south-east asia. department of sustainable development and
healthy environments. non communicable disease : hypertension. [online]. 2011. Available
from: http://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/en/. 10 February 2016
18