Вы находитесь на странице: 1из 24

Telaah Ilmiah

SELULITIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Rachmat Taufan, S.Ked


04054821517028

Pembimbing:
Dr. Ramzi Amin, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

SELULITIS

Oleh:

Rachmat Taufan 04054821517028

Telah diterima sebagai syarat untuk mengikut kepaniteraan klinik periode 24


Agustus 2015 25 September 2015 di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, September
2015

Dr. Ramzi Amin, SpM(K)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan telaah ilmiah dengan judul Selulitis. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ramzi Amin, SpM(K) selaku
pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian telaah ilmiah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga telaah
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Palembang, September 2015

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Depan ............................................................................................. i


Halaman Pengesahan ....................................................................................ii
Kata Pengantar...............................................................................................iii
Daftar Isi........................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan.......................................................................................1
Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................3
2.1 Anatomi.....................................................................................3
2.1.1 Anatomi Orbita...............................................................3
2.1.2 Anatomi Kelopak Mata..................................................4
2.2 Selulitis.....................................................................................10
2.2.1 Selulitis Preseptal...........................................................10
2.2.2 Selulitis Orbitalis............................................................13
Bab IV Kesimpulan .......................................................................................19
Daftar Pustaka................................................................................................20

4
BAB I

PENDAHULUAN

Selulitis adalah inflamasi akut akibat infeksi, difus, edematosa, dan


supuratif pada jaringan lunak yang kadang disertai pembentukan abses. Selulitis
preseptal merupakan selulitis pada daerah anterior dari septum orbita dan dapat
menjadi selulitis orbita yang terjadi pada daerah posterior dari septum orbita dan
melibatkan struktur di dalam orbita.1
Penyebab dan faktor predisposisi selulitis dibagi 3 berdasarkan sumber
infeksinya, yaitu penyebaran secara langsung dari sinusitis atau dakrosistitis,
inokulasi langsung dari trauma atau infeksi kulit, dan penyebara bakteri dengan
focus yang jauh seperti pada otitit media dan pneumonia.

Peningkatan insiden selulitis preseptal dan orbita terjadi berdasarkan


musim karena berhubungan dengan peningkatan insiden sinusitis dalam cuaca.
Lebih dari 90% kasus selulitis terjadi karena infeksi sekunder akibat sinusitis akut
dan kronik, terutama pada anak-anak. Diperkirakan ada 6-13% anak usia sampai 3
tahun pernah menderita sinusitis, sehingga prevalensi tertinggi selulitis terjadi
pada usia 2 sampai 4 tahun.2

Pasien dengan selulitis memiliki manifestasi klinis yang mirip dengan


inflamasi non infeksi pada kelopak dan orbita seperti malignansi, penyakit
autoimun, benda asing, dan malformasi vaskuler sehingga perlu di bedakan dalam
penegakkan diagnosis dan tatalaksana hingga prognosis. Keterlambatan
tatalaksana akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan timbul komplikasi
berupa abses orbita, abses periosteal, trimbosis sinus kavernosus, gangguan
pendengaran, septicemia, meningitis, kerusakan saraf optik hingga kebutaan.2

1
Tingginya prevalensi selulitis pada anak-anak dengan sinusitis, perlunya
penegakkan diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat tereutama untuk
dokter umum sebagai kompetensinya dalam mendiagnosis selulitis dan tahu kapan
harus merujuk. Sehingga telaah ilmiah ini penting sebagai ilmu pengetahuan
untuk mengetahui penyebab selulitis, penegakkan diagnosis, tatalaksana dan
edukasi, serta komplikasi yang berujung pada penentuan prognosis pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Orbita3,4

Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir
yang berada di antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita
berukuran sekitar 40 mm pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita
dibentuk oleh 7 buah tulang:

- Os. Frontalis

- Os. Maxillaris

- Os. Zygomaticum

- Os. Sphenoid

- Os. Palatinum

- Os. Ethmoid

- Os. Lacrimalis

Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu:

1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan


sphenoid.

Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah


trauma. Os ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding
medial merupakan salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang
merupakan salah satu penyebab tersering selulitis orbita.

2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum.

3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan


frontal.

1
Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil.

4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian

posteromedial dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat


dalam fraktur blowout.

5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita

6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat dinding


orbita

2.1.2 Anatomi Kelopak Mata5

kelopak mata dapat dibagi ke dalam 7 lapisan struktural :

kulit dan jaringan subkutan

otot protraktor

septum orbita

lemak orbita

retractor palpebra

tarsus

konjungtiva palpebra

2
Gambar 2 anatomi kelopak mata atas dan bawah

Kulit dan Jaringan subkutan

Kulit kelopak mata merupakan kulit yang tertipis dari tubuh dan memiliki

keunikan dimana tidak ada lapisan lemak subkutan. Karena kulit tipis pada

kelopak mata mendapat gerakan konstan dari kedipan, sehingga menjadi kendur

sering dengan usia. Pada kedua kelopak mata atas dan bawah, jaringan pretarsal

biasanya melekat erat pada jaringan dibawahnya, sedangkan jaringan preseptal

lebih longgar melekat, membentuk ruang potensial untuk akumulasi cairan.

Kontur kulit kelopak mata dibentuk oleh eyelid crease dan eyelidfold.

3
Protraktor

Otot orbikularis oculi adalah protractor utama kelopak mata. Kontraksi

otot ini, yang dipersarafi oleh nervus VII, memperkecil fisura palpebra. Bagian

tertentu dari ini Otot juga merupakan pompa lakrimal. Otot orbikularis dibagi

menjadi pretarsal, preseptal, dan orbital. palpebra (pretarsal dan preseptal) bagian

yang integral dalam gerakan kelopak mata involunter (berkedip), sedangkan

bagian orbital terutama terlibat dalam penutupan kelopak mata secara paksaan.

Bagian pretarsal dari kelopak mata atas dan bawah orbicularis bagian dalam

berasal dari puncak lacrimalis posterior dan bagian luar pada ekstremitas anterior

tendon kantus medial.

Gambar 3 otot orbikularis dan otot sekitarnya. A, otot frontalis ; B otot

corrugators supercilij ; C,otot procerus ; D otot orbikularis (bagian

4
orbital) ; E, otot orbikularis (bagian preseptal ) ; F,otot orbikularis

(bagian pretarsal ); G, tendon kantus medial; H, tendon kantus lateral

Septum orbita

septum orbita, lembaran jaringan fibrosa merah tipis berlapis, muncul dari

periosteum melalui orbita rims superior dan inferior di arcus marjinal. Di kelopak

mata atas, penyatuan septum orbita dengan levator aponeurosis 2-5 mm di atas

perbatasan tarsal superior pada non-Asia. Dalam kelopak mata bawah, penyatuan

septum orbita dengan fasia capsulopalpebral pada atau tepat di bawah perbatasan

tarsal inferior. Menyatu capsulopalpebral kompleks septum orbita. bersama

dengan sedikit kontribusi dari otot polos tarsal inferior, memasukkan pada

permukaan tarsal posterior dan anterior serta batas inferior meruncing dari tarsus.

Sebagai akibat dari penuaan, septum baik di atas dan bawah kelopak mata dapat

menjadi sangat melemah. Penipisan septum dan kelemahan dari otot orbicularis

berkontribusi dalam herniasi anterior lemak orbital pada penuaan kelopak mata

Lemak orbita

Orbital lemak terletak di sebelah posterior septum orbita dan sebelah

anterior aponeurosis levator (kelopak atas) atau fasia capsulopalpebral (kelopak

mata bawah). Di kelopak mata atas, ada 2 kantong lemak: nasal dan sentral.

Dalam kelopak mata bawah, ada 3 kantong lemak: nasal sentral, dan temporal.

Kantong ini dikelilingi oleh selubung fibrosa tipis yang ke depan berlanjut pada

sistem orbitoseptal anterior. Bantalan lemak sentral orbita merupakan penanda

5
penting baik operasi kelopak mata elektif dan operasi laserasi kelopak karena

terletak tepat di belakang septum orbita dan di depan levator aponeuros

Retraktor palpebra

berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh kompleks

muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, dikenal sebagai

kompleks levator di palpebra superior dan fascia capsulopalpebrae di palpebra

inferior.

Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebrae

superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang

menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung

serat-serat otot polos dari m.Muller (tarsalis superior).

Di palpebra inferior, retraktor utama adalah m.rektus inferior, yang

menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus m.obliquus inferior dan

berinserstio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli.

Tarsus

Tarsus, lempeng padat jaringan ikat yang kuat dan berfungsi sebagai

struktur penyokong dari kelopak mata. lempeng tarsus kelopak mata Atas

ukurannya 10-12 mm secara vertikal di tengah kelopak mata, pengukuran terkecil

lempeng tarsus kelopak mata adalah 4 mm. Lempeng tarsus memiliki keterikatan

ketat pada periosteum melalui tendon kantus medial dan akhir reli. Lempeng

6
tarsus dapat menjadi berpindah secara horizontal dengan bertambahnya usia

sebagai akibat dari peregangan medial dan lateral tendon pendukung. Kedua pelat

tarsus biasanya memiliki tebal 1 mm dan lancip di ujung medial dan lateral ketika

mereka mendekati tendon kantus. Terletak di dalam tarsus itu, kelenjar meibom

adalah kelenjar holokrin sebacea

Gambar 4 struktur dalam kelupak mata

Konjungtiva

Konjungtiva terdiri dari non keratinisasi epitel skuamosa. Ini membentuk

posterior lapisan kelopak mata dan mengandung sel goblet penghasil musin dan

kelenjar lacrimalis aksesori Wolfring dan Krause. Kelenjar lakrimal aksesori

ditemukan terutama di jaringan subconjunctiva kelopak mata atas dan bawah.

Kelenjar cincin Wolf ditemukan terutama di sepanjang perbatasan tarsal

nonmarginal, dan kelenjar Krause ditemukan di fornik.

7
2.2 Selulitis

Penyebab tersering dari selulitis adalah infeksi bakteri baik selulitis


preseptal maupun selulitis orbita. Dengan klinis yang mirip antara keduanya
ataupun dengan penyakit inflamasi orbita noninfeksi (autoimun, malignansim,
benda asing, malformasi vaskular), sehingga perlu dibedakan dalam penegakkan
diagnosis, hal ini berkaitan dengan tatalaksana dan prognosis yang berbeda pada
setiap penyakit.6

Selulitis preseptal dan orbita bisa terjadi pada anak-anak ataupun dewasa.
Prevalensi selulitis meningkat pada anak-anak usia 2-4 tahun. 7 Ada 3 sumber
penyebab terjadinya infeksi pada selulitis preseptal dan orbita, yaitu:6

a. penyebaran secara langsung dari sinusitis atau dakrosistitis


b. inokulasi langsung dari trauma atau infeksi kulit
c. penyebaran bakteri dengan fokus yang jauh seperti pada otitis media dan
pneumonia.

Walaupun selulitis dibedakan berdasarkan anatominya tetapi kedua jenis


selulitis ini dapat bersifat kelanjutan seperti selulitis preseptal dahulu baru
kemudian berlanjut menjadi selulitis orbitalis. Untuk kedua jenis selulitis ini
diperlukan pencarian sumber infeksinya. Sinusitis menjadi underlying factor bila
tidak ditemukan inokulasi atau sumber infeksi yang nyata.6

2.2.1 Selulitis Preseptal6, 7, 8

Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan lunak di anterior


septum orbita. Selulitis preseptal harus dibedakan dengan selulitis orbita karena
meskipun memiliki gejala yang hampir serupa, penatalaksanaan dan
komplikasi yang mungkin terjadi dari kedua keadaan tersebut berbeda. Perlu
diingat bahwa selulitis preseptal seringkali berkembang menjadi selulitis
orbital karena vena- vena fasial tidak memiliki katup sehingga proses
peradangan seringkali meluas ke posterior.

8
Gambar 5. Septum orbita

Etiologi

Pada usia dewasa, sumber selulitis preseptal biasanya berasal dari


penetrasi trauma ke subkutan kelopak mata atau dari dakrosistitis. Pada anak-
anak, lebih dari 90% selulitis preseptal diakibatkan oleh underlying disease yaitu
sinusitis. Sinus etmoidalis dan sinus frontalis menjadi sumber infeksi tersering
pada selulitis disebabkan jarak dengan orbita yang pendek dan tipisnya jaringan
dan tulang sebagai pemisah kedua jaringan ini. Selain berasal dari sinusitis,
selulitis dapat berasal dari infeksi gigi (odontogen) sebesar 2-5%. 8
mikroorganisme yang menjadi penyebab tertinggi selulitis adalah Hemophilus
influenza, diikuti oleh gram positif seperti bakteri kokus.6

Manifestasi Klinis

Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema pada kelopak mata


tanpa melibatkan orbita dan struktur di dalamnya. Maka dari itu, karakteristik
dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan
hiperemia pada kelopak mata tanpa adanya gejala-gejala proptosis, kemosis,

9
gangguan visus, dan gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat
demam dan leukositosis.6

Gambar 6. selulitis preseptal

Penegakan Diagnosis

Sebagai pilihan utama adalah dengan menggunakan CT scan orbita.


Kemudian ditambah CT scan sinus paranasal untuk menentukan fokus infeksi.
Untuk dokter umum, manifestasi klinis dan pemeriksaan sederhana dengan
menggunakan penlight dapat menjadi alat pendukung diagnosis. Selulitis
preseptal mempunyai manifestasi edema pada kelopak tanpa gangguan pada bola
mata. Sehingga pada tes visus, reflek pupil dan gerakan bola mata jelas akan
terlihat normal. Sedangkan pada selulitis orbita dan penyebab noninfeksi dapat
terganggu.6

Tatalaksana6

Apabila terjadi selulitis preseptal pada anak, maka antibiotik oral


(cephalexin atau ampisilin) dan nasal decongestan menjadi terapi efektif
mengingat penyebab pada anak 90% karena sinusitis. Bila tidak dapat
ditatalaksana dengan antibiotik oral atau komplikasi menjadi selulitis orbita maka
antibiotik intravena (seperti ceftriaxon dan vancomisin) diindikasikan sebagai
tatalaksana.

Pada usia dewasa, antibiotik oral (seperti ampicilin-sulbaktam,


trimetroprim-sulfamethoxazole atau klindamisin) dan kompres hangat sebagai
pengobatan pilihan. Tetapi untuk pilihan antibiotik dapat disesuaikan dengan hasil
kultur. Pada usia dewasa, penyebab selulitis biasanya dikarenakan trauma
sehingga ditakutkan selulitis dari stafilokokus aureus menjadi patogen nomor satu.

10
Adanya metisilin-resistant S aureus (MRSA) adalah faktor penyulit dalam
pengobatan selulitis preseptal.

Pada usia lanjut, selulitis preseptal berhubungan dengan diabetes meilitus.


Antibiotik mengalami delayed reaction sehingga terkadang diperlukan tindakan
bedah sebagai tatalaksana.

2.2.2 Selulitis Orbita

Gambar 7. Selulitis orbita

Selulitis orbita adalah peradangan supuratif jaringan ikat intraorbita di


belakang septum orbita. Selulitis orbita jarang merupakan penyakit primer rongga
orbita. Biasanya disebabkan oleh kelainan pada sinus paranasal dan yang terutama
adalah sinus etmoid. Selulitis orbita dapat mengakibatkan kebutaan, sehingga
diperlukan pengobatan segera. Pada anak-anak, selulitis orbitais biasanya berasal
dari infeksi sinus dan disebabkan oleh bakteri Haemophilus influenzae. Bayi dan
anak-anak yang berumur dibawah 6-7 tahun tampaknya sangat rentan terhadap
infeksi oleh Haemophilus influenzae.6, 7

Epidemiologi7

Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin, baik nasional


maupun internasional, karena peningkatan insiden sinusitis dalam cuaca. Ada
mencatat peningkatan frekuensi selulitis orbita pada masyarakat disebabkan oleh
infeksi Staphylococcus aureus yang resisten methicillin.

1. Mortalitas / Morbiditas

11
Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbita
memiliki angka kematian dari 17%, dan 20% dari korban yang selamat buta
di mata yang terkena. Namun, dengan diagnosis yang cepat dan tepat
penggunaan antibiotik, angka ini telah berkurang secara signifikan; kebutaan
terjadi dalam 11% kasus. Selulitis orbita akibat S. aureus yang resisten
terhadap methicillin dapat menyebabkan kebutaan meskipun telah diobati
antibiotik.

2. Ras

Selulitis orbita tidak dipengaruhi oleh rasial.

3. Sex

Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin pada orang


dewasa, kecuali untuk kasus-kasus S. aureus yang resisten terhadap
methicillin, yang lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan
rasio 4:1. Namun, pada anak-anak, selulitis orbita telah dilaporkan dua kali
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

4. Usia

Selulitis orbita, pada umumnya, lebih sering terjadi pada anak-anak


daripada di dewasa muda. Kisaran usia anak-anak yang dirawat di rumah
sakit dengan selulitis orbita adalah 7-12 tahun.

Etiologi dan Patofisiologi7

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif yang menyerang


jaringan ikat di sekitar mata, dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa jenis
bakteri normal yang hidup di kulit, jamur, sarkoid, dan infeksi ini biasa berasal
dari infeksi dari wajah secara lokal seperti trauma kelopak mata, gigitan hewan
atau serangga, konjungtivitis, kalazion serta sinusitis paranasal yang
penyebarannya melalui pembuluh darah (bakteremia) dan bersamaan dengan
trauma yang kotor.

12
Pada anak-anak infeksi selulitis sering disebabkan oleh karena sinusitis
etmoidalis yang mengenai anak antara umur 2-10 tahun. Ada Beberapa bakteri
penyebab, diantaranya Haemophilus influenza, streptokokus dan stafilokokus.
Selulitis orbita merupakan infeksi yang sering terjadi melalui fokus
infeksi sinus paranasal, khususnya sinus etmoidalis. Penyebarannya disebabkan
oleh karena tipisnya tulang untuk menghalangi tersebarnya fokus infeksi dan
penyebaran masuk melalui pembuluh darah kecil yang menuju jaringan ikat di
sekitar bola mata.

Manifestasi Klinis dan Penegakan Diagnosis7

Selulitis orbita jarang disebabkan penyakit primer rongga orbita. Biasanya


disebabkan oleh kelainan pada sinus paranasal dan yang terutama adalah sinus
etmoid. Gejalanya berupa:

- Demam, biasanya sampai 38,9 Celsius atau lebih

- Kelopak mata atas dan bawah membengkak dan nyeri

- Kelopak mata tampak mengkilat dan berwarna merah atau ungu

-Bayi atau anak tampak sakit berat


- Jika mata digerakkan, akan timbul nyeri

- Penglihatan menurun (karena kelopak mata membengkak menutupi


mata)

- Mata menonjol (proptosis)


- Merasa tidak enak badan

- Gerakan mata menjadi terbatas

13
Gambar 8. Selulitis Orbita: gerakan bola mata yang terbatas

Diagnosis selulitis orbita ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil


pemeriksaan lainnya. Selulitis bersifat akut dan cepat, sehingga salah satu
yang membedakannya dengan penyakit orbita yang juga menyebabkan
proptosis adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjadikan mata proptosis
membutuhkan waktu yang perlahan. Tetapi ada beberapa penyakit yang
membutuhkan waktu yang sebentar untuk menjadikan mata proptosis seperti
pada rabdomiosarkoma, tetapi pada rabdomiosarkoma dan penyakit inflamasi
lainnya akan menghasilkan proptosis yang tidak sesuai dengan axial mata
karena menyerang sebagian sisi orbita.

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam menentukan diagnosis


selulitis orbita, seperti :

Pemeriksaan darah lengkap


Pembiakan dan tes sensitivitias darah

Pungsi lumbal (pada kasus yang sangat berat)

Rontgen sinus dan orbita

CT scan atau MRI sinus dan orbita

Pembiakan kotoran mata

Pembiakan lendir hidung

Pembiakan lendir tenggorokan.

Komplikasi6, 7

Komplikasi yang sering terjadi diantaranya : abses orbita, abses


subperiosteal, trombosis sinus kavernosus, gangguan pendengaran, septikemia,
meningitis dan kerusakan saraf optic dan gangguan penglihatan. Berkurangnya

14
visus, terganggunya penglihatan warna, berkurangnya lapang pandang, dan reflek
pupil yang terganggu menunjukkan bahwa sudah terjadi kompresi neuropati optik.
Komplikasi selulitis orbitalis yang telah membentuk abses dapat diperkirakan jika
terjadi proptosis progresif, bola mata tidak sesuai sumbu axial lagi, dan terjadi
kegagalan dalam tatalaksana yang sudah adekuat. Abses ini biasanya terlokalisir
pada periosteum. Sehingga pembedahan diperlukan sebagai tatalaksana abses.

Komplikasi dapat berlanjut ke posterior menjadi thrombosis sinus


cavernosus. Hal ini bisa dicurigai telah terjadi thrombosis apabila adanya
proptosis progresif secara cepat, terjadi oftalmoplegia ipsilateral dan adanya
hipostesia pada nervus trigeminus cabang I dan II atau bahkan sampai terlihat
oftalmoplegia kontralateral juga pernah dilaporkan. Tahap lanjut dapat menjadi
meningitis dan abses otak. Sehingga diperlukan pungsi lumbal sebagai
pemeriksaan penunjang.

15
Gambar 9. komplikasi dari selulitis

Tatalaksana7

Apabila ditemukan klinis yang diduga telah terjadi infeksi pada orbita
maka diperlukan pemeriksaan penunjang seperti CT scan orbita dan sinus.
Antibiotik broad spectrum menjadi pilihan lini pertama karena infeksi pada orang
dewasa biasanya beberapa jenis mikroorganisme seperti Haemophilus influenza,
Moraxella catarrhalis dan anaerob. Walaupun nasal dekongestan dapat membantu
dalam drainase spontan infeksi sinus, tetapi intervensi bedah kadang dibutuhkan.
Sebaliknya pada selulitis orbita anak, tidak diperlukan tindakan bedah karena
biasanya infeksi sinus hanya diakibatkan oleh gram positif.

Pada selulitis orbitalis karena trauma (blowout fracture) maka antibiotic


profilaksis direkomendasikan untuk diberikan. Resiko terjadinya selulitis makin
besar bila terjadi fraktur pada dinding medial orbita. Apabila telah terjadi abses,
maka tindakan bedah untuk drainase diperlukan segera. Walaupun sebenarnya
tidak seluruh abses perlu dilakukan drainase.

16
BAB III

KESIMPULAN

Selulitis terbagi atas 2 jenis berdasarkan tempat terjadinya infeksi yaitu


selulitis preseptal pada anterior septum orbita dan selulitis orbita pada posterior
septum orbita. Selulitis biasanya disebabkan infeksi sekunder terutama infeksi
sinus paranasal. Selulitis jarang diakibatkan oleh infeksi primer.
Beberapa tanda dan gejala selulitis orbita yaitu demam, palpebra bengkak
dan nyeri pada perabaan, kemosis, tubuh lemas, nyeri serta berkurangnya gerakan
bola mata, dan adanya proptosis sesuai sumbu axial. Sedangkan pada selulitis
preseptal tanpa disertai gangguan pada bola mata.
Apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, selulitis dapat mengalami
proses yang lebih dalam dengan prognosis yang buruk seperti yang memerlukan
tatalaksana lebih lanjut seperti tindakan pembedahan.
Tatalaksana selulitis preseptal umumnya cukup dengan pemberian
antibiotic oral dan mengatasi sumber infeksi. Tetapi pada selulitis orbita perlunya
antibiotik intravena, tindakan pembedahan hingga konsultasi ke dokter THT-KL,
sehingga harus cepat dirujuk setelah tatalaksana awal.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, newman. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC. 2010
2. Lasley MV, Saphiro GG. Rhinitis and sinusitis in Children. Immunology on
allergy clinics of North America 1999; 19:437-49.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7 th ed.
Elsevier, 2011.
th
4. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4 ed. New age international,
2007. p. 377-378, 384-386.
5. American Academy of Ophthalmology. Facial and Eyelid Anatomy. Section 7.
Chapter 9. Basic and Clinical Science Course; 2011-2012. P. 131-143.
6. American Academy of Ophthalmology. Orbital inflammatory and infectious
Disorders. Section 7. Chapter 4. Basic and Clinical Science Course; 2011-
2012. P. 39-44
7. Carlisle, Robert dan George Fredrick. Preseptal and Orbital Cellulitis.
Hospital Physician. October 2006. P 15-19.
8. Riyanto, Heni dkk., Orbital Cellulitis and Endophthalmitis Associated with
Odontegenic Paranasal Sinusitis. Jurnal ftalmologi Indonesia Volume 7 Nomor
1. Juni 2009. P 28-31.

18

Вам также может понравиться