Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
dr.Christin
April 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rectal diatas 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on
febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. D P
b. Usia : 1,7 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Jl.Kemayoran Barat
e. Nomer RM : 03.03.97
f. Tanggal Masuk : 24 April 2017
g. Tanggal Pulang :-
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 24 April 2017
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan, dua hari pasien batuk berdahak disertai pilek.
Batuk berdahak tapi susah dikeluarkan. Pilek cair tidak bewarna. Berak dan
kencing seperti biasa. Makan dan minum seperti biasa.
Satu hari sebelum masuk RS, Selain batuk dan pilek, pasien juga panas.
Tidak sesak, tidak mual dan tidak muntah. Berak dan kencing seperti biasa.
Makan dan minum seperti biasa.
Pagi hari demam dirasa meningkat, pasien mengalami kejang sebanyak 3
kali. Lama setiap serangan berkisar 3 menit, jarak antar serangan 1 jam,
setengah jam, 1 jam. Saat kejang mata melotot serta kedua tangan kaku dan
menggenggam. Sebelum kejang pasien sadar, dan setelah kejang sadar dan
menangis. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) tidak ada keluhan.
Karena kejang tersebut, orang tua pasien kemudian membawa anaknya ke IGD
RSUK Kemayoran.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mimisan, tidak pernah
mengalami gusi berdarah dan tidak pernah BAB bercampur darah atau berwarna
hitam. Pasien dan anggota keluarga lainnya tidak berasal dari daerah endemis
malaria dan tidak pernah berpergian ke daerah endemis malaria. Ibu pasien
mengaku, anaknya kencing seperti biasa, warna kuning jernih dan jumlah cukup.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab
Darah rutin
(tanggal 24/4/17)
Hb 11.1
Ht 33
Leukosit 13.600
Trombosit 389.000
Eritrosit 4.6
MCV 71
MCH 24
MCHC 34
LED 12
LYM 34
MXD 14
NEUT 52
GDS 97
V. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Kejang Demam Kompleks
2. Diagnosis komorbid :-
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Diagnosis gizi : gizi baik
5. Diagnosis sosial ekonomi : cukup
6. Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar lengkap
7. Diagnosis Pertumbuhan : Garis pertumbuhan tidak dapat dinilai
8. Diagnosis Perkembangan : Sesuai umur
VI. PENATALAKSANAAN
TERAPI AWAL (hari 1)
Medikamentosa
Infus RL 12 tpm makro
Inj. Paracetamol 3x100 mg
Puyer batuk (ambroxol 5mg, cetirizin 1mg)
Puyer kejang luminal 2x20mg
VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = dubia ad bonam
Qua ad fungsional = dubia ad bonam
VIII. EDUKASI
a. Menjelaskan pada orang tua tentang bagaimana tahapan penanganan pertama
kejang demam di rumah, yaitu:
- Saat anak kejang, dibawa ke tempat yang aman
- Longgarkan pakaian
- Kompres dengan air hangat seluruh badan untuk menurunkan panas
- Jika anak sadar, beri penurun panas
- Segera bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat
b. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali jika anak mengalami
demam. Dan diberikan paracetamol jika panas.
c. Menjelaskan kepada orang tua efek samping dari terapi seperti mengantuk,
depresi pernapasan.
d. Menjelaskan kepada orang tua untuk tidak memberikan makanan yang
merangsang seperti berpengawet, berpemanis
e. Kompres hangat apabila anak panas
f. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
g. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
IX. Follow Up
Tanggal 25 April 2017
S : demam (+), tapi sudah tidak kejang, batuk (+), pilek(+)
O : T:39, N:121, RR:24
Mata : CA+OD, SI-
Cor : BJ I-II murni reg, m-, g-
Pulmo : VBS+/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : supel, BU+N
Eks : akral hangat, crt<2dtk
A : KDK
Konjungtivitis OD
P : IVFD RL 12 tpm makro
Inj. Paracetamol 3x100mg
Puyer batuk
Luminal 2x20mg
Chloramphenicol gtt 3x1gtt od
LANDASAN TEORI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Umumnya
kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana, yang
berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam kompleks,
yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam
hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis
kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam
otak dan lainnya.
1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan
5. Keadaan neurology (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam
adalah normal
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang
demam tidak khas.
Ciri-ciri KD sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
5. EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam.
2. KD kompleks
KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis
kompleks.
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
3. Etiologi
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:
1. Demamnya sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas
Penyebab Jumlah
Demam Penderita
Tonsilitis dan/atau faringitis 100
Otitis media akut (radang liang telinga tengah) 91
Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna) 22
Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi 44
Bronkitis (radang saiuran nafas) 17
Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran 38
nafas)
Morbili (campak) 12
Varisela (cacar air) 1
Dengue (demam berdarah) 1
Tidak diketahui 66
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi
lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oleh kuman Shigella mengaiami KD
dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya
sekitar 1%. Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada
shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang
dihasilkan kuman bersangkutan.
4. Patofisiologi
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
O2 ke Otak Menurun
Kejang Kejang
Demam Demam Gangguan Perkusi Jaringan
Sederhana Kompleks
ResikoTinggiGangguan
TumbuhKembang
5. Gejala Klinis
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut :
6. Diagnosis
Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang
lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).
Pemeriksaan Neurologis :tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan Laboratorium :pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan
guladarah).
Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan
hanya dikerjakan atas indikasi.
Indikasi CT scan CT Scan atau MRI : kelainan neurologi fokal menetap (hemiparesis)
atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak. (mikrosefali, spastisitas) atau
terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, UUB menonjol, paresis N.VI, edema papil)
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsilumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.
2. Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) :tidak direkomendasikan, kecuali pada
kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia >
6 tahun atau kejang demam fokal.
Diagnosis Banding
Meningitis
Ensefalitis
Abses otak
7. Penatalaksanaan
Tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring
dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di
antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah
lidahnya tergigit.Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari
luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan
gerakan anak.Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:
1. Pengobatan fase akut
8. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian.Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam.
Jika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak ada faktor terebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam besar pada tahun pertama.
Faktor resiko terjadinya epilepsi :
- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
- Kejang demam kompleks.
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 4-6%,
kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus di atas, pasien laki-laki berusia 1,7 tahun didiagnosis dengan kejang
demam kompleks et causa ISPA. Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Livingstone), yaitu: (1) Kejang
demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit, kejang umum tonik dan atau klonik, umumnya
berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam. (2) Kejang demam
komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang
lama > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Pada pasien ini, dari anamnesis didapatkan keluhan kejang yang diawali oleh demam.
Pada keadaan demam, kenaikan 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik.Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40C atau lebih.
Selain itu pasien tersebut sudah sering mengalami kejang sejak usia 14 bulan. Pada
kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien
sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia,
laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut
jantungyang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari
kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu: (1)
Pengobatan fase akut . (2) Mencari dan mengobati penyebab (3) Pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam. Pada pasien ini sudah memiliki indikasi untuk
diberikan tatalaksana kejang demam jangka panjang, dengan diberikan asam valproat sampai
1 tahun periode bebas kejang.
DAFTAR PUSTAKA