Вы находитесь на странице: 1из 28

LAPORAN KASUS

Internsip RSUK Kemayoran

dr.Christin

April 2017
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rectal diatas 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on
febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti


meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat.3 Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever).
Hampir 3% anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya. Wegman
(1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya
suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971)
berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen
dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2%
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya
3%.
BAB II

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. D P
b. Usia : 1,7 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Jl.Kemayoran Barat
e. Nomer RM : 03.03.97
f. Tanggal Masuk : 24 April 2017
g. Tanggal Pulang :-

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 24 April 2017
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan, dua hari pasien batuk berdahak disertai pilek.
Batuk berdahak tapi susah dikeluarkan. Pilek cair tidak bewarna. Berak dan
kencing seperti biasa. Makan dan minum seperti biasa.
Satu hari sebelum masuk RS, Selain batuk dan pilek, pasien juga panas.
Tidak sesak, tidak mual dan tidak muntah. Berak dan kencing seperti biasa.
Makan dan minum seperti biasa.
Pagi hari demam dirasa meningkat, pasien mengalami kejang sebanyak 3
kali. Lama setiap serangan berkisar 3 menit, jarak antar serangan 1 jam,
setengah jam, 1 jam. Saat kejang mata melotot serta kedua tangan kaku dan
menggenggam. Sebelum kejang pasien sadar, dan setelah kejang sadar dan
menangis. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) tidak ada keluhan.
Karena kejang tersebut, orang tua pasien kemudian membawa anaknya ke IGD
RSUK Kemayoran.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mimisan, tidak pernah
mengalami gusi berdarah dan tidak pernah BAB bercampur darah atau berwarna
hitam. Pasien dan anggota keluarga lainnya tidak berasal dari daerah endemis
malaria dan tidak pernah berpergian ke daerah endemis malaria. Ibu pasien
mengaku, anaknya kencing seperti biasa, warna kuning jernih dan jumlah cukup.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang demam saat usia 1,4 tahun. Pasien
kejang disertai demam. Saat kejang seluruh tubuh kaku. Sebelum dan setelah
demam anak menangis.
Pasien tidak pernah kejang tanpa disertai dengan demam.
Anak pernah dirawat di Rumah Sakit karena sakit yang sama.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

e. Riwayat Persalinan dan Kehamilan


Anak perempuan lahir dari ibu G1P1A0, usia kehamilan 39 minggu, lahir secara
normal di RS Bukit Tinggi ditolong oleh bidan, langsung menangis, berat badan
lahir 2400 gram, panjang badan saat lahir 49 cm, lingkar kepala dan lingkar dada
saat lahir ibu lupa.
Kesan: neonatus aterm, vigorous baby, lahir normal pervaginam.

f. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan 1x setiap bulan sampai usia
kehamilan 7 bulan. Saat usia kehamilan memasuki 8 bulan, ibu memeriksakan
kehamilan di bidan 2x setiap bulan hingga lahir. Ibu juga mengaku mendapat
suntikan TT 1x. Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan,
riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama
kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal.
Obatobatan yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat
penambah darah.
Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
g. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Ibu mengaku tidak membawa anaknya ke Posyandu secara rutin dan tidak
mendapat imunisasi dasar lengkap.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal buruk.
h. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
i. Pertumbuhan
Berat badan lahir 2400 gram. Panjang badan 49 cm.
Berat badan sekarang 9 kg. Tinggi badan 86 cm.
Kesan: Pertumbuhan normal
ii. Perkembangan
1. Anak mulai tersenyum spontan umur 1 bulan
2. Anak mulai tengkurap umur 4 bulan
3. Anak mulai duduk dengan bantuan ibu lupa
4. Anak mulai merangkak umur 9 bulan
5. Anak mulai belajar berjalan umur 13 bulan
Saat ini anak berusia 1.7 tahun, anak belum bersekolah, mudah bergaul dan
bermain dengan teman-teman sebayanya di lingkungan rumah.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur
i. Riwayat Makan dan Minum Anak
ASI diberikan sejak lahir sampai sekarang ASI ekslusif sampai 6 bulan.
Sejak usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur susu.
Mulai usia 10 bulan, anak diberi nasi lunak.

Kesan: kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup baik


j. Riwayat Imunisasi
BCG 1x usia lupa, timbul scar di lengan kanan atas
Polio 1x usia lupa
Hepatitis B 1x, usia lupa
DPT -
Campak -
Kesan: imunisasi dasar tidak lengkap (tidak disertai bukti KMS)
k. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sering membeli jajan disekitar rumah. Pasien jarang mencuci tangan
sebelum makan.
Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.
Kesan ekonomi: cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 24 April 2017, pukul 18.00 WIB di ruang bangsal
anak lantai III. Anak laki-laki usia 1,7 tahun, berat badan 9 kg, panjang badan 86 cm.
Kesan Umum : sadar, tampak lemah, ikterik (-), perdarahan (-)
a. Tanda Vital
i. Tekanan darah :-
ii. Nadi : 106 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
iii. Suhu : 39,4 0C
iv. Pernapasan : 24 x/menit
b. Status Gizi
BB: 9 kg
TB: 86 cm
BMI = BB/(TB)2 = 11/(0,86)2 = 11/0,739 = 14,88 kg/m2
Kesan status gizi: Baik
c. Status Generalis
i. Kepala : kesan mesocephal
ii. Mata : konjungtiva anemis (+) dextra, sklera ikterik (-), mata cekung (-),
secret OD (+) bewarna hijau, OS tampak tenang
iii. Telinga : discharge (-)
iv. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), pernapasan mulut
(-)
vi. Kulit : hipopogmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii. Thorax
Jantung
Inspeksi : ictus codis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-), pulsus
epigastrium (-)
Perkusi :
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke medial
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan: Normal
Paru
Inspeksi : Pengembangan hemithoraks simetris
Palpasi : Sterm fremitus simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+), Ronki basah (+), Wheezing(-)
ix. Abdomen
Inspeksi : Datar, gerakan peristaltik (+)
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), BU(+)N
x. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Pelebaran vena -/- -/-
Capillary refill time < 2/ < 2 < 2/ < 2

xi. Status Neurologis


Rangsang Meningeal:
a. Kaku kuduk : negatif
b. Brudzinsky I IV
- Neck sign : negatif
- Cheek sign : negatif
- Symphisis sign : negatif
- Leg sign : negatif
c. Kernig sign : negatif

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Refleks fisiologis (+) N / (+) N (+) N / (+) N
Refleks patologis (-) / (-) (-) / (-)
Tonus Normotonus/ Normotonus Normotonus/ Normotonus
Klonus (-) / (-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap

Hasil Lab
Darah rutin
(tanggal 24/4/17)
Hb 11.1
Ht 33
Leukosit 13.600
Trombosit 389.000
Eritrosit 4.6
MCV 71
MCH 24
MCHC 34
LED 12
LYM 34
MXD 14
NEUT 52
GDS 97

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Observasi Kejang
DD:
i. Kejang serebral
a. Akut
- Infeksi
Infeksi intrakranial: meningitis, ensefalitis, meningioensefalitis, abses
otak
Infeksi ekstrakranial: kejang demam
- Gangguan metabolik
- Gangguan elektrolit
- SOL
- Malformasi
- Bahan toksik
b. Kronik berulang: epilepsi
ii. Kejang non-serebral: tetanus
2. Observasi Febris
DD : Demam Thypoid
DHF
Infeksi saluran kemih
Malaria

V. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Kejang Demam Kompleks
2. Diagnosis komorbid :-
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Diagnosis gizi : gizi baik
5. Diagnosis sosial ekonomi : cukup
6. Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar lengkap
7. Diagnosis Pertumbuhan : Garis pertumbuhan tidak dapat dinilai
8. Diagnosis Perkembangan : Sesuai umur

VI. PENATALAKSANAAN
TERAPI AWAL (hari 1)

Medikamentosa
Infus RL 12 tpm makro
Inj. Paracetamol 3x100 mg
Puyer batuk (ambroxol 5mg, cetirizin 1mg)
Puyer kejang luminal 2x20mg

VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = dubia ad bonam
Qua ad fungsional = dubia ad bonam

VIII. EDUKASI
a. Menjelaskan pada orang tua tentang bagaimana tahapan penanganan pertama
kejang demam di rumah, yaitu:
- Saat anak kejang, dibawa ke tempat yang aman
- Longgarkan pakaian
- Kompres dengan air hangat seluruh badan untuk menurunkan panas
- Jika anak sadar, beri penurun panas
- Segera bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat
b. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali jika anak mengalami
demam. Dan diberikan paracetamol jika panas.
c. Menjelaskan kepada orang tua efek samping dari terapi seperti mengantuk,
depresi pernapasan.
d. Menjelaskan kepada orang tua untuk tidak memberikan makanan yang
merangsang seperti berpengawet, berpemanis
e. Kompres hangat apabila anak panas
f. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
g. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

IX. Follow Up
Tanggal 25 April 2017
S : demam (+), tapi sudah tidak kejang, batuk (+), pilek(+)
O : T:39, N:121, RR:24
Mata : CA+OD, SI-
Cor : BJ I-II murni reg, m-, g-
Pulmo : VBS+/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : supel, BU+N
Eks : akral hangat, crt<2dtk
A : KDK
Konjungtivitis OD
P : IVFD RL 12 tpm makro
Inj. Paracetamol 3x100mg
Puyer batuk
Luminal 2x20mg
Chloramphenicol gtt 3x1gtt od

Tanggal 27 April 2017


S : Demam +, kejang selama perawatan, batuk+, mata masih merah
O : T:36, N:112, RR:24
Mata : CA+OD, SI-
Cor : BJ I-II murni reg, m-, g-
Pulmo : VBS+/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : supel, BU+N
Eks : akral hangat, crt<2dtk
A : KDK Perbaikan
Konjungtivitis OD
P : Inj. Paracetamol 3x100mg
Puyer batuk
Luminal 2x20mg
Chloramphenicol gtt 3x1gtt od

Tanggal 27 April 2017


S : demam -, kejang-, batuk+, pilek+
O : T:36.6, N:98, RR:22
Mata : CA+OD, SI-
Cor : BJ I-II murni reg, m-, g-
Pulmo : VBS+/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : supel, BU+N
Eks : akral hangat, crt<2dtk
A : O2 1 lpm NK
IVFD RL 12 tpm makro
Paracetamol syr 3x1 cth
Puyer batuk 3x1
Luminal 2x20mg
Chloramphenicol gtt 3x1gtt od
Inj. Cefotaxime 2x500mg
Inj. Gentamisin 2x2mg
Nebulasi ventolin fl + Nacl 0,9% 2cc / 8 jam
BAB III

LANDASAN TEORI

1. Kejang Demam (Febrile Convulsion)

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Umumnya
kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana, yang
berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam kompleks,
yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam
hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis
kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam
otak dan lainnya.

Kalsifikasi kejang demam menurut Prichard dan Mc Greal


Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas

Ciriciri kejang demam sederhana ialah:

1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan

2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun

3. Suhu 37,8C atau lebih

4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit

5. Keadaan neurology (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal

6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam
adalah normal
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang
demam tidak khas.

Klasifikasi KD menurut Livingston


Livingston membagi dalam:
1. KD sederhana
2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
5. EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam.

Klasifikasi KD menurut Fukuyama


Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:
1. KD sederhana

2. KD kompleks

Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:

1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy

2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun

4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit

5. Kejang tidak bersifat fokal

6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang


7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas
perkembangan

8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis
kompleks.

Klasifikasi KD Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer

Ada 2 bentuk kejang demam yaitu:

1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:

Kejang berlangsung singkat < 15 menit


Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
Umur penderita 6 bulan- 5 tahun
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:

Kejang lama >15 menit


Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1kali dalam 24 jam
Kejang pertama kali pada umur < 6 bulan atau > 5 tahun
Kejang Demam Plus
Kejang demam pada anak umur > 6 tahun

KD bersamaan dengan epilepsi

Serangan kejang sering, > 13x/tahun


2. Faktor Resiko
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko
rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsy.
Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang-
tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam.Tsuboi mendapatkan
bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada
saudara kandungnya 22%.Delapan-puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang
demam adalah konkordans untuk kejang demam.Kebanyakan peneliti mendapat kesan bahwa
kejang demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi
yang bervariasi, atau melalui modus poligenik.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat
kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .
Penelitian Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga
pada 231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu
diperiksa.Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung -
79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami
kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812
orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.

3. Etiologi
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:
1. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi


4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas

6. Gabungan semua faktor diatas

Penyebab Jumlah
Demam Penderita
Tonsilitis dan/atau faringitis 100
Otitis media akut (radang liang telinga tengah) 91
Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna) 22
Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi 44
Bronkitis (radang saiuran nafas) 17
Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran 38
nafas)
Morbili (campak) 12
Varisela (cacar air) 1
Dengue (demam berdarah) 1
Tidak diketahui 66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi
lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oleh kuman Shigella mengaiami KD
dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya
sekitar 1%. Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada
shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang
dihasilkan kuman bersangkutan.

4. Patofisiologi

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor


fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan
sebaliknya.Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.Untuk menjaga
keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.

3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal


10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik.Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40C atau lebih.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak
efisiensehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai
denyutjantungyang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
Berikut merupakan skema penjelasan kejang demam:

Peningkatan Suhu Tubuh

Metabolisme Basal Meningkat Resiko Tinggi Gangguan


Kebutuhan Nutrisi

O2 ke Otak Menurun

Kejang Demam TIK Meningkat

Kejang Kejang
Demam Demam Gangguan Perkusi Jaringan
Sederhana Kompleks

Resiko Injury Defisit


VolumeCairan

ResikoTinggiGangguan
TumbuhKembang
5. Gejala Klinis

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Liingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut :

Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

Kejang lama > 15 menit


Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejangparsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

6. Diagnosis
Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang
lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).
Pemeriksaan Neurologis :tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan Laboratorium :pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan
guladarah).
Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan
hanya dikerjakan atas indikasi.
Indikasi CT scan CT Scan atau MRI : kelainan neurologi fokal menetap (hemiparesis)
atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak. (mikrosefali, spastisitas) atau
terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, UUB menonjol, paresis N.VI, edema papil)
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsilumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.
2. Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) :tidak direkomendasikan, kecuali pada
kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia >
6 tahun atau kejang demam fokal.
Diagnosis Banding

Meningitis
Ensefalitis
Abses otak

7. Penatalaksanaan

Tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring
dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di
antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah
lidahnya tergigit.Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari
luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan
gerakan anak.Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:
1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan Fase Akut


Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin.Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang
tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat obatan antipiretik
sangat di perlukan. Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah parasetamol
10-15mg/kgbb/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/hari setiap 4-6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik
diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius
hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg
persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20
mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan
bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan,
cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan
keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian
dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan rektiol yang
ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5
cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit
lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam
intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang
tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital dosis
rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,
untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan
belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus
diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya
adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.

Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

Pengobatan Profilaksis Terhadap Berulangnya Kejang Demam


Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang
menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis
intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg)
dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5OC.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik
yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari.Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan
fenobarbital 3-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.Obat lain yang dapat digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus
menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap
selama 1-2 bulan.
Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :

Kejang lama > 15 menit


Kelainan neurologis yang nyata sebelum/sesudah kejang ; hemiparesis, paresis
Todd, serebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
Kejang fokal.
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :

Kejang berulang 2kali atau lebih dalam 24 jam.


Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Algoritme Penanganan Kejang Akut dan Status konvulsif

8. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian.Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam.
Jika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak ada faktor terebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam besar pada tahun pertama.
Faktor resiko terjadinya epilepsi :
- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
- Kejang demam kompleks.
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 4-6%,
kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus di atas, pasien laki-laki berusia 1,7 tahun didiagnosis dengan kejang
demam kompleks et causa ISPA. Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Livingstone), yaitu: (1) Kejang
demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit, kejang umum tonik dan atau klonik, umumnya
berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam. (2) Kejang demam
komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang
lama > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Penegakkan diagnosis kejang demam didapatkan melalui (1) Anamnesis, biasanya


didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang lainnya (ayah, ibu, atau
saudara kandung). (2) Pemeriksaan Neurologis, tidak didapatkan kelainan. (3) Pemeriksaan
Laboratorium, pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber
infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan guladarah). (4) Pemeriksaan
Radiologi, X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas
indikasi. (5) Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS), tindakan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut : Bayi < 12 bulan diharuskan, Bayi antara 12
18 bulan dianjurkan, Bayi > 18 bulan tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
(6) Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan, kecualipada kejang
demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anakusia > 6 tahun atau
kejang demam fokal.

Pada pasien ini, dari anamnesis didapatkan keluhan kejang yang diawali oleh demam.
Pada keadaan demam, kenaikan 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik.Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40C atau lebih.
Selain itu pasien tersebut sudah sering mengalami kejang sejak usia 14 bulan. Pada
kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien
sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia,
laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut
jantungyang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari
kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu: (1)
Pengobatan fase akut . (2) Mencari dan mengobati penyebab (3) Pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam. Pada pasien ini sudah memiliki indikasi untuk
diberikan tatalaksana kejang demam jangka panjang, dengan diberikan asam valproat sampai
1 tahun periode bebas kejang.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter : Long-term Treatment of The


Child with Febrile Seizures. Pediatrics 1999; 103; 1307 10.
2. Baumann RJ. Febrile Seizures. E Med J, March 12 2002, vol.2, No. 3 : 1 10.
3. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile
Seizures. http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86 .
4. Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. Childhood-Onset Epilepsy With
andWithout Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, no. 8, 1999 : 23-34.
5. Campfield P, Camfield C. Advance in Diagnosis and Management of
PediatricsSeizures Disorders in Twentieth Century. J Pediatrics 2000, 136 : 847 9.
6. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of
PediatricsPracticeParameter on The Evaluation and Treatment of Children with
FebrileSeizures. Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 7.
7. Gordon KE, Dooley JM, Camfield PR, Campfield CS, MacSween J. Treatment of
Febrile Seizures: Influence of The Treatment Efficacy and Side-effect Profile on
Value to Parents. Pediatrics 2001; 108 : 65-9.
9. Pedley AA. Recent Advences in Epilepsy. Churchil Livingstone. 1992
10. Lumbantobing. Epilepsi pada Anak. Naskah Lengkap Kedokteran Berkelanjutan.
Jakarta .FK UI .1992
11. Selzer ME, Dichter MA. Cellular Pathopyysiology and Pharmacology of Epilepsy, in
Asbury AK, McKhann GM, McDonald WI. editors. Disease of the Nervous System
Clinical Neurobiology 2th ed. Phliadelphia. W.B. Saunders Company,1992; 916-26
12. Meliala L. Epilepsi pada Pendeita Stroke. Berita Kedokteran Masyarakat, FK UGM,
Yogyakarta.1999
13. Chandra B. Patofisiologi Epilepsi dalam Epilepsi. Semarang. BP UNDIP. 1993
14. Budiarto.I. Beberapa Karateristik Kejang Demam Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Epilepsi. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf. FK
UNDIP, Semarang. 1999
15. Foldvary N, Wyllie E. Textbook of Clinical Neurology. 1st edition, Philadelphia : WB
Saunders Company. 1999

Вам также может понравиться