Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SOMATOFORM DISORDER
Disusun Oleh :
SOMATOFORM DISORDER
(1) somatization disorder : banyak keluhan fisik yang melibatkan beberapa system organ
(2) conversion disorder : satu atau dua keluhan neurologis
(3) hypochondriasis : characterized less by a focus on symptoms than by patients' beliefs that
they have a specific disease
(4) body dysmorphic disorder : kepercayaan yang salah mengenai adanya suatu defek pada
bagian tubuh
(5) pain disorder : gejala nyeri yang berhubungan erat atau bahkan dicetuskan oleh faktor
psikologis
(6) undifferentiated somatoform disorder : which includes somatoform disorders not
otherwise described that have been present for 6 months or longer
(7) somatoform disorder not otherwise specified : which is the category for somatoform
symptoms that do not meet any of the somatoform disorder diagnoses mentioned above
A. SOMATIZATION DISORDER
2
dan keluhan menstruasi serta seksual. Perjalanan gangguan somatisasi ini bersifat kronis
dan fluktuatif, dan dapat menyebabkan pasien mengalami stress psikologis, gangguan di
rumah, pekerjaan, dan lingkungan sosialnya. Biasanya pasien juga memiliki gangguan
depresi atau cemas, serta ketergantungan atau penyalahgunaan medikasi yang disebabkan
oleh pengobatan yang sering.
Epidemiologi
Lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki, dan onsetnya pada usia muda (<30
tahun).
Etiologi
1. Faktor psikososial
Penyebab gangguan somatisasi pada dasarnya tidak diketahui secara pasti. Formulasi
faktor psikososial muncul sebagai interpretasi bahwa gejala-gejala yang muncul
merupakan suatu bentuk komunikasi social yang dapat bertujuan untuk menghindari
suatu kewajiban (pekerjaan yang tidak disuka), atau suatu cara mengekspresikan
emosi (kemarahan pada pasangan). Faktor parental dan etnik juga memegang peranan
dalam timbulnya gangguan somatisasi ini, seperti anak pada keluarga yang tidak
stabil, atau mengalami kekerasan fisik.
2. Faktor biologis
Beberapa penelitian menemukan bahwa faktor neuropsikologis juga memiliki
peranan, yaitu gangguan fungsi atensi dan kognisi dapat berakibat pada pemahaman
yang salah pada input somatosensori. Brain-imaging pada beberapa gangguan ini
memperlihatkan adanya penurunan metabolisme pada lobus frontalis. Selain itu,
faktor genetic dan faktor sitokin (regulasi abnormal sitokin) juga dapat berperan
dalam etiologi gangguan somatisasi.
3
Diagnosis
Diagnosis menurut DSM-IV-TR : onset sebelum usia 30 tahun, complain terdiri dari
minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala GIT, 1 gejala seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, dan
tidak ada satupun dari gejala-gejala tadi yang dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik
ataupun laboratorium. Complain ini menurut ICD-10 terjadi minimal selama dua tahun.
Diagnosis diferensial
1. Physical disorder : gangguan fisik (kelainan organic) yang dapat menimbulkan
berbagai gejala yang melibatkan berbagai organ yaitu multipel sklerosis, SLE, dan
gangguan tiroid. Selain itu gangguan somatisasi yang sudah sangat lama juga dapat
menimbulkan gangguan fisik yang nyata, jadi harus dibedakan juga gangguan fisik ini
apakah disebabkan oleh long-standing somatization disorder.
2. Affective (depresi) dan anxiety disorder : depresi dan cemas dapat menyertai
gangguan somatisasi, tapi dapat pula pasien depresi dan cemas muncul dengan
keluhan-keluhan gangguan fisik seperti pada pasien gangguan somatisasi. Biasanya
untuk membedakannya, pasien dengan keluhan multiple somatic symptoms yang
datang di usia >40 tahun adalah pasien depresi atau cemas.
3. Hypochondrial disorder : membedakan pasien hipokondrik dengan gangguan
somatisasi adalah
4
Hipokondrik Gangguan somatisasi
Pasien fokuks pada gejala dan efek Pasien focus pada progresivitas penyakit
individual yang ditimbulkan dan komplikasi yang mungkin
ditimbulkan
Excessive drug use disertai dengan Pasien takut dengan obat dan efek
noncompliance sampingnya
Treatment
Penanganan terbaik gangguan ini dilakukan oleh satu orang dokter, karena jika
dipertemukan dengan orang yang berbeda maka pasien akan mengeluhkan gejala yang
lain. Proses terapi harus di monitor secara terjadwal (umumnya bulanan). Kunjungan
terapi sebaiknya bersifat singkat, namun pemeriksaan fisik rutin sebaiknya tetap
dilakukan guna menemukan keluhan somatik yang baru. Pemeriksaan laboratorium
dan prosedur diagnostik sebaiknya dihindari karena pasien akan tetap menolak hasil
objektif yang diperoleh. Keluhan somatik sebaiknya dianggap sebagai ekspresi
emosional daripada sebagai suatu keluhan medis. Tapi bisa juga pasien memang
memiliki keluhan fisik yang sebenarnya, sehingga dokter harus pintar dalam
menentukan gejala apa yang harus ditelusuri lebih lanjut dan gejala apa yang
merupakan bagian dari gangguan somatisasi.
Tujuan terapi ialah menyadarkan pasien bahwa kemungkinan besar keluhan tersebut
disebabkan oleh faktor psikologis. Sehingga pada akhirnya pasien mau memeriksakan
kesehatan mentalnya.
Psikoterapi (individu dan kelompok) dapat menurunkan biaya pengobatan. Dimana
pasien dibantu untuk menanggulangi gejala-gejalanya, mengekspresikan emosi yang
5
melatarbelakangi penyakitnya, serta memberikan alternatif cara untuk
mengekspresikan perasaannya tersebut.
Farmakoterapi diberikan harus dengan indikasi, yaitu jika ada gangguan mental
lainnya yang menyertai (seperti mood atau anxiety disorders). Tindakan ini harus
disertai monitoring yang ketat karena pasien sering tidak disiplin dalam menjalani
pengobatan dan menjadi tidak efektif.
B. CONVERSION DISORDER
DSM-IV mendefinisikan gangguan konversi sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh
adanya satu atau lebih gejala neurologis (seperti paralisis, kebutaan, dan parestesia) yang
tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Di samping
itu, penegakan diagnosis mengharuskan adanya faktor psikologis yang berhubungan
dengan munculnya gejala.
Epidemiologi
Rasio wanita terhadap pria pada usia dewasa adalah 2 berbanding 1 dan sebanyak-
banyaknya 5 berbanding 1; pada anak-anak kecenderungan juga lebih tinggi pada wanita.
Onset paling sering adalah late childhood atau early adulthood (jarang pada usia <10
tahun atau >35 tahun). Gangguan konversi paling sering ditemukan pada populasi
pedesaan, pendidikan rendah, dengan tingkat intelegensi rendah, dengan status
sosioekonomi rendah, dan anggota militer yang menghadapi pertempuran.
Etiologi
1. Faktor psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik
intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Gejala
yang timbul merupakan ekspresi sebagian keinginan atau dorongan yang dilarang tapi
tersembunyi, sehingga pasien tidak perlu secara sadar berhadapan dengan impuls
mereka yang tidak dapat diterima.
2. Faktor biologis
Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis dalam
perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal menemukan
hipometabolisme pada hemisfer dominan dan hipermetabolisme pada hemisfer
6
nondominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi hemisfer sebagai penyebab
gangguan konversi.
Diagnosis
Diagnosis differensial
1. Physical disorder, seperti neurological disorder (dementia, degenerative disease,
myasthenia gravis, GBS, dll), brain tumor, dll membedakannya selain melalui
pemeriksaan adalah apabila gejala-gejala dapat diatasi dengan sugesti, hipnotis, serta
obat-obatan seperti Amobarbital (Amytal) dan Lorazepam (Ativan) kemungkinan
penyakit tersebut adalah gangguan Konversi.
2. Schizophrenia, depresi, anxiety
3. Somatization disorder
4. Malingering or factitious disorder
Treatment
Gangguan Konversi biasanya hilang secara spontan, terutama jika didukung oleh
insight-oriented supportive yang baik dan terapi perilaku. Yang paling penting adalah
caring dan hubungan yang baik pasien dengan dokter dan terapis lainnya.
Psikodinamik approach dilakukan untuk menganalisa dan menggali konflik psikis
serta simbolisasi dari gejala gangguan konversinya. Psikoterapi yang dianjurkan
adalah terapi yang bersifat singkat dan dilakukan dalam jangka yang pendek. Proses
psikoterapi difokuskan untuk mengurangi faktor stres. Yakinkan pasien bahwa gejala-
gejala yang timbul akan semakin memperberat penyakitnya.
7
Terapi Hipnotis, obat-obatan anxyolitik, serta pelatihan relaksasi tingkah laku cukup
efektif. Obat-obatan parenteral seperti Amobarbital atau Lorazepam juga efektif.
C. HIPOKONDRIK
Hipokondriasis adalah suatu kelainann yang ditandai dengan pasien berpikir memiliki
penyakit yang serius. Hal ini terjadi lebih dari sama dengan 6 bulan, dan biasanya
berhubungan dengan misinterpretasi gejala pada tubuh. Hal ini menyebabkan impairment
pada hidup pasien. Tidak berhubungan dengan kelainan psikiatri lainnya atau kelainan
medis.
Epidemiologi
Pria dan wanita memiliki jumlah yang sama. Onset usia paling sering antara usia 20 dan
30 tahun
Etiologi
1. Teori pertama menyatakan bahwa gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala
tubuh. Orang hipokondrial meningkatkan dan membesar-besarkan sensasi
somatiknya. Mereka memiliki ambang rangsang dan toleransi yang lebih rendah
terhadap gangguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh orang normal
sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal mengalaminya sebagai nyeri
abdomen.
2. Teori kedua menerangkan bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan
model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang menghadapi masalah yang tampak
berat dan tidak dapat dipecahkan.
3. Teori ketiga menerangkan hipokondriasis sebagai bentuk varian gangguan mental
lainnya. Diperkirakan 80% pasien hipokondriasis mungkin memiliki gangguan
depresif atau gangguan cemas yang ditemukan bersama-sama.
4. Teori keempat tentang psikodinamika hipokondriasis, yang menyatakan harapan
agresif dan permusuhan terhadap orang lain dialihkan kepada keluhan fisik. Rasa
nyeri dan keluhan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus kesalahan dan
dapat dialami sebagai hukuman yang diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik
nyata ataupun khayalan) dan perasaan seseorang bahwa dia jahat dan memalukan.
8
Diagnosis
Diagnosis differensial
1. Gangguan Kondisi Medis Umum : Hypochondriasis harus didiagnosa banding
dengan gangguan nonpsikiatrik lain, terutama yang menunjukkan gejala yang sulit
didiagnosa seperti AIDS, Endokrinopaty, Myastenia Gravis, Multiple Sclerosis,
Penyakit Degeneratif system saraf, SLE, dan Neoplasia.
2. Gangguan Mental : Pada gangguan Depresi atau Anxietas didiagnosa keduanya
kecuali gejala hypochondrial muncul secara bersamaan. Pada Skizofrenia, waham
hypochondrial bisa ditemukan dan disertai oleh gejala psikotik lainnya.
3. Gangguan Somatoform Lain : Pada gangguan Somatisasi, gejala lebih bersifat
multiple namun pada hypochondriasis ditemukan perasaan takut memiliki penyakit
dengan gejala yang lebih sedikit. Gangguan Konversi bersifat akut, umumnya
sementara, dan hanya disertai gejala yang ringan.
Treatment
Sepertiga hingga setengah dari pasien akan membaik dengan sendirinya. Pasien
umumnya menolak pengobatan psikiatri, kecuali difokuskan pada pengurangan stres
serta didikan guna mengatasi penyakit kronis. Psikoterapi yang dilakukan seperti terpi
perilaku, terapi kognitif, dan hipnotis umumnya cukup membantu. Sebaiknya terapi
dilakukan terjadwal dengan baik dan konsisten, agar pasien tidak merasa diacuhkan.
Prosedur diagnostik invasif dan prosedur terapeutik hanya dilakukan atas indikasi.
Farmakoterapi dilakukan jika ditemukan gangguan lain yang mendasari dan responsif
terhadap obat (seperti gangguan anxietas atau depresi).
9
D. GANGGUAN DISMORFIK TUBUH
Gangguan dismorfik tubuh dikarakteristikkan dengan adanya preokupasi seseorang
memiliki cacat tubuh khayalan atau suatu interpretasi berlebihan dari cacat yang minimal atau
kecil.
Epidemiologi
Onset usia tersering yaitu antara 15 dan 30 tahun dan wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria. Lebih sering terjadi pada seseorang yang belum menikah. Gangguan
dismorfik tubuh biasanya bersamaan dengan gangguan mental yang lain. Suatu penelitian
menyatakan bahwa lebih dari 90% pasien gangguan dismorfik tubuh pernah mengalami
episode depresif berat, sekitar 70% pernah mengalami gangguan cemas, dan sekitar 30%
pernah menderita gangguan psikotik.
Etiologi
Penyebab gangguan dismorfik tubuh tidak diketahui. Patofisiologi gangguan mungkin
melibatkan serotonin dan dapat berhubungan dengan gangguan mental lain. Mungkin juga
terdapat pengaruh kultural atau sosial yang bermakna bagi pasien. Dalam psikodinamika,
gangguan dismorfik tubuh mencerminkan pengalihan konflik seksual atau emosional ke
dalam bagian tubuh yang tidak berhubungan. Asosiasi timbul melalui mekanisme pertahanan
represi, disosiasi, distorsi, simbolisasi, dan proyeksi.
Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Preokupasi akan defek khayalan pada penampilan. Bila terdapat anomali fisik kecil,
maka pasien menanggapinya secara berlebihan.
B. Preokupasi mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan,
atau bidang lainnya.
C. Preokupasi tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mental lainnya (contoh :
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anoreksia nervosa).
Gambaran Klinis
Perhatian paling sering melibatkan cacat wajah, khususnya pada bagian spesifik
(contoh : hidung). Terkadang keluhan tidak jelas dan sulit dimengerti. Sebuah penelitian
10
menemukan bahwa, rata-rata, pasien mempermasalahkan empat regio tubuhnya, selain wajah
adalah rambut, buah dada, dan genitalia. Variasi pada pria adalah keinginan untuk bulk-up
dan membentuk massa otot yang besar. Gejala lain yang umum ditemukan meliputi ide atau
frank delusions of reference (biasanya mengenai bagian tubuh yang diperhatikan pasien),
seperti terlalu sering bercermin atau menghindari permukaan yang menampilkan bayangan,
dan usaha untuk menyembunyikan kecacatannya (dengan kosmetik atau pakaian). Efek pada
kehidupan pasien dapat signifikan; sebagian besar pasien menghindari ekspos hubungan
sosial atau pekerjaan. Diagnosis komorbid dengan gangguan depresi dan cemas sering
ditemukan, dan pasien juga dapat memiliki ciri kepribadian obsesif-kompulsif, skizoid, dan
narsistik.
Diagnosis Banding
Pada gangguan Kepribadian Narcistik, perhatian terhadap salah satu bagian tubuh
tidaklah menonjol. Pada gangguan Depresif, Obsesif-Kompulsif dan Skizofrenia, ditemukan
gejala-gejala dengan gangguan terkait, meskipun gejala utamanya adalah perhatian berlebih
akan suatu bagian tubuh. Pada sindroma perilaku makan berupa Anoreksia Nervosa,
Gangguan Identitas Terkait Gender dan Kerusakan Otak juga ditemukan distorsi dalam
Body Image.
Dibandingkan orang normal, seseorang dengan gangguan Dismorfik dapat dibedakan
jika perhatian tersebut bersifat berlebihan, sehingga dapat mengganggu emosi dan fungsi
hidup orang tersebut.
Terapi
Pengobatan pasein gangguan Dismorfik dapat dilakukan dengan terpai bedah,
pengobatan dermatologis, dan pengobatan Gigi dan Mulut. Farmakoterapi seperti, Trisiklik
anti depresan, Monoamin Oksidase Inhibitor dan pimozide (Orap), bermanfaat pada beberapa
kasus. Obat-obatan pro Serotonin spesifik, seperti clomipramine (Anafranil) dan Fluoxetine
(Prozac) dapat mengurangi gejala pada sekitar 50% pasien. Jika disertai adanya gangguan
mental, maka dilakukan farmakoterapi dan psikoterapi yang sesuai.
11
E. GANGGUAN NYERI
Gangguan nyeri dikarakteristikkan dengan adanya rasa nyeri pada satu atau lebih
bagian tubuh dan cukup parah yang membuat pasien mencari penanganan klinis. Faktor
psikologi penting untuk permulaan, keparahan, dan maintenance nyeri yang menyebabkan
distress atua gangguan yang signifikan. Gejala tersebut disertai distres emosional dan
gangguan fungsional serta memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan faktor
psikologis.
Epidemiologi
Gangguan nyeri bisa mulai pada usia berapa saja. Rasio gender tidak diketahui.
Gangguan nyeri berhubungan dengan gangguan psikiatri lain terutama gangguan afektif dan
gangguan anxietas.
Etiologi
Faktor psikodinamika. Pasien dengan gangguan nyeri pada tubuhnya tanpa
penyebab fisik yang dapat diidentifikasi secara adekuat mungkin merupakan ekspresi
simbolik dari konflik intrapsikis melalui tubuh. Nyeri dapat berfungsi sebagai cara untuk
mendapatkan cinta, suatu hukuman karena kesalahan, dan cara untuk menebus kesalahan dan
bertobat. Mekanisme pertahanan yang digunakan oleh pasien dengan gangguan nyeri adalah
pengalihan, substitusi, dan represi.
Faktor perilaku. Perilaku sakit diperkuat ketika disenangi dan dihambat ketika
diabaikan atau dihukum. Sebagai contoha, gejala nyeri sedang mungkin menjadi kuat jika
diikuti oleh kecemasan orang lain atau oleh keberhasilan dalam menghindari aktivitas yang
tidak disenangi.
Faktor interpersonal. Nyeri yang sulit disembuhkan dipandang sebagai cara untuk
memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan interpersonal.
Faktor biologis. Korteks serebral dapat menghambat pemicuan serabut nyeri aferen.
Serotonin kemungkinan merupakan neurotransmitter utama dalam jalur inhibitor desenden
dan endorfin juga berperan dalam modulasi nyeri oleh sistem saraf pusat. Defisiensi endorfin
tampaknya berhubungan dengan penguatan stimuli sensorik yang datang. Beberapa pasien
memiliki gangguan nyeri karena kelainan struktural atau kimiawi sistem sensorik dan sistem
limbik yang mempredisposisikan mereka mengalami nyeri.
12
Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Rasa nyeri pada satu atau lebih bagian anatomis adalah fokus utama dan cukup berat
sehingga memerlukan perhatian klinis.
B. Rasa nyeri mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan, atau
bidang lainnya.
C. Faktor psikologis diduga memegang peranan pada onset, berat, eksaserbasi, atau
bertahannya nyeri.
D. Gejala atau defisit bukan disengaja atau dibuat-buat.
E. Nyeri tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mood, kecemasan, atau psikotik dan
tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Dibagi atas :
Gangguan nyeri berasosiasi dengan faktor psikologis
Faktor psikologis memegang peranan besar pada onset, berat, eksaserbasi, atau
bertahannya rasa nyeri. (bila terdapat kondisi medik umum, peranannya tidak besar.)
Gangguan nyeri ini tidak didiagnosis bila memenuhi kriteria gangguan somatisasi.
Gangguan nyeri berasosiasi dengan baik faktor psikologis maupun kondisi medik
umum
Baik faktor psikologis maupun kondisi medik umum memegang peranan penting pada
onset, berat, eksaserbasi, atau bertahannya rasa nyeri. Kondisi medik umum atau bagian
anatomis ayng terasa nyeri didiagnosis berdasarkan aksis III.
Gangguan nyeri berasosiasi dengan kondisi medik umum
Kondisi medik umum memegang peranan besar pada onset, berat, eksaserbasi, atau
bertahannya rasa nyeri. (bila terdapat faktor psikologis, peranannya tidak besar.) Gangguan
ini bukan merupakan gangguan mental.
Spesifikasi :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih
Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan nyeri bukan merupakan kelompok yang uniform tapi
merupakan kumpulan heterogen dari penderita dengan keluhan nyeri pinggang bawah, sakit
kepala, nyeri wajah atipikal, nyeri pelvis kronis, dan nyeri lainnya. Keluhan nyeri pasien
dapat paskatrauma, neuropati, neurologik, iatrogenik, atau muskuloskeletal.
13
Pasien dengan ganguan nyeri memiliki riwayat panjang akan perawatan medik dan
bedah. Mereka mendatangi banyak dokter, meminta banyak pengobatan, dan dapat terus-
menerus ingin dioperasi. Mereka dapat terobsesi dengan nyerinya dan membanggakannya
sebagai sumber kesengsaraannya. Beberpaa pasien mengingkari sebab lain dari disforia yang
dialami dan meyakinkan bahwa hidupnya sangat bahagian kecuali untuk nyeri yang diderita.
Komplikasi dapat berupa gangguan akibat penggunaan zat, karena pasien berusaha
mengurangi nyeri dengan konsumsi alkohol dan zat lainnya.
Diagnosis Banding
Nyeri Fisik Murni
Nyeri fisik murni sulit dibedakan dengan nyeri psikogenik murni. Nyeri fisik
intensitasnya bersifat fluktuatif, sangat sensitif terhadap keadaan emosi, kognitif, perhatian
dan pengaruh lingkungan. Nyeri fisik murni dapat teratasi dengan pengalihan dan analgetika.
Terapi
Dikarenakan tidak mungkin untuk mengurangi nyeri sehingga pendekatan terapi ialah
rehabilitasi. Para klinisi harus berusaha untuk menemukan fakta-fakta psikologis yang
mendasari penyakit. Adanya keterlibatan emosi (berupa sistem limbik) yang mempengaruhi
14
jalur sensoris nyeri, harus dijelaskan kepada pasien. Sebagai contoh, seseorang yang
kepalanya dipukul saat sedang berpesta/bergembira akan kurang merasa nyeri jika ia dipukul
saat sedang marah atau bekerja. Para dokter pun harus menyadari bahwa nyeri yang dialami
pasien adalah nyata, bukan sebuah imajinasi.
Pengobatan secara farmakoterapi seperti analgetika, secara umum tidak terlalu
bermanfaat pada pasien dengan gangguan Nyeri. Bahkan penggunaan analgetik jangka
panjang cenderung disalahgunakan. Begitupula dengan obat-obatan Sedatif dan Antianxietas,
biasanya disalahgunakan, atau digunakan bukan atas indikasi serta adanya kerugian lain dari
efek samping obat. Antidepresan seperti Trisiklik dan Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor (SSRI), adalah obat-obatan yang sangat efektif. Meskipun antidepresan dapat
mengurangi nyeri melalui mekanisme antidepresi, efek analgesik langsung dari obat ini masih
bersifat kontroversial. Amfetamin merupakan analgetik kuat yang sangat berguna bagi
pasien, terutama ketika digunakan obat tambahan pada terapi dengan SSRI, namun harus
disertai monitoring yang ketat.
15
E. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mental lainnya (seperti gangguan
somatoform lainnya, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan cemas, gangguan
tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala bukan disengaja atau dibuat-buat.
16
DAFTAR PUSTAKA
17