Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

1. PENGERTIAN

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung


akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala
gejala atau tanda tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini
dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan
serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.

2. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI

a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada


(kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut :
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan
regurgitasi katup yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler :
1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septicemia
3) Severe brain insult
4) Pasca operasi besar
5) Penurunan fungsi ginjal
6) Asma
7) Penyalahgunaan obat, penggunaan alcohol
8) Feokromositoma

3. KLASIFIKASI

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology


(ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium
berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :

a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung


struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium
ini termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma
metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri
yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV
remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau
penyakit katup jantung asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal
jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung
struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat
muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien
memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi


4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status
fungsional.

a. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik


b. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien
merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea,
fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa.
c. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien
merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea,
fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan
d. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan
aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat
istirahat.

4. PATOFISIOLOGI

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal


jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat
juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung
sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun
non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel
sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan
curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan
mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah
jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi
arteriol dan retensi natrium dan air.

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme


kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung
asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama
ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan
metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul
gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi


miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung.

Ni Made Urip, S.Kep


STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban
ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard
disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini
tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga
terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan
pertukaran gas di paru paru.

Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis


tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik
dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan
apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan
curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut.
Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam
dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi
lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium
kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan
yang berujung pada oedema perifer.
6. TANDA DAN GEJALA

1) Sesak nafas ( dyspnea) , muncul saat istirahat atau saat beraktivitas


(dyspnea on effort)
2) Orthopnea
3) Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur
setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
4) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada
malam hari disertai batuk- batuk.
5) Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat
peningkatan tonus simpatik
6) Batuk- batuk. Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan
bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang
basah dan berbusa, kadang disertai bercak darah.
7) Mudah lelah (fatigue). Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
8) Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral
akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
9) Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit
dan secara bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat
badan.
10) Hepatomegali. Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
11) Ascites. Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga
abdomen.
12) Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari). Terjadi karena perfusi
ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
13) Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3) Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4) Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine
Lengkap, SGOT, SGPT.
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
1) Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
2) Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
1) Edema alveolar
2) Edema interstitials
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
1) Menggambarkan ruang ruang dan katup jantung
e. Radionuklir
1) Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
2) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)
bertujuan untuk :
1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
4) Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
5) Mengetahui beratnya lesi katup jantung
6) Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner
7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma
ventrikel, fungsi ventrikel kiri)
8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
8. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan


atau tambahan.

a. Kriteria utama :
1) Ortopneu
2) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3) Kardiomegali
4) Gallop
5) Peningkatan JVP
6) Refleks hepatojuguler

b. Kriteria tambahan :
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspneu on effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Takhikardi

Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1


kriteria utama disertai 2 kriteria tambahan.

9. PENATALAKSANAAN

a. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :


1) Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik , diet dan istirahat.
4) Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya)
5) Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis
maupun bedah.

Ni Made Urip, S.Kep


STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
b. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
1) FC I : Non farmakologi
2) FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
3) FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur
hidup.

c. Terapi non farmakologis meliputi :


1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi berat badan
4) Menghindari alcohol
5) Manajemen stress
6) Pengaturan aktivitas fisik

d. Terapi farmakologis meliputi :


1) Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
2) Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
3) Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida,
nitrogliserin.
4) Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan
beban akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril,
fosinopril,dll.
5) Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin ) :
Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah
jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik.
Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi
sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan
dobutamin sering digunakan bersamaan.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1) Anamnesis

Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,


bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor register, dan jam masuk rumah sakit
(MRS) dan diagnosis medis.
Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya perjalanan
penyakit, yang menyebabkan terjadinya gagal jantung, pertolongan
apa yang telah didapatkan dan mengetahui mekanisme terjadinya
penyakit.
Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit yang diderita.

2) Pola Fungsi Kesehatan

Aktivitas/ istirahat :
Letih terus menerus sepanjang hari, sulit tidur, sakit pada dada saat
beraktivitas, sesak nafas saat aktivitas atau saat tidur, gelisah,
perubahan status mental, mis letargi, tanda vital berubah saat
beraktivitas, intoleran.
Aktivitas :
Ggn pola tidur, ansietas
Sirkulasi :
Riwayat hipertensi , penyakit jantung lain (AMI), bengkak pada telapak
kaki,kaki dan perut, perubahan tekanan darah ( rendah atau tinggi),
takikardi, disritmia, bunyi jantung ( S3 / gallop, S4 ), murmur sistolik
dan diastolic, perubahan denyutan nadi perifer dan nadi sentral
mungkin kuat, warna kulit dan punggung kuku sianotik atau pucat,
pengisian kapiler lambat, teraba pembesaran.
Hepar :

Ni Made Urip, S.Kep


STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
Ada refleks hepatojugularis, bunyi nafas krekels atau ronchi, Edema
khususnya pada ekstremitas, Distensi vena jugularis, Perubahan
Perfusi jar.perifer, Resti kerusakan integritas kulit, PK : Hipertensi, PK
: Syok kardiogenik, PK : embolisme pulmonal.
Integritas ego:
Cemas, takut, khawatir, stres yang berhubungan dengan penyakit,
marah, mudah tersinggung, ansietas.
Eliminasi
Kencing sedikit, kencing berwarna gelap, berkemih malam hari (
nokturia ), perubahan pola eliminasi urine, PK : gagal ginjal.
Makanan/ cairan :
Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah, perubahan berat badan yang
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian / sepatu
terasa sesak, penambahan berat badan cepat, distensi abdomen
(asites ), edema (umum, dependent, pitting, tekanan), perubahan
kelebihan volume cairan, resti perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Higiene :
Kelelahan selama aktivitas perawatan diri, intoleransi aktivitas.
Neuro sensori :
Keletihan , pening, letargi, disorientasi, perubahan prilaku (mudah
tersinggung), intoleransi aktivitas, ansietas.
Nyeri / keamanan:
Sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak
tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia, nyeri.
Pernafasan :
Sesak saat aktivitas, tidur sambil duduk, tidur dengan beberapa bantal,
batuk dengan atau tanpa dahak, takipnea, napas dangkal,
penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk kering atau nonproduktif
atau mungkin batuk terus menerus dgn / tanpa pembentukan sputum,
sputum mungkin bersemu darah merah muda/berbuih, bunyi napas
krakels, wheezing, fungsi mental mungkin menurun; letargi;
kegelisahan, warna kulit pucat/sianosis, kerusakan pertukaran gas,
perubahan kelebihan volume cairan, perubahan perfusi jaringan
perifer.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus


d/d dispneu, ortopneu.
b) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus
menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
c) Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan
curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat
badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing.
d) Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah
didaerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d
pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis.
e) Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan
atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
f) Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
d/d cemas, takut, khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit,
gelisah, marah, mudah tersinggung.
g) Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap
gangguan pernafasan ( sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak
nafas dan batuk saat tidur.
h) PK : syok kardiogenik b/d kerusakan ventrikel yang luas
i) PK : Gagal ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu
lama,sekunder terhadap penurunan curah jantung.

3. RENCANA KEPERAWATAN

1. Diagnosa 1 :

Kerusakan pertukaran gas menyebabkan perubahan membrane kapiler


alveolus, dispneu, ortopneu

Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam
batas normal dan pasien bebas dari distress pernafasan

Ni Made Urip, S.Kep


STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
Rencana Rasionalisasi
a. Auskultasi bunyi nafas, krekels, a. Memantau adanya kongesti
wheezing paru untuk intervensi lanjut
b. Anjurkan pasien untuk batuk b. Membersihkan jalan nafas
efektif dan nafas dalam dan memudahkan aliran
c. Pertahankan duduk atau tirah oksigen
baring dengan posisi semifowler c. Menurunkan konsumsi
d. Kolaborasi untuk memantau oksigen dan memaksimalkan
analisa gas darah & nadi pegembangan paru
oksimetri d. Hipoksemia dapat menjadi
e. Kolaborasi untuk pemberian berat selama edema paru
oksigen tambahan sesuai e. Meningkatkan konsentrasi
indikasi oksigen alveolar untuk
f. Kolaborasi untuk pemberian memperbaiki hipoksemia
diuretik dan bronkodilator jaringan
f. Diuretik dapat menurunkan
kongesti alveolar dan
meningkatkan pertukaran
gas. Broncodilator untuk
dilatasi jalan nafas.

2. Diagnosa 2 :

Intoleransi aktivitas menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen/kebutuhan, kelemahan pasien mengatakan letih terus menerus
sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat
beraktifitas.

Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan


dengan pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu
memenuhi kebutuhan perawatan sendiri.

Rencana Rasionalisasi
a. Periksa tanda vital sebelum dan a. Hipotensi ortostatik dapt terjadi
sesudah beraktivitas dengan aktivitas karena efek
b. Catat respons kardiopulmonal obat, perpindahan cairan,
terhadap aktivitas, takikardi, pengaruh fungsi jantung.
disritmia, dispneu, berkeringat, b. Ketidakmampuan miokardium
pucat meningkatkan volume sekuncup
c. Berikan bantuan dalam aktivitas selama aktivitas dapat
perawatan diri sesuai meningkatkan frekuensi
indikasi.Selingi periode aktivitas jantung, kebutuhan oksigendan
dengan periode istirahat peningkatan kelelahan
d. Kolaborasi untuk c. Pemenuhan kebutuhan
mengimplementasikan program perawatan diri tanpa
rehabilitasi jantung mempengaruhi stres miokard/
kebutuhan oksigen berlebihan
d. Peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindari kerja
jantung dan konsumsi oksigen
berlebihan

3. Diagnosa 3 :

Kelebihan volume cairan menyebabkan meningkatnya beban awal,


penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung, peningkatan
berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing

Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria :

keseimbangan intake dan output


bunyi nafas bersih/jelas
tanda vital dalam batas normal
berat badan stabil
tidak ada edema

Rencana Rasionalisasi
a. Pantau haluaran urine, warna, a. Memantau penurunan perfusi
jumlah ginjal
b. Pantau intake dan output b. Terapi diuretic dapat
selama 24 jam menyebabkan kehilangan
c. Pertahankan posisi duduk atau cairan tiba-tiba meskipun
semifowler selama masa akut udema masih ada
d. Timbang berat badan setiap hari c. Posisi telentang meningkatkan
Kaji distensi leher dan filtrasi ginjal dan menurunkan
pembuluh perifer, edema pada produksi ADH sehingga
tubuh meningkatkan diuresis
e. Auskultasi bunyi nafas, catat d. Memantau respon terapi.
bunyi tambahan mis : krekels, e. Retensi cairan berlebihan
wheezing. Catat adanya dimanifestasikan oleh
peningkatan dispneu, takipneu, pembendungan vena dan
PND, batuk persisten. pembentukan edema

Ni Made Urip, S.Kep


STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
f. Selidiki keluhan dispneu f. Kelebihan volume cairan sering
ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit menimbulkan kongesti paru.
bernafas, rasa panic g. Menunjukkan adanya
g. Pantau tekanan darah dan CVP komplikasi edema paru atau
h. Ukur lingkar abdomen emboli paru.
i. Palpasi hepatomegali. Catat h. Hipertensi dan peningkatan
keluhan nyeri abdomen kuadran CVP menunjukkan kelebihan
kanan atas volume cairan
j. Kolaborasi dalam pemberian i. Memantau adanya asites
obat j. Perluasan jantung menimbulkan
- Diuretik kongesti vena sehingga terjadi
- Tiazid dengan agen pelawan distensi abdomen, pembesaran
kalium ( mis : spironolakton ) hati dan nyeri.
k. Kolaborasi untuk - Diuretik meningkatkan laju
mempertahankan cairan / aliran urine dan dapat
pembatasan natrium sesuai menghambat reabsorpsi
indikasi natrium dan klorida pada
l. Konsultasi dengan bagian gizi tubulus ginjal.
m. Kolaborasi untuk pemantauan k. Meningkatkan diuresis tanpa
foto thorax kehilangan kalium berlebihan
l. Menurunkan air total tubuh /
mencegah reakumulasi cairan
m. Memberikan diet yang dapat
diterima pasien yang
memmenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
n. Menunjukkan perubahan
indikasif peningkatan /
perbaikan paru

4. Diagnosa 4 :

Penurunan perfusi jaringan perifer menyebabkan penurunan aliran darah


di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung sehingga
pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis

Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan


perfusi jaringan perifer dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :

Kulit hangat dan kering


Nadi kuat, pengisian kapiler kuat
Tanda vital normal
Tidak sianosis atau pucat

Rencana Rasionalisasi
a. Pantau tanda vital, capillary a. Mengetahui keadekuatan
refill, warna kulit, kelembaban perfusi perifer
kulit, edema, saturasi O2 di b. Pembatasan aktivitas
daerah perifer menurunkan kebutuhan
b. Tingkatkan tirah baring selama oksigen dan nutrisi daerah
fase akut perifer.
c. Tekankan pentingnya c. Menghindari memberatnya
menghindari mengedan hipoksia di jaringan perifer
khususnya selama defikasi d. Oksigen meningkatkan
d. Kolaborasi dalam pemberian konsentrasi oksigen alveolar
oksigen dan obat-obatan sehingga dapat memperbaiki
inotropik hipoksemia jaringan
Obat inotropik untik
meningkatkan kontraktilitas
miokardium.

5. Diagnosa 5 :

Nyeri akibat dari iskemia jaringan yang menyebabkan sakit pada dada,
sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak
meringis, takikardi.

Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam


diharapkan nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi

Melaporkan keluhan nyeri berkurang


Pasien tampak tenang dan rileks

Rencana Rasionalisasi
a. Anjurkan pasien untuk a. Perawat dapat mengetahui
memberitahu perawat tentang keluhan nyeri dengan cepat
nyeri sehingga intervensi bisa
b. Pantau karakteristik nyeri segera dilakukan
c. Bantu pasien melaksanakan b. Memastikan jenis nyeri
teknik relaksasi c. Mengurangi nyeri
d. Istirahatkan pasien selama d. Menurunkan kebutuhan
nyeri oksigen

Ni Made Urip, S.Kep


STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
e. Pertahankan lingkungan yang e. Stres mental / emosi
nyaman, batasi pengunjung meningkatkan kerja miokard
bila perlu f. Morfin sulfat untuk
f. Kolaborasi untuk pemberian menurunkan faktor preload
morfin sulfat dan memamntau dan afterload dan juga
perubahan seri EKG menurunkan tonus simpatik.
Seri EKG untuk
membandingkan pola nyeri.

6. Diagnosa 6 :

Ansietas akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan


bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik,
cemas, takut, khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah,
marah, mudah tersinggung.

Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 124 jam


diharapkan pasien tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi :

Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang


dapat diatasi
Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan
mengenal perasaannya.

Rencana Rasionalisasi
a. Berikan kesempatan kepada a. Pernyataan masalah dapat
pasien untuk mengekspresikan menurunkan ketegangan,
perasaannya. mengklarifikasikan tingkat
b. Dorong teman dan keluarga koping dan emudahkan
untuk menganggap pasien pemahaman perasan
seprti sebelumnya b. Meyakinkan pasien bahwa
c. Beritahu pasien program medis peran dalam keuarga dan kerja
yang telah dibuat untk tidak berubah
mnurunkan serangan yang akan c. Mendorong pasien untuk
datang dan meningkatkan mengontrol gejala,
stabilitas jantung. meningkatkan kepercayaan
d. Bantu pasien mengatur posisi pada program medis da
yang nyaman untuk tidur atau mengintegrasikan kemampuan
istirahat, batasi pengunjung. dalam persesi diri.
e. Kolaborasi untuk pemberian d. Memuat suasana yang
sedatif dan tranquiliser memudahkan pasien tidur.
e. Membantu pasien rileks smpai
secara fisik mampu membuat
strategi koping yang adekuat

DAFTAR PUSTAKA
Ni Made Urip, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
1. Baughman D, C. dan Hockley J.A.C. 2000. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC
2. Lily dkk. Buku ajar Kardiologi.FKUI
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. FKUI
4. Price A. Sylvia. Patofisiologi Konsep klinis proses proses penyakit.
Volume I. Edisi 6. EGC
5. Bruner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC
6. Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться