Вы находитесь на странице: 1из 35

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tingkat Pendidikan


2.1.1 Definisi Pendidikan
Pendidikan sering diartikan usaha manusia untuk membina
keperibadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang
dijalankan oleh seseorang atau kelompok atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup serta penghidupan yang
lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2008).

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,


pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (Ihsan, 2008).

Berdasarkan dua pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa


pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk membina
kepribadiannya dan menambah kecerdasan serta keterampilan yang
diperlukan dirinya.

2.1.2 Jalur Pendidikan


Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 13 Ayat 1 Jalur
pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan formal dan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

8
9

2.1.2.1 Pendidikan formal


Pendidikan formal adalah pendidikan yang kurikulum serta
penilaiannya diatur oleh pemerintah yaitu terdiri dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Sedang tempat kursus, bimbingan belajar, sanggar-sanggar
termasuk dalam pendidikan informal yang kurikulumnya
dibuat dan dievaluasi oleh pengelola.
2.1.2.2 Pendidikan informal
Pendidikan informal merupakan jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat di laksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. Hasil pendidikan informal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu standar
nasional pendidikan. Pendidikan informal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan informal
meliputi pendidkan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidiakan pemberdayan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan
lain yang di tunjukkan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.

2.1.3 Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 8 adalah tahapan dalam
pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik. Dalam UU RI No. Tahun 2003 tentang
10

jalur pendidikan yaitu terdiri dari pendidikan formal, pendidikan non-


formal. Menurut Ihsan, (2008) pendidikan formal terdiri atas :
2.1.3.1 Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk di masyarakat,
pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9
tahun pertama. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat
(UU RI No. 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 17 Ayat 2).
2.1.3.2 Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan
tinggi. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan dengan masa
belajar 3 tahun (UU RI No. 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 18
Ayat 3).
2.1.3.3 Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah merupakan kelanjutan pendidikan
menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan kesenian. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan
11

setelah pendidikan menengah yang mencakup program


pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (UU RI No. 20
tahun 2003 Bab VI Pasal 19 Ayat 1).

Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap pengetahuan


seseorang hal ini diperkuat dengan penelitian Penilitian Asiah (2009) tentang
Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi
Ibu Rumah Tangga Di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh,
hasil dari penelitian Asiah menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat
berhubungan dengan pengetahuan kesehatan reproduksi Ibu rumah tangga di
Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Dapat di simpullkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang maka
semakin tinggi pula tingkat pengetahuan orang tersebut.

2.2 Konsep Pengetahuan


2.2.1 Definisi Pengetahuan
Notoatmodjo dalam Lestari (2015) mengatakan pengetahuan
merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan panca indera
manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Yaitu proses melihat dan mendengar. Selain itu melalui mata
dan telinga yaitu proses belajar dalam pendidikan formal maupun
informal.

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.


Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut
akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,
bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak
12

berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu


objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin
positif terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi, 2010).

2.2.2 Jenis Pengetahuan


Menurut Budiman & Riyanto (2013) jenis pengetahuan diantarnya
sebagai berikut:
2.2.2.1 Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam
dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor
yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan untuk ditransfer ke
orang lain baik secraa tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit seringkali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa
tidak disadari.
2.2.2.2 Pengetahuan Eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah
didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, biasa
dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata
dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan.

2.2.3 Tingkat Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo dalam Wawan dan dewi (2011) Tingkat
pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman seseorang dapat
menghadapi, memahami, memperdalam perhatian seperti sebagaimana
manusia menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru dan
kemampuan dalam belajar di kelas. Untuk mengukur tingkat
penetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan :
13

2.2.3.1 Tahu (Know)


Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam penegtahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu spesifik dari sesuatu
dari sesuatu bahan yang diterima atau di pelajari. Kata kerja
yang dipelajari untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang
dipelajari anatara lain : menyebutkan, menguraikan,
mendinifisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2.2.3.2 Memahami (comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan tentang obyek yang diketahui
dan menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
2.2.3.3 Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi atau situasi
nyata.
2.2.3.4 Analisis(Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen-
komponen, tapi masih dalam suatu struktur tersebut dan masih
ada kaitan nya satu sama lain.
2.2.3.5 Sintesis (synthesis)
Kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Atau menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
2.2.3.6 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi/ penilaian terhadap suatu materi/ obyek.

2.2.4 Cara Memperoleh Pengetahuan


2.2.4.1 Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
Menurut Lestari (2015) cara memperoleh pengetahuan adalah
sebagai berikut :
14

a. Cara coba salah ( Trial And Error)


Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradapan. Cara coba salah ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak
berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai
masalah tersebut dapat dipecahkan.
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-
pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli
agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang
lain yang menerima, mempunyai yang dikemukakan, oleh
orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebuh
dahulu atau membuktikan kebenaran nya baik berdasarkan
fakta empiris maupun penalaran sendiri.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2.2.4.2 Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh
francis bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh
deobold can deven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan
penelitian yang dewasa ini kita dengan penelitian ilmiah.

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Mubarak (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang antara lain:
15

2.2.5.1 Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada
orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami.
Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi
dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya
rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang
diperkenalkan.
2.2.5.2 Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
2.2.5.3 Umur
Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik
secara garis besar ada empat kategori perubahan ukuran,
perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya
ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada
aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin
matang dan dewasa.
2.2.5.4 Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba
dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang mendalam.
2.2.5.5 Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada
kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
16

berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap


objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam
emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap
positif dalam kehidupannya.
2.2.5.6 Kebudayaan Lingkungan Sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila
dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan.
2.2.5.7 Informasi
Kemudahan untuk memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang
baru.

2.2.6 Sumber Pengetahuan


Berbagai upaya dapat di lakukan oleh manusia untuk memperoleh
pengetahuan. Menurut Lestari (2015) Upaya-upaya dan cara-cara yang
dipergunakan dalam memperoleh penegtahuan yaitu :
2.2.6.1 Orang yang memiliki otoritas
Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu
dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau yang
dianggapnya lebih tahu. Pada zaman modern ini, orang yang di
tempatkan memiliki otoritas , misalnya dengan pengakuan
melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil
publikasi resmi mengenai kesaksian otoritas tersebut, seperti
buku-buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya.
17

2.2.6.2 Indra
Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu
sumber internal pengetahuan. Dalam filsafat science modern
mengatakan bahwa penegetahuan pada dasarnya hanyalah
pengalaman-pengalaman konkrit kita yang terbentuk karena
persepsi indra, seperti persepsi, penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman, dan pencicipan dengan lidah.
2.2.6.3 Akal
Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang biasa
dibangun oleh tanpa harus atau tidak biasa
mempersepsikannya dengan indra terlebih dahulu.
Penegtahuan dapat diketahui dengan pasti dan dengan
sendirinya karena potensi akal.
2.2.6.4 Intuisi
Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi
atau pemahaman yang berlangsung tentang pengetahuan yang
tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa
yang langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-
data yang langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang
data-datanya yang langsung di rasakan.

2.2.7 Pengukuran Tingkat Pengetahuan


Menurut Skinner, bila seseorang mampu menjawab mengenai materi
tertentu, baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan seseorang
tersebut mengetahui bidang tersebut. Pengukuran dapat dilakuakn
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang diukur dari subjek penelitian atau responden (Budiman & Riyanto,
2013).
Arikunto dalam Budiman & Riyanto (2013) membuat kategori tingkat
pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada
nilai persentase yaitu sebagai berikut:
18

2.2.7.1 Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya 75%


2.2.7.2 Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%
2.2.7.3 Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya 55%

Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan


menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu
sebagai berikut:

2.2.7.1 Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilai >50%


2.2.7.2 Tingkat pengetahuan ketegori kurang baik jika nilainya 50%

Pengetahuan menjadi hal yang sangat penting bagi pasien yang akan
melaksanakan operasi, pasien harus dibekali informasi yang jelas mengenai
perosedur operasi agar terhindar dari ansietas. Berdasarkan hasil penelitian
Rivani (2010) tentang Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Informasi Pra
Operasi dengan Kecemasan Pasien Pra Operasi Di RS OMNI Internasional
Alam Sutera Tangerang, hasil dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan pasien tentang informasi pra operasi
dengan kecemasan pasien pra operasi, semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang maka tingkat kecemasannya akan semakin rendah, atau sebaliknya.

2.3 Konsep Kecemasan


2.3.1 Definisi Cemas
Cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman
dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan
perasaan yang tidak pasti Kusmawati, et al (2012).

Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena


ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan
tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan
19

bahaya yang akan datang dan memperkuat individu mengambil


tindakan menghadapi ancaman (Yusuf, Ah .2015).

Berdasarkan dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan


adalah suatu perasaan yang tidak santai dan nyaman serta perasaan
takut yang tidak menentu.

2.3.2 Penyebab Kecemasan


Penyebab kecemasan menurut Wong dalam Supartini (2014), yaitu :
2.3.2.1 Perpisahan dengan keluarga
2.3.2.2 Berada di lingkungan yang asing
2.3.2.3 Ketakutan akan prosedur-prosedur tindakan yang akan
dilakukan.

2.3.3 Faktor Pencetus Kecemasan


Baradero (2015) dalam bukunya menjelaskan tentang penyebab
munculnya kecemasan berdasarkan teori-teori kecemasan diantaranya :
2.3.3.1 Teori biologis /genetik.
Ada komponen dari ansietas yang dapat diturunkan karena
frekuensi timbulnya ansietas di antra sanak saudara seperti
sepupu. Gangguan ansietas umum dan gangguan obsesif-
kompulsif cenderung timbul di antara anggota keluarga
(Gorman,2000)
2.3.3.2 Teori Neurologis.
Gamma-ammino butyric acid (GABA) adalah suatu inhibitor
neurotransmiter yang berfungsi sebagai anti-ansietas dengan
mengurangi rangsangan sel-sel tubuh. Oleh karena GABA
dapat mengurangi ansietas sedangkan nerepinefrin membuat
ansietas meningkat maka para peneliti percaya bahwa masalah
dalam pengaturan kedua neurotransmiter ini timbul pada
gangguan ansietas.
20

2.3.3.3 Teori psikodinamik


a. Teori intrapsikis atau psikoanalitik.
Freud (1936) melihat ansietas sebagai suatu stimulus untuk
bertindak. Frued menerangkan mekanisme pertahanan
sebagai suatu usaha manusia untuk mengendalikan
kesadaran dan mengurangi ansietas. Mekanisme pertahanan
adalah distorsi kognitif yang dipakai individu tanpa di
dasari untuk mempertahankan perasaan masih
mengendalikan situasi, mengurangi rasa tidak nyaman, dan
menangani stres yang dialaminya. Oleh karena mekanisme
pertahanan timbul dari alam tidak sadar maka orangnya
tidak sadar bahwa dia memakai mekanisme pertahanan.
Beberapa kerugian yang dapat dialami dengan mekanisme
pertahanan :
1) Orang tidak mau lagi berusaha untuk mencari alternatif
yang efektif untuk menyelesaikan masalah.
2) Menghambat pematangan dan perkembangan emosional.
3) Menghambat keterampilan memakai pemecahan
masalah.
4) Menghambat relasi yang matang dan memuaskan.

b. Teori interpersonal.
Harry Sullivan (1952) melihat ansietas sebagai akibat dari
hubungan interpersonal yang bermasalah. Sullivan
berpendapat bahwa seseorang pengasuh dapat menyalurkan
ansietasnya pada bayi melalui cara mengasuhnya yang tidak
adekuat, perasaannya yang negatif seperti bugub, takut, dan
seterusnya. Ansietas yang disalurkan pada bayi dapat
megakibatkan kegagalan dalam menyelesaikan tugas
perkembangan kepribadiannya. Pada orang dewasa,
ansietas dapat timbul dari kegiatan orang untuk
21

menyesuaikan pada aturan, norma yang berlaku dalam


masyarakat di sekitarnya.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Menurut Lestari (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
adalah sebagai berikut :
2.3.4.1 Umur
Bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress
dari pada umur tua.
2.3.4.1 Keadaan Fisik
Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan
kecemasan. Seseorang yang sedang menderita penyakit akan
lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan
orang yang tidak sedang menderita penyakit.
2.3.4.3 Sosial Budaya
Cara hidup orang di masyarakat juga sangat memungkinkan
timbulnya stress. Individu yang mempunyai hidup teratur akan
mempunyai filsafat yang jelas sehingga umumnya lebih sukar
mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang
keyakinan agamanya rendah.
2.3.4.4 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidiakan seseorang berpengaruh dalam respon
terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari
luar. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka
yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak
berpendidikan. Kecemasan adalah yang dapat dipelajari
dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor
penunjang terjadinya kecemasan.
22

2.3.4.5 Tingkat pengetahuan


Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah
mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap
sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat
menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi
pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah,
disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.

2.3.5 Rentang Respon Kecemasan


Kemampuan individu untuk merespons terhadap suatu ancaman
berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini berimplikasi
terhadap perbedaan tingkat ansietas yang dialaminya. Respon individu
terhadap ansietas beragam dari ansietas ringan sampai panik.

Rentang Respon Kecemasan

Respons adaftif Respons maladaftif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Skema 2.1. Rentang Respon Kecemasan.

Menurut Yusuf,AH (2015) tingkat kecemasan ada empat, yaitu ringan,


sedang, berat, panik.

2.3.5.1 Kecemasan Ringan


Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan meyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2.3.5.2 Kecemasan Sedang
memungkinkan seseorang untuk berfokus pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
23

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan


sesuatu yang terarah.
2.3.5.3 Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik, serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Seseorang tersebut memerlukan
banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
2.3.5.4 Tingkat Panik
Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan dan teror
karena mengalami kehilangan kendali. Seseorang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik meningkatkan aktivitas motorik,
menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain,
persepsi menyimpang, serta kehilangan pemikiran rasional.

2.3.6 Tanda Dan Gejala Kecemasan

Menurut Jaya (2015) kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan difus,


tidak menyenangkan dan samar-samar. Seringkali disertai oleh gejala
otonomik seperti sakit kepala, berkeringat, hipertensi, gelisah, tremor,
gangguan lambung, diare, takut akan pikiran nya sendiri, mudah
tersingguang, merasa tegang, tidak tenang, gangguan pola tidur dan
gangguan konsentrasi.

Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah seperti


ketidakmampuan duduk atau berdiri lama. Kumpulan gejala tertentu
yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke
orang.
24

2.3.7 Cara Mengukur Kecemasan


Zulf Self-Rating Anxiety Scale (SAS/ SRAS) adalah penilaian
kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh William WK Zung,
dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam DSM-II
(Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorder). Terdapat 20
pertanyaan yang terdiri dari gejala-gejala psikologis diantaranya
(kecemasan, ketakutan, panik, disintegrasi mental, kekhawatiran) dan
gejala-gejala fisik meliputi (gemetar, nyeri, kelelahan, kegelisahan,
debaran jantung, pusing, pingsan, sesak nafas, paresthesia, mual &
muntah, frekuensi kencing, berkeringat, wajah memerah, insomnia dan
mimpi buruk). Setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1 : tidak pernah, 2:
kadang-kadang, 3: Sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu. Terdapat
lima belas pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan lima
pertanyaan ke arah penurunan kecemasan Mcdowell dalam Nursalam
(2013).
Rentang penilaian 20-80 dengan pengelompokkan sebagai berikut :
Skor 20-44 : Normal /Tidak Cemas
Skor 45-59 : Kecemasan ringan
Skor 60-74 : Kecemasan Sedang
Skor 75-80 : Kecemasan Berat

2.3.8 Penatalaksanaan Kecemasan


Menurut Lestari (2015) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial, dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada
uraian berikut :
2.3.8.1 Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan-makanan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
25

d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum-minuman keras.
2.3.8.2 Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas
dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan
fungsi gangguan neuro-transmiter (sinyal penghantar saraf) di
susunan saraf pusat otak (limbik system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytik), yaitu
seperti diazepam, clobazam, brommazepam, lorazepam,
buspirone HCI, meprobamate dan alprazolam.
2.3.8.3 Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai
gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan.
Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu
dapat diberikan obat-obatan yang ditunjukkan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
2.3.8.4 Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu,
antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat
dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa
putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi
kecemasan
c. Psikoterapi re-konstruktif, unntuk memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif
pasien, yaitu kemampuan untuk berfikir secara rasional,
konsentrasi dan daya ingat.
26

e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan


menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mangapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk ,meperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
2.3.8.5 Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.

Kecemasan menjelang operasi bisa berdampak pada rasa nyaman pasien intra
operasi hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Sugianto, A (2015)
Hubungan tingkat kecemasan dengan tingkat nyeri pada operasi katarak
menggunakan metode phacoemulsifikasi di kamar bedah rumah sakit mata
Dr.Yap Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan
tingkat kecemasan pre operasi dengan nyeri intra operasi katarak dengan
phacoemulsifikasi di kamar operasi RSM Dr.Yap Yogyakarta. Dari hasil
penelitian Sugianto dapat di tarik kesimpulan bahwa kecemasan pre-operasi
dapat mempengaruhi pasien di kamar operasi. pentingnya peran tenaga
kesehatan untuk menciptakan suasana yang nyaman sehingga pasien tidak
merasa takut dan was-was pada masa pre-operasi.

2.4 Konsep Operasi


2.4.1 Definisi Operasi
Menurut Smeltzer and Bare dalam Maryunani (2014) Operasi
merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh.
27

Operasi atau pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang


menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya
dilakukan dengan membuat sayatan Sjamsuhidajat (2005).
2.4.2 Jenis Jenis Pembedahan
Barbara C. Long dalam Maryunani (2014) menguraikan pembedahan
diklasifikasikan menurut beberapa cara, seperti menurut lokasi/letak
pembedahan dan luas pembedahan. Masing-masing dari tipe
pembedahan tersebut dijelasakan sebagai berikut:
2.4.2.1 Menurut lokasi pembedahan:
Pembedahan menurut lokasi pembedahan diklasifikasikan lagi
menurut ekternal/internal dan menurut lokasi bagian
tubuh/sistem tubuh. Masing-masing diuraikan sebagai berikut:
a. Klasifikasi menurut pembedahan ekternal dan internal:
Menurut lokasi pembedahan, pembedahan dapat dilakukan
secara ekternal maupun internal:
1) Pembedahan ekternal/luar:
Pembedahan ekternal/luar dilakukan pada kulit atau
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
ekternal/luar mempunyai beberapa kerugian/dampak,
seperti bisa menyebabkan jaringan parut atau tampak
adanya bekas luka, dan menyebabkan keluhan dan
stress bagi pasien. Bedah plastik merupakan salah satu
contoh bedah ekternal/luar dan yang ditujukan untuk
rekonstruksi dan perbaikan terhadap jaringan yang
rusak.
2) Pembedahan internal/dalam:
Pembedahan internal/dalam berkenaan dengan
penetrasi tubuh. Jaringan parut akibat dari bedah
internal/dalam ini bisa tidak tampak, tetapi bahayanya
bisa menyebabkan komplikasi, seperti perlengketan
28

(adhesi). Pembedahan pada organ-organ dalam tubuh


bisa menyebabkan penurunan fungsi tubuh jika jaringan
yang penting diangkat.

b. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh atau sistem tubuh,


seperti:
1) Operasi/bedah dada.
2) Operasi jantung/bedah kardiovaskuler.
3) Operasi/bedah syaraf/neurologis.

2.4.2.2 Menurut luas pembedahan:


Menurut luasnya, pembedahan dibagi menjadi pembedahan
minor dan pembedahan mayor, berikut ini:
a. Bedah Minor:
Bedah minor merupakan pembedahan sederhana yang
sedikit menimbulkan resiko atau menimbulkan faktor resiko
sedikit. Bedah minor menimbulkan trauma fisik yang
minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Bedah
minor adalah operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang
mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan
dengan operasi mayor. Pembedahan ini bisa dilakukan di
ruang dokter, klinik, poliklinik rawat jalan, dan ruang klinik
rawat inap. Sebagian besar bedah minor dilakukan dibawah
anestesi lokal, tetapi adakalanya anestesi umum juga
digunakan. Meskipun operasi ini dianggap minor/kecil.
Seringkali bagi pasien tidak dianggap minor/kecil bagi
pasien dan sering menimbulakn ketakutan dan kecemasan
bagi pasien.
Daftar bedah minor di RSUD Dr.H.Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin :
29

1) Soft Tissue Tumor


2) Fam (Fibro Adenoma Mamae)
3) Ruptur Tendon
4) Katarak
5) Glaukoma
6) Debridemen
7) Amputasi
8) Bibir Sumbing (Labioshizis)
9) Tonsilitis
10) Polip Nasal
11) Pterigium
b. Bedah mayor
Bedah mayor biasanya dilakukan di bawah anestesi umum
di kamar operasi. Bedah mayor lebih berat daripada bedah
minor, dan bisa menyebabkan resiko pembedahan atau
memiliki faktor resiko lebih besar. Bedah mayor
menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian
sangat serius. Jadi, operasi mayor adalah operasi yang
melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat
resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup pasien.
Daftar bedah mayor di RSUD Dr.H.Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin :
1) Seksio Cessaria
2) Kista Ovarium
3) Mioma Uteri (Histerektomi)
4) Cole Sistektomi
5) Fraktur
6) Hernia
7) Appendiktomi
8) Mastektomi (Ca Mamae)
9) Laparotomi
30

10) Eviserati/Enukliasi
11) Hipospadia
12) Struma

2.5 Konsep Pre-operasi


2.5.1 Definisi Pre Operasi
Menurut Maryunani (2015) Fase perioperatif adalah waktu sejak
keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke meja pembedahan
tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan.

Pre-operasi adalah dimulai dari ketika keputusan untuk menjalani


operasi dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.
Pada fase ini ada beberapa persiapan yang harus disiapkan oleh pasien
sebelum dilakukan tindakan operasi (Doorland, dalam Maryunani
2014).

Jadi dapat disimpulkan pre-operasi adalah fase ketika keputusan operasi


di ambil hingga sampai ke meja operasi dan pada fase ini pasien harus
di siapkan sebelum dilakukan tindakan operasi.

2.5.2 Dampak Fisiologis Pre Operasi


Menurut Maryunani (2014) operasi menimbulkan dampak fisiologis
bagi tubuh manusia berikut ini dampak fisiologis yang timbul akibat
pembedahan :
2.5.2.1 Tubuh berespon secara fisiologis terhadap ancaman aktual
maupun potensial, dalam hal ini menghadapi pembedahan,
diuraikan sebagai berikut:
a. Hipotalamus mengendalikan respon neuro-hormonal.
b. Denyut jantung meningkat, dan jantung berkontraksi lebih
kuat.
31

c. Volume darah didistribusikan kembali dengan cara


vasokonstriksi pembuluh darah pada kulit, lambung,
massentery dan ginjal.
d. Peningkatan volume darah meningkatkan curah jantung
(cardiac output).
e. Peningkatan aliran darah pada otot-otot tubuh menyebabkan
otot menjadi tegang.
f. Bronkhus berdilatasi dan peningkatan denyut pernafasan
meningkatkan oksigen.
g. Mekanisme yang memberikan energi meliputi peningkatan
pelepasan glukosa dan penurunan produksi insulin.

2.5.3 Dampak Psikologis Pre Operasi


Selain dampak fisiologis pembedahan juga mempunyai dampak
terhadap psikologis pasien, menurut Maryunani (2014) dampak
psikologis kecemasan diantaranya :
2.5.3.1 Setiap orang berbeda-beda dalam memahami tentang
pembedahan dan respon mereka pun berbeda-beda
juga.Namun, mereka umumnya mempunyai ketakutan dan
keluhan-keluhan tertentu.
a. Dalam hal ini, pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi
agak gelisah dan takut.
b. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak
jelas.
c. Tetapi kadang- kadang pula, kecemasan ini dapat terlihat
dalam bentuk lain.
d. Pasien yang gelisah dan takut sering bertanya terus-menerus
dan berulang-ulang, walaupun pertanyaannya telah dijawab.
e. Kadang pasien tidak mau berbicara dan memperhatikan
keadaan sekitarnya, tetapi berusaha mengalihkan perhatian
pada hal lain, seperti buku.
32

f. Atau sebaliknya, pasien bergerak terus-menerus dan tidak


bisa tidur.

Masa pre-operasi sering menimbulkan kecemasan pada pasien, tidak


terkecuali untuk pasien yang akan melaksanakan operasi katarak, ini
dibuktikan dari hasil penelitian Ferlina (2012) dalam Huda (2016) tentang
tingkat Kecemasan pre-operasi termasuk katarak dari 40 reponden (17,5%)
mengalami kecemasan berat, (40 %) mengalami kecemasan sedang, (37,5%)
mengalami kecemasan ringan dan (5%) tidak mengalami kecemasan.
Penelitian Ferlina (2012) menunjukkan pasien pre-operasi katarak juga
mengalami kecemasan seperti halnya operasi-operasi yang lain.

2.6 Konsep Katarak


2.6.1 Definisi Katarak
Katarak adalah kelainan mata yang terutama terjadi pada orang tua.
Katarak adalah suatu daerah berkabut atau keruh di dalam lensa. Pada
stadium dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-rabut lensa di
bawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut, protein tadi
berkoagolasi membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut
protein lensa yang dalam keadaan normal seharusnya transparan
(Goyton & Hall dalam Aspiani, 2014).

Menurut Ilyas (2014) katarak umumnya merupakan penyakit pada usia


lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit
penyakit mata lokal dapat menahun. Bermacam-macam penyakit mata
dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Katarak dapat
berhubungan proses penyakit intraokular lainnya.
33

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa katarak


adalah penyakit gangguan penglihatan yang mengakibatkan kekeruhan
pada lensa mata, umumnya penyakit ini terjadi pada usia tua.

2.6.2 Klasifikasi Katarak

Menurut Ilyas dalam Aspihani (2014) katarak di bedakan menjadi tiga


jenis yaitu :

2.6.2.1 Katarak kongenital


Adalah katarak sebagian pada lensa yang sudah di dapatkan
pada waktu lahir. Jenisnya adalah :
a. Katarak lamellar atau zonular
b. Katarak Polaris posterior
c. Katarak Polaris anterior
d. Katarak inti (katarak nuklear)
e. Katarak sutural
2.6.2.2 Katarak Juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah terakhir.
2.6.2.3 Katarak Senil
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya
usia.
Katarak senil ada beberapa macam, yaitu :

a. Katarak nuclear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa.
b. Katarak kortikal
Kekruhan yang terjadi pada korteks lensa.
c. Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuclerar atau kortikal.
d. Katarak komplikasi
Terjadinya akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat
intra ocular atau penyakit umum.
34

e. Katarak Traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau katarak traumatik.
Katarak senil dapat dibagi atas stadium:
a. Katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih
di antaranya.
b. Katarak Immatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum
mengenai seluruh lensa sehingga hasil terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa.
c. Katarak matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegritas melalui
kapsul.
d. Katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa
mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa.

2.6.3 Etiologi Katarak


Menurut Ilyas (2014) Terdapat beberapa faktor yang dapat merupakan
penyebab terbentuknya katarak lebih cepat, seperti:
2.6.3.1 Diabetes
2.6.3.2 Radang mata
2.6.3.3 Trauma mata
2.6.3.4 Riwayat keluarga dengan katarak
2.6.3.5 Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya
2.6.3.6 Merokok
2.6.3.7 Pembedahan mata lainnya
2.6.3.8 Terpajan banyak sinar ultra violet (matahari).
35

2.6.4 Patofisiologi

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya


keseimbangan antara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak
dapat larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan
jumlah protein yang tidak dapat diserap dapat mengakibatkan
penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi, fisik dan protein
tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah
protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian yang lain
sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak.
Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada
serabut tersebut menyebabkan jalan nya cahaya terhambat dan
mengakibatkan gangguan penglihatan (Jitowiyono,S et al 2012)

2.6.5 Tanda dan Gejala Katarak


Menurut Budiono et al (2013) gejala-gejala katarak meliputi :
2.6.5.1 Kabur
Penderita pada umumnya datang saat kekeruhan terjadi pada
kedua mata meski derajat katarak kedua mata berbeda.
Kekaburan yang dirasa bersifat perlahan dan penderita merasa
melihat melalui kaca yang buram. Pada tahap awal kekeruhan
lensa penderita dapat melihat bentuk akan tetapi tidak dapat
melihat detail.
2.6.5.2 Silau
Katarak menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat
perubahan bentuk, struktur dan indeks bias lensa. Segala jenis
katarak pada umumnya akan mengeluh silau akan tetapi
terbanyak pada katarak sub kapsular posterior.
2.6.5.3 Gangguan penglihatan warna
Lensa yang bertambah kuning atau kecoklatan akan
menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada
spektrum cahaya biru.
36

2.6.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Ilyas (2014) pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
untuk menetapkan diagnosa katarak adalah :
2.6.6.1 Uji refraksi, tekanan darah, riwayat alergi obat,Uji anel, Uji
keratometri.
2.6.6.2 Pengukuran tonometry: mengkaji intraokular, (TIO)
normalnya 12-25 mmHg.
2.6.6.3 Pemeriksaan oftalmoskop: mengkaji struktur intraokular,
mencatat atrofi lempeng optik, pupil edema, perdarahan retina.
2.6.6.4 Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose
katarak.
2.6.6.5 Pemeriksaan darah lengkap, LED: menunjukkan anemia
sitemik/imfeksi.
2.6.6.6 Tes toleransi glukosa: menentukan adanya atau kontrol
diabetes.

2.6.7 Penatalaksanaan Penyakit Katarak


Menurut Ilyas (2014) ada tiga penatalaksanaan operasi katarak yang
digunakan yaitu :
2.6.7.1 Operasi Katarak Ekstrakapsular atau Ekstraksi Katarak
Ekstrakapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat
keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui
insisi 9-10 mm, lensa intaokular diletakkan pada kapsul
posterior
Termasuk ke dalam golongan ini ekstaksi linear, aspirasi dan
irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak
imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra
okular posterior, implantasi sekunder lensa intra okular,
37

kemungkinan dilakukan bedah glaukoma, predisposisi prolaps


vitreous, seblumnya mata mengatasi ablasi retina, dan sitoid
makular edema.
2.6.7.2 Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui
insisi 2,5 3 mm, dan kemudian dimasukkan lensa intraokular
yang dapat dilipat.
Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi kecil ini
adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat
operasi minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah
minimal.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak
ekstrakapsul, dapat terjadi katarak sekunder yang dapat
dihilangkan/dikurangi dengan tindakan Yag laser.
2.6.7.3 Operasi Katarak Intrakapsular atau Ektra Katarak Intrakapsular
(EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau
berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada operasi dibuat sayatan selaput selaput bening yang cukup
luas, jahitan yang banyak (14-15 mm) sehingga penyembuhan
lukanya memakan waktu yang lama Aspihani (2014)
Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer. Pembedahan ini dilakukan dengan
mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya.
Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang
38

dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaukoma, uveitis,


endoftalmitis, dan perdarahan.

2.6.8 Komplikasi Post Operasi Katarak


Menurut Aspiani (2014) komplikasi post operasi katarak, di antaranya :
2.6.8.1 Edema kornea
2.6.8.2 Prolapus iris
2.6.8.3 Bilik mata depan yang dangkal
2.6.8.4 Glaukoma
2.6.8.5 Hipermetropia tinggi absolute (menyebabkan kehilangan
kekuatan konvergensi sekitar 18 dioptri dan bersifat absolute
karena tidak ada bagian yang dapat mengkonpensasi daya
akomodasi).
2.6.8.6 Astigmastime
2.6.8.7 Kehilangan daya akomodasi
2.6.8.8 Perubahan persepsi warna

2.6.9 Syarat dan Gambaran Pelaksanaan operasi Katarak


Syarat dan gambaran pelaksanaan operasi katarak di RSUD Dr.H.Moch
Ansari Saleh Banjarmasin.
2.6.9.1 Syarat melakukan operasi katarak adalah :
a. Bagi penderita kencing manis (Diabetus Melitus) maka
kadar gula darahnya harus kurang dari 200 mg/dl.
b. Bagi penderita tekanan darah tinggi (Hipertensi) maka
tekanan darahnya harus kurang dari 160/90 mmHg
c. Tekanan bola mata normal atau penderita glaucoma yang
terkontrol tekanannya.
d. Tidak ada infeksi pada mata, berupa mata terasa pedih,
mata merah atau belekan.
e. Pemeriksaan tekanan bola mata, ada tidaknya infeksi
pada mata dan kataraknya apakah sudah waktunya untuk
39

dioperasi, hanya bisa ditentukan oleh dokter spesialis


mata.
2.6.9.2 Gambaran Pelaksanaan Operasi Katarak
a. Sebelum operasi dilaksanakan, penderita terlebih dahulu
diperiksa tekanan darah dan kadar gula darahnya.
b. Mengukur ukuran lensa tanam dengan keratometer dan A
Scan Biometri
c. Operasi harus dilakukan diruang steril
d. Umumnya dilakukan dengan bius lokal pada mata
sehingga tidak perlu puasa sebelumnya.
e. Pada bayi, anak-anak, penderita yang takut operasi atau
atas peermintaan, operasi dapat dilakukan dengan bius
umum.
f. Lama operasi 15-20 menit.
g. Selama operasi, penderita dalam keadaan sadar, tidak
merasa sakit namun merasa seperti ada sedikit sentuhan-
sentuhan pada mata yang dioperasi,
h. Dengan tekhnik operasi modern dan sistem One Day
Care, setelah operasi penderita dapat langsung pulang
atau dirawat bilamana perlu.

2.6.10 Perawatan setelah Operasi Katarak


Menurut Smeltzer (2001) perawatan diri setelah operasi katarak salah
satunya adalah pembatasan aktivitas yaitu :
2.6.10.1 Aktivitas yang dibolehkan
a. Menonton Tv, Membaca bila perlu tapi jangan terlalu
lama.
b. Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak
mandi, condongkan kepala sedikit ke belakang saat
mencuci rambut.
40

c. Tidur dengan pelindung mata logam berlubang pada


malam hari : mengenakan kacamata pada siang hari
d. Ketika tidur, berbaring telentang atau miring, tidak
boleh telungkup
e. Aktivitas dengan duduk
f. Menggunakan kacamata hitam untuk kenyamanan
g. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu di lantai

2.6.10.2 Aktivitas yang dihindari selama 1 minggu


a. Tidur pada posisi yang sakit
b. Menggosok mata
c. Mengejan pada defiksi
d. Memakai sabun mendekati mata
e. Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
f. Hubungan sex
g. Mengendarai kendaraan, kalau bisa
h. Batuk, bersin dan muntah
i. Menundukkan kepala sampai bawah pinggang
41

Diabetes, Radang mata, Trauma mata, Riwayat keluarga


2.7 Kerangka Teori dengan katarak, Pemakaian steroid, Merokok, Pembedahan
mata, Terpajan banyak sinar ultra violet

Pemeriksaan penunjang :

1. Uji refraksi Tanda gejala katarak


Jalur Pendidikan 2. Pengukuran tonometry 1. Kabur Kekeruhan pada lensa mata
3. Pemeriksaan oftalmoskopi 2. Silau
4. Dilatasi pupil 3. Gangguan penglihatan warna
Penatalaksanaan katarak :
5. Pemeriksaan darah
Formal Informal lengkap KATARAK Ekstrakapsular (EKEK)
6. Gula darah Fakoemulsifikasi
Tingkat pendidikan : EktraKatarakIntrakapsula
1. Pendidikan rendah Jenis Katarak
(EKIK)
2. Pendidikan sedang Tingkat pengetahuan : Kongenital, Juvenil,
3. Pendidikan tinggi Tahu Senil
Pembedahan
Memahami
Aplikasi
Analisis Tingkatan kecemasan : Mayor Minor
Sintesis Kecemasan ringan
evaluasi Kecemasan sedang Pre-operasi Dampak Pre-operasi :
Kecemasan berat 1. Dampak Fisiologis
Faktor-faktor yang 2. Dampak Psikologis
Faktor-faktor yang Tingkat panik
mempengaruhi pengetahuan :
1. Pendidikan mempengaruhi kecemasan :
2. Pekerjaan Umur Penatalaksanaan kecemasan :
Keadaan fisik KECEMASAN
3. Umur 1. Meningkatkan kekebalan
4. Minat Sosial budaya Tingkat terhadap stres
5. Pengalaman Cemas Tidak Cemas 2. Terapi psikofarma
Tingkat pendidikan
6. Kebudayaan 3. Terapi somatik
7. informasi Pengetahuan 4. Terapi psikoterapi
5. Terapi psikoreligius

Skema 2.2 Landasan Teori modifikasi dari Lestari.,Ihsan,.Notoatmojo.,Mubarak.,Yusuf,AH.,Maryunani.,Ilyas., Budiono et al.,& UU RI No:20 Th.2003
42

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pendidikan Pre-Operasi


Katarak Kecemasan
Pengetahuan

Cemas Tidak Cemas

Skema 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :
variabel yang diteliti =

2.9 Hipotesis penelitian

Dugaan peneliti sementara adalah :

Ada hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan kecemasan pada


pasien pre operasi katarak di poliklinik mata RSUD Dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin

Вам также может понравиться