Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kriteria
ADHD adalah gangguan neuro behavioral paling umum dari masa kanak-kanak.
ADHD merupakan salah satu kondisi yang palingumum dari kesehatan kronis yang
mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti ADHD yaitu :
1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah
teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh
perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu
mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,
sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang
dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak
bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu
yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka
tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya,
sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting.
Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk
memusatkan perhatian.
3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak
disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya
sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas
kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku
yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang
bersangkutan maupun lingkungannya.
B. Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling keterkaitan
antara faktor genetik dan lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin studi
menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam populasi
adalahkarena faktor genetik (heritabilitas perkiraan 0,7-0,8).Pengaruh genetik
tampaknya mempengaruhi distribusi gejala ADHDdi seluruh penduduk dan bukan
hanya dalam kelompoksub klinis.
2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal dan
anak usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko ADHDtanpa gangguan
hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD yaitu ibu yang
merokok,mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin selama kehamilan;
berat lahir sangat rendah dan hipoksia janin; cedera otak; dan terkena racun.
Faktor risiko tidak bertindak dalamisolasi, tapi berinteraksi satu sama lain.
Sebagai contoh, risiko ADHDterkait dengan konsumsi alkohol ibu pada
kehamilan mungkin lebih kuatpada anak-anak dengan gen transporter dopamin.
Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 2003 (dalam
MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor
yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD :
a. Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor
penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota
keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami
ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar,
jika salah satu mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko
mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa
molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.
Dengan demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan
gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.
b. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya
bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD
dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga
penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang
dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI
(pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada
ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks
prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks
serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini
berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan
organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri
yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak
ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak
ADHD.
C. Diagnosis
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala di
bawah ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah,
lingkungan sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya, depresi atau
anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,
delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas pada
remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang dramatis di
kehidupan keluarga
1. DSM membagi kriteria menjadi 2 : inatentif dan hiperaktif impulsif. Enam dari 9
gejala di tiap seksi harus terdapat tipe kombinasi dari diagnosis ADHD. Jika
gejala tidak mencukupi untuk diagnosis kombinasi, maka tersedia diagnosis untuk
predominan (ADHDI) dan hiperaktif (ADHD-H). Gejalanya juga harus : kronis
(selama 6 bulan), maladaptif, gangguan secara fungsional pada 2 atau lebih
konteks, inkonsisten dengan tingkat perkembangan dan berbeda dengan gangguan
mental lainnya. Jadi DSM disini mengidentifikasi 3 subtipe ADHD: tipe
predominan inatentif (gejala khas inatensi namun tidak
hiperaktivitas/impulsivitas); tipe predominan hiperaktif impulsif (gejala khas
hiperaktivitas/impulsivitas) namun tidak inatensi); dan tipe kombinasi (yang tanda
gejalanya inatensi dan hiperaktivitas/impulsivitas).
2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda; Gejala-gejala yang sama
dideskripsikan sebagai bagian dari kelompok gangguan hiperkinetik masa kanak,
dan harus ada inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas; jadi hanya
mengkualifikasikan ADHD tipe kombinasi.
Kriteria diagnosis ICD bersifat lebih terbatas : gejalanya harus ditemukan
semua pada lebih dari 1 konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria eksklusi yang sangat
terbatas : sedangkan gangguan psikiatrik penyerta yang ada diperbolehkan
berdasarkan DSM-IV-TR, diagnosis gangguan hiperkinetik tidak dibuat jika kriteria
untuk gangguan tertentu lainnya, meliputi keadaaan anietas ditemukan-kecuali jika
gangguan hiperkinetik ini merupakan tambahan dari gangguan lainnya.
Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10) menggambarkan suatu
kelompok yang membentuk subkelompok berat dari subtipe ADHD kombinasi milik
DSM-IV-TR. Gangguan hiperkinetik lebih jauh lagi dibagi menjadi gangguan
hiperkinetik dengan atau tanpa gangguan konduksi (gangguan tingkah laku).
D. Differensial Diagnosis
1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)
2. Ansietas
3. Gangguan belajar
2) Intervensi diet
Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen mineral (besi,
magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik. Beberapa bukti
menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut dan urin berkaitan dengan
respon yang buruk terhadap methylphenidate, meskipun belum terdapat studi
yang menyebutkan bahwa suplementasi seng dapat memperbaiki respon terhadap
obat. Suplementasi asam lemak esensial mungkin bermanfaat, khususnya pada
individu yang kadar asam lemak tak jenuhnya rendah. Namun belum ada bukti
yang cukup untuk mendukung pemakaian rutin suplementasi mineral untuk
manajemen ADHD (Konofal et al., 2008).
Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan buatan
memiliki efek samping pada perilaku anak, masih menjadi konflik. Dalam bukti
sekarang ini, tidaklah mungkin merekomendasikan restriksi atau eliminasi
makanan pada anak dengan ADHD (MrCann et al, 2007).
Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untuk anak ADHD/gangguan
hiperkinetik, antara lain :
o Bahan makanan aditif
o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6 (Clayton et al., 2007)
o Suplementasi besi, seng, magnesium (Bilici et al., 2004)
o Antioksidan (Bateman et al., 2004)
3) Intervensi komplementer dan alternatif
Diantaranya meliputi :
o Bach flower remedies (Pintof et al., 2005)
o Homeopathy (Coulter et al., 2007)
o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)
o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)
4) Intervensi sosial dan komunitas
5) Intervensi multimodal
2. Terapi Farmakologis
Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di Amerika
Serikat :methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan atomoxetine.
Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6 tahun atau lebih, sedangkan
dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan
untuk usia pre sekolah.
Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter
spesialis, baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah menjalani
pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi psikotropik.
Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi
farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan
dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG sebaiknya
dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu.Klinisi harus menginformasikan
keuntungan potensial dan efek samping medikasi.Keuntungan lanjutan dan kebutuhan
untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun sekali.
1) Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2 minggu)
menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau
psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan bahwa keduanya efektif untuk
terapi ADHD, meskipun psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih
besar.Psikostimulan yang biasa digunakan di USA adalah methylphenidate
(MPH) dan dexamphetamine (DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk
immediate atau modified release untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari.
DEH digunakan untuk anak usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6
tahun atau lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan
hiperkinetik.Psikostimulan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala
inti ADHD atau gangguan hiperkinetik.
Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan berkurang,
nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan
jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan bersifat subyektif. Efek samping
akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu dari awal terapi dan akan hilang jika
terapi dihentikan atau dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia
pre-sekolah.
Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak reguler antara keluarga
dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan dengan pertanyaan dan penilaian yang
diperlukan.
2) Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat
badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7
hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari.
Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih. Saat
terapi dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau lebih dengan
kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam atau lebih dari waktu setelah minum
obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi psikostimulan mungkin perlu selama
fase transisi.
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/ gangguan
hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi
psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus mereview minimal selama 6
bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil.Monitoring
tambahan diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler,
hepatobilier, kejang dan resiko bunuh diri besar.
A. Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala
impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu
dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman keras
/alkoholisme).
Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan
yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh
oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikiatri.
DAFTAR PUSTAKA
Barkley RA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Handbook for Diagnosis and
Treatment. 2nd ed. New York, NY: Guilford Press; 1996
Bateman B, Warner JO, Hutchinson E, Dean T, Rowlandson P, Grant C, et al. The effects of a
double blind, placebo controlled, artificial food colourings and benzoate preservative
challenge on hyperactivity in a general population sample of preschool children.
Archives of Disease in Childhood 2004;89(6):506-11.
Bilici M, Yildirim F, Kandil S, Bekarolu M, Yildirmi S, Deer O,et al. Double-blind, placebo-
controlled study of zinc sulfate in the treatment of attention deficit hyperactivity disorder.
Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry.2004;28(1):181-90.
Clayton EH, Hanstock TL, Garg ML, Hazell PL. Long chain omega-3 polyunsaturated fatty
acids in the treatment of psychiatric illnesses in children and adolescents.Acta
Neuropsychiatrica. 2007;19(2):92-103.
Eric Taylor, Tim Kendall , Philip Asherson et al. 2008. Attention deficit hyperactivity disorder:
Diagnosis and management of ADHD in children, young people and adults.
Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD : is it an
American condition?. World Psychiatry.2003 ; 2: 104-13.