Вы находитесь на странице: 1из 44

BAB II

ANJAK PIUTANG (FACTORING) SEBAGAI LEMBAGA

PEMBIAYAAN

2.1. Pengertian dan Pengaturan Lembaga Pembiayaan

Sebelum kita membahas permasalahan mengenai Anjak

Piutang (Factoring) sebagai lembaga Pembiayaan, ada baiknya kita

ketahui terlebih dahulu mengenai istilah Lembaga Pembiayaan dan

bagaimana pengaturan dari lembaga Pembiayaan itu sendiri. Jika kita

lihat dari eksistensinya, istilah lembaga pembiayaan mungkin belum

sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan.

Karena keberadaan lembaga pembiayaan masih baru jika

dibandingkan dengan lembaga keuangan yaitu bank. Dimana nenek

moyang kita sudah lama mengenal lembaga keuangan dibandingkan

lembaga pembiayaan. Dan seiring dengan adanya kebutuhan

ekonomi masyarakat, lembaga pembiayaan ini menjadi tumbuh dan

berkembang semakin pesat. Keberadaan lembaga pembiayaan

merupakan suatu hal yang positif karena dengan adanya lembaga

pembiayaan dapat membantu usaha-usaha yang kekurangan modal

dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Apabila dilihat dari istilah dan penekanan dan kegiatan usaha

antara lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan jelaslah sangat

berbeda. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih

38
38
39

menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk

penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana

secara langsung dari masyarakat sedangkan lembaga keuangan

menjalankan usahanya baik dalam penyediaan dana maupun jasa

keuangan bukan pembiayaan. 51

Lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan adalah

badan usaha dalam kelompok Lembaga Jasa Keuangan Non Bank

yang didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. 52

Seperti yang telah disebutkan di Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan pada

Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum, Lembaga Pembiayaan adalah badan

usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan dana atau barang modal dan Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK/012/2006 tentang

Perusahaan Pembiayaan pada Pasal 1 huruf (b), Perusahaan

Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga

Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan

kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

51
Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hal.1-2
52
Bess Finance, 2013, Pengertian, Peran dan Fungsi Perusahaan Pembiayaan,
www.bessfinance.co.id/newsdetail.php?id=15, Diakses 23 Oktober 2014.
40

Dari definisi-definisi lembaga pembiayaan menurut peraturan

perundang-undangan yang telah ada sebelumnya, pengembangan

kegiatan lembaga Pembiayaan dahulu sudah diatur pertama kali

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang

Lembaga Pembiayaan selanjutnya disebut Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan kemudian selanjutnya ditindaklajuti dengan Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988

tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan,

sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 dan terakhir diubah

dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Selain dari peraturan-peraturan tersebut, adapun beberapa

peraturan yang masih berlaku dalam rangka meningkatkan

pengembangan lembaga pembiayaan antara lain ;

a. Surat keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000

tanggal 27 Oktober tentang Perusahaan Pembiayaan. Peraturan

ini merupakan dasar bagi pengembangan Perusahaan Pembiayaan.

b. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan No.

607/KMK.017/1995 dan Gubernur Bank Indonesia No.

28/9/KEP/GBI tanggal 19 Desember 1995 tentang Pelaksanaan

Pengawasan Perusahaan Pembiayaan.


41

c. Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor

SE.1087/LK/1996 tanggal 27 Februari 1996 tentang Petunjuk

Pelaksanaan dan Sanksi Bagi Perusahaan Pembiayaan.

Bila dicermati peraturan-peraturan tersebut telah banyak

mengalami perubahan dan perkembangan dari tahun ke tahun.

Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini, sudah

seharusnya peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah lebih

memadai dan tidak hanya sekedar berbentuk Keputusan Menteri

maupun Peraturan Presiden. Yang diharapkan disini adalah adanya

peraturan hukum yang berbentuk undang-undang yang mengatur

mengenai lembaga Pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian

hukum.

2.2. Bentuk Hukum dan Jenis-Jenis Lembaga Pembiayaan

Lembaga pembiayaan muncul karena adanya pemenuhan

pembiayaan dan dalam menjalankan kegiataannya dilaksanakan oleh

perusahaan pembiayaan. Menurut Bab I Ketentuan Umum Pasal 1

angka (2), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus

didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,

Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Dikenal

sebagai pembiayaan karena menawarkan model-model formulasi

baru terhadap pemberi dana, seperti dalam bentuk leasing, factoring,

dan sebagainya.
42

Mengenai bentuk hukum badan usaha yang diberi wewenang

berusaha di bidang lembaga pembiayaan yang meliputi Bank,

Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Perusahaan Pembiayaan,

ditentukan bahwa untuk Perusahaan Pembiayaan tersebut berbentuk

Perseroan Terbatas atau Koperasi yang telah disebutkan pada Pasal 6

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang

Lembaga Pembiayaan.

Definisi dari Perseroan Terbatas menurut Bab I Pasal 1 angka

(1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan

berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan

modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta

peraturan pelaksanannya.

Jika dilihat dari definisi Perseroan Terbatas, maka akan

ditemukan lima unsur pokok, yaitu :

a. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum;

b. Didirikan berdasarkan perjanjian;

c. Menjalankan usaha tertentu;

d. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham;

e. Memenuhi persyaratan undang-undang.


43

Menurut Pasal 7 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 9

Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan

yang berbentuk Perseroan Terbatas tersebut dapat dimiliki oleh :

a. Warga Negara Indonesia atau Badan Usaha Indonesia.

b. Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia sebagai Usaha

Patungan.

c. Pemilikan saham oleh Badan Usaha Asing sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 huruf (b) ditentukan sebesar-besarnya adalah 85%

dari modal disetor.

Sebagai badan hukum, Perseroran Terbatas memenuhi unsur-

unsur atau karakteristik suatu badan hukum seperti yang ditentukan

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu organisasi yang

teratur, harta kekayaan sendiri, mempunyai tujuan sendiri, dan akta

pendiriannya disahkan oleh pejabat yang berwenang. Perseroan

Terbatas ini memperoleh status badan hukumnya sejak akta

pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia. 53

Selanjutnya apa yang dimaksud dengan Koperasi menurut

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pada

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) Koperasi adalah badan

hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum

Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai

53
Sunaryo, Op.Cit, hal.4
44

modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan

kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai

dengan nilai dan prinsip Koperasi.

Dari masing-masing definisi diatas, Perseroan Terbatas dan

Koperasi sama-sama merupakan badan usaha yang berbadan hukum

karena di dalamnya juga memiliki karakteristik sebagai badan

hukum. Tetapi antara Perseroan Terbatas dengan Koperasi memiliki

beberapa perbedaan, antara lain :

a. Dilihat dari segi permodalannya, PT merupakan perusahaan

dengan konsentrasi modal yang terbagi atas saham-saham,

sedangkan koperasi pada intinya merupakan organisasi ekonomi

rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang.

b. Dilihat dari hak suaranya, dalam PT besar kecilnya hak suara

pemegang saham tergantung dari nilai saham yang dimiliki.

Dalam koperasi semua anggota koperasi mempunyai hak suara

yang sama dengan tanpa melihat besar kecilya simpanan yang

dimiliki oleh masing-masing anggota.

c. Dilihat dari tujuannya, PT bertujuan untuk memperoleh

keuntungan yang sebebsar-besarnya. Sedangkan dalam koperasi

mencari keuntungan bukanlah merupakan tujuan utama, yang

terpenting adalah kesejahteraan anggotanya.

d. Dilihat dari legalitasnya, PT memperoleh status badan hukum

setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri


45

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan Koperasi untuk

memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya

disahkan oleh Pejabat Koperasi. 54

Pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2 sampai 4 menyebutkan

jenis Lembaga Pembiayaan meliputi :

a. Perusahaan Pembiayaan

Adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan

Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,

dan/atau usaha Kartu Kredit.

b. Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company)

Adalah badan usaha yang melakukan usaha

pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang

meneriman bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk

jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham,

penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau

pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur

Adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek

infrastruktur.

54
Ibid, hal.5.
46

Pada pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2009, untuk kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi :

a. Sewa Guna Usaha (Leasing)

b. Anjak Piutang (Factoring)

c. Usaha Kartu Kredit (Credit Card)

d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006

pada Bab II Kegiatan Usaha Pasal 2 menyebutkan juga jenis kegiatan

usaha Perusahaan Pembiayaan yaitu :

a. Sewa Guna Usaha (Leasing)

b. Anjak Piutang (Factoring)

c. Usaha Kartu Kredit (Credit Card), dan/atau

d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)

Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang

jenisnya beragam tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan

lebih dari saru kegiatan sering pula disebut multi finance company. 55

1) Sewa Guna Usaha (Leasing)

Sewa Guna Usaha merupakan salah satu bentuk usaha

yang dapat dijadikan alternatif guna mengatasi kesulitan

permodalan dalam rangka pembiayaan suatu perusahaan untuk

menjalankan kegiatan usahanya. Menurut Subekti (1979),

Leasing adalah perjanjian sewa menyewa yang telah berkembang

55
Ibid, hal.6
47

dikalangan pengusaha, dimana pihak lessor (pihak yang

menyewakan) yang sering merupakan Perusahaan Leasing,

menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin-mesin),

termasuk service, pemeliharaan dan lain-lain kepada Lessee

(penyewa) untuk jangka waktu tertentu. 56 Dalam Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 pada Pasal 1

Angka (5) tentang Lembaga Pembiayaan, Sewa Guna Usaha

(Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan

barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi

(Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi

(Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha

(Lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran

secara angsuran.

Jika dicermati, ada 3 pihak yang terlibat dalam sistem

pembiayaan Leasing, yaitu :

a) Pihak Lessor, yakni pihak yang menyewakan atau pihak yang

memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak

yang membutuhkan.

b) Pihak Lessee, merupakan pihak penyewa atau pihak yang

memerlukan barang modal.

56
Subekti Dalam Miranda Nasihin, 2012, Segala Hal Tentang Hukum Lembaga
Pembiayaan, Buku Pintar, Yogyakarta, hal.27.
48

c) Pihak Supplier, merupakan pihak yang menyediakan barang

modal yang menjadi objek leasing. 57

Dari pengertian Sewa Guna Usaha terkandung beberapa

unsur yaitu :

a) Pembiayaan perusahaan tidak dilakukan dalam bentuk

sejumlah dana, tetapi dalam bentuk peralatan atau barang

modal yang akan digunakan dalam proses produksi.

b) Penyediaan barang modal. Peralatan atau barang modal ini

biasanya disediakan oleh supplier atas biaya dari lessor untuk

dipergunakan oleh lessee.

c) Pembayaran sewa secara berkala. Lessee membayar harga

barang modal kepada lessor secara angsuran, sebagai imbalan

penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna

usaha.

d) Dalam jangka waktu tertentu (long term). Lamanya waktu

sewa guna usaha yang dimulai sejak diterimanya barang

modal oleh lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha

berakhir.

e) Adanya hak pilih (opsi) bagi lesse. Pada akhir masa leasing,

lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin

membeli barang modal tersebut, memperpanjang perjanjia

57
Munir Fuady, Op. Cit, hal.7.
49

sewa guna usaha, ataukah mengembalikan barang modal

tersebut kepada lessor.

f) Nilai sisa (residual value) yaitu nilai barang modal pada akhir

masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor pada

lesse pada awal masa sewa guna usaha. 58

2) Anjak Piutang (Factoring)

Anjak piutang dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai

factoring. Anjak piutang (Factoring) menurut Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 pada Pasal 1 huruf (e)

adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang

dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas

piutang tersebut. Sedangkan perusahaan anjak piutang bisa

didefinisikan dengan perusahaan yang kegiatannya melakukan

penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan

hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau

pembayaran tertentu dari perusahaan (klien). 59

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak

piutang (factoring) ini adalah :

58
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21417/3/Chapter%20II.pdf,
Diakses 27 Oktober 2014, Gianyar.
59
Miranda Nasihin, Op.Cit, ha.l 55.
50

a) Pihak Perusahaan Factor, yakni yang merupakan pihak

pemberi jasa factoring. Dalam hal ini dia bertindak sebagai

pihak pembeli piutang.

b) Pihak Klien, merupakan pihak yang mempunyai

piutang/tagihan yang akan dijual kepada pihak perusahaan

factor.

c) Pihak Customer, yakni pihak debitur yang berhutang kepada

pihak klien, untuk selanjutnya dia akan membayar hutangnya

kepada pihak Perusahaan Factor. 60

Menurut Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati,

merinci unsur-unsur utama pengertian anjak piutang sebagai

berikut :

a) Subjek anjak piutang adalah perusahaan anjak piutang

(factoring company), klien (supplier), dan nasabah

(customer).

b) Objek anjak piutang yaitu piutang jangka pendek milik klien.

c) Peristiwa anjak piutang, yaitu kontrak pengalihan piutang

jangka pendek antara pihak klien dan perusahaan anjak

piutang.

d) Hubungan anjak piutang, hubungan kewajiban antara klien

dan perusahaan anjak piutang. Klien berkewajiban menjual

dan menjamin serta mengalihkan piutang jangka pendek hasil

60
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 57.
51

transaksi perdagangan kepada perusahaan anjak piutang.

Adapun perusahaan anjak piutang berkewajiban membiayai

dalam bentuk pembelian atau pengalihan piutang jangka

pendek hasil transaksi perdagangan, menatausahakan utang

tersebut dan menagih piutang perusahaan klien.

e) Jangka waktu anjak piutang, yaitu sesuai dengan piutang

jangka pendek. Piutang perdagangan jangka pendek umumnya

berkisar antara 30 (tiga puluh) sampai 90 (sembilan puluh)

hari. 61

3) Usaha Kartu Kredit (Credit Card)

Kartu kredit merupakan salah satu alat bayar pengganti uang

tunai dalam transaksi perdagangan yang sudah dikenal luas oleh

masyarakat indonesia. Penggunaan istilah kartu kredit sering disebut

juga dengan Credit Card. Sebagai salah satu bentuk alat

pembayaran, kartu kredit memiliki karakteristik sendiri yang berbeda

dengan jenis alat pembayaran lainnya. Pada umumnya kartu kredit

berukuran kecil seperti SIM (Surat Izin Mengemudi) yang terbuat

dari bahan plastik dimana di kartu tersebut tercantum nama pemilik

kartu kredit, nomor kartu kredit, tanda tangan pemilik kartu dan

nama bank penerbit kartu kredit tersebut.

61
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21417/3/Chapter%20II.pdf,
Op.Cit, hal.9.
52

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2009, Usaha Kartu kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk

pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.

Sedangkan pengertian kartu kredit itu sendiri menurut Peraturan

Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009, Kartu Kredit adalah AMPK

yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban

yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi

pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana

kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh

acquirer atau penerbit dan pemegang kartu berkewajiban melakukan

pembayaran pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus

(charge card) ataupun secara angsuran.

4) Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)

Dalam bahasa Inggris pembiayaan konsumen disebut dengan

istilah Consumer Finance, yang pada dasarnya sama saja dengan

kredit konsumen (Consumer Credit). Perbedaannya hanya terletak

pada lembaga yang membiayainya, dimana pembiayaan konsumen

diberikan oleh perusahaan pembiayaan (financing company),

sedangkan kredit konsumen biasa diberikan oleh Bank. 62 Pembiayaan

konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh

suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa

62
Ibid, hal. 13.
53

yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk

tujuan produksi atau distrisbusi. Perusahaan yang memberikan

pembiayaan diatas disebut perusahaan pembiayaan konsumen

(Customer Finance Company). 63 Selain itu pengertian lainnya

terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

84/PMK.012/2006 pada Pasal 1 huruf (g) bahwa Pembiayaan

Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk

pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan

pembayaran secara angsuran.

2.3. Pengertian dan Klasifikasi Anjak Piutang (Factoring)

Kebutuhan akan modal atau dana segar merupakan hal sangat

diperlukan oleh suatu perusahaan (client). Dengan adanya modal

tersebut perusahaan akan dapat memanfaatkan peluang-peluang

keuntungan dari usaha yang dijalankannya. Sering sekali perusahaan

mengalami kesulitan ini yang disebabkan terbatasnya sumber

permodalan perusahaan, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecil.

Perusahaan (client) melihat adanya prospek kenaikan

penjualan yang cukup besar ditahun yang akan datang, dan kenaikan

penjualan itu sendiri menyebabkan kenaikan akan kebutuhan modal.

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perusahaan membutuhkan

modal tambahan khususnya untuk modal kerja. Kekurangan akan

63
Huraiyah, 2013, http://amrianidris.blogspot.com/2013/12/makalah-lembaga-
pembiayaan.html?m=1, Diakses 27 Oktober 2014.
54

modal ini tidak dapat dipenuhi oleh dana perusahaan sendiri karena

keterbatasan dana internal. 64

Dilain pihak, pemenuhan modal melalui pinjaman bank

terkendala masalah jaminan sebagai persyaratan perbankan. Pada sisi

lain perusahaan (client) mempunyai tagihan (piutang) yang belum

jatuh tempo yang dapat menopang aktivitas perusahaan, terutama

bagi kegiatan produksi yang segera membutuhkan dana tunai.

Kenyataan adanya piutang tersebut akan memperlambat arus kas

perusahaan karena modal berupa dana tunai kas, baru akan masuk

setelah piutang tersebut jatuh tempo. 65

Keterlambatan modal yang berupa dana tunai yang dibutuhkan

perusahaan pada gilirannya akan mengganggu kegiatan operasional

perusahaan dalam berproduksi. Artinya perusahaan tidak dapat

melakukan proses produksi karena tidak adanya dana tunai.

Menghadapi fenomena ini, akhirnya perusahaan (client) mencari

alternatif untuk mendapatkan dana tunai dengan menjual atau

mengalihkan tagihan (piutang) kepada perusahaan Anjak Piutang

(Factoring).

Adanya perusahaan Anjak Piutang (Factoring) ini, maka

perusahaan (client) akan memperoleh dana tunai yang dibutuhkan

64
Veithzal Rivai, dkk, 2007, Bank dan Financial Institution Management, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 1268.

65
Miranda Nasihin, Op.Cit, hal.54.
55

dengan jalan menjual atau mengalihkan piutang dagang yang

dimilikinya kepada perusahaan Anjak Piutang (Factoring) yang

bersedia membelinya.

Anjak Piutang dalam bahasa Inggrisnya sering disebut

Factoring. Anjak piutang merupakan suatu istilah yang berasal dari

gabungan kata anjak yang artinya pindah atau alih, dan piutang

yang berarti tagihan sejumlah uang. Berdasarkan arti kata tersebut

secara sederhana anjak piutang berarti pengalihan piutang dari

pemiliknya kepada pihak lain. 66

Konsep pranata lembaga Factoring tidak dikenal dalam

system Civil law sebagaimana yang dianut dalam system hukum

Indonesia. Factoring yang dikenal dewasa ini pertama kali tumbuh di

Amerika Serikat pada tahun 1889, kemudian menyebar di Kanada

sekitar tahun 1930-an sampai kemudian meluas ke Negara-negara

Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, Jepang, Filipina dan akhirnya

Indonesia mulai mengenal lembaga ini pada akhir tahun 1988 sejak

berlakunya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 27

Desember 1988. 67

Pertama kali sebutan Factoring sudah dikenal sejak 2000

tahun yang lalu dipergunakan di Mesopotania dalam bentuk yang

sangat sederhana, yakni pihak Factor biasanya bertindak sebagai

66
Ibid.
67
http://fauzieandpartners.wordpress.com/2009/12/11/sejarah-dan-perkembangan-
lembaga-pembiayaan-anjak-piutang/
56

agen penjual yang sekaligus sebagai pemberi perlindungan kredit

yang kemudian lazim dikenal sebagai general Factoring. Pada

abad 19, Factoring ini telah meninggalkan sifat keagenannya dan

mulai beralih pada pengelolaan kredit bagi Cliennya, yaitu menjamin

kredit, merupakan embrio dari bisnis Anjak Piutang modern yang

dikenal saat ini dan karenannya tidak heran sistem hukum yang

digunakan berasal dari sistem Common Law. 68

Guna memberikan pengertian yang utuh dan lebih jelas, perlu

kiranya dikemukakan pengertian anjak piutang berdasarkan

peraturan yang ada dan pandangan-pandangan dari para ahli.

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang

Lembaga Pembiayaan, pengertian Anjak Piutang (Factoring) adalah

kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka

pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Melengkapi pengertian Anjak Piutang (Factoring ) diatas, dan

mengingat masih beragamnya persepsi-persepsi yang berkembang di

masyarakat, berikut ini dikemukakan pengertian Anjak Piutang

(Factoring) dari para ahli sebagai berikut :

68
Rinus Pantouw, Op.Cit, hal. 5.
57

1. Dahlan Siamat

Anjak Piutang adalah sebagai transaksi pembelian dan atau

pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek

klien (penjual) kepada perusahaan factoring, kemudian akan

ditagih oleh perusahaan anjak piutang (factoring) kepada pembeli

karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan

factoring (factor). 69

2. Veithzal Rivai

Factoring didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh

perusahaan baik dalam bentuk piutang maupun promes atas dasar

diskonto dari klien dengan syarat recourse maupun without

recourse sehingga hak penagihan berpindah kepada perusahaan

Anjak Piutang (Factoring). 70

Selain itu, beberapa pengertian Anjak Piutang (Factoring),

diantaranya :

a. Pembelian oleh perusahaan Factoring terhadap piutang milik

klien atau supplier.

b. Suatu kontrak dimana perusahaan Factoring menyediakan

jasa sekurang-kurangnya antara lain :

1) Jasa pembiayaan

2) Jasa pembukuan

69
Veithzal Rivai, Op.Cit, hal.1262.
70
Veithzal Rivai, Op.Cit, hal.1265.
58

3) Jasa penagihan piutang

4) Jasa perlindungan terhadap resiko kredit. 71

3. Sudargo Gautama

Anjak Piutang atau Factoring pada intinya adalah pelaksanaan

usaha pembelian piutang atas dasar suatu tingkat diskonto

tertentu dari sisi penjual piutang. Perusahaan anjak piutang

(Factoring) bertindak sebagai pembeli piutang, sehingga segala

aktivitas penagihan dan pengurusan piutang bersangkutan

selanjutnya beralih kepada pembeli piutang yang dalam hal ini

adalah Perusahaan Anjak Piutang (Factoring). 72

4. Handowo Dipo

Anjak piutang adalah suatu suatu teknik pendanaan jangka

pendek dengan memanfaatkan piutang yang dimiliki oleh suatu

perusahaan. 73

5. Subagyo

Usaha Anjak Piutang (Factoring) adalah usaha pembiayaan

dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan

piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan (debitur)

dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Hak ini

71
Veithzal Rivai, Loc.Cit.
72
Veithzal Rivai, Loc.Cit.
73
Veithzal Rivai, Loc.Cit.
59

diperoleh perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company) dari

penjual (kreditur). 74

6. Henry Campbell Black

Factoring is sale of accounts receivable of a firm to a factor at a

discounted price. The purchase of accounts receivable from

business by a factor, who there by assumes the risk of coss in

return for some agreed discount. 75

7. Peter Collin

Factoring is selling debts to debt factor, which is person who

buys debts at discount, and enforces them for himself or enforces

them for a commission 76.

8. Y. Sri Susilo

Anjak Piutang atau Factoring merupakan suatu perjanjian antara

pihak perusahaan anjak piutang (Factor) dengan perusahaan yang

menerima jasa anjak piutang (Client) yang mewajibkan pihak

Factor untuk memberikan jasa yang berupa :

a. Pembiayaan atas piutang dagang yang dimiliki klien.

b. Non-pembiayaan berupa antara lain penagihan piutang dan

administrasi penjualan.

74
Veithzal Rivai, Loc.Cit.
75
Henry Campbell Black, 1979, Black Law Dictionary, Edisi ke-5, St.Paul Minu.
West Publishing Co, hal.532.
76
Peter Collin, 2001, Dictionary of Law, Peter Collin Publishing Ltd, Finland,
hal.144.
60

Serta mewajibkan pihak klien untuk :

a. Menjual atau menjamin piutangnya kepada pihak factor.

b. Memberikan balas jasa financial kepada factor.77

Berdasarkan pengertian Anjak Piutang (Factoring) diatas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa Anjak Piutang adalah suatu cara

pembiayaan atau pendanaan jangka pendek dengan memanfaatkan

piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan (client). Perusahaan

yang bersangkutan menjual atau menyerahkan hak atas piutangnya

kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor). Kemudian perusahaan

anjak piutang (Factor) menyerahkan sejumlah uang kepada

perusahaan (Client) tersebut sebesar prosentase tertentu dari jumlah

nilai piutang. Sebagai imbalan, perusahaan Anjak Piutang (Factor)

membebankan biaya administrasi dan bunga pada perusahaan

(Client) tersebut. Dari penjualan piutang oleh perusahaan (Client)

kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor) tersebut, kemudian

memberikan hak kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor) untuk

menagih piutang dagang kepada Customer (debitur).

Pada kenyataannya, kegiatan Anjak Piutang (Factoring) ini

sudah sangat berkembang di masyarakat. Dan jika di lihat dari

perkembanganya, fasilitas Anjak Piutang (Factoring) yang

ditawarkan oleh perusahaan anjak piutang dapat dibedakan dalam

77
Y. Sri Susilo dkk, 2000, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat,
Jakarta, hal. 155.
61

beberapa jenis. Menurut Munir Fuady, factoring diklasifikasikan ke

dalam beberapa jenis yang lazim berlaku sebagai berikut :

1. Dilihat dari sudut keterlibatan klien

a. Recourse Factoring

Yaitu jenis Factoring, dengan mana apabila pihak perusahaan

Factor ternyata tidak mendapatkan atau tidak penuh

mendapatkan tagihannya dari pihak Customer, maka pihak

klien masih tetap bertanggung jawab untuk melunasinya.

Bahkan ada jenis Factoring yang memberikan opsi untuk

pihak perusahaan Factor untuk menjual piutangnya kembali

kepada klien. Menurut sistem KUH Perdata, maka jika tidak

ditentukan lain oleh para pihak, maka setiap factoring

dianggap merupakan Recourse Facoring by the operation of

law. Sebab, dalam setiap perjanjian jual beli termasuk jual

beli piutang, apabila jual beli selesai dilakukan, jual beli

tersebut tidak dapat dibatalkan ileh salah satu pihak kecuali

(a) berlakunya syarat batal, (b) ditentukan lain oleh para

pihak.

b. Without Recourse Factoring

Yaitu jenis Factoring yang meletakkan beban tagihan beserta

seluruh risikonya sepenuhnya pada para pihak perusahaan

Factor. Jadi jika misalnya terjadi kegagalan dalam penagihan

piutang, merupakan tanggung jawab pihak perusahaan Factor


62

sendiri, sementara pihak klien tidak lagi bertanggung jawab.

Kecuali ada unsur kesalahan pada pihak klien.

2. Dilihat dari segi negara tempat kedudukan para pihak

a. Domestic Factoring

Yaitu Factoring dimana semua para pihak berada dalam satu

negara.

b. International Factoring

Yaitu Factoring dimana pihak customernya berada di luar

negeri. Untuk international factoring ini sering disebut juga

dengan istilah Export Factoring.

3. Dilihat dari segi pemberitahuan kepada pihak Customer

a. Disclosed Factoring

Yakni Factoring yang pengalihan piutang kepada perusahaan

factor diberitahukan kepada Customer.

b. Undisclosed Factoring

Yakni merupakan Factoring dimana alihan piutangnya tidak

diberitahukan kepada pihak Customer. Sering disebut juga

dengan Confidential Factoring. Factoring seperti ini krusial

kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia mengingat

KUH Perdata mensyaratkan persetujuan atau setidak-tidaknya

pemberitahuan setiap adanya Cessie (atas piutang biasa)

kepada pihak debitur. Persetujuan tersebut tentunya bisa saja

dilakukan sebelum Cessie dilakukan bahkan pada saat


63

dibuatnya perjanjian yang menimbulkan piutang. Apa yang

dikenal dengan nama Invoice Discounting juga merupakan

bentuk Factoring yang konfidensial ini.

4. Dilihat dari segi Sarana Pengalihan

a. Factoring dengan Account Receivables

Dalam hal ini dokumentasi yang dialihkan kepada perusahaan

Factor oleh klien adalah bukti-bukti hutang dalam bentuk

account receivables.

b. Factoring dengan Prommissory Notes

Dalam hal ini, pihak Customer mengeluarkan promissory

notes atas hutang-hutangnya terhadap pihak klien. Selanjutnya

klien mengendorse promissory notes tersebut kepada pihak

perusahaan Factor sebagai salah satu mata rantai dari proses

pengalihan piutangnya.

5. Dilihat dari segi service yang diberikan

a. Maturity Factoring

Merupakan jenis Factoring dimana perusahaan Factor hanya

memberikan jasa penatabukuan, proteksi dan pengontrolan

kredit, dan penagihan. Dalam hal ini, biasanya pembayaran

kepada klien oleh perusahaan Factor baru dilakukan apabila

pembayaran oleh Customer telah dilakukan, atau yang dikenal

dengan istilah Pay As Paid Arrangement. Factoring yang


64

bersifat non financing ini sering disebut juga Service

Factoring.

b. Financial Factoring

Merupakan jenis Factoring yang memberikan jasa-jasa,

disamping jasa-jasa yang diberikan oleh manurity factoring,

ditambah lagi dengan jasa pemberian bantuan financial. Jasa

financial ini diberikan lewat pemberian advance payment oleh

perusahaan Factor kepada klien sebelum jatuh tempo atau

sebelum ditagihnya piutang. Factoring yang menyediakan

full service, yakni ikut menyediakan jasa penagihan, jaminan

pembayaran hutang (with recourse) dan financial, sering juga

disebut dengan old line factoring. Namun kadang-kadang

istilah old line factoring digunakan juga khusus terhadap

Factoring yang bergerak hanya dibidang pembelian piutang-

piutang dagang semata-mata.

6. Dilihat dari segi banyaknya piutang yang dialihkan

a. Facultative Factoring

Merupakan jenis Factoring yang dalam agreementnya

diberikan hak opsi untuk perusahaan factor untuk menentukan

nanti pada saat piutang terbentuk, apakah piutang diterima

dengan transaksi Factoring atau tidak. Dalam hal ini, factor

keamanan bagi perusahaan Factor merupakan salah satu

pertimbangan bagi perusahaan Factor tersebut untuk


65

mengambil sikap. Sementara itu, sebelum piutang dinyatakan

diterima oleh perusahaan Factor, klien bebas menjual

piutangnya kepada orang lain.

b. Whole Turnover Factoring

Dalam hal ini, perjanjian factoring dilakukan atas seluruh

turnover dari perusahaan klien, atas piutang yang telah ada

dan yang akan ada. Dengan demikian, dengan deal yang

demikian, menghindari klien untuk menjual piutangnya

kepada pihak lain.

7. Disamping itu terdapat juga berbagai bentuk khusus dari

factoring, antara lain sebagai berikut :

a. Bulk Factoring

Merupakan jenis Factoring dimana klienlah yang bertanggung

jawab untuk melakukan penagihan tetapi tagihan-tagihan

tersebut masuk ke account pihak perusahaan Factor, account

mana ditunjukkan dalam invoice yang bersangkutan. Jadi jasa

yang diberikan oleh perusahaan Factor hanyalah bantuan

financial semata-mata.

b. Agency factoring

Merupakan sistem pembiayaan lewat invoice discounting

secara confidensial, atas dasar bahwa piutang dialihkan

kepada perusahaan khusus yang namanya mirip dengan

perusahaan klien, padahal perusahaan-perusahaan khusus


66

tersebut adalah agennya pihak perusahaan Factor. Atau dapat

juga justru pihak perusahaan Factor yang bertindak sebagai

agen dari klien. Dalam hal ini, jasa Factoring hanya

menyediakan jasa penagihan, sehingga tidak ubahnya seperti

debt collector semata-mata.

2.4. Subjek dan Objek Anjak Piutang (Factoring)

Sebagaimana telah dipaparkan pada uraian sebelumnya bahwa

Anjak Piutang (Factoring) merupakan kegiatan pembiayaan dalam

bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan

berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Bila dicermati dalam Anjak Piutang ditawarkan pembiayaan

jangka pendek yang diperoleh dari pengalihan atas piutang debitur

kepada perusahaan Anjak Piutang (Factoring). 78 Fungsi pokok dari

usaha Anjak Piutang (Factoring) ini adalah untuk memenuhi

kebutuhan dana lancer bagi usaha-usaha yang menjual barang atau

jasa secara kredit dan menerima pengalihan piutang dengan suatu

diskonto tertentu. 79

Berdasarkan batasan atau pengertian Anjak Piutang

(Factoring), maka dapat diketahui subyek dan obyek dari Anjak

78
Iyah Faniyah, Anjak Piutang (Factoring) Sebagai Alternatif Permodalan Usaha
Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM), Jurnal Supremasi Hukum No.1 Volume 22 Januari
2013, hal. 95.
79
Ibid.
67

Piutang (Factoring). Transaksi Anjak Piutang (Factoring)

dituangkan dalam Perjanjian Anjak Piutang. Subyek perjanjian

Anjak Piutang (Factoring) adalah pihak-pihak yang terlibat dalam

transaksi Anjak Piutang (Factoring). Pihak-pihak tersebut adalah

Perusahaan Anjak Piutang (Factor), Klien (Client), dan

Nasabah/Debitur (Customer).

1. Perusahaan Anjak Piutang (Factor)

Perusahaan Anjak Piutang (Factor) adalah badan usaha

yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian

dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka

pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau

luar negeri.

Pihak yang dapat menjadi perusahaan Anjak Piutang

(Factor) adalah perusahaan yang bergerak khusus dalam usaha

Anjak Piutang atau perusahaan yang disamping bergerak

dibidang Anjak Piutang, tetapi juga bergerak dibidang usaha

finansial lainnya, seperti bidang leasing, consumer finance, credit

card (perusahaan multifinance) dan Bank.

Bank juga diperkenankan melakukan usaha Anjak Piutang

berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf (e) Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pada penjelasan ketentuan

Pasal 6 huruf (e) tersebut ditegaskan bahwa kegiatan Anjak

Piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagigan


68

jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri,

yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian

piutang tersebut.

Bila dilihat pada perkembangannya dewasa ini

kecenderungan bagi bank untuk memperluas jasa-jasa yang

diberikannya, daripada hanya bertahan pada jasa-jasa

konvensionalnya, misalnya menyalurkan kredit dan menghimpun

dana dari masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Munir

Fuady, bank sekarang semakin cenderung menjadi semacam

Financial Supermarket, yakni meramu berbagai kegiatan, seperti

kegiatan bank konvensional, grokerage, merchant bank, atau

Factoring. 80

2. Penjual Piutang/Klien (Client)

Penjual Piutang (Client) adalah perusahaan yang menjual

piutang dagang jangka pendek kepada perusahaan Anjak Piutang

(Factor). Penjual piutang adalah pihak yang mempunyai piutang.

Dari pengertian tentang penjual piutang diatas, penjual piutang

disyaratkan harus harus merupakan suatu perusahaan. Dengan

demikian usaha perseorangan tidak dimungkinkan untuk menjual

piutangnya dengan cara Anjak Piutang (Factoring).

Meskipun penjual piutang (Client) itu suatu perusahaan,

namun tidak berarti hanya perusahaan yang berbadan hukum saja,

80
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 70.
69

seperti PT (Perseroan Terbatas) atau Koperasi tetapi juga

meliputi perusahaan yang tidak berbadan hukum, seperti Firma,

CV, Persekutuan Perdata, dan sebagainya.

3. Nasabah/Debitur (Customer)

Nasabah atau debitur (Customer) adalah pihak yang

berhutang kepada penjual piutang (Client). Dengan terjadinya

transaksi Anjak Piutang (Factoring), maka hutangnya Customer

kepada Client tersebut dialihkan kepada perusahaan Anjak

Piutang (Factor). Posisi customer disini cukup penting, karena ia

dapat menentukan macet tidaknya serta lunasnya piutang client

yang telah dialihkan kepada Perusahaan Anjak Piutang (Factor).

Sebelum perusahaan Anjak Piutang mengambil keputusan

untuk membeli atau mengambilalih tagihan (piutang) Client,

maka yang dinilai adalah kemampuan/kemauan bayar Customer.

Apabila kemampuan dan bonafiditas Customer meragukan, maka

pihak Perusahaan Anjak Piutanng (Factor) akan berpikir dua kali

untuk membeli piutang dari Client.

Selanjutnya berdasarkan pengertian Anjak Piutang

(Factoring), maka obyek Anjak Piutang adalah piutang atau tagihan.

Meskipun obyek Anjak Piutang adalah piutang atau tagihan, tetapi

tidak semua piutang dapat menjadi obyek anjak piutang. Dalam

Anjak Piutang hanya piutang dagang (piutang yang timbul dari

adanya transaksi perdagangan) saja yang dapat menjadi obyek Anjak


70

Piutang. Dengan demikian, piutang yang timbul dari hibah, pinjam

meminjam uang (kredit bank) bukan merupakan obyek Anjak

Piutang (Factoring). 81

Menurut Munir Fuady, piutang dagang yang biasanya menjadi

obyek Anjak Piutang adalah sebagai berikut :

1. Piutang atau tagihan berdasarkan invoice suatu perusahaan yang

belum jatuh tempo.

2. Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh

tempo.

3. Piutang yang timbul dari proses pengiriman barang, sebagai

pengganti letter of credit (LC).

4. Piutang berupa tagihan-tagihan tertentu yang belum jatuh tempo,

seperti yang terbit dari penggunaan kartu kredit (credit card),

biro perjalanan (travel buroau). 82

Sementara menurut Veithzal Rivai, umumnya terdapat dua

instrument pengalihan hak tagih (piutang) dari Client terhadap

Perusahaan Anjak Piutang (Factor), yaitu invoice (faktur-faktur

dagang) dan promissory not (surat sanggup). Sementara itu, di

Indonesia transaksi Anjak Piutang (Factoring) umumnya

menggunakan invoice, sedangkan promissory note relative belum

ada, hal ini semata-mata karena usaha Anjak Piutang masih terbilang

81
Sunaryo, Op.Cit, hal. 88
82
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 88.
71

baru dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan dengan

perkembangan, khususnya para pelaku bisnis dan perdagangan di

Indonesia. 83

Pembatasan lain atas obyek Anjak Piutang (Factoring) adalah

bahwa piutang yang akan dialihkan tersebut adalah piutang jangka

pendek dan belum jatuh tempo. Piutang dagang jangka pendek

biasanya berkisar antara 30-90 hari. Selain itu, piutang yang menjadi

obyek Anjak Piutang bukanlah piutang yang sudah macet, sehingga

tidak memberi kesan bahwa Anjak Piutang sama dengan debt

collector yang di dalamnya ada unsur tekanan dan kekerasan.

2.5. Bentuk Dan Substansi Anjak Piutang (Factoring)

Pada prinsipnya kegiatan Anjak Piutang (Factoring) berupa

pembelian dan/atau pengalihan piutang dagang jangka pendek dari

Client kepada Perusahaan Anjak Piutang (Factor). Pembelian

dan/atau pengalihan piutang tersebut didasarkan kehendak bersama

antara Client dan Factor yang kemudian diwujudkan dalam bentuk

perjanjian.

Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang

itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 84 Dari perjanjian

83
Veithzal Rivai, Op.Cit, hal. 28.
84
Subekti R, Op. Cit, hal. 1.
72

itu kemudian menimbulkan perikatan atau hubungan hukum yang

selanjutnya melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Hubungan Client dengan Perusahaan Anjak Piutang (Fcator)

diikat dengan suatu perjanjian yang namanya Perjanjian Anjak

Piutang. Berdasarkan perjanjian tersebut Perusahaan Anjak Piutang

(Factor) menyediakan pembiayaan kepada Client dalam bentuk

pembelian dan/atau pengalihan piutang jangka pendek yang timbul

atau berasal dari transaksi perdagangan.

Apabila dicermati dari segi penggolongan menurut BW,

perjanjian Anjak Piutang termasuk dalam perjanjian tidak bernama

(onbenoemde overeenkomst), yaitu perjanjian yang tidak diatur

dalam BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), akan tetapi

terdapat dalam masyarakat. 85

Suatu perjanjian disebut perjanjian tidak bernama sebab pada

waktu kodifikasi belum dikenal, dan oleh karenanya belum diberi

nama dalam kodifikasi. Pada dasarnya menurut ketentuan Pasal 1338

ayat (1) BW dengan prinsip kebebasan berkontrak kepada para pihak

bebas membuat perjanjian tentang apa saja asal tidak bertentangan

dengan kesusilaan, kepatutan, dan ketertiban umum (Pasal 1337

BW).

Jika dilihat dari segi bentuknya, Perjanjian Anjak Piutang

umumnya dibuat dalam bentuk tertulis. Peraturan perundang-

85
Mariam Darus Badrulzaman dkk, Op. Cit, hal. 67.
73

undangan tidak menentukan apakah perjanjian tertulis harus dibuat

dalam bentuk akta Otentik (Akta Notaris) atau akta dibawah tangan.

Secara yuridis, baik dalam bentuk akta Otentik maupun akta dibawah

tangan sama-sama mempunyai kekuatan hukum, yang membedakan

hanyalah pada segi hukum pembuktiannya.

Menurut Pasal 1868 BW, akta Otentik adalah akta yang di

dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh

atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu,

ditempat dimana akta dibuatnya. Dari pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa disebut akta Otentik apabila memenuhi syarat -

syarat sebagai berikut :

1. Akta tersebut dibuat dihadapan pegawai umum yang ditunjuk

oleh undang-undang.

2. Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara

membuatnya akta harus menurut ketentuan yang ditetapkan

undang-undang.

3. Dibuat ditempat pejabat berwenang membuat akta tersebut. 86

Sementara akta dibawah tangan menurut Pasal 1874 BW

adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak, tidak melalui

perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan

alat bukti, jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang

berkepntingan. Dengan demikian semua perjanjian yang dibuat

86
Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, CV. Alfabeta,
Bandung, hal. 101.
74

antara para pihak sendiri disebut dengan akta dibawah tangan. Jadi

kata dibawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas,

dan dapat dibuat dimana saja. 87

Akta Otetntik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna. Sebuah akta Otentik merupakan dokumen yang sah dan

dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna disini artinya

hakim menganggap semua yang tertera dalam akta tersebut

merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat

membuktikan bahwa isi akta tersebut salah. 88

Sementara terhadap akta dibawah tangan, apabila tandatangan

itu diakui, maka akta dibawah tangan itu memberikan terhadap

orang-orang yang menandatanganinya suatu bukti yang sempurna

seperti akta Otentik. 89 Jika tandatangannya itu tidak diakui atau

dipungkiri oleh pihak yang membubuhkan, maka pihak yang

mengajukan akta dibawah tangan itu harus mencari alat-alat bukti

baru yang membenarkan bahwa tandatangan tersebut dibubuhkan

oleh pihak yang memungkiri.

Anjak Piutang (Factoring) dalam BW (KUH Perdata) tidak

dikenal. Namun keberadaannya dimungkinkan dalam sistem hukum

87
Ibid, hal. 102.
88
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses,
Jakarta, hal. 83.
89
Subekti R, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 31 (Selanjutnya
disebut Subekti R I).
75

Indonesia, karena hukum perjanjian di Indonesia menganut azas

kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat

(1) BW, bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya artinya

hukum perjanjian (berdasarkan azas kebebasan berkontrak)

memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk

membuat perjanjian apa saja, termasuk perjanjian Anjak Piutang,

asal tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan, dan

ketertiban umum.

Begitu juga halnya dalam menentukan isi (substansi)

perjanjian, berdasarkan azas kebebasan berkontrak para pihak bebas

menentukan isi perjanjian Anjak Piutang, terlebih-lebih belum

adanya ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang apa

saja yang menjadi isi (substansi) perjanjian Anjak Piutang.

Sehubungan dengan azas kebebasan berkontrak, maka kebebasan

yang dimaksud meliputi :

1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan

membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian.

2. Kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan

membuat perjanjian.

3. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.

4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.


76

5. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara membuat

perjanjian. 90

Menurut Dahlan Siamat, bahwa dalam Perjanjian Anjak

Piutang minimal memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Ketentuan Umum

a. Ketentuan mengenai penawaran penjualan piutang dari

perusahaan klien kepada perusahaan anjak piutang, termasuk

cara dan persyaratannya.

b. Ketentuan mengenai yang memuat hak perusahaan anjak

piutang untuk menerima atau menolak piutang-piutang yang

idtawarkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati.

c. Ketentuan mengenai harga penjualan piutang, termasuk

kalkulasinya, waktu pembayaran, uang muka (advanced

payment).

d. Ketentuan mengenai jaminan yang diberikan oleh klien atas

piutang yang ditawarkan untuk dijual kepada perusahaan

anjak piutang, dan risiko akibat jaminan yang tidak benar.

e. Ketentuan mengenai ruang lingkup administrasi piutang yang

dilakukan oleh perusahaan anjak piutang, kewajiban

pelaporan kepada klien, dan ketentuan biaya administrasi

yang diperhitungkan.

90
Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 154.
77

f. Ketentuan pembelian kembali piutang dalam hal terjadinya

keadaan-keadaan tertentu, dan penetapan harga penjualan

kembali piutang tersebut.

2. Keabsahan Piutang (Validity of Receivable)

Perusahaan anjak piutang akan meminta klien untuk memberikan

jaminan bahwa piutang yang dijual benar-benar ada dan barang

yang telah diserahkan kepada nasabah. Apabila piutang dalam

bentuk pemberian jasa, maka klien harus menjamin bahwa

pemberian jasa tersebut telah dilakukan. Klien juga harus

menjamin bahwa nilai jumlah piutang oleh klien benar-benar

telah dihitung dengan benar, dan piutang tersebut bebas dari

perselisihan dan tidak dilakukan contratrading oleh nasabah atau

kemungkinan akan dituntut oleh pihak ketiga.

3. Pengalihan Risiko

Perusahaan anjak piutang perlu menetapkan apakah dalam

pengalihan risiko dilakukan dengan syarat :

a. Without recourse, yaitu risiko tidak terbayarnya faktur atau

piutang oleh nasabah berada pada perusahaan anjak piutang.

b. With recourse, yaitu risiko tidak terbayarnya piutang berada

pada klien.

4. Pengalihan Piutang (Cessie)

Dalam pelaksanaan pengalihan piutang (Cessie) perlu diatur

ketentuan antara lain sebagai berikut :


78

a. Pengalihan piutang harus dibuat dalam suatu akta dibawah

tangan atau akta otentik dengan melampirkan dokumen yang

mendukung.

b. Setiap faktur yang dialihkan seyogianya mencantumkan

keterangan di dalamnya yang menerangkan bahwa faktur

tersebut sudah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang.

5. Pemberitahuan atau Notifikasi

Pemberitahuan (Notification) atas pengalihan piutang meliputi

hal-hal sebagai berikut :

a. Pengalihan piutang harus diberitahukan kepada nasabah dan

disetujui atau diakui oleh pejabat yang berwenang dari pihak

nasabah.

b. Pemberitahuan ini merupakan tanggung jawab dari klien.

c. Pemberitahuan oleh klien ini hanya diperlukan sekali untuk

setiap nasabah pada waktu pengalihan pertama.

d. Persetujuan atau pengakuan terhadap pemberitahuan ini oleh

nasabah dapat pula dilakukan dengan persetujuan terhadap

instruksi pembayaran.

e. Pemberitahuan ini tidak diharuskan untuk kegiatan anjak

piutang semacam invoice discounting factoring maupun

undisclosed factoring.
79

6. Syarat Pembayaran

Klien diminta untuk menjamin bahwa setiap piutang yang dijual

memiliki persyaratan pembayaran yang sama dengan persyaratan

penjualan yang disetujui oleh perusahaan anjak piutang

sebelumnya. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara langsung

kepada perusahaan anjak piutang dari waktu ke waktu.

7. Perubahan Persyaratan

Klien diwajibkan memberitahukan perusahaan anjak piutang

secara tertulis setiap ada rencana perubahan atas ketentuan-

ketentuan dan persyaratan kredit yang diberikan kepada nasabah

sepanjang yang berkaitan dengan piutang atau tagihan yang dijual

tersebut.

8. Tanggung Jawab Klien atau Nasabah

Klien harus membayar kepada perusahaan anjak piutang nilai

piutang yang dijual apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :

a. Nasabah tidak mengakui kebenaran piutang atau jumlah

piutang yang harus dibayar nasabah;

b. Nasabah tidak membayar sebagian atau tidak sepenuhnya

melunasi tagihan yang telah jatuh tempo;

c. Nasabah mengalami kebangkrutan;

d. Klien melakukan wanprestasi atau melanggar ketentuan

kontrak dengan nasabah yang menimbulkan adanya tagihan

tersebut.
80

9. Jaminan Klien

a. Klien harus menjamin bahwa hak perusahaan anjak piutang

atas piutang yang dibelinya tersebut tidak menjadi hapus.

b. Klien tidak diperbolehkan membuat pernyataan lunas atas

suatu piutang yang telah dijual tanpa persetujuan tertulis dari

perusahaan anjak piutang.

c. Klien harus selalu memenuhi kesepakatan atau ketentuan

perjanjian dengan nasabah yang berkaitang dengan piutang

yang dijual kepada perusahaan anjak piutang.

d. Klien harus menyerahkan laporan keuangan tahunan atau

pertengahan tahun buku kepada perusahaan anjak piutang.

e. Perusahaan anjak piutang dapat melakukan pemeriksaan dan

mengkopi dokumen yang ada dikantor klien yang berkaitang

dengan tagihan dimaksud. 91

Menurut Munir, diantara dokumen yang biasanya ada dalam

setiap transaksi anjak piutang di dalam praktik dan hukum di

Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Perjanjian yang menyebabkan timbulnya piutang, seperti jual beli

atau ekspor-impor antara klien dan nasabah.

b. Permohonan/penawaran jasa anjak piutang oleh/kepada klien.

c. Perjanjian anjak piutang antara perusahaan anjak piutang dank

lien.

91
Dahlan Dalam Sunaryo, Op.Cit, hal. 89-91.
81

d. Akta cessie.

e. Pemberitahuan/persetujuan kepada/dari nasabah.

f. Konfirmasi dari nasabah.

g. Dokumen utang seperti invoice, delivery order, promes, dan

sebagainya.

h. Dokumen pengiriman jika ada, seperti bill of lading, drafts, dan

sebagainya.

i. Dokumen jaminan, seperti jaminan personal atau corporate

guarantee, indemnities, warranties and undertaking, dan

sebagainya. 92

92
Munir Fuady Dalam Sunaryo, Ibid. hal 91-92.

Вам также может понравиться