Вы находитесь на странице: 1из 87

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG

DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT


(STUDI PADA PT BINTANG REZEKI UTAMA JAKARTA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk


mencapai gelar Sarjana Hukum

OLEH

Evelin Adelina Sagala

NIM : 080200130

Departemen : Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MEDAN

2012

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG


DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT
(STUDI PADA PT BINTANG REZEKI UTAMA JAKARTA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Hukum

OLEH

Evelin Adelina Sagala

NIM : 080200130

Departemen : Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata BW

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum


NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sinta Uli,S.H.,M.Hum Aflah,S.H., M.Hum

Nip: 195506261986012001 Nip:197005192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG


DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT
(STUDI PADA PT BINTANG REZEKI UTAMA JAKARTA)

Sinta Uli, SH,M.Hum *


Aflah, SH,M.Hum **
Evelin Adelina Sagala ***

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh pengangkutan barang melalui


darat yang dilaksanakan oleh PT. Bintang Rezeki Utama, yang banyak digunakan
oleh masyarakat untuk mengangkut barang dagangannya kedaerah lain. Karena
biaya pengangkutannya jauh lebih murah jika dibandingkan alat angkut lainnya
seperti pesawat udara dan kapal laut. Sehingga adapun pertimbangan dan alasan
penulis memilih judul ini adalah ingin menguraikan dan memberikan gambaran
tentang tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang melalui darat.
Dalam pengangkutan diselenggarakan oleh pihak pengangkut yang tertuang dalam
bentuk perjanjian, dimana hal tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
didalamnya, dimana dalam hal ini si pengirim memiliki hak untuk menuntut ganti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kerugian terhadap barang yang diangkut apabila barang tersebut rusak ataupun
hilang, dan sebaliknya sipengangkut memiliki tanggungjawab untuk mengangkut
barang tersebut sampai ketempat tujuan dengan selamat.
Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum
normatif, dengan mengumpulkan bahan-bahan data sekunder saja yang berupa
peraturan perundang-undangan, teori hukum, dan pendapat para sarjana,
sedangkan penelitian lapangan disini penulis langsung kepada objeknya yaitu
wawancara secara langsung. Penelitian perpustakaan yaitu dengan menggunakan
literatur dan bahan kuliah sehingga menjadi pedoman di dalam pembuatan skripsi
ini.
Kesimpulannya adalah Pengangkutan barang dengan menggunakan
angkutan darat merupakan sarana transportasi yang sering digunakan karena
ongkos/biaya yang diperlukan lebih murah jika dibandingkan dengan angkutan
lain seperti angkutan laut dan udara. Pertanggungjawaban PT BRU dalam
penyelenggaraan pengangkutan barang dalam hal ini adalah sejak barang diterima
sampai barang tersebut tiba ditempat tujuan dengan selamat, dan diwajibkan untuk
mengganti kerugian apabila barang yang diangkut tersebut rusak ataupun hilang
apabila kesalahan memang disebabkan oleh kelalaian pihak pengangkut. Bentuk
kerugian yang diberikan oleh PT BRU adalah uang sebesar sepuluh kali ongkos
kirim barang tersebut.

_____________________
* Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
*** Mahasiswi, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan berkat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penulisan skripsi yang berjudul ASPEK HUKUM PERJANJIAN
PENGANGKUTAN BARANG DALAM PENYELENGGARAAN
ANGKUTAN DARAT (STUDI PADA PT BINTANG REZEKI UTAMA
JAKARTA).
Adapun skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan
melengkapi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena masih banyak hal-hal yang tidak dapat penulis telah secara mendalam dan
terperinci karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih
jauh dari apa yang diharapkan.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. BapakProf. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ibu
Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Sinta Uli Pulungan, S.H., M.S selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk kepada penulis.
7. Ibu Aflah, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah
menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta sabar
dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
8. Ibu Dr., T. Keizerina D. A, S.H.CN.MS selaku Dosen Pembimbing
Akademik penulis yang telah membimbing, memberi saran dan arahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
9. Para dosen, pegawai tata usaha, dan petugas perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama
masa perkuliahan termasuk dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Pengangkutan Bintang Rezeki Utama (BRU) Jakarta yang telah banyak
membantu dalam memberikan informasi dan data terkait skripsi penulis.

Kepada yang teristimewa khususnya penulis ucapkan terima kasih kepada:


1. Allah Bapa di Surga yang selalu turut campur dalam segala usaha yang
penulis lakukan demi terselesaikannya skripsi ini, sehingga penulis selalu
diberikan kesabaran dan pengetahuan dalam pengerjaan skripsi ini.
2. Orang tuapenulis, Bapak ku tersayang Alm F. Sagala dan Mama ku
tersayang N. Br Sijabat yang saya sayangi dan cintai terima kasih yang
sedalam-dalamnya yang tidak pernah putus asa berdoa untuk penulis, serta
memberikan dukungan moril maupun materil dan pengorbanan yang
sangat luar biasa bagi penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada abang ku Waldin Sagala dan adik-adik ku Chandra Sagala,
Alvin Sagala yang juga selalu memberikan kasih sayang dan motivasi
kepada penulis.
3. Yang tersayang yang selalu dekat di hati ku Nico Hartono Sianturi yang
saya sayangi dan cintai, terima kasih atas doa dan dukungan serta
bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Sahabat-sahabat penulis,Desicha Ratna Dewi, Elmas Dwi Ainsyiyah,
Novrilanimisy, Pratiwi Utami P, W. Erja Marcsalita, Yunita Maria
Intan, Novia Budhi Astri, Mahrina Adibah Nasution dan Siti Siedra
Thyla terima kasih atas bantuan, motivasi yang membangun dan
kebersamaannya selama kurang lebih tiga setengah tahun ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Teman-teman klinis Perdata penulis, Mirza Firmansyah, Dendi Fajar
Syahputra, TM Fahrul Razi, Agus Ariandi Harahap, Guntur
SurahmanPurbaterima kasih atas bantuannya dalam melewati masa-masa
klinis di semester 7 kemarin.
6. Seluruh teman teman Stambuk 2008 dan juga teman teman
Departemen Hukum Perdata Program kekhususan BW.
7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu baik moril maupun material dalam penulisan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2012
Penulis

Evelin adelina Sagala

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI i

KATA PENGANTAR .. ii

DAFTAR ISI .. vi

BAB I : PENDAHULUAN . .. 1

A. Latar Belakang .. 1
B. Perumusan Masalah .. 5
C. Tujuan Penulisan ... 6
D. Manfaat Penulisan 6
E. Metode Penulisan . 7
F. Keaslian Penulisan 9
G. Sistematika Penulisan .. 10

BAB II : PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN DALAM

KUH PERDATA ... 12

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian 12


B. Subjek dan Objek Perjanjian .. 17
C. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Serta Akibat
Hukumnya .. 22
D. Jenis-jenis Perjanjian ... 28
E. Berakhirnya Perjanjian ... 30
F. Aspek-aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan . 31

BAB III : PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGANGKUTAN


DARAT MENURUT UU NO. 22 TAHUN 2009................. 36
A. Sejarah Hukum Pengangkutan dan Pengertian
Pengangkutan 36
B. Jenis-jenis Pengangkutan dan Objek hukum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengangkutan .. 39
C. Pengaturan Pengangkutan melalui Darat . 47
D. Dokumen Pada Pengangkutan Darat ... 50
E. Penyelenggaraan Pengangkutan Barang dengan
Angkutan Darat ............................................................ 52

BAB IV: ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN

BARANG DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN

DARAT 58

A. Pelaksanaan Perjanjian Penyelenggaraan Pengangkutan


barang Pada angkutan darat... 58
B. Hal-hal yang dapat menimbulkan Resiko dalam
Perjanjian Pengangkutan Barang. 64
C. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Ditinjau dari Aspek
Hukum Perjanjian........................................................ 66
D. Pembatasan Tanggung Jawab Pihak Pengangkut . 73
E. Pembayaran Ganti Rugi Akibat Kehilangan atau Kerusakan
Barang pada Penyelenggaraan Pengangkutan oleh
PT Bintang Rezeki Utama Jakarta...... 77

BAB V: PENUTUP .. 80

A. Kesimpulan ........ 80
B. Saran .... 81

DAFTAR PUSTAKA .. 82

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sinta Uli,S.H.,M.Hum Aflah,S.H., M.Hum

Nip: 195506261986012001 Nip:197005192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG


DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT
(STUDI PADA PT BINTANG REZEKI UTAMA JAKARTA)

Sinta Uli, SH,M.Hum *


Aflah, SH,M.Hum **
Evelin Adelina Sagala ***

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh pengangkutan barang melalui


darat yang dilaksanakan oleh PT. Bintang Rezeki Utama, yang banyak digunakan
oleh masyarakat untuk mengangkut barang dagangannya kedaerah lain. Karena
biaya pengangkutannya jauh lebih murah jika dibandingkan alat angkut lainnya
seperti pesawat udara dan kapal laut. Sehingga adapun pertimbangan dan alasan
penulis memilih judul ini adalah ingin menguraikan dan memberikan gambaran
tentang tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang melalui darat.
Dalam pengangkutan diselenggarakan oleh pihak pengangkut yang tertuang dalam
bentuk perjanjian, dimana hal tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
didalamnya, dimana dalam hal ini si pengirim memiliki hak untuk menuntut ganti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kerugian terhadap barang yang diangkut apabila barang tersebut rusak ataupun
hilang, dan sebaliknya sipengangkut memiliki tanggungjawab untuk mengangkut
barang tersebut sampai ketempat tujuan dengan selamat.
Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum
normatif, dengan mengumpulkan bahan-bahan data sekunder saja yang berupa
peraturan perundang-undangan, teori hukum, dan pendapat para sarjana,
sedangkan penelitian lapangan disini penulis langsung kepada objeknya yaitu
wawancara secara langsung. Penelitian perpustakaan yaitu dengan menggunakan
literatur dan bahan kuliah sehingga menjadi pedoman di dalam pembuatan skripsi
ini.
Kesimpulannya adalah Pengangkutan barang dengan menggunakan
angkutan darat merupakan sarana transportasi yang sering digunakan karena
ongkos/biaya yang diperlukan lebih murah jika dibandingkan dengan angkutan
lain seperti angkutan laut dan udara. Pertanggungjawaban PT BRU dalam
penyelenggaraan pengangkutan barang dalam hal ini adalah sejak barang diterima
sampai barang tersebut tiba ditempat tujuan dengan selamat, dan diwajibkan untuk
mengganti kerugian apabila barang yang diangkut tersebut rusak ataupun hilang
apabila kesalahan memang disebabkan oleh kelalaian pihak pengangkut. Bentuk
kerugian yang diberikan oleh PT BRU adalah uang sebesar sepuluh kali ongkos
kirim barang tersebut.

_____________________
* Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
*** Mahasiswi, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan berkat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama zaman peradaban manusia, pengangkutan selalu memegang

peranan penting dalam kehidupan manusia.Peranan itu makin menentukan

sehubungan dengan makin berkembangnya masyarakat, seiring dengan kemajuan

masyarakat itu sendiri. 1

Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk

pembangunan ekonomi bangsa.Dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara

untuk mengangkut orang dan barang. 2

Pengangkutan itu merupakan perpindahan tempat, baik mengenai benda-

benda maupun orang-orang, karena perpindahan tempat itu mutlak diperlukan

untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. 3

Perkembangan pengangkutan sangat berhubungan dengan

berkembangnya perekonomian masyarakat.Semakin baik fasilitas dan peralatan

pengangkutan yang tersedia menunjukkan semakin baik pula perekonomian

masyarakat.Hal ini menunjukkkan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah

mudah untuk memperoleh sumber penghidupan yang ada. 4

Suatu usaha perniagaan tidak akan mungkin mengabaikan segi

pengangkutan ini. Disamping itu mengenai pengangkutan benda-benda tersebut

1
E. Suherman., Tanggung Djawab Pengangkut dalam Hukum UdaraIndonesia, Eresco,
Bandung, 1962, hal. 4.
2
Sinta, Uli., Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan
Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara, Medan, USUpress, 2006, hal. 1.
3
Sution Usman Adji, et.al.,Hukum Pengangkutan diIndonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
1991, hal. 1.
4
Sri Redjeki Hartono, Pengangkutan dan HukumPengangkutan Darat, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang, 1982, hal. 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang diperlukan ditempat-tempat tertentu, dalam keadaan yang lengkap dan utuh

serta padat dan tepat waktunya, tetapi juga mengenai pengangkutan orang-orang

yang memberikan perantaraan pada pelaksanaan perusahaan.Misalnya seorang

agen perniagaan, komissioner, mereka pada waktu tertentu tidak mungkin

memenuhi prestasi-prestasinya tanpa alat pengangkutan. 5

Pengangkutan juga mempunyai peranan yang sangat penting dan

strategis dalam mendukung, mendorong, dan menunjang segala aspek kehidupan

dan penghidupan, baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun

pertahanan dan keamanan Negara.Sistem pengangkutan harus ditata dan terus

menerus disempurnakan untuk menjamin mobilitas orang maupun barang dalam

rangka menjamin kesejahteraan masyarakat. 6

Fungsi lain dari Pengangkutan dalam kepentingan perekonomian suatu

Negara terutama dalam rangka pendistribusian kekayaan alam yang merata antar

suatu tempat dengan tempat lain. Sebab dengan pengangkutan yang baik akan

memperlancar terlaksananya pengangkutan barang secara timbal balik antar

daerah sesuai kebutuhan daerah yang bersangkutan, sehingga dapat meningkatkan

perekonomian dari masing-masing daerah tersebut.

Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak.Sebab

tanpa pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang

yang dihasilkan produsen dapat sampai ditangan konsumen hanya dengan cara

pengangkutan. Ditinjau dari kebutuhan manusia, maka sarana pengangkutan

5
H. Hasnil Basri Siregar., Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Kelompok Studi Hukum
dan Masarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993, hal. 1.
6
Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung,
2002, hal. 13.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sangatlah penting peranannya, hal ini mengingat sifat dan kebutuhan manusia

yang selalu berhubungan satu sama lainnya.

Pentingnya pengangkutan juga ditujukan untuk membantu manusia untuk

berpindah dari suatu tempat ke tempat lain apabila dirasakan tempat yang lama

sudah tidak dapat memberikan sumber penghidupan yang lebih baik.

Pengangkutan itu merupakan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda

maupun orang-orang, karena perpindahan tempat itu mutlak diperlukan untuk

mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.

Perkembangan pengangkutan juga sangat berhubungan dengan

berkembangnya perekonomian masyarakat.Semakin baik fasilitas dan peralatan

pengangkutan yang tersedia menunjukkan semakin baik pula perekonomian

masyarakat.Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah

mudah untuk memperoleh sumber penghidupan yang ada.

Pengangkutan berperan sebagai jembatan penghubung antar produsen

dan konsumen serta juga sebagai barometer stabilitas harga. Bila pengangkutan

berjalan dengan baik dan lancar maka dapat dijamin bahwa sektor ekonomi akan

semakin baik dan stabil.

Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi

merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda

kehidupan perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta

mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara

Dengan peningkatan jumlah jasa angkutan yang ada perlu diikuti dengan

adanya suatu perlindungan terhadap penumpang dan barang yang diangkut.

Dalam hal ini tersebut ditetapkan berdasarkan Undang-undang yang dibuat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditetapkan oleh pemerintah maupun yang berdasarkan kepada perjanjian

pengangkutan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal

pengangkutan, yang terdiri dari pengangkut, pengirim, penumpang, penerima,

ekspeditur, pengatur muatan dan pengusaha pergudangan.

Untuk menyelenggarakan pengangkutan niaga, lebih dahulu harus ada

perjanjian antara pengangkut dan penumpang/pengirim. Perjanjian pengangkutan

niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim

mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan. Perjanjian pengangkutan

selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen pengangkutan yang

membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi. 7

Dalam tulisan ini hanya akan di bahas hal-hal yang berhubungan dengan

pengangkutan darat saja, khususnya pada hal-hal yang menjadi aspek-aspek

hukum perjanjian terhadap barang di dalam pengangkutan darat.

Salah satu aspek dalam rangka perlindungan hukum bagi pemakai jasa

pengangkutan darat adalah masalah tanggung jawab atau liabilitas pihak

penyelenggara pengangkutan darat. Masalah tanggung jawab tersebut

akansenantiasa ada seiring dengan eksistensi penyelenggara pengangkutan darat

itu sendiri.

Adapun penyusunan skripsi ini lebih menitikberatkan pada pengangkutan barang

melalui darat yang dilaksanakan oleh PT. Bintang Rezeki Utama, yang banyak

digunakan oleh masyarakat untuk mengangkut barang dagangannya kedaerah lain.

7
Abdulkadir Muhammad., HukumPengangkutan Niaga, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1991, hal.35.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Karena biaya pengangkutannya jauh lebih murah jika dibandingkan alat angkut

lainnya seperti pesawat udara dan kapal laut.Sehingga adapun pertimbangan dan

alasan penulis memilih judul ini adalah ingin menguraikan dan memberikan

gambaran tentang tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang

melalui darat. Oleh sebab itu, maka penulis memilih judul mengenai ASPEK

HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG DALAM

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT (STUDI PADA PT

BINTANG REZEKI UTAMA JAKARTA).

Dengan dasar tersebut diatas, penulis mempunyai keinginan untuk lebih

mengetahui tentang tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang

dalam prakteknya sehari-hari.

B. Permasalahan

Permasalahan-permasalahan pokok yang hendak dibahas dalam skripsi

ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan pengangkutan

barang pada angkutan darat

2. Bagaimana tanggung jawab pengangkut terhadap barang yang di

angkut di tinjau dari aspek-aspek hukum perjanjian

3. Bagaimana penyelesaian ganti kerugian terhadap pengirim barang

akibat kerusakan maupun kehilangan barang dalam

penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bintang Rezeki Utama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan pengangkutan

barang pada angkutan darat

2. Untuk lebih mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab pengangkut

terhadap barang yang diangkut di tinjau dari aspek-aspek hukum

perjanjian

3. Untuk lebih mengetahui dan mempelajari penyelesaian ganti kerugian

terhadap pengirim barang akibat kerusakan maupun kehilangan barang.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat:

a. Untuk dapat memberikan masukan-masukan ataupun sumbangan

pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

hukum pengangkutan darat, serta memberi manfaat bagi kalangan

mahasiswa di perguruan tinggi dan bagi masyarakat pada umumnya.

b. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang aspek-aspek hukum

perjanjian, pelaksanaan dan penyelenggaraan pengangkutan barang

melalui darat dan untuk mengetahui apa saja yang menjadi tanggung

jawab pihak pengangkut dalam pelaksanaan pengangkutan barang

tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


E. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian hukum normatif(yuridis normative) yaitu studi dokumen, yakni

menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa peraturan

perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para

sarjana.

2. Jenis Data

Jenis data yang di pergunakan ialah data primer dan di dukung data

sekunder.

Data primer diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang dibuat dan ditetapkan oleh pihak yang

berwenang antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4. Peraturan Undang-Undang yang terkait

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa informasi yang

diperoleh dari majalah, karya ilmiah, pendapat para ahli yang berhubungan

dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Ada pun tujuan

dari bahan hukum sekunder ini ialah untuk memberikan penjelasan dari bahan

hukum primer.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Data sekunder diperoleh dari penelitian di lapangan yang berupa hasil

wawancara dengan responden dari perusahaan pengangkutan yaitu PT. Bintang

Rezeki Utama.

3. Metode Pengumpulan Data

Dilakukan dengan penelitian / riset untuk mendapatkan data primer dan

sekunder yang diperoleh dengan dua cara yaitu:

1. Studi Kepustakaan (library research)

Yaitu dengan mencari, mengumpulkan data yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan, buku, majalah, surat kabar, internet dan pendapat-pendapat

sarjana yang berhubungan dengan tulisan ini untuk dijadikan landasan berfikir

demi keilmiahan dari skripsi ini.

2. Studi Lapangan (field research)

Yaitu studi yang penelitian yang dilakukan secara langsung ke perusahaan

PT. Bintang Rezeki Utama yang bergerak dalam pengangkutan barang melalui

angkutan darat untuk mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

materi skripsi dan dengan cara wawancara langsung dengan pimpinan PT.

Bintang Rezeki Utama sebagai perusahaan pengangkutan dan industri demi

keilmiahan skripsi ini juga.

4. Analisis Data

Dalam penulisan ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara

kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh baik yang berasal dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun hasil dari wawancara dengan narasumber

akan dipilih, diatur dan disusun secara sistematis sehingga akan diperoleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gambaran mengenai permasalahan yang diteliti. Berdasarkan data-data yang

diperoleh tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan

metode deduktif yaitu penulis akan menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat

umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

F. Keaslian Penulisan

Dalam hal penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-

bahan yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap barang yang

diangkutnya, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun dari

media cetak ataupun elektronik.Disamping itu juga diadakan penelitian langsung

ke lapangan dengan beberapa pihak yang terkait, kemudian dirangkai menjadi satu

karya tulis ilmiah.Oleh sebab itu penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah

asli.Karena itu keaslian dalam penulisan ini terjamin adanya.Kalaupun ada

pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata-mata dijadikan pendukung dan

pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan dalam

menyempurnakan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

BABI : Merupakan Bab Pendahuluan yang isinya meliputi : Latar

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan,

Keaslian Penulisan. Selanjutnya adalah Tinjauan Kepustakaan

mengenai :pengertian dari pada pengangkutan. Pada bagian

akhir dari bab ini berisi tentang : Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II : Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai Pengaturan Hukum

tentang Perjanjian dalam Kuh Perdata yang terdiri dari :

Pengertian dan dasar hukum perjanjian, Subjek dan objek

Perjanjian, Syarat-syarat sahnya Perjanjian serta akibat

hukumnya, Jenis-jenis Perjanjian, Berakhirnya Perjanjian dan

Aspek-aspek hukum perjanjian pengangkutan.

BAB III : Dalam bab III ini akan diuraikan mengenai Pengaturan hukum

tentang pengangkutan darat menurut UU No. 22 tahun 2009

yang terdiri dari : Sejarah Hukum pengangkutan dan pengertian

pengangkutan, Jenis-jenis pengangkutan dan Objek hukum

pengangkutan, pengaturan tentang pengangkutan melalui darat,

Dokumen pada pengangkutan darat dan Penyelenggaraan

Pengangkutan barang dengan Angkutan Darat.

BAB IV : Dalam bab ini akan mengemukakan sesuatu tentang aspek-aspek

hukum perjanjian pengangkutan barang dalam penyelenggaraan

angkutan darat (studi pada PT Bintang Rezeki Utama Jakarta)

yang terdiri dari : pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan

pengangkutan barang pada angkutan darat, hal-hal yang dapat

menimbulkan resiko dalam perjanjian pengangkutan barang,

tanggung jawab pihak pengangkut ditinjau dari aspek-aspek

hukum perjanjian, pembatasan tanggung jawab pihak

pengangkut, dan pembayaran ganti rugi akibat kehilangan atau

kerusakan barang pada penyelenggaraan pengangkutan oleh PT

Bintang Rezeki Utama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V : Bab ini merupakan bab tentang kesimpulan dan saran-saran. Pada

bagian kesimpulan akan tercantum kesimpulan-kesimpulan dari

pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, yang

juga merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diajukan

pada penulisan ini. Pada bagian saran-saran diuraikan saran-

saran dari penulis untuk masalah-masalah yang ada dalam dalam

penulisan ini yang diharapkan dapat bermanfaat dalam

prakteknya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIANDALAM KUH

PERDATA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian

Suatu perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan

hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan

hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada

pihak lain untuk menunaikan prestasi. 8

Dari pengertian singkat diatas kita jumpai didalamnya beberapa unsur

yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain : hubungan hukum

(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person)

atau lebih, yang member hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

tentang suatu prestasi.

Dengan demikian, perjanjian/verbintenis adalah hubungan hukum/

rechtsbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara

perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum

antara perorangan/ person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam

lingkungan hukum. 9

8
M.Yahya Harahap., Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986,
hal. 6.
9
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut R. Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal. 10

Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan.Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan

perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.Jadi perjanjian

adalah sumber perikatan.Perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak

itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan dua perkataan (perjanjian

dan persetujuan) itu adalah sama artinya dengan perkataan kontrak, yang sifatnya

khusus untuk suatu perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, Perjanjian adalah sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak

lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 11

Maka kalau seorang berjanji melaksanakan sesuatu hal, janji ini dalam

hukum pada hakekatnya ditujukan kepada orang lain. Berhubung dengan ini dapat

dikatakan bahwa, sifat pokok dari hukum perjanjian adalah semula mengatur

perhubungan hukum antara orang-orang, jadi semula tidak antara orang dan suatu

benda.

Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda hukum

perdata memperbedakan hak terhadap benda dari pada hak terhadap orang,

sedemikian rupa bahwa meskipun suatu perjanjian adalah mengenai suatu benda,

perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum antara orang dan orang, lebih
10
R. Subekti., Hukum Perjanjian, Cetakan ke IX, PT. Intermasa, Jakarta, 1984, hal. 1.
11
DR. Wirjono Prodjodikoro., Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan IX, Penerbit
Sumur, Bandung, 1981, hal. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain tertentu. Arti hukum perdata tetap

mengandung suatu perjanjian sebagai perhubungan hukum dimana seorang

tertentu, berdasarkan atas suatu janji berwajib untuk melakukan sesuatu hal dan

orang lain tertentu berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu.

Menurut Tirtodiningrat, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan

akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang. 12

Berdasarkan pengertian ini dapat dilihat bahwa suatu perjanjian terjadi

apabila adanya kata sepakat. Apakah perjanjian tersebut dibuat baik secara

langsung misalnya saling berhadapan antara dua orang yang saling memiliki

kepentingan, maupun dalam bentuk tidak langsung misalnya dengan memakai

perantara seperti surat menyurat.

Apabila diantara kedua belah pihak yang memiliki kepentingan yang

berbeda tersebut menyatakan kesepakatannya maka dalam hal ini telah dapat

dibuat suatu perjanjian, karena apabila tidak ada kata sepakat antara kedua belah

pihak akan mengakibatkan perjanjian tersebut tidak ada.

Pengaturan tentang perjanjian, terdapat pada buku III KUH Perdata, yang

terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum terdiri dari

empat (IV) bab, dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab.

Dalam bab II diatur ketentuan umum mengenai persetujuan sedangkan

ketentuan khusus diatur dalam bab V s/d XVIII ditambah bab VII A. Suatu

perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan

12
K.R.M.T. Tirodiningrat., Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Cetakan ke IX,
ditambah dan diperbaharui, PT. Pembangunan, Jakarta, 1986, hal. 83.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu

adalah sama artinya.

Dengan demikian jelas bahwa pengertian persetujuan adalah sama dengan

pengertian kontrak. Akan tetapi perkataan kontrak lebih sempit karena ditujukan

kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Dan juga pengertian kontrak lazimnya ditujukan pada suatu perjanjian

yang diadakan secara tertulis atau yang diadakan dikalangan bisnis (dunia

usaha). 13

Pasal 1313 memberikan defenisi mengenai persetujuan sebagai berikut :

Persetujuan adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih. Teranglah bagi kita bahwa pasal 1313

KUH Perdata itu memberikan pengertian tentang arti perjanjian, lain dari pada itu

suatu perjanjian telah ada apabila ada perbuatan hukum dari satu orang atau lebih

mengikatkan diri.Sehingga oleh karena itu Pasal 1313 KUH Perdata dapat

dikatakan sebagai ketentuan dasar yang mengatur suatu perjanjian.

Dengan demikian, melalui Pasal 1313 KUH Perdata ini dapat memberikan

rumusan yang sangat sederhana tentang perjanjian.Oleh karena itu adalah

merupakan tugas ilmu pengetahuan hukum untuk menguraikan selanjutnya serta

melengkapi pengertian yuridis dari perjanjian itu.

Selanjutnya Pasal 1313 KUH perdata memberikan batasan dari bunyi

sebagai berikut : semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun

yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk kepada peraturan-

peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.

13
R. Subekti., Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung,
1980, hal. 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengertian suatu perjanjian dapat pula dibagi dalam pengertian :

1. Perjanjian arti sempit yaitu perjanjian itu berarti segala perjanjian yang

diatur dalam buku III KUH Perdata dan KUHD yang juga dikuasai oleh

prinsip dalam buku III KUH Perdata.

2. Perjanjian dalam arti luas yaitu segala macam hubungan hukum, dimana

janji itu merupakan inti pokok dari hubungan hukum itu. Jadi

pengertiannya tidak hanya mencakup perjanjian yang diatur dalam buku

III KUH Perdata, tetapi juga mencakup seluruh hubungan hukum, dimana

janji itu merupakan inti pokok.

Misalnya :

Perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh pihak-pihak yang sering

disebut dengan perjanjian tidak bernama seperti : sewa beli. 14

Selanjutnya sebagai tambahan mengenai pengertian dari pada suatu

perjanjian dijelaskan juga bahwa, tidak semua perjanjian itu mempunyai akibat

hukum. Apabila tidak memenuhi syarat-syarat sahnya untuk suatu perjanjian

seperti yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata, misalnya : Judi.

Pengingkaran terhadap hubungan semacam ini, tidak akan menimbulkan

akibat hukum. Tetapi sebaliknya bila perjanjian itu tidak melanggar pasal 1320

KUH Perdata, maka sekalipun tidak dinyatakan secara tegas bahwa perjanjian itu

akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak, dengan sendirinya perjanjian

itu akan menimbulkan akibat hukum.

Dengan demikian pengertian dari pada perjanjian pengangkutan ini adalah

consensual (timbal balik) dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk

14
Mariam Darus Badrulzaman., Asas-asas Hukum Perikatan I, Fakultas Hukum USU,
Medan, 1970, hal. 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyelenggarakan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat tujuan

tertentu, dan pengirim barang (pemberi order) membayar biaya/ongkos angkutan

sebagaimana yang disetujui bersama. 15

B. Subjek dan Objek Perjanjian

1. Subjek Perjanjian

Dimuka telah ditegaskan bahwa perjanjian timbul, disebabkan oleh adanya

hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih.Pendukung hukum

perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu.Masing-masing orang

itu menduduki tempat yang berbeda.Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang

seorang lagi sebagai pihak debitur.

Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian.Kreditur

mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.

Beberapa orang kreditur berhadapan dengan seorang debitur atau

sebaliknya, tidak mengurangi sahnya perjanjian.Atau jika pada mulanya kreditur

terdiri dari beberapa orang kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja

berhadapan dengan debitur, juga tidak mengurangi nilai sahnya perjanjian.

Kemudian sebagai tambahan mengenai subjek perjanjian yang

sebagaimana diatur pada Pasal 1329 KUH Perdata yang menyatakan bahwa setiap

orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-

undang tidak dinyatakan tidak cakap.

Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan, tidak cakap membuat persetujuan

adalah :

15
Soegijatna Tjakranegara., Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka
Cipta, Jakarta, 1995, hal. 67.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan

3. Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah

melarang membuat persetujuan-pesetujuan tertentu.

Kriteria orang yang belum dewasa menurut Pasal 1330 KUH Perdata adalah :

ayat (1) : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur

genap 21 tahun, dan tidak terlebih dahulu telah kawin.

ayat (2) : Apabila dalam perkawinan itu dibubarkan sebelum umur

mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam

kedudukan belum dewasa.

ayat (3) : Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah

kekuasaan orang tua, berada perwalian atas dasar dan dengan

cara sebagaimana dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan

keenam bab ini.

Sebagaimana yang terdapat dalam pasal yang disebut diatas dapat

diketahui bahwa undang-undang menetapkan batas usia seseorang itu dinyatakan

dewasa yaitu 21 tahun, diluar ketentuan ini seseorang tersebut masih dinyatakan

belum dewasa, dengan demikian maka ia tersebut tidak dapat atau tidak cakap

untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal perjanjian.

Pengecualian dari ketentuan di atas dapat dilihat ayat (2) nya yang antara

lain menyatakan, apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap

21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam kedudukan belum dewasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tegasnya seseorang yang belum mencapai 21 tahun tetapi telah

melangsungkan perkawinan menurut ketentuan hukum perdata telah dinyatakan

dewasa. Dan apabila mereka bercerai sedang usia mereka masih di bawah 21

tahun, maka keadaan ini tidak menyebabkan berubahnya kedudukan mereka,

artinya kedudukan dewasa yang diperbolehkan karena perkawinan itu tetap

melekat padanya walaupun perkawinan mereka berakhir.

Lain halnya orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dimana orang

tersebut karena keadaan-keadaan tertentu dinyatakan tidak cakap untuk

melakukan perbuatan hukum.Misalnya karena dungu, gila atau karena

pemboros.Maka untuk melakukan perbuatan hukum mereka dibantu oleh

kuratornya.

Menurut Pasal 1446 KUH Perdata, orang-orang yang belum dewasa atau

orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, maka akibatnya dapat dibatalkan

(vernietigbaar), oleh anak yang belum cakap umur itu (dalam hal ini dilakukan

oleh orang tuanya atau walinya) dapat diminta pada hakim agar perjanjian tersebut

dibatalkan, jadi pihak lawan tidak dapat minta pembatalan tersebut, dia telah

membuat perjanjian, maka perjanjian itu dapat saja dimintakan pembatalannya

kepada hakim oleh pengampunya (curator).

Dalam pengertian orang-orang dibawah pengampuan itu, juga termasuk

kedalamnya orang-orang yang sakit jiwa, pemabuk dan sebagainya.Sehingga

mereka tidak cakap untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum.Dengan demikian

otomatis orang-orang ini tidak cakap untuk membuat perjanjian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Objek Perjanjian

Objek perjanjian adalah prestasi, berupa memberikan sesuatu, berbuat

dan/atau tidak berbuat sesuatu.Pada perjanjian untuk memberikan sesuatu,

prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau memberikan kenikmatan

atas sesuatu barang. Berbuat sesuatu, adalah setiap prestasi untuk melakukan

sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu, misalnya bekerja. Tidak berbuat

sesuatu, adalah jika debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan tertentu,

seperti misalnya tidak boleh merokok di tempat kerja. 16

Objek perjanjian memerlukan beberapa syarat, yaitu : 17

1. Tertentu atau dapat ditentukan, artinya terjadinya perjanjian karena adanya

suatu ojek tertentu/atau dapat ditentukan. Hanya perjanjian dengan objek

yang dapat ditentukan diakui sah;

2. Objeknya diperkenankan, perjanjian tidak akan menimbulkan perjanjian

jika objeknya bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum atau

kesusilaan;

3. Prestasinya dimungkinkan untuk dilaksanakan secara obyektif dan

subyektif. Secara obyektif, setiap orang mengetahui bahwa prestasi

mungkin dilaksanakan dan karenanya kreditur dapat mengaharapkan

pemenuhan prestasi tersebut. Pada ketidakmungkinan objektif tidak akan

timbul perjanjian.

Prestasi pada ketidakmungkinan objektif tidak dapat dilaksanakan oleh

siapapun.Misalnya prestasinya berupa membangun sebuah rumah dalam

sehari.Sedangkan secara subjektif, kemungkinan itu hanya diketahui oleh debitur


16
Mohd Syaufii Syamsuddin., Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial,
Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hal. 6
17
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang bersangkutan saja. Sehingga debitur yang dengan janjinya menimbulkan

kepercayaan kepada kreditur, bahwa debitur mampu melaksanakan prestasi, harus

bertanggung jawab atas pemenuhan prestasi itu.Pada ketidak-mungkinan subjektif

tidak menghalangi terjadinya perjanjian.Hanya debitur yang bersangkutan saja

yang tidak dapat melaksanakan prestasinya, misalnya seorang yang tidak pandai

pembukuan diminta membuat neraca perusahaan.

Memperhatikan Pasal 1239, 1240, 1241, dan 1243, prestasi dalam pasal-

pasal tersebut; yaitu prestasi untuk melakukan/berbuat atau tidak melakukan

sesuatu, nampaknya seolah-olah prestasi yang menjadi voorwerp/objeknya tak

mesti sesuatu yang harus dapat mulai dengan uang.

Berdasarkan adanya pengaturan yang berupa penggantian sesuatu kerugian

yang tidak berwujud berarti prestasi yang jadi objek perjanjian bisa saja

merupakan sesuatu yang tak bernilai uang.Pendapat ini, bertitik tolak dari

pengertian ganti rugi yang tak berwujud, yang berupa pemulihan kerugian

dibidang moral dan kesopanan. Akan tetapi ada yang berpendapat, prestasi suatu

perjanjian harus bias dinilai dengan uang (geldswaarde).

Pendapat ini didasarkan pada pendirian, bahwa setiap prestasi harus

mempunyai nilai ekonomi.Jika setiap prestasi harus mempunyai nilai ekonomi,

dengan sendirinya prestasi itu harus mempunyai nilai uang.Inilah prinsip umum

yang melandasi suatu perjanjian.Tentang ketentuan yang mengatur ganti rugi yang

berupa sesuatu kerugian tak berwujud, yaitu kerugian dibidang moral yang tak

dapat dinilai dengan uang, adalah merupakan ketentuan pasal-pasal yang tidak

masuk dalam prinsip umum verbintenis/perjanjian.Ketentuan-ketentuan semacam

itu harus dianggap sebagai pengecualian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Serta Akibat Hukumnya

1. Syarat-syarat sahnya Perjanjian

Sebuah perjanjian yang telah memenuhi syarat dan sah, mengikat sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Oleh karena itu agar keberadaan

suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, harus dibuat sesuai dengan syarat-

syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya suatu perjanjian

menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah sepakat mereka yang

mengikatkan diri, cakap membuat perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab

yang halal. 18

1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri

Kesepakatan adalah salah satu syarat sahnya perjanjian.Oleh karena itu,

saat lahirnya perjanjian atau untuk menentukan ada atau tidaknya perjanjian

adalah dari adanya kesepakatan. Kesepakatan merupakan persesuaian pendapat

satu sama lainnya tentang isi perjanjian dan mencerminkan kehendak untuk

mengikatkan diri. Hal yang penting pada suatu perjanjian adalah, bahwa masing-

masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak

lainnya.

2. Cakap Membuat Perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum.Yang

dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban,

baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu.Jika

yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus

memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah.Dengan terpenuhinya syarat

18
Ibid., hal. 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tersebut, barulah badan hukum itu dapat disebut sebagai pendukung hak dan

kewajiban atau sebagai subyek hukum yang dapat melakukan hubungan hukum.

Jika para pihak yang membuat perjanjian adalah orang-orang yang

dianggap sebagai subyek hukum yang dapat melakukan hubungan hukum dengan

pihak lain, adalah orang-orang yang tidak termasuk di dalam ketentuan pasal 1330

KUH Perdata, yaitu:

1. Orang Yang Belum Dewasa

Kriteria mengenai orang yang belum dewasa menurut KUH Perdata,

adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan

sebelumnya belum kawin. Pengecualiannya, dalam membuat perjanjian kerja,

syarat kecakapan yang menjadi salah satu syarat sahnya perjanjian, usia dewasa

untuk cakap membuat perjanjian kerja berbeda. Seseorang sudah dianggap dewasa

apabila berumur 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan.Dengan demikian,

mengenai cakap dalam membuat perjanjian kerja, untuk pekerja dapat

menyimpang dari pasal 1330 KUH Perdata.

2. Mereka Yang Berada Di Bawah Pengampuan

Orang-orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang

dewasa yang selalu berada dalam keadaan kurang akal, sakit ingatan atau

boros.Pembentuk undang-undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak

mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena itu tidak cakap bertindak untuk

mengadakan perjanjian.

Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi tanggung

jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian.Orang yang

ditaruh dibawah pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


harta kekayaannya.Ia berada dibawah pengawasan pengampu. Kedudukannya,

sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak belum

dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, seorang dewasa yang telah

ditaruh dibawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

3. Orang Perempuan Yang Bersuami

Pada awalnya, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan

suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin tertulis dari suaminya. Tidak

cakapnya seorang perempuan yang bersuami berdasarkan KUH Perdata itu, di

Negeri Belanda sendiri sudah dicabut, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan

kemajuan jaman. Ketentuan tersebut di Indonesia juga sudah dihapuskan.

Mahkamah Agung menganggap Pasal 108 s/d 110 KUH Perdata tentang

wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap

di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku

lagi. Kemudian sejak berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, ketentuan seperti disebutkan pada Pasal 1330 KUH Perdata tersebut

lebih tegas lagi dinyatakan tidak berlaku. Undang-undang Perkawinan

menyebutkan, hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama

dalam masyarakat, masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan

hukum.

4. Orang Yang Dilarang Undang-Undang

Dalam kasus yang dilarang oleh Undang-undang, dapat diambil contoh

dari ketentuan pasal 1601i KUH Perdata.Dalam ketentuan itu diatur bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perjanjian kerja antara suami istri adalah batal, dengan demikian undang-undang

melarang suami dan istri untuk membuat perjanjian kerja.

3. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian, adalah

sesuatu yang di dalam perjanjian tersebut telah ditentukan dan disepakati.Karena

sesuatu yang menjadi obyek suatu perjanjian harus ditentukan atau

dinikmati.Kalau berupa barang dapat dinikmati, atau dapat ditentukan dan

dihitung.Misalnya dalam melakukan perjanjian kerja, untuk menyerahkan tenaga

dan fikirannya kepada pengusaha untuk melakukan pekerjaan dengan menerima

upah, yang dilakukan selama suatu masa tertentu.

4. Suatu Sebab Yang Halal

Sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.Suatu perjanjian yang

dibuat dengan sebab yang tidak halal, tidak sah menurut hukum.

Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah mengenai isi perjanjian,

harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa itu adalah sesuatu

yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud.Sesuatu yang

menyebabkan seorang membuat perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat

perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh undang-undang. Hukum tidak

menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-

citakan seorang. Gagasan, cita-cita, pertimbangan yang menjadi dorongan untuk

melakukan perbuatan, bagi undang-undang tidak penting, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.Yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diperhatikan undang-undang hanyalah tindakan orang dalam pergaulan

masyarakat.

2. Akibat Hukumnya

Akibat hukum dari suatu perjanjian secara jelas disebutkan dalam pasal

1338 KUH Perdata :

Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang


bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.Persetujuan-
persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata tersebut di atas dapat dilihat

bahwa semua persetujuan, baik persetujuan yang bernama maupun yang tidak

bernama yang dibuat sesuai dengan ketentuan hukum, mengikat para pihak yang

membuat atau dibuat secara sah yang berarti dalam pembuatan perjanjian itu

adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata sehingga dengan

demikian perjanjian yang dibuat itu mengikat dan mempunyai kekuatan hukum

bagi kedua pihak yang berlaku sebagai undang-undang.

Jika dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disimpulkan adanya azas

kebebasan berkontrak yang disesuaikan dengan pasal 1320 Perdata, maka

perjanjian yang dibuat para pihak tidaklah dapat ditarik seketika tanpa adanya kata

sepakat kedua belah pihak (Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata).

Selanjutnya menurut Pasal 1339 KUH Perdata, persetujuan itu tidak hanya

mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan, undang-undang.

D. Jenis-Jenis Perjanjian

Jenis-jenis perjanjian dalam pengertian umum menurut Mariam Darus,

dapat dibedakan sebagai berikut: 19

1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban pada satu

pihak saja, dan hak pada pihak lain, misalnya: perjanjian hibah, hadiah dan

sebagainya. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang

memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak.Perjanjian timbal

balik adalah perjanjian yang paling umum terjadi dalam kehidupan

masyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa-menyewa dan sebagainya.

2. Perjanjian dengan cuma-cuma dan atas beban

Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dimana salah satu pihak

mendapatkan keuntungan dari pihak yang lain secara cuma-cuma. Sedangkan

perjanjian atas beban adalah perjanjian atas prestasi pihak yang satu terdapat

prestasi pihak yang lainnya. Antara kedua prestasi tersebut terdapat hubungan

hukum satu dengan yang lain, misalnya jual beli, sewa menyewa.

3. Perjanjian konsensual, riil dan formil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadi dengan kata

sepakat.Perjanjian riil adalah perjanjian selain diperlukan kata sepakat juga

diperlukan penyerahan barang. Misalnya: penitipan barang, pijam pakai dan

pinjam mengganti.

19
Mariam Darus., Hukum Perikatan, Alumni Bandung, 1987, hal 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan

haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir

adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan

penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

Menurut KUH Perdata perjanjian saja belum lagi mengakibatkan beralihnya

hak milik atas benda yang diperjual belikan, masih diperlukan satu lembaga

lain yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya sendiri itu dinamakan perjanjian

obligatoir, karena membebankan kewajiban (oblige) kepada para pihak untuk

melakukan penyerahan (levering).Penyerahan sendiri adalah merupakan

perjanjian kebendaan untuk perjanjian benda-benda bergerak maka perjanjian

obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.

5. Perjanjian bernama dan tidak bernama.

Perjanjian-perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian dimana oleh

undang-undang telah diatur secara khusus. Diatur dalam KUH Perdata bab V

s/d XVIII ditambah titel VII A, dalam KUHD perjanjian asuransi dan

pengngkutan.

Baik untuk perjanjian bernama atau tidak bernama pada azasnya berlaku

ketentuan-ketentuan dari pada bab I, II dan IV buku III KUH Perdata,

sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara

khusus didalam KUH Perdata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


E. Berakhirnya Perjanjian

Hapusnya perjanjian dibedakan dari hapusnya perikatan, karena suatu

perjanjian dapat hapus, sedangkan perikatannya yang merupakan sumbernya

masih tetap ada. Hanya jika semua perikatan dari perjanjian telah hapus

seluruhnya, perjanjiannya akan berakhir. Sebaliknya hapusnya perjanjian dapat

pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila suatu perjanjian hapus

dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat dari pembatalan berdasarkan

wanprestasi, semua perjanjian yang telah terjadi menjadi hapus, perjanjian

tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi, harus pula

ditiadakan. Akan tetapi dapat juga terjadi, bahwa perjanjian berakhir/hapus untuk

waktu kedepannya saja, jadi kewajiban yang telah ada tetap ada.

Perjanjian dapat hapus dikarenakan : 20

a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak

b. Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian

c. Ditentukan oleh para pihak atau undang-undang dengan terjadinya

peristiwa teertentu

d. Pernyataan menghentikan perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah

pihak atau oleh salah satu pihak

e. Putusan hakim

f. Tujuan perjanjian telah tercapai, dan

g. Dengan perjanjian para pihak.

F. Aspek-aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan

20
Mohd Syaufii Syamsuddin, Op. Cit., hal. 41.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam membuat perjanjian

pengangkutan adalah mengenai : 21

1. Itikad Baik

Itikad baik dalam perjanjian sangat erat kaitannya dengan kepatutan dan

keadilan dari para pihak.Unsur kepatutan dibutuhkan sebelum plaksanaan

perjanjian, sedangkan itikad baik dibutuhkan pada saat pelaksanaan

perjanjian atau untuk melaksanakan perjanjian.Itikad baik baik diartikan

sebagai kejujuran atau kepatutan, karena dalam suatu transaksi yang adil

dibutuhkan sebelum perjanjian dibentuk, pada waktu menyusun atau

membentuk perjanjian.

2. Kesalahan, Kelalaian dan Kesengajaan

Debitur yang berkewajiban menyerahkan sesuatu, akan tetapi tidak

memelihara sesuatu yang diserahkan itu sebagaimana diisyaratkan oleh

undang-undang, bertanggungjawab atas kesalahannya. Baru dapat

dikatakan telah terjadi kesalahan apabila perbuatan yang dilakukan

seharusnya dapat dihindarkan, dan perbuatan tersebut dapat dipersalahkan

kepada pelaku, karena dapat menduga tentang akibatnya.Suatu akibat

dapat diduga atau tidak, diukur secara subyektif dan obyektif.Secara

subyektif, jika akibat tersebut menurut keahlian seseorang dapat diduga,

dan secara obyektif yaitu apabila dalam keadaan normal akibat tersebut

dapat diduga.

Sedangkan kesalahan mempunyai dua pengertian, yaitu dalam arti luas

yang meliputi kesengajaan dan kelalaian.Dalam arti sempit hanya

21
Ibid., hal. 28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencakup kelalaian saja.Kesengajaan adalah perbuatan yang dilakukan

dengan diketahui dan dikehendaki.

3. Ingkar Janji

Seseorang dapat dianggap ingkar janji (wanprestasi) apabila: tidak

melaksanakan apa yang telah disanggupi akan dilaksanakan, melaksanakan

apa yang diperjanjikan akan tetapi tidak sebagaimana mestinya,

melaksanakan apa yang dijanjikan akan tetapi telah terlambat, dan

melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian justru tidak boleh

dilakukan.

Ingkar janji tidak segera terjadi sejak saat seseorang tidak memenuhi

prestasinya.Untuk itu diperlukan suatu tenggang waktu yang layak.Jadi

pada perjanjian dimana tidak ditentukan tenggang waktu berprestasinya,

ingkar janji tidak terjadi demi hukum.Bahkan walaupun dalam perjanjian

waktu prestasinya ditentukan, belum berarti bahwa waktu tersebut sudah

merupakan batas waktu terakhir bagi seseorang untuk memenuhi

prestasinya.

Ganti rugi dapat di tuntut oleh pihak pengirim barang atau pun pemilik

barang dalam hal tidak dipenuhinya perjanjian.

4. Bunga Menurut Undang-Undang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terdapat tiga macam bunga yaitu bunga konvensionil, moratoire dan

compensatoire.Yang pertama adalah bunga yang diperjanjikan dan dua

yang berikutnya adalah bunga kompensasi.

Untuk mencegah dibuatnya suatu janji yang merugikan seseorang, suatu

janji uang menggabungkan bunga yang belum dibayar oleh seseorang

kedalam utang pokok yang selanjutnya dikenakan pula bunga, hal itu

dilarang.Pengecualiannya, bunga atas utang pokok dapat dikenakan

melalui gugatan atau karena perjanjian khusus, sepanjang menyangkut

bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.

5. Penetapan Lalai

Untuk mementukan saat terjadinya ingkar janji, undang-undang

memberikan pemecahannya dengan lembaga penetapan lalai.Penetapan

lalai adalah permintaan dari kreditur (pengirim barang) kepada debitur

(pengangkut), dimana kreditur memberitahukan kapan selambat-lambatnya

diharapkan pemenuhan prestasi oleh debitur.Dengan ini kreditur

menentukan dengan pasti, pada saat kapan debitur dalam keadaan ingakar

janji, apabila tidak memenuhi prestasinya.Sejak saat itu debitur harus

menanggung akibat yang merugikan yang disebabkan tidak dipenuhinya

prestasi.

6. Keadaan Memaksa

Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya

perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya,

dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung

risiko serta tidak dapat menduga pada waktu perjanjian dibuat.Keadaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang menghalangi pemenuhan prestasi yang harus mengenai prestasinya

sendiri.Prestasi tersebut terganggu keseimbangannya sebagai akibat dari

keadaan yang tidak dapat diduga.

7. Resiko

Hapusnya perjanjian tidak menghapus kewajiban dalam

perjanjian.Pembentuk undang-undang memberikan hak untuk menuntut

penggantian atas barang yang hilang atau musnah kepada

kreditur.Sedangkan debitur dari barang yang musnah kerena perjanjiannya

telah hapus tidak memperoleh apa-apa.

8. Syarat yang Tidak Mungkin dan yang Tidak Susila

Apabila didalam suatu perjanjian dicantumkan syarat yang tidak mungkin

terlaksana dan bertentangan dengan kesusilaan adalah batal. Dalam hal ini

bukan syaratnya yang batal, akan tetapi perjanjiannya yang digantungkan

pada syarat tersebut yang batal. Ketentuan tersebut hanya mengatur

mengenai syarat yang berupa melakukan sesuatu, yang bertentangan

dengan kesusilaan atau undang-undang.Akan tetapi undang-undang tidak

membedakan antara syarat yang menunda dan yang menghapuskan dan

juga tidak mengatur mengenai kewajiban untuk tidak berbuat.

9. Penentuan Hukum

Dalam membuat perjanjian, satu hal yang sangat mendasar adalah hak dan

wewenang yang diberikan oleh hukum kepada para pihak dalam membuat

perjanjian untuk memilih undang-undang yang akan berlaku bagi mereka.

Selain itu juga mengerti dan memahami hukum mana yang berlaku dan

hukum apa yang akan diberlakukan setelah terikat perjanjian, terutama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam hal adanya anasir asing. Dalam hal para pihak menganut sistem

hukum yang sama, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada

para pihak untuk mengadakan perjanjian apa saja, sepanjang tidak

bertentangan dan melanggar ketertiban umum, kesusilaan dan undang-

undang.

10. Penafsiran Perjanjian

Suatu perjanjian terdiri dari serangkaian kalimat.Untuk itu dalam

menetapkan isi perjanjian perlu diadakan penafsiran, sehingga jelas

diketahui maksud para pihak ketika mengadakan perjanjian itu.Undang-

undang memberikan beberapa pedoman dalam menafsirkan perjanjian.Jika

kata-kata suatu perjanjian telah jelas, tidak diperkenankan untuk

menyimpangdengan jalan penafsiran, sehingga tidak boleh menyelidiki

maksud para pihak. Suatu perjanjian jelas bagi yang satu, tetapi belum

tentu bagi yang lain. Jadi kata jelas harus diartikan sebagai kata yang

sedikit sekali memberikan kemungkinan untuk terjadinya penafsiran yang

berbeda.Dalam menafsirkan maksud para pihak dilihat dari itikad baik,

karena menafsirkan berarti menentukan isi dan mengakui akibat dari

perjanjian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGANGKUTAN DARAT

MENURUT UU NO 22 TAHUN 2009

A. Sejarah Hukum Pengangkutan Dan Pengertian Pengangkutan

1. Sejarah Hukum Pengangkutan

Dalam perkembangan dan kemajuan lalu lintas perdagangan dewasa ini di

Indonesia, antara satu daerah dengan daerah lain makin lama makin terbuka dan

hasrat untuk meningkatkan hubungan dagang yang semakin meningkat, sangatlah

memerlukan sarana pendukung yang akan mendorong hubungan antara daerah

tersebut dapat berjalan dengan lancar.

Pengangkutan mempunyai peranan penting dalam kontrak

perdagangan.Hal ini dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu tingkat ekonomi

ataupun maju mundurnya suatu daerah. Pengangkutan ini akan dapat menunjang

setiap sektor untuk pembangunan dan akan membantu tercapainya pengalokasian

sektor-sektor ekonomi secara optimal.

Nilai dan daya guna suatu barang, tidak hanya tergantung dari barang itu

sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, misalnya di

Medan dengan di Berastagi, dimana hampir di tiap-tiap rumah petani sayuran

bertumpuk sayuran kol dan sejenisnya sampai menggunung. Di sana harga kol

sangat murah, tetapi setelah diangkut ke Medan, maka harga kol tersebut akan

menjadi dua atau tiga kali lipat. Misalnya lagi, bahwa di Maluku rempah-rempah

nilainya tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan di Eropah atau di Amerika

sana. Nah, dalam menaikkan dan meningkatkan nilai suatu barang terdapat fungsi

dan peran pengangkutan.Inilah jasa pengangkutan. Para pedagang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mempergunakan jasa angkutan ini sebagai salah satu cara untuk mendapatkan

keuntungan. Dari contoh diatas jelas bahwa pengangkutan memegang peranan

yang sangat penting dalam lalulintas perdagangan dalam masyarakat.Dari sejak

dahulu pengangkutan telah ada, walaupun masih bersifat sederhana. 22

2. Pengertian Pengangkutan

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan

pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan

selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 23

Menurut pandangan orang awam bahwa pengertian dari pengangkutan

adalah alat-alat yang dipakai untuk membawa sesuatu dari suatu tempat ke tempat

lain dimana alat angkutan melalui darat, udara maupun laut. 24

Dari kedua pengertian diatas dapat dilihat bahwa sebelum terjadi transaksi

atau realisasi dari membawa atau mengangkut maka antara pengirim dan

pengangkut harus ada perjanjian yang mengikat antara keduanya.Alat yang

dipergunakan untuk memindahkan atau membawa barang hingga sampai

ketempat tujuan yang diinginkan oleh pihak pengirim yakni dapat melalui darat,

laut dan udara. 25

Mengenai defenisi dari pengangkutan secara umum dalam kitab Undang-

Undangan Hukum Dagang (KUHD) tidak ada, yang ada hanya mengenai

pengangkutan laut yang dinyatakan dalam pasal 466 Kitab Undang-undang

Hukum Dagang dikatakan bahwa :

22
H. Hasnil Basri Siregar, Op.Cit., hal. 5-6.
23
H.M.N. Purwosutjipto., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 3
(Jakarta: Djambatan, 1981), hal.2.
24
H. Hasnil Basri Siregar, Op.Cit ., hal. 2.
25
Ibid., hal. 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengangkutan dalam arti bab ini ialah barang siapa yang baik dengan

perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, baik dengan

perjanjian lainnya mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan

barang yang seluruhnya barang yakni melalui darat atau sebagian melalui lautan.

Kemudian pasal 521 Kitab Undang-undang Hukum Dagang menyatakan :

Pengangkutan dalam arti bab ini adalah barang siapa yang baik dengan

carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan baik dengan perjalanan lain

mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang)

seluruhnya atau sebagian melalui laut.

Dari dua defenisi yang dikemukakan dalam pasal 466 Kitab Undang-

undang Hukum Dagang tersebut dapat diartikan secara umum bahwa

pengangkutan adalah :

Barang siapa yang melakukan penawaran umum bagi siapa saja untuk

menyelenggarakan pengangkutan sehingga ia wajib memenuhi permintaan atau

tidak menolak untuk mengangkut.

Kata barang siapa dalam ketentuan ini dapat berupa orang pribadi atau badan

Hukum yang mengikatkan diri dalam pelaksanaan pengangkutan.

Menurut Sution Usman Adji, bahwa pengangkutan adalah :

Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan

diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari tempat tujuan

tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim atau penerima) berkeharusan

memberikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut. 26

26
Sution Usman Adji, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Penerbit Rineka Citra,
1990, hal,. 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah pengangkut dan

pengirim.Adapun sifat perjanjian pengangkutan adalah timbal-balik, artinya kedua

belah pihak, baik pengangkut maupun pengirim masing-masing mempunyai

kewajiban sendiri-sendiri. Kewjiban pengangkut ialah : menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu

dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar uang angkutan. 27

Selanjutnya menurut Soekardono, bahwa perjanjian pengangkutan itu

adalah :

Sebuah perjanjian timbal-balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan

diri untuk menyelenggarakan pengangkutan ketempat tujuan tertentu, sedangkan

pihak lain, berkewajiban untuk membayar biaya tertentu pekerjaan pengangkutan

itu. 28

B. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Objek Hukum Pengangkutan

1. Jenis-Jenis Pengangkutan

Dengan kemajuan teknologi serta bertambahnya jumlah penduduk dunia,

hal ini disertai dengan peningkatan permintaan jasa angkutan oleh masyarakat

harus diimbangi dengan sistem penyelenggaraan angkutan yang dapat memenuhi

seluruh jenis kebutuhan masyarakat secara terpadu.

Sebagai akibat berhasilnya pembangunan nasional, kebutuhan jasa

angkutan tidak terbatas pada kebutuhan untuk memindahkan orang, barang dari

suatu tempat ke tempat lain, melainkan kebutuhan angkutan barang maupun orang

untuk menunjang bidang usaha yang lain.


27
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit.,hal.2.
28
Mr. R. Soekardono, SH., Hukum Dagang Indonesia. Jilid II, Bagian Pertama,
Hukum di Darat., Penerbit Soerang, Jakarta, 1961, hal. 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan jenis-jenis

pengangkutan yang dikenal pada umumnya. Dimana jenis-jenis pengangkutan

menurut Purwosutjipto, dalam bukunya Pengertian Pokok Hukum Dagang

Indonesia membagi atas 4 jenis pengangkutan yaitu : 29

1. Pengangkutan Darat

2. Pengangkutan Udara

3. Pengangkutan Perairan Darat

4. Pengangkutan Laut

Dalam pelaksanaannya sehari-hari orang lebih banyak menggunakan

pengangkutan melalui darat terutama bagi pedagang yang akan menjual barang

dagangannya ke daerah lain, karena ongkos angkutan pada pengangkutan darat

lebih murah jika dibandingkan dengan pengangkutan udara dan pengangkutan

laut.

Pengangkutan darat merupakan sarana transportasi/angkutan yang melalui

jalan darat.Dalam sistem transportasi/angkutan darat ada beberapa pihak yang

terkait dalam penyelenggaraan angkutan barang. Pihak-pihak yang terkait adalah :

1. Pengirim Barang (Consigner, Shipper)

Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia tidak ada mengatur

defenisi pengirim secara umum.Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam

perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri

untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu dia

berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari

29
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 2-3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengangkut.Dalam bahasa inggris, pengirim disebut consigner,

khususnya pada pengangkutan perairan pengangkut disebut shipper. 30

2. Pengangkut (Carrier)

Mengenai pengangkut pada umunya tidak ada defenisinya dalam

KUHD.Pasal 466 dan pasal 521 KUHD menetapkan defenisi

pengangkut laut dan bukan pengangkut pada umumnya, dalam hal ini

pengangkut pada umumnya adalah orang yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu

tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.Pengangkut

mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan

kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk

sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan itu. 31

Purwosutjipto, didalam bukunya Pengerian Pokok Hukum Dagang

Indonesia mengatakan, peraturan-peraturan yang berlaku bagi pengangkutan darat

adalah sebagai berikut 32 :

a. KUHD Buku I, Bab V, bagian 2 dan 3, pasal 90 sampai pasal 98 yang

mengatur sekaligus pengangkutan darat dan perairan darat, tetapi hanya

khusus mengenai pengangkutan barang

b. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1965 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan Raya.

c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan Raya.

30
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2008, hal. 72.
31
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 3-4.
32
Ibid., hal. 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


d. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan.

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

f. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

g. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos.

Menurut pelaksanaannya, jenis-jenis pengangkutan darat dapat dibagi atas:

1. Pengangkutan dengan Kereta Api

Sebelum penulis membahas lebih jauh mengenai pengangkutan dengan

Kereta api, sebaiknya lebih dahulu mengetahui apa itu perkereta apian dan apa itu

kereta api.

Mengenai perkereta apian dapat kita jumpai pada pasal 1 angka 1 Undang-

undang No. 23 tahun 2007 tentang perkereta apian yang berbunyi : perkereta

apian adalah sesuatu yang berkaitan dengan saranan dan fasilitas penunjang kereta

api untuk menyelenggarakan angkutan kereta api yang disusun dalam suatu

sistem.

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian (Lembaran Negara Nomor 65 Tahun 2007), diundangkan tanggal

25 April 2007 bahwa pengangkut adalah penyelenggara sarana perkeretaapian,

yaitu badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum, wajib

memiliki izin usaha dan izin operasi dari pemerintah. 33

PT Kereta Api Indonesia menyelenggarakan pengangkutan penumpang

dengan kereta api dengan cara : 34

a. Mengutamakan keselamatan dan keamanan penumpang

33
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 62.
34
Ibid, hal. 63.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Mengutamakan pelayanan kepentingan umum

c. Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan

d. Mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tariff pengangkutan

kepada masyarakat

e. Mematuhi jadwal keberangkatan kereta api

f. Pembatalan, penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau

pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.

2. Pengangkutan dengan Jalan Raya atau Jalan Umum

Pengangkutan jalan raya/jalan umum yaitu kendaraan yang digerakkan

oleh peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu yang digunakan untuk

pengangkutan barang dan orang yang dijalankan di jalan umum selain dari pada

kendaraan yang berjalan diatas rel.

Peraturan pokok yang mengatur pengangkutan melalui jalan raya/jalan

umum adalah undang-undang No. 3 tahun 1965 tentang lalu lintas dan angkutan

jalan raya.Dan kemudian mengalami perubahan yakni undang-undang No.14

tahun 1992.Dan terakhir pemerintah telah mengeluarkan undang-undang No. 22

tahun 2009. Menurut undang-undang No. 22 tahun 2009 yang dimaksud dengan

jalan umum adalah : seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada

permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air,

serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.

Untuk terjadinya pengangkutan melalui darat dengan kendaraan bermotor,

perlu diadakan perjanjian pengangkutan terlebih dahulu yang dibuktikan dengan

karcis penumpang atau surat angkutan barang. Pengusaha angkutan umum wajib

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengangkut orang atau barang setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan

atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang atau pengiriman

barang.

Tujuan pengangkutan dengan kendaraan bermotor secara khusus diatur

dalam Pasal 3 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pasal

tersebut dinyatakan pengangkutan dengan kendaraan bermotor bertujuan untuk :

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,

selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk

mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung

tinggi martabat bangsa.

2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.

3. Terwujudnya penegakkan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

3. Pengangkutan dengan Pos, Telegrap dan Telepon.

Pos memiliki arti yakni pengantaran surat-surat.Dulu pengantaran surat-

surat itu dilakukan dengan kereta kuda, yang disebut kereta pos dan kudanya

disebut kuda pos.karena dari jauhnya perjalanan, maka kudanya itu harus sering

diganti, dan tempat pemberhentian untuk mengganti kuda pos itu dinamai

pemberhentian pos ada. pengantaran surat-surat itu tidak hanya dilakukan oleh

kereta pos saja, juga dapat dilakukan oleh orang, burung merpati, anjing dan lain-

lain. Dilaut sering dilakukan, bilamana ada keadaan darurat, misalnya ada

kecelakaan, surat dikirimkan dengan sebuah botol yang diberi pasir sedikit lalu

dilempar dilaut. Sekarang Pos itu merupakan lembaga umum, yang bertugas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengurus pengantaran dan pengangkutan surat-surat.Termasuk surat-surat juga

barang-barang kecil, yang dibungkus dan disebut paket. 35

Lembaran Negara yang mendapat tugas untuk melaksanakan undang-

undang ini ialah PN Pos dan Giro. Di Indonesia dinas pos dikuasai oleh Negara

dan diselenggarakan oleh PT Pos dan Giro. Pada waktu undang-undang ini mulai

berlaku, dinas Pos dan Telekomunikasi diselenggarakan oleh jawatan Pos,

Telegrap dan Telepon (disingkat: Jawatan PTT). Sekarang Jawatan PTT itu sudah

dipecah menjadi dua, yakni: PN Pos dan Giro serta Perum Telekomunikasi. PN ini

mempunyai monopoli pada penyelenggaraan pengangkutan pos. Jadi, badan lain

tidak boleh menyelenggarakan pengangkutan pos ini, kecuali kalau diizinkan

berdasarkan kuasa suatu Peraturan Pemerintah.

2.Objek Hukum Pengangkutan

Sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa

pengangkutan adalah :

Agar terlaksananya pengangkutan tersebut dengan baik sesuai dengan

tujuannya, maka sebelum dilaksanakan pengangkutan itu harus diadakan

perjanjian antara pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang. Dalam

melaksanakan perjanjian pengangkutan harus ada objek dari pengangkutan itu

sendiri dimana objek pengangkutan itu antara lain :

a. Pengangkutan Barang

Dalam hal pengangkutan barang yang menjadi objek pengangkutan adalah

barang.Barang yang dimaksud disini adalah barang yang sah dan dilindungi

35
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 82.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


oleh undang-undang. Dalam pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor

berupa bus, jenis barang muatan yang dapat diangkut dapat berupa :

1. Barang sandang, seperti kain dan baju

2. Barang pangan seperti beras, gula dan sayur-sayuran

3. Barang rumah tangga seperti kursi dan alat-alat dapur

Dalam menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ketempat

tujuan tertentu. Kedua belah pihak mempunyai kewajiban masing-masing yaitu :

1. Pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk mengangkut barang

ataupun orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan selamat

2. Pihak pengirim mempunyai kewajiban untuk membayar ongkos sesuai

dengan kesepakatan yang telah disepakati dan menyerahkan barang

tersebut dan untuk diserah terimakan kepada penerima yang mana

alamatnya sesuai dengan yang tercantum pada surat angkutan.

b. Pengangkutan Orang

Dalam perjanjian pengangkutan orang, yang menjadi menjadi objek adalah

orang.Dalam hal objek perjanjian pengangkutan barang, mulai pada saat

diserahkannya barang pada pihak pengangkut, maka pengawasan terhadap barang-

barang tersebut menjadi tanggung jawab pihak pengangkut.Pengangkut wajib

mempertanggung jawabkan apabila barang-barang yang diangkutnya tersebut

terlambat sampai di tempat tujuan maupun karna rusak atau musnahnya barang-

barang tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam hal perjanjian pengangkutan orang, penyerahan kepada pengangkut

tidak ada.Tugas pengangkut hanyalah membawa atau mengangkut orang sampai

pada tempat tujuan dengan selamat. 36

C. Pengaturan Pengangkutan Melalui Darat

Pengangkutan sebagai sarana untuk mempermudah sampainya seseorang

atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dan dilakukan dengan cara yang

berbeda. Dan untuk terlaksananya pengangkutan itu secara tertib dan tentram,

maka pelaksanaan serta sesuatu yang berhubungan dengan pengangkutan diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Dimana peraturan-peraturan itu adalah :

a. Pengangkutan melalui Jalan Raya

Peraturan yang mengatur tentang pengangkutan melalui jalan raya yaitu :

a. Undang-Undang No. 3 tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan Raya

b. Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan

c. Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan

d. Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggung Wajib

Kecelakaan Penumpang

e. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan pelaksanaan

Dana pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang

36
Ibid., hal. 51.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


f. Undang-undang No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu

Lintas Jalan

g. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-ketentuan

Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

b. Pengangkutan dengan Kereta Api

Pengangkutan darat dengan kereta api diatur dengan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian, lembaran Negara Nomor 65 Tahun

2007. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2, pengertian kereta api adalah sarana

perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan

dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak dijalan

rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 13

Tahun 1992 tentang perkeretaapian (Lembaran Negara Nomor 47 Tahun 1992,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 mulai berlaku pada tanggal diundangkan,

yaitu 25 April 2007. 37

Pengangkutan darat dengan kereta api diadakan berdasarkan perjanjian

antara Badan Penyelenggara Pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang.

dimana seperti yang disebutkan dalam Pasal 132 dan Pasal 141 Undang-undang

No 23 Tahun 2007 yang berbunyi : Karcis penumpang dan surat pengangkutan

barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan antara

pengangkut dan penumpang atau pengirim.

37
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Karcis penumpang diterbitkan atas nama (on name), artinya setiap

pemegang karcis yang namanya tercantum dalam karcis itu berhak untuk

diangkut. Dengan demikian, surat pengangkutan barang diterbitkan atas nama (on

name), artinya setiap pemegang yang namanya tercantum pada surat

pengangkutan barang adalah pemilik dan berhak untuk menerima barang. Karcis

penumpang dan surat pengangkutan barang atas nama tidak dapat dialihkan

kepada pihak lain karena ada kaitannya dengan asuransi yang melindungi dalam

hal terjadi musibah. 38

c. Pengangkutan dengan Pos, Telegrap dan Telepon

Dulu pengangkutan pos, telegraph, dan telepon dilakukan oleh jawatan

pos, telegraph, dan telepon, disingkat dengan Jawatan PTT.Dengan peraturan

Pemerintah Nomor 240 Tahun 1961 (Lembaran Negara 1961-306) telah didirikan

Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi.Pada akhir-akhir ini Perusahaan

Negara Pos dan Telekomunikasi ini berkembang pesat, sehingga kemudian

dipisah menjadi dua perusahaan yang mandiri yaitu PT. Pos dan PT. Telkom.

D. Dokumen Pada Pengangkutan Daratan

Dokumen pengangkutan darat dengan kendaraan umum terdiri atas karcis

penumpang dan surat penngangkutan barang. Hal ini diatur dalam Undang-

Undang Pengangkutan darat Indonesia. Menurut ketentuan undang-undang

tersebut, karcis penumpang atau surat pengangkutan barang merupakan tanda

bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa dokumen pengangkutan

38
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hanya dapat dimiliki oleh pengirim atau penumpang jika biaya pengangkutan

sudah dibayar lunas.

Karcis penumpang dapat diterbitkan atas tunjuk (aan toonder, to bearer),

contohnya karcis penumpang bus kota; dan dapat pula diterbitkan atas nama

(opnaam, on name), contohnya karcis bus antarprovinsi. Undang-Undang yang

mengatur dokumen pengangkutan tidak memuat rincian keterangan isi karcis

penumpang.Untuk memahami hal ini, dapat diamati praktik perjanjian

pengangkutan penumpang antarprovinsi. Sebagai contoh, karcis penumpang Bus

Perum Damri yang sudah dibakukan dengan memuat rincian isi berikut ini : 39

a. Nama dan nomor bus perusahaan pengangkutan

b. Nama dan alamat penumpang

c. Terminal pemberangkatan dan tujuan

d. Nomor seri karcis, hari, tanggal, dan waktu berangkat

e. Nomor kursi/tempat duduk

f. Tarif biaya pengangkutan termasuk premi asuransi

g. Tanda tangan pengangkut atau orang atas nama pengangkut

h. Ketentuan-ketentuan lain sebagai klausula pengangkutan

Surat pengangkutan barang juga diatur dalam kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 90 Staatsblad

Nomor 23 Tahun 1847 tentang KUHD Indonesia, surat pengangkutan barang

memuat keterangan berikut ini :

a. Nama dan alamat perusahaan pengangkutan (pengangkut)

b. Nama dan alamat pengirim dan penerima

39
Dokumen Pengangkutan Penumpang Perum Damri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Nama, jumlah, berat, ukuran, dan merek barang yang diangkut

d. Jumlah biaya pengangkutan

e. Tempat dan tanggal pembuatan surat pengangkutan barang

f. Tanda tangan pengangkut dan pengirim/ekspeditur.

Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang juga diatur dalam

Undang-Undang Pengangkutan Darat Indonesia. Namun, undang-undang tersebut

tidak mengatur rincian keterangan yang dimuat dalam surat pengangkutan barang.

Rincian tersebut diatur dalam Pasal 90 KUHD Indonesia. Karena itu, ketentuan

Pasal 90 KUHD Indonesia dapat diikuti sebagai standar isi surat pengangkutan

barang yang dapat dikembangkan dalam praktik pengangkutan. Surat

pengangkutan barang biasanya sudah dibakukan dan dicetak oleh perusahaan

pengangkutan dalam bentuk formulir.Pengirim hanya mengisi formulir tersebut

dan menandatanganinya. 40

E. Penyelenggaraan Pengangkutan Barang dengan Angkutan Darat

Bentuk penyelenggaraan pengangkutan barang dengan angkutan darat

dapat berupa : 41

1. Kegiatan di Terminal Pemberangkatan

Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan dijalan harus sesuai dengan

peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis, dan layak jalan, serta sesuai dengan

kelas jalan yang dilalui. Agar kendaraan bermotor itu memenuhi persyaratan

teknis dan layak jalan, wajib diuji tipe dan uji berkala yang dibuktikan dengan

tanda bukti lulus uji. Dalam surat tanda bukti uji dicantumkan daya angkut

40
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 154.
41
Ibid., hal. 210.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


maksimum kendaraan bermotor. Setiap kendaraan bermotor yang disediakan oleh

pengangkut selalu dalam keadaan memenuhi syarat keselamatan agar dapat

sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Setelah terjadi kesepakatan antara penumpang atau pengiri mengenai

pengangkutan dengan kendaraan bermotor, yang pertama kali diselesaikan adalah

pembayaran biaya pengangkutan dan penerbitan dokumen pengangkutan.Atas

dasar dokumen tersebut, pengangkut (perusahaan pengangkutan umum)

menyiapakan kendaraan bermotor di terminal pemberangkaan atau ditempat yang

telah disepakati sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Penumpang yang

sudah memiliki karcis dapat naik ke kendaraan bermotor (bus umum, bus kota),

atau barang yang akan diangkut dimuat kedalam kendaraan bermotor (truk, boks).

Kegiatan ini terdapat pada pengangkutan antarkota/antarprovinsi.Setelah

pemuatan selesai, pengangkut atau sopir yang mewakilinya menyiapakan

keberangkatan kendaraan bermotor sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

2. Pelaksanaan Pengangkutan Darat

Untuk kelancaran dan keselamatan pengangkutan darat, setiap pengemudi

kendaraan bermotor wajib memiliki surat izin mengemudi. Surat izin mengemudi

merupakan tanda bukti kecakapan dan keabsahan pengemudi untuk

mengemudikan kendaraan bermotor dijalan dan dapat pula digunakan sebagai

identitas pengemudi.

Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan pengangkuta dijalan,

perusahaan pengangkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu

kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi.Pengaturan ini perlu, mengingat factor

kelelahan dan kejenuhan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengemudi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam mengemudikan kendaraan bermotor secara wajar.Oleh karena itu,

pergantian pengemudi setelah menempuh jarak dan waktu tertentu mutlak

diperlukan untuk melindungi keselamatan pengemudi, penumpang, pemilik

barang, dan pengguna jalan lainnya.

Untuk keselamatan, keamanan, serta ketertiban lalu lintas dan

pengangkutan jalan, pejabat yang ditunjuk Undang-Undang diberi kewenangan

untuk melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan. Pemeriksaan kendaran

bermotor dijalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 tersebut meliputi:

a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat

Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor,

atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor

b. Tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji

c. Fisik Kendaraan Bermotor

d. Daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang, dan

e. Izin penyelenggaraan angkutan.

Melalui kewenangan pejabat yang melakukan pemeriksaan tersebut

diharapkan proses penyelenggaraan pengangkutan darat berlangsung dengan

tertib, aman, dan selamat tiba ditempat tujuan.

Selama proses pengangkutan berlangsung, pengemudi pengangkutan

umum diberi kewenangan untuk menurunkan penumpang atau barang yang

diangkut ditempat pemberhentian terdekat jika ternyata penumpang atau barang

yang diangkut itu dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengangkut.

Kewenangan ini digunakan dengan pertimbangan yang benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum dan kepatutan, antara lain:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Penumpang yang melakukan keributan atau pencurian dalam kendaraan

sehingga menggangu atau merugikan penumpang lain walaupun sudah

diperingatkan secara patut;

b. Barang yang diangkut ternyata barang yang berbahaya bagi keselamatan

pengangkutan, seperti mercon atau bahan mudah terbakar; dan

c. Barang yang dapat mengganggu penumpang karena berbau busuk.

Jika pengangkut (perusahaan pengangkutan umum) lalai dalam melakukan

tugasnya selama proses pengangkutan berlangsung, perusahaan pengangkutan

umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim

barang, atau pihak ketiga. Tanggung jawab terhadap penumpang dimulai sejak

penumpang diangkut sampai tiba di tempat tujuan yang telah

disepakati.Sedangkan tanggung jawab terhadap pemilik barang dimulai sejak

barang diterima dari pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima

ditempat tujuan yang telah disepakati. Namun, perusahaan pengangkutan umum

tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul apabila dia dapat

membuktikan bahwa kerugian itu disebabkan oleh:

a. Peristiwa yang tidak dapat diduga lebih dahulu (force majeur).

b. Cacat sendiri pada penumpang atau barang yang diangkut.

c. Kesalahan/kelalaian pengirim atau ekspeditur.

3. Kegiatan di Terminal Tujuan

Setelah kendaraan bermotor tiba di terminal tujuan atau ditempat yang

disepakati seperti yang tertera pada dokumenpengangkutan, penumpang turun dari

kendaraan bermotor. Apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan penumpang

menderita luka atau meninggal dunia, PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


membayar santunan berdasarkan bukti kecelakaan dan tiket penumpang. Apabila

timbul kerugian akibat kesalahan/kelalaian pengangkut dalam penyelenggaraan

pengangkutan darat, pengangkut menyelesaikan pembayaran ganti kerugian.

Diterminal tujuan barang dibongkar dari kendaraan bermotor dan disimpan

ditempat penyimpanan yang ditetapkan oleh perusahaan pengagkutan

umum.Perusahaan pengangkutan umum memberitahukan kepada penerima agar

menerima barang kiriman dalam jangka waktu yang ditetapkan.Apabila penerima

tidak mengambil barang tersebut dari tempat penyimpanan, penerima dikenakan

biaya penyimpanan barang dan wajib dilunasi ketika barang itu diambil.Apabila

barang itu tidak diambil dan biaya penyimpanan tidak dilunasi, barang itu

dinyatakan sebagai barang tak bertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Hambatan Pengangkutan Darat

Pada pengangkutan penumpang dengan bus, kadang-kadang jadwal

pengangkutan yang ditetapkan tidak ditepati. Bus menunggu penumpang sampai

penuh barulah diberangkatkan.Hal ini dapat membosankan penumpang yang

menunggu sejak awal karena mematuhi jadwal keberangkatan.Pemuatan

penumpang yang melebihi kapasitas maksimum kendaraan bermotor merupakan

kebiasaan yang sulit dicegah, yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi

penumpang, dan ini merupakan pelanggaran ketentuan undang-undang yang dapat

mengakibatkan kecelakaan.

Pengemudi yang tidak disiplin dan tidak mematuhi peraturan perundang-

undangan merupakan alasan utama yang menimbulkan kecelakaan lalu

lintas.Ketidakpatuhan pengemudi merupakan bukti bahwa sumber daya manusia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masih berdisiplin rendah.Ini merupakan bukti bahwa penegakan hukum lalu lintas

pengangkutan darat sangat lemah.

Pada pengangkutan darat telah ditetapkan tarif biaya pengangkutan yang

berlaku.Akan tetapi, ketentuan tersebut sering tidak dipatuhi.Dalam praktiknya

terjadi penarikan biaya pengangkutan yang melebihi tarif resmi, baik dilakukan

oleh pengangkut maupun oleh calo yang mewakili pengangkut (pengemudi).Hal

ini sering terjadi ketika jumlah penumpang banyak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG

DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT

A. Pelaksanaan Perjanjian Penyelenggaraan Pengangkutan Barang pada

Angkutan Darat

Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak

menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat

kelain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar

ongkosnya. Pada umumnya dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak

pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak

dipakainya. 42

Pengaturan tentang kontrak/perjanjian diatur terutama di dalam KUH

Perdata (BW), tepatnya dalam buku III.Perikatan yang dapat lahir dari suatu

persetujuan (perjanjian) atau dari undang-undang.Perikatan yang lahir dari

undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikata yang lahir dari undang-

undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan

orang.Perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang

dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang

diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum. 43

Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan

sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya

ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang


42
R. Subekti., Aneka Perjanjian, cetakan kesepuluh, PT Citra aditya bakti, Bandung,
1995, hal. 69-70.
43
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1983) hal 123.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan kewajiban

seorang yang harus menyerahkan suatu barang berdasarkan suatu perikatan

sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1235 KUH Perdata, dalam perikatan mana

dimaksud kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang tersebut sebagai

seorang bapak rumah yang baik. Apabila sipengangkut melalaikan

kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan-peraturan yang untuk

itu telah ditetapkan pada buku IIIdari Kitab Undang-undang Hukum Perdata pula,

yaitu dalam Pasal 1243 KUH Perdata. 44

Terjadinya perjanjian pengangkutan selalu didahului oleh perbuatan

negoisasi timbal balik antara pihak pengirim/penumpang dan pihak pengangkut.

Perbuatan negoisasi tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam undang-undang,

yang ada hanya pernyataan persetujuan kehendak (toestemming) atau

kesepakatan (consensus) sebagai salah satu unsur Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata Indonesia. 45

Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakikatnya sudah ditetapkan

dalam pasal-pasal hukum perjanjian B.W., akan tetapi oleh undang-undang telah

ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud melindungi kepentingan

umum dan membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan

, dengan cara meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut. 46

44
Ibid, hal. 72.
45
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 139.
46
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil., Modul Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta,
2001, hal. 343-344.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Hal-hal Yang Dapat Menimbulkan Resiko Dalam Perjanjian

Pengangkutan Barang

Dalam perjanjian pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor

melalui jalan raya, ada kalanya tidak terlaksana dengan baik sebagaimana yang

dikehendaki oleh pihak, sehingga menimbulkan kerugian pihak tersebut.

Timbulnya kerugian tersebut dapat terjadi karena suatu keadaan atau

kejadian sehingga menghalangi pengangkut untuk melaksanakan

kewajiban.Kejadian tersebut misalnya karena suatu hal yang tidak dapat

dipersalahkan kepada pengangkut (overmatch) atau keadaan memaksa atau (force

majeure).

Dalam hal ini kewajiban untuk memikul kerugian akibat dari kejadian

tersebut dinamakan risiko.Kerugian juga dapat terjadi karena cacat pada barang

itu sendiri dan juga akibat dari kesalahan atau kealpaan pihak pengirim.Selain itu

kerugian juga dapat ditimbulkan sebagai akibat tidak sempurnanya pelaksanaan

kewajiban dari pihak pengangkut.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kewajiban pengangkut adalah

melaksanakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan barang sampai

ditempat tujuan dengan selamat serta tepat waktunya. Jika barang yang diangkut

itu selamat, maka akan timbul dua hal yaitu barangnya sampai ketempat tujuan,

tetapi rusak sebagian atau seluruhnya dan mungkin barangnya tidak sampai

ditempat (musnah), mungkin disebabkan karena terbakar, dicuri orang lain.

Masalah lain yang sering timbul dalam pengangkutan barang yaitu tentang

waktu sampainya barang ditempat tujuan tidak sesuai dengan perjanjian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebelumnya sehingga menimbulkan kerugian pada pihak yang punya barang atau

pihak pengirim.

Hal-hal yang dapat digolongkan dengan kemusnahan atau kerusakan

barang yang timbul diluar kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut dalam

perjanjian pengangkutan barang adalah karena keadaan memaksa (overmacht atau

force majeure), cacat pada barang itu sendiri yaitu dapat diketahui oleh

pengangkut sebelum pengangkutan barang, kesalahan oleh kelalaian pengirim itu

sendiri.

Pemikiran tentang overmatch (keadaan memaksa) terdapat dua aliran :

1. Aliran yang objektif (de objective overmatch leer) atau absolute yaitu

debitur berada dalam keadaan memaksa apabila pemenuhan prestasi itu

tidak mungkin dilaksanakan oleh siapapun juga atau setiap orang. Dalam

ajaran ini pikiran para sarjana tertuju pada bencana alam ataupun

kecelakaan yang hebat, sehingga dalam keadaan demikian siapapun tidak

dapat memenuhi prestasi, juga barang musnah atau hilang diluar dugaan.

Dianggap sebagai keadaan memaksa, misalnya, kendaraan bermotor yang

mengangkut tersebut ditimpa longsor ditengah jalan.

2. Aliran subjektif (de subjective overmacht leer) atau relative, yaitu keadaan

memaksa itu ada apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi,

tetapi praktis dengan kesukaran atau pengorbanan yang lebih besar,

sehingga dalam keadaan yang demikian itu kreditur tidak dapat menuntut

pelaksanaan prestasi. Misalnya putusnya jalan/jembatan, sehingga sulit

untuk mengoper barang tersebut karena biaya pengoperannya lebih mahal

dari keuntungan yang diperoleh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Ditinjau dari Aspek-aspek Hukum

Perjanjian

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa

kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang mulai dari

tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan dengan selamat.Kalau tidak selamat

maka inilah yang menjadi tanggung jawab pengangkut. Bila penyelenggaraan

pengangkutan tidak selamat, akan terjadi dua hal yaitu barangnya sampai di

tempat tujuan tidak ada (musnah) atau ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya.

Barang tidak ada, mungkin disebabkan karena terbakar, dicuri orang dan lain-

lain.Barang rusak sebagian atau seluruhnya, meskipun barangnya ada tetapi tidak

dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kalau barang muatan tidak ada atau

ada tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus

membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut,

kecuali kalau kerugian itu timbul dari beberapa macam sebab yaitu :

1. Keadaan memaksa (overmacht)

2. Cacat pada barang itu sendiri

3. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau ekspeditur (Pasal 91 KUHD)

Kesalahan pengirim juga dapat terjadi karena salah mengira atau salah

menghitung jumlah barang kedalam bungkusan yang akan dikirim. Jadi

kekurangan jumlah barang yang tidak sesuai dengan faktur barang adalah di luar

tanggung jawab pengangkut. 47 Mengenai tanggung jawab pengangkut ini dapat

dilihat dalam Pasal 468 ayat 3 KUHD yang berbunyi : Ia bertanggungjawab atas

47
Hasil wawancara dengan pimpinan PT. BRU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perbuatan dari mereka, yang dipekerjakannya dan untuk segala benda yang

dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.

Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan juga terdapat ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut,

dimana seperti yang disebutkan dalam Pasal 186 yang berbunyi : Perusahaan

angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati

perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh

penumpang dan/atau pengirim barang.

Selanjutnya pada Pasal 188 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : Perusahaan angkutan

umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim

barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.

Kemudian pada Pasal 91 KUHD ditentukan bahwa : pengangkutan harus

menanggung segala akibat yang menimbulkan kerugian yang terjadi pada barang-

barang dagangan dan barang-barang lainnya setelah barang-barang itu mereka

terima untuk diangkut, kecuali kerugian yang diakibatkan karena sesuatu cacat

pada barang itu sendiri, karena keadaan memaksa atau karena kesalahan atau

kealpaan pengirim.

Seperti yang dikemukakan diatas, bahwa pihak pengangkut berkewajiban

untuk mengangkut dan menyelenggarakan pengangkutan barang yang diserahkan

kepadanya mulai tempat pemuatan barang sampai di tempat tujuan dengan

selamat dan tepat waktunya.

Apabila dalam hal tersebut diatas terdapat kekurangan jumlah barang,

terlambat datangnya barang, tidak ada penyerahan barang (musnah), terdapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kerusakan pada barang yang terjadi selama pelaksanaan pengangkutan.Maka

inilah yang menjadi tanggungjawab pihak pengangkut.

Pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari

akibat-akibat tersebut dan harus mengganti kerugian yang terjadi atas kerusakan

pada barang itu. 48

Tanggung jawab pengangkut dapat ditiadakan apabila ia dapat

membuktikan bahwa kerugian itu timbul sebagai akibat dari cacat pada barang itu

sendiri atau kesalahan dan kealpaan si pengirim, keadaan memaksa sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 91 KUHD.

Dalam praktek dapat dilihat bahwa kerugian akibat dari kemusnahan atau

kerusakan barang yang terjadi karena keadaan memaksa ada di luar

tanggungjawab pihak pengangkut.Maksudnya, pengangkut tidak diharuskan untuk

mengganti kerugian jika kerugian itu terjadi karena keadaan memaksa.Misalnya

terjadi kebakaran pada kendaraan tersebut.Maka dalam hal ini pihak yang

memikul resiko terhadap rusaknya barang tersebut adalah pihak pengirim dan

penerima barang kecuali pihak pengangkut tidak dapat membuktikan bahwa

resiko itu terjadi diluar kekuasaannnya.

Dalam hal kurang sempurnanya pembungkusan barang yang akan diangkut

diketahui oleh pihak pengangkut sebelum mulai pelaksanaan pengangkutan, maka

dalam hal ini seharusnya ia menolak atau mengingatkan kepada si pengirim

bahwa pembungkusan barang kurang sempurna. Jika hal ini tidak dilakukan, maka

barang tersebut dianggap utuh atau bersih. Dalam arti bahwa kerusakan atas

barang tersebut akan menjadi tanggungjawab pihak pengangkut, sebaliknya

48
Achmad Ichsan, Op. Cit, hal. 45.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


apabila hal demikian dilakukan maka kerusakan atas barang bukan merupakan

tanggung jawab pihak pengangkut.

Mengenai ketidaksempurnaan pelaksanaan pengangkutan barang tersebut,

yang menjadi kewajiban pengangkut untuk mengganti kerugian, hanyalah yang

diakibatkan langsung dari kesalahan atau kelalaian pengangkut. 49

Dalam hal ini berarti, jika kelalaian terjadi diluar kesalahannya maka

pengangkut tidak diwajibkan untuk mengganti kerugian terhadap kerusakan

barang tersebut. Kerugian akibat kemusnahan atau kerusakan yang terjadi karena

cacat pada barang itu sendiri, maka yang harus mengganti rugi adalah pihak

pengirim, sebab ia sendiri yang lalai melakukan kewajiban dalam perjanjian

pengangkutan tersebut, sehingga timbul kerugian.

Cacat pada barang itu sendiri dimaksud karena sifat dari barang itu sendiri.

Atau dengan kata lain kerusakan tersebut mengakibatkan tidak tahan lama barang

tersebut dalam masa pengangkutan seperti buah-buahan, maka kerusakan itu

terjadi karena buah-buahan terlalu masak menyebabkan pembusukan.

Kesalahan pengirim juga dapat terjadi karena atau salah menghitung

jumlah barang yang dimasukkan kedalam bungkusan yang akan dikirim. Jadi

kekurangan julah barang tidak sesuai dengan faktur barang adalah diluar tanggung

jawab pihak pengangkut. Karena hal ini dapat dilihat pada ketentuan yang

dikeluarkan perusahaan pengangkutan didalam surat muatan menyatakan:

Bahwa kiriman yang tidak sesuai dengan faktur barang adalah tanggung

jawab pengirim. Selain itu juga ada ketentuan lain menyatakan: isi tidak

diperiksa. 50

49
Hasil Wawancara dengan Pimpinan PT. BRU Jakarta
50
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Maksud kedua ketentuan tersebut pada dasarnya adalah sama, dimana

isinya adalah bahwa setiap kerusakan dan kemusnahan yang terdapat dalam

bungkusan adalah diluar tanggung jawab pihak pengangkut.

Dari uraian-uraian diatas, maka apabila pengangkut dapat membuktikan

bahwa kerugian itu terjadi diluar kesalahannya, maka resiko dan tanggung jawab

dipikul pengirim maupun oleh pihak penerima sendiri.

Karena adanya tanggung jawab yang sangat besar pada perjanjian

pengangkutan maka biasanya diusahakan adanya pembatasan tanggung

jawab.Dan pembatasan tanggung jawab tersebut oleh Undang-undang tidak

dilarang, karena ketentuan seperti ini tidak bersifat memaksa asal tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dimana biasanya ketentuan

tanggung jawab itu dimuat pada surat muatan yang menyertai barang tersebut.

Walaupun ada kemungkinan bagi pengangkut untuk memperjanjikan

bahwa ia sama sekali tidak bertanggung jawab tetapi hal seperti itu jarang terjadi,

sebab para pengirim akan memilih pengangkut yang mau bertanggung jawab atas

barang yang diangkut, akan mengakibatkan kehilangan langganannya, sehingga

akan merugikan perusahaan sendiri.

Apabila kemusnahan atau kerusakan itu adalah akibat dari kesalahan

penempatan atau kurang tepatnya cara penempatan barang didalam angkutan, jika

hal ini dapat dibuktikan oleh pihak pengirim atau pemilik barang, maka yang

wajib mengganti kerugian itu adalah pihak pengangkut. Pengangkut dalam hal ini

bukanlah supir ataupun kru yang menjalankan kendaraan tersebut, tetapi yang

dimaksud adalah majikan.Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1367 KUH Perdata

yaitu seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh

barang-barang yang berada di bawah penguasaannya.

Jadi timbulnya suatu kerugian yang diderita oleh sipengirim atau sipemilik

barang karena suatu kejadian atau keadaan yang mengakibatkan musnah atau

hilangnya barang tersebut, maka bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh

pihak pengangkutan yaitu berupa ganti rugi dalam bentuk uang sesuai dengan

ketentuan yang termuat dalam surat muatan, dimana ganti rugi yang diberikan atas

kerusakan atau kehilangan barang hanya diganti rugi sebesar 10 (sepuluh) kali

ongkos kirim.

Adapun saat diketahui telah terjadi suatu pelaksanaan perjanjian

pengangkutan barang secara tidak baik (tidak sempurna) di dalam praktek adalah

saat penerima barang menerima barang-barang yang dialamatkan kepadanya

sebagaimana yang termuat dalam surat muatan, karena surat muatan itu

diserahkan bersama-sama dengan barang yang diangkut tersebut.

Bila ternyata barang-barang muatan itu ada yang rusak atau tidak lengkap

jumlahnya, maka mulai saat ini penerima barang dapat melakukan tuntutan ganti

rugi kepada pihak pengangkut.Akan tetapi si penerima barang hanya dapat

menuntut penggantian kerugian yang betul-betul atau nyata-nyata ada pada saat

itu.Hal ini berarti bahwa penerima tidak dibenarkan untuk menuntut pergantian

kerugian secara keseluruhan kerugian jika barang yang musnah atau rusak itu

sebagian saja.

Dalam hal jumlah ganti rugi yang telah ditentukan pada perjanjian

pengangkutan barang, maka besarnya ganti rugi yang dapat dipenuhi oleh

pengangkut hanyalah sebesar yang dimuat dalam perjanjian. Ketentuan besarnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ganti rugi tersebut termuat dalam surat muat yang dikeluarkan oleh pihak

pengangkut.

Adapun ketentuan dalam penetapan jumlah (besarnya) ganti rugi yang di

keluarkan oleh PT. Bintang Rezeki Utama (BRU) di dalam surat muatannya

menyatakan bahwa : barang-barang penumpang atau paket-paket kiriman jika

hilang diganti sepuluh kali ongkos kirim. Sedangkan surat-surat hanya diganti

ongkos kirim dan isi dari paket, tas, pihak perusahaan tidak bertanggung jawab.

Ketentuan-ketentuan tersebut termuat di dalam point (2) yang menyatakan:

Kerugian-kerugian yang timbul karena kesalahan yang empunya barang atau

kecelakaan tidak menjadi tanggung jawab yang mengangkut, apabila terjadi

kehilangan barang kiriman (paket) hanya diganti rugi sebesar sepuluh kali ongkos

kirim.

Didalam lembaran tiket bagian belakang dengan ketentuan nomor 7 (tujuh)

yang dikeluarkan oleh PT. BRU berbunyi : Apabila kendaraan mengalami

kecelakaan/terbakar, barang-barang yang rusak, hilang, tidak menjadi tanggungan

perusahaan, atau dalam istilah Undang-undang digolongkan kepada force majeure

dan biaya-biaya perawatan/perobatan para penumpang yang timbul akibat

kecelakaan tersebut adalah tanggung jawab PERUM A.K. JASA RAHARJA,

Dalam pemberian ganti rugi dalam bentuk uang dipandang dari sudut

pelaksanaannya lebih praktis jika dibandingkan ganti rugi dalam bentuk barang.

Sedangkan pemberian ganti rugi dalam bentuk barang, ada kemungkinan barang

yang menjadi pengganti tersebut akan sulit untuk mendapatkannya. Sehingga

memberatkan pihak pengangkut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


D. Pembatasan Tanggung Jawab Pihak Pengangkut

Masalah tanggungjawab akan senantiasa aktual dalam rangka

perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan dan pihak-pihak yang mungkin

menderita kerugian sebagai akibat dari kegiatan pengangkutan dengan angkutan

melalui jalan raya.

Dalam Pasal 1365 KUH Perdata bahwa barang siapa menimbulkan

kerugian pada pihak lain karena perbuatannya yang melawan hukum wajib

mengganti kerugian tersebut. Demikian juga halnya didalam pengangkutan, baik

terhadap penumpang maupun terhadap pengirim atau penerima barang.

Sebagai pengangkut, PT. BRU dalam mengadakan perjanjian dengan

pihak lain (pengirim atau pemilik barang) ada beberapa hal yang bukan menjadi

tanggungjawab pihak PT. BRU, artinya apabila kemudian timbul kerugian yang

bukan menjadi tanggungjawab ganti rugi tersebut.

Pengangkutan dalam hal-hal tertentu dapat terbatas dari tanggungjawab

atas keselamatan barang muatannya. Hal-hal yang membebaskan PT. BRU dari

tanggungjawab ganti rugi yaitu :

1. PT. BRU bertanggungjawab tentang pelaksanaan pengangkutan barang yang

diterima untuk dikirim sampai saat penyerahannya kepada penerima, kecuali :

a. Barang-barang yang dilarang oleh pemerintah untuk diangkut.

b. Barang yang dikirim tidak menaati peraturan-peraturan PT. BRU

c. Tidak sempurnanya pengepakan barang oleh pemilik

d. Cacat bawaan, kualitas atau sifat buruk dari barang

2. Bertanggungjawab PT. BRU adalah mengenai barang kiriman hilang atau

rusak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kecuali jika hilang atau rusaknya bukan karena kesalahan PT. BRU atau

kerusakan pegawainya.

3. Sepanjang PT. BRU masih mengadakan perjanjian asuransi maka kerusakan

atau kehilangan barang yang disebabkan oleh keadaan memaksa atau

overmacht seperti kendaraan terbakar, banjir dan tanah longsor, maka yang

memberikan ganti rugi adalah PERUM A.K. JASA RAHARJA.

Bila ditinjau dari Pasal 91 KUH Dagang, pengangkut terbebas dari

tanggungjawab apabila kerugian diakibatkan oleh :

1. Cacat pada barang itu sendiri

2. Karena keadaan memaksa

3. Karena kesalahan atau kealpaan si pengirim

Dalam praktek, tanggungjawab PT. BRU dalam menyelenggarakan

pengangkutan barang, diberikan dalam hal :

1. Kehilangan atau kerusakan sebagian atau seluruhnya

Kehilangan barang baik sebagian atau atau keseluruhan, maka dapat

dimintakan ganti rugi dengan syarat kekurangan atau kehilangan barang

tersebut dapat diketahui oleh pengangkut bahwa kehilangan atau

kerusakan barang itu karena kelalaian pengangkut, maka pihak pengangkut

member ganti rugi sebesar sepuluh kali ongkos kirim, seperti yang

tercantum dalam surat muatan.

2. Keterlambatan pengiriman

Dalam halnya keterlambatan pengiriman yang diakibatkan oleh suatu

peristiwa yang tidak pasti, maka pengangkut tidak akan menanggung

kerugian yang diderita oleh pengirim atau pemilik barang. Namun bila

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keterlamabatan itu karena kelalaian petugas, maka PT. BRU harus

memberi ganti rugi kepada pengirim atau pemilik barang, asalkan mereka

dapat dibuktikan langsung bahwa itu merupakan kelalaian petugas.

Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh PT. BRU seperti yang telah

disebutkan diatas, adalah merupakan pembatasan tanggungjawab dan pihak-pihak

pengangkut.Maka ketentuan tersebut mengikat kedua belah pihak baik pihak

pengangkut maupun pihak pengirim atau pemilik barang.

PT.BRU bertanggungjawab terhadap barang sejak diterimanya barang dari

sipengirim sampai barang itu diterima oleh sipenerima ditempat tujuan.Hal ini

dilaksankan oleh PT. BRU selaku pengangkut dan untuk memberikan pelayanan

yang baik kepada semua pelanggan. Walaupun PT. BRU telah mengasuransikan

tanggungjawab kepada pihak asuransi, bukan berarti PT. BRU bebas dari segala

tanggungjawabnya, namun dengan mengasuransikan tanggungjawabnya,

tujuannya adalah untuk mengurangi beban tanggungjawab selaku pengangkut, jika

timbul kerugian yang besar yang diderita oleh sipengirim atau pemilik barang.

Pada prinsipnya pihak pengangkut bertanggungjawab terhadap kerugian

yang diderita oleh pemilik barang, kecuali dapat dibuktikan bahwa :

1. Kerugian tersebut diluar kesalahan atau kelalaian pengangkut

2. Kelalaian atau kealpaan pihak pengirim

3. Apabila pengangkut terhalang karena suatu keadaan memaksa

4. Pada waktu pemuatan, pemberangkatan atau pelaksanaan pengangkutan

menimbulkan banyak kesukaran.

Dari uraian-uraian tersebut, maka PT. BRU akan terbebas dari

tanggungjawab terhadap barang yang diangkutnya, bila merupakan kelalaian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengirim, keadaan memaksa dan pengangkutan yang menyalahi peraturan yang

dikeluarkan PT. BRU. Pembatasan tanggungjawab terjadi pada pembayaran ganti

kerugian kepada pemilik barang, dimana pembayaran ganti kerugian yang

diberikan terhadap barang-barang yang rusak atau hilang hanya diganti sebesar

sepuluh kali ongkos kirim.

Apabila dihubungkan dengan prinsip tanggungjawab pengangkut, maka

PT. BRU menganut prinsip tanggungjawab karena praduga yaitu pengangkut

selalu bertanggungjawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang

diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan ia tidak bersalah,

maka ia dibebaskan dari kerugian. Yang dimaksud tidak bersalah adalah tidak

melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari

kerugian atau peristiwa yang menimbulkan kerugian. 51

E. Pembayaran Ganti Rugi Akibat Kehilangan atau Kerusakan Barang

Pada Penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT. Bintang Rezeki Utama

Jakarta.

Syarat mutlak tuntutan ganti rugi, ialah bahwa kerugian itu disebabkan

karena hal-hal yang berhubungan dengan pengangkutan, akibat-akibat kelalaian

perbuatan wan prestage baik pengusaha angkutan karyawan/buruh yang lalai

dalam menjalankan prestasinya aksi-aksi atas dasar Pasal 1365 dan 1367 KUH

Perdata dalam perjanjian pengangkutan dipandang dari sudut tujuan untuk

mendapatkan ganti rugi, ditinjau dari beban pembuktian Pasal 1365 pada aksi-aksi

penuntutan, penumpang harus mengemukakan peristiwa-peristiwa menunjukkan

51
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal 28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kesalahan, kelalaian pengangkut, pengangkut dapat mengikari dengan

menunjukkan beban pembuktian bahwa itu bukan kesalahannya. 52

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa permasalahan yang sering

terjadi dalam pengangkutan oleh PT. BRU adalah barang-barang yang diangkut

tersebut terkadang rusak atau musnah pada saat pelaksanaan pengangkutan

kedaerah tujuan. Kerusakan atau musnahnya barang yang diangkut tersebut bisa

disebabkan oleh karena keterlambatan barang sampai ditempat tujuan, dimana

keterlambatan itu bias saja disebabkan oleh kerusakan kendaraan, kecelakaan atau

terbakar ataupun kesalahan yang dilakukan oleh pegawai pengangkutan dengan

sengaja ataupun tidak sengaja. Namun isi barang yang diangkut juga terkadang

menyebabkan terjadinya keterlambatan pengangkutan sampai ditujuan dengan

baik. Oleh karena PT. BRU memiliki motto bahwa pihak pengangkut tidak akan

memeriksa isi dari barang yang akan diangkut, maka hal inilah terkadang

menimbulkan masalah, dimana keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh beberapa

orang untuk membawa barang-barang yang terlarang, seperti narkoba sehingga

pada saat pelaksanaan pengangkutan barang-barang tersebut terkadang diperiksa

oleh petugas Kp3 pada saat akan menuju pelabuhan penyeberangan.

Walaupun pihak PT. BRU dalam hal ini tidak mengetahui apa-apa saja isi

dari barang yang diangkut, namun pihak PT. BRU juga terkena imbasnya dengan

ditahannya kendaraan pengangkut, sebagai akibat dari permasalahan tersebut

maka sudah pasti barang-barang yang diangkut tidak akan sampai ditempat tujuan

sesuai dengan waktu yang ditentukan, sehingga keadaan ini bisa membuat barang

yang diangkut menjadi rusak atau busuk dan hilang

52
Soegijatna Tjakranegara, Op. Cit., hal. 83.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sehingga kerugian yang diderita oleh sipengirim atau sipemilik barang

karena suatu kejadian atau keadaan yang mengakibatkan kerusakan atau hilangnya

barang tersebut, maka bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pihak

pengangkutan yaitu berupa ganti rugi dalam bentuk uang sesuai dengan ketentuan

yang termuat dalam surat muatan, dimana ganti rugi yang diberikan atas

kerusakan atau kehilangan barang hanya diganti rugi sebesar 10 (sepuluh) kali

ongkos kirim. 53

53
Hasil Wawancara dengan Pimpinan BRU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengangkutan barang dengan angkutan darat merupakan sarana transportasi

yang sering digunakan karena ongkos/biaya yang diperlukan lebih murah jika

dibandingkan dengan angkutan lain seperti angkutan laut dan udara. Objek

dalam pengangkutan melalui darat yaitu berupa orang dan barang. Dimana

tujuan dari pengangkutan ini adalah untuk meningkatkan nilai dan guna dari

orang dan barang tersebut. Dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui

darat, perjanjiannya mengacu pada perjanjian pada umumnya yang terdapat

pada pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pengangkutan melalui darat diperlukan

dokumen yaitu karcis penumpang dan surat angkutan barang, dimana

kegunaan dari dokumen tersebut adalah sebagai bukti telah terjadi perjanjian

pengangkutan antara pengangkutan dengan pengirim atau pemilik barang.

2. Bentuk tanggungjawab yang diberikan oleh pengangkut atas kerusakan atau

musnahnya barang-barang yang diangkutnya dengan memberi berupa ganti

rugi. Ganti rugi yang diberikan adalah berupa uang dan diberikan sebatas

prosedur yang berlaku pada PT. BRU yaitu sebesar sepuluh kali ongkos

kirim. Tanggungjawab perusahaan pengangkut terhadap barang-barang yang

diangkut, dimulai sejak diterimanya oleh pengangkutsampai barang diterima

oleh pemilik ditempat tujuan. Apabila kendaraan mengalami kecelakaan atau

terbakar, maka yang bertanggungjawab yaitu : Perum A.K. Jasa Raharja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Resiko yang sering timbul dalam pelaksanaan pengangkutan barang yaitu

keterlambatan barang sampai ditempat tujuan, tidak sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan dan mengakibatkan barang tersebut menjadi rusak atau

busuk.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, kiranya dapat disampaikan beberapa saran

sebagai berikut :

1. Agar dalam pelaksanaan pengangkutan barang antara pengangkut dan

pengirim, para pihak dapat mengetahui tentang batasan-batasan dalam

tanggungjawabnya sehubungan dengan perjanjian pengangkutan yang

dilakukan.

2. Adanya pembatasan tanggungjawab dari pengangkut yang telah diatur dalam

undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan

pengangkutan, diharapkan tidak menjadi bagi PT. BRU untuk melepaskan

tanggungjawab begitu saja kepada pengguna jasa angkutan yang merasa

dirugikan. Adanya pembatasan tanggung jawab tersebut dimaksud agar

pengangkut dapat membuktikan terlebih dahulu bahwa kerugian yang diderita

oleh sipengirim atau pemilik barang adalah akibat dari kelalaian dari pihak

pengangkut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Muhammad, Abdul Kadir., 1991, Hukum Pengangkutan Niaga, PT Citra Aditya


Bakti. Bandung.

----------------., 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung.

Warpani, P Suwardjoko., 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


ITB, Bandung.

Uli, Sinta., 2006, Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkatan Laut,
Angkutan darat, dan Angkutan Udara. Cet. Ke-1. Medan: USUPress.

Suherman, E., 1962, Tanggung Djawab Pengangkut Dalam Hukum Udara


Indonesia, Eresco, Bandung.

Harahap, M Yahya., 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung.

Subekti, R., 2001, Pokok-pokok Hukum Perdata. PT Intermasa. Jakarta.

--------------., 1984, Hukum Perjanjian, Cetakan ke IX, PT Intermasa, Jakarta.

---------------., 1980, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung.

---------------., 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan ke X, PT Citra Aditya Bakti,


Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus., 2005, Hukum Perikatan, PT Alumni, Bandung.

-------------------------------------., 1970, Asas-asas Hukum Perikatan I, Fakultas


Hukum USU, Medan.

Syamsuddin, Mohd Syaufii., 2005, Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan


Industrial. Penerbit Sarana Bhakti Persada. Jakarta.

Purwosutjipto, H.M.N., 1981, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia III :


Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta.

Ichsan, Achmad., 1993, Hukum Dagang, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Soekardono, R., 1961, Hukum Dagang Indonesia, Bagian Pertama Hukum
Pengangkutan di Darat, Soeroeng, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono., 1981, Azas-azas Hukum Perjanjian, Cetakan IX, Sumur,


Bandung.

Tirodiningrat, K.R.M.T., 1986, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang,


Cetakan ke IX, PT Pembangunan, Jakarta.

Tjakranegara, Soegijatna., 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang,


Rineka Cipta, Jakarta.

Adji, Sution Usman., 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta,


Jakarta.

Hartono, Sri Redjeki., 1982, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat,


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

Siregar, Hasnil Basri., 1993, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Kelompok
Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan.

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil., 2001, Modul Hukum Dagang,
Djambatan, Jakarta.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang No. 22 TAHUN 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
Undang-undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Вам также может понравиться