Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
2
2.2. Klasifikasi
3
Gambar 2.2. Bentuk prdarahan solusio plasenta
4
Gambar. Macam perdarahan solusio plasenta
2.3. Epidemiologi
5
Hospital terjadi 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi seiring dengan penurunan
frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta
menjadi 1 dalam 750 persalinan.4 Menurut hasil penelitian yang dilakukan
Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika
Serikat menjadi sebab kematian bayi.8 Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh
Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi
kasus solusio plasenta.10
6
7. Perdarahan Uterus 44 6
8. Retained Placentae 32 4
2.4. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa keadaan patologik yang lebih sering bersama dan menyertai solusio
faktor yang menjadi predisposisi:4
7
plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut
hematoma retroplacenter).10
8
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal
ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.12
2.4.5. Leiomioma uteri
Uterine Leiomyoma yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.5
2.4.6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta.
Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio
plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .15,16
2.5. Patogenesis.
9
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula
dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili vili korialis plasenta dari
tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh
karen itu patofisiologinya bergantung pada etiologinya. Pada trauma abdomen
etiologinya jelas yakni robeknya pembuluh darah di desidua. Perdaraharan yang
terjadi dapat berupa hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh
darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.4,7
10
ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke
dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot
miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu
kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana
pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus
terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini
(Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan
mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat
diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat.4,5
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat
pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia.
Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang
tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.12
2.6. Gambaran Klinis 1,4
11
1) Solusio plasenta eksternal, artinya terdapat perdarahan pervaginam
yang tampak, dan berasal dari retroplacenter.
2) Solusio plasenta internal
- Perdarahan pervaginam tidak tampak, yang nampak adalah gejala
klinik dari gangguan sirkulasi retroplacentar
- Ketegangan dinding uterus makin nyata sehingga terjadi kesulitan
saat palpasi
- Gawat janin dapat terjadi tergantung dari besarnya perdarahan
retroplacenter.
Gambaran klinis juga diterangkan atas pengelompokannya
menurut gejala klinis:4,7,12
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit
sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus
menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus
yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan
kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam
yang berwarna kehitam-hitaman. 4,7,12
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian,
tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit,
tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin
telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
12
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba.
Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih
sering terjadi pada solusio plasenta berat. 4,7,12
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan
pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan
pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas
besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal.4
2.7 Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.
Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan
plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau
dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya
yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan
koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
13
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau
terlambat.14
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan
pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta:4
14
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
(anak tidak bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok. Nadi cepat dan kecil.
2.7.2.1. Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
2.7.2.1 Palpasi
15
2.7.3. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder
dan leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test)
tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif
fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
2.7.4. Pemeriksaan plasenta .
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung
di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku
yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.
2.7.5. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dengan ulrasonografi berguna untuk membedakannya dengan
plasenta previa, tetapi paa solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak
memberikan kepastian berhubung dengan kompleksitas gambaran retroplasenta
yang normal mirip dengan gambaran retroplasenta pada solusio plasenta.
Kompleksitas gambaran normal retroplasenta, kompleksitas vaskuler rahim
sendiri, desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta
sehingga memberikan gambaran positif palsu. Disamping itu solusio plasenta sulit
dibedakan dengan plasenta itu sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru
sering bisa membantu karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah
membeku akan berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam
kemudian menjadi hipogenik dalam 1 sampai 2 minggu.
Solusio plasenta yang dapat terdeksi dengan USG seringkali memberikan
prognosis yang lebih buruk jika dibandingkan solusio plasenta yang tidak
terdeteksi.1
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
16
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Dapat dijumpai timbunan darah retroplacenter dengan besarnya bervariasi
- Ketuban kesan keruh bercampur Darah
2.8. Terapi
17
seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus
segera diberikan.12
Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin
akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan
terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat
dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi
uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.5
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita
umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada
penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.18
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada
penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.18
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria. Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi.
18
Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan.12
2.9. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu:
19
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak,
yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik.4 Perfusi
ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal
mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang
secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.4,12
2.9.3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan
oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo
di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134
kasus solusio plasenta yang ditelitinya. 12
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450
mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang
dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. Mekanisme
gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase: 4,12
2.9.3.1 Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi
pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah
peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya
kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I
disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik
mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler
tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang
dapat menyebabkan oliguria/anuria .
2.9.3.2. Fase II
20
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan
dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih
menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis .
Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium
lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan
keadaan penderita saat itu.4
2.9.4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim
dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi
apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan.9,10,16
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
4. Kematian
2.10. Prognosis3,7,12
21
Untuk anak pada solusio plasenta yang berat mempunyai prognosis yang
buruk sekitar 90% dapat menimbulkan kematian janin. Pada ibu solusio plasenta
merupakan keadaan yang berbahaya tetapi dengan persediaan darah yang cukup
kemungkinan komplikasi perdarahan ibu dapat diselamatkan.
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta
sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat
berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh
perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.
Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar
antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin
tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio
plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria
dapat mengurangi angka kematian janin.
22
BAB III
STATUS OBSTETRI
3.1. IDENTITAS
Nama : Ny. F
No RM : 060772
Usia : 33 tahun
Pekerjaan : Dosen
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Jl. Satelit Lapan Pare - pare
MRS : 2 April 2017 / 14.00 WITA
3.2. ANAMNESIS
23
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus, ataupun
asma disangkal.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
G3P1A1
- Riwayat Kehamilan 1/anak 1/2015/perempuan/3000gr/SC
- Riwayat Kehamilan 2/2016/abortus
- Riwayat Kehamilan 3/2017
HPHT : ?/10/2016
Taksiran Persalinan : ?/07/2017
Riwayat ANC : 1 kali di Puskesmas
Riwayat KB : (-)
TFU : sulit dinilai
Situs : memanjang
His : (+)
DJJ : 165 x/menit
Lendir :-
darah :+
TBJ :-
L1 : Bokong
L2 : Punggung kanan
L3 : Kepala
L4 : 0/5
VT : tdk dilakukan,
3.3. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit sedang, tampak pucat dan gelisah
Kesadaran : Composmentis E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 132 x/menit
- Frekuensi napas : 30 x/menit
- Suhu : 37 oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis -/-, ikterus -/- .
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) .
24
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : tampak distended, bekas luka operasi (+), striae
gravidarum(+), nyeri tekan (+),peristaltik (+)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
3.5. DIAGNOSIS
G3P1A1 gravid 24 26 minggu + susp solusio plasenta e.c. post trauma +
DM tipe 2 + Hiperkolestrolnemia
DD: Ruptur uteri
3.6. TINDAKAN
Oksigen nasal canul 3 lpm
Infus RL 28 tpm
USG Solusio plasenta
Planning
Cito SC
- Cefobactam 1 gr / IV
- Siapkan darah 1 bag
Konsul Interna
- Bolus 10 iu apidra/IV
- Insulin apidra 50 iu dalam 10 cc NaCl:
Bila GDS diatas 300 mg/dl jalan 6 cc/jam.
25
Bila GDS 200 300 mg/dl jalan 3 cc/jam.
Bila GDS <200 mg/dl jalan 1,5 cc/jam
Bila GDS 250 mg/dl cairan NaCl diganti dgn dekstrosa 5%.
Kontrol GDS/jam
Rencana Perwatan ICU untuk ibu
Rencana perawatan NICU untuk bayi
4. Laporan Operasi (tanggal 2/4/2017)
Jenis operasi : SSTP
Diagnosa post op : Partus preterm + Solusio plaseta
Perdarahan 350 cc coklat kemerahan.
Bayi : perempuan, BB 600 gram.
Instruksi post op
Awasi tanda vital
IVFD RL + Drips oxytocin 2 ampul
Inj cefobactam 1 gr/12 jam/iv Drips Sanmol / 8 jam
Drips metronidazole 0,5 / 8jam/ IV cek Hb post op
Asam Traneksamat 1 amp/8 jam /IV
26
TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING
2/4/2017 Pasien masuk KU : sakit sedang, Post Op
Post SC + DM
IVFD RL + drips oxytocin
ICU tampak lemah
18.45
Kesadaran : Compos 28 tpm
mentis E4V5M6 Cefobactam 1 gr/12 jjam/IV
O Metronidazole 0,5 mg
TD : 132/84 mmHg
HR : 124 x/menit Ranitidin 50 mg/8 jam/IV
P:
RR : 25x/menit Asam traneksamat /8jam/IV
Suhu : 36 oC Sanmol / 8jam/IV
Mata : anemis (+/+), Cek Hb
TFU : 1 jbpst Rawat bersama Interna,
NT abdomen
Anastesi
Perut kembung (+)
GDS kontrol 387
Interna
mg/dl Bolus 10 iu apidra
Protein urin (+)1 Apidra drips dalam 100 cc
Glukosa urin (+)1
NaCl
Keton urin (++)
Eritrosit (+)
Mikroskopik urin
Sel epitel (+)
Eritrosit (+)
Anestesi
2/4/2017 Sesak + kembung
TD : 132 / 84 mmhg IVFD asering 1000 cc
19.00 N : 125 x Cefobactam 1 gr/12 jam/IV
P : 29 x Metronidazole 0,5 gr
S : 36 oC Ranitidin 50 mg/8 jam/IV
Sanmol / 8jam/IV
Metocopramid/8jam
Pasng NGT
3/4/2017
GDS : 227 mg/dl Turunkan dosis Apidra
02.50 via syringe pump 1,5
cc/jam
Co. GDS : 199 mg/dl
Stop apidra via syringe
pump, bila GDS 200 k
03.00
atas lanjut Apidra
Cito lab, elektrolit,
27
Co. GDS: 270 mg/dl ureum,kreatinin
Natrium 133 mg/dl Inj. Lasix 1 ampul
Kalium 2,8 mg/dl
Cl 108 mg/dl Kcl 2 flacon 14 tpm
Ureum 23 mg/dl
Cr 1,4 mg/dl
05.00
interna
Co GDS 380 mg/dl Alih jalan Apidra 1 cc
jam
Naikkan apidra 6 cc/ja
KU : sakit sedang,
tampak lemah
Kesadaran : Compos
05.20 Terapi lanjut TS Aneste
mentis E4V5M6
TD : 123/77 mmHg Terapi TS interna
HR : 141 x/menit Alinatif / 12/ jam
RR : 27x/menit Puasa +
07.15 Suhu : 36,5 oC
Mata : anemis (-/-),
3/4/2017 TFU : setinggi pusat
obgyn NT abdomen (+)
Pasien Peristaltik menurun
08.00 mengeluhkan Kembung
Lochia rubra
nyeri abdomen,
Post SC hr I
Nyeri luka post Natrium 133 mg/dl
Kalium 2,8 mg/dl
op , Kembung Cl 108 mg/dl IVFD NaCl 0,95%
Ureum 23 mg/dl RL + 2 KCl
Cr 1,4 mg/dl Inj Lasix 1 amp/12
jam/iv
SB 40,50C
28
TD 102/50 mmHg
Dokter
Sesak (+) DM tipe 2
Interna Kesadaran menurun
Demam T 93/60 Saturasi 98% Hipokalemia
N 130
GDS 199 mg/dl IV Diazepam
Nyeri dada -
Somnolen
TD 94/48
N 140x
P 40x NRM 8-10 lpm
4/4/2017 Pasien tidak bisa S 39,5 Metronidazole 0,5 cc
Hb 10,6 g/dl Lasix 8 mg / jam
tidur
02.40 Leukosit 12.000 Konsul neuro
Trombosit 393
Terapi anestesi
Terapi interna
Demam (+)
Diazepam 1 amp/iv
09.20 Meropenem /8jam
Kejang +
10.00
Kejang 4 x
Interna
Demam +
10.30
Kejang +
Obgyn
Demam+
10.35
29
cc Nacl 0,9% /12 jam
Diazepam 1 amp
diencerkan 5 cc iv bila
Td 62/54 mmhg kejang
N 137x /i
Interna
Dobutamin 5 10
13.00 mcg/kgbb
Dopamin 5 10 mcg/kgbb
bila tidak naik
30
31
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini terjadi solusio plasenta. Solusio plasenta adalah terlepasnya
sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya setelah kehamilan
20 minggu dan sebelum janin lahir. Secara klinis pada pasien ini kemungkinan
terjadi solusio plasenta derajat sedang karena ditemukan perut mulai tegang,
ditemukan nyeri tekan, takikardi, riwayat perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitaman pada pasien, belum adanya tanda renjatan pada pasien, dan janin masih
hidup dengan kondisi sedikit mengalami stress saat di dalam rahim. Saat plasenta
lahir ditemukan perdarahan coklat kemerahan dengan jumlah 350 cc. Sesuai
dengan teori pembagian secara klinis derajat sedang solusio plasenta, namun
masih perlu untuk kembali memastikan dengan pemeriksaan kadar fibrin yang
pada pasien tidak diperiksa.
32
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari
pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom
subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
uterus. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta
gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta
lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan
berlangsung terus menerus karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan
tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematom
subkhorionik akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh
plasenta akan lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah
selaput ketuban, keluar melalui vagina atau menembus masuk ke dalam kantong
ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium.
Pada pasien keluhan mulai dirasakan adanya nyeri pada perut setelah jatuh
terduduk di kamar mandi. ditambah lagi faktor resiko seperti Diabetes Melitus
yang dialami pasien kurang lebih dua tahun terakhir. Dari literatur dijelaskan
bahwa dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa
trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain)
merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta. Beberapa
mekanisme yang kemungkinan terjadi tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau berasal dari tindakan
pertolongan persalinan. Trauma langsung lainnya seperti jatuh, kena tendang, dan
lain-lain.
Pada kasus ini terjadi kematian ibu dan janin. Pada janin, seharusnya pada
solusio plasenta berat mempunyai prognosis yang buruk sekitar 90% dapat
menimbulkan kematian janin. Akan tetapi pada kondisi ini terjadi persalinan
preterm dimana menurut WHO termasuk Extremely preterm yakni karena terjadi di
usia dibawah 28 minggu yakni di usia 24-26 minggu. Pada kondisi seperti ini
33
secara fisiologis janin termasuk permulaan dari trimester ke-3 dimana terdapat
perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi
tubuh, mata sudah membuka. Kelangsungan hidup diperiode ini menurut referensi
memang sangat sulit.
Pada ibu, kecurigaan terjadinya sepsis menjadi penyebab terjadinya mortalitas
pada ibu selama perawatan ICU. Faktor resiko Diabetes melitus dan adanya infeksi
endometrium menjadi penyebab timbulnya sepsis pada ibu. Adanya SIRS yakni
ditandai dengan adanya hipertermi (40,50 pada pasien), Leukositosis (12000)
takikardi dan penurunan tekanan darah menjadi tanda bahwa telah terjadi
gangguan sirkulasi pada ibu ditambah adanya fokus infeksi menjadi kriteria bahwa
ibu mengalami syok sepsis.
34
35