Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi
oleh masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Di Indonesia ada
tiga jenis gula yang beredar di pasaran, yaitu gula kristal mentah (GKM) atau raw
sugar yang digunakan sebagai bahan baku industri gula rafinasi, gula kristal putih
(GKP) yang dikonsumsi ecara langsung dan gula rafinasi sebagai bahan baku
industri makanan dan minuman.
Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula
sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian,
terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Proses untuk
menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan
pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Gula digunakan untuk mengubah rasa
menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dipasaran gula disebut
dengan gula pasir.
Nira yang berasal dari stasiun penggilingan disebut nira mentah. Nira
yang keluar dari gilingan belum siap untuk dimasukkan kedalam proses
kristalisasi, karena masih mengandung banyak kotoran-kotoran. Kotoran tersebut
sebelumnya harus dipisahkan terlebih dahulu.Didalam stasiun pemurnian kotoran-
kotoran tersebut akan dihilangkan, meskipun dalam pelaksanaannya penghilangan
kotoran belum dapat sempurna khususnya terhadap kotoran yang terlarut dan
melayang baru dapat dihilangkan sekitar 10-25% dari jumlah kotoran yang
ada.Kualitas gula yang dihasilkan dan sifat intrinsik gula pertama-tama ditentukan
oleh kualitas nira mentah, kualitas gula yang memenuhi spesifikasi diperoleh dari
pemurnian larutan serta susunan bahan bukan gula dalam larutan tersebut
(Moerdokusumo, 1993).
Hal yang paling utama didalam pemurnian adalah menjaga agar jangan
sampai gula yang ada hilang atau rusak, sebab gula yang sudah rusak tidak
mungkin lagi dapat diperbaiki, sebab yang membuat gula hanyalah tanaman.
Apabila ada gula yang rusak maka akan diderita dua kerugian yaitu :
1. Cara Defekasi ; cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya
juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal
yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur
sebagai pembantu pemurnian.
2. Cara Sulfitasi ; cara ini adalah lebih baik dari defekasi, karena sudah dapat
dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian cara ini dipakai kapur
dan gas hasil pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian.
3. Cara Karbonatasi ; cara ini adalah yang terbaik hasilnya dibanding dengan dua
cara diatas. Tetapi biayanya yang paling mahal. Pada pemurnian ini dipakai
sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas asam arang ( CO2 ) dan gas hasil
pembakaran belerang (Soemarno,1991).
Brix adalah zat padat kering yang terlarut dalam suatu larutan yang
dihitung sebagai sukrosa. Brix juga dapat didefinisikan sebagai presentase massa
sukrosa yang terkandung di dalam massa larutan sukrosa. Sedangkan massa
larutan sukrosa adalah massa sukrosa yang ditambah dengan massa pelarutnya
(Hidayanto et al, 2010). Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut
dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur baik buruknya kualitas nira
tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Untuk
mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan analisa
brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan gula
reduksi) yang terdapat dalam nira (Risvank, 2011).
2.5 Gula Kristal Putih
Gula merupakan senyawa yang tersusun atas karbohidrat yang digunakan
sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk
menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Fungsi-fungsi gula
dalam produk antara lain: sebagai bahan penambah rasa dan sebagai bahan
perubah warna kulit produk (Risvank, 2011). Karbohidrat penyusun gula
merupakann sukrosa. Sukrosa adalah gula utama yang digunakan dalam industri
pangan dan sebagian besardidapat dari tebu dan di Eropa khususnya bit.
Rumus molekul dari sukrosa adalah C12H22O11 dimana berat molekulnya
sebesar 342, kristal hidratnya berbentuk monoklin , mudah larut dalam air dan
suhu yang semakin tinggi maka kelarutan dari sukrosa akan semakin tinggi. Jika
dalam keadaan kering dipanaskan pada suhu 160OC maka akan lebur tanpa
penguraian, bila basa pada suhu tersebut maka akan terjadi karamelisasi.
Sifat-sifat dari sukrosa yaitu dapat diklasifikasi dari sifat fisika dan dan
kimia.Sifat-sifat Fisika sukrosa berbentuk kristal berwarna putih. Kristal sukrosa
mempunyai sistem monoklin yang terbentuk kristal monoklin hemipormhikdan
bentuknya sangat bervariasi. Berat molekulnya 342 dan berat jenisnya pada 15 0C
adalah 1,5879. namun pada umumnya berat jenisnya antara 1,58-1,61. sedangkan
titik cairnya adalah 185-1860C. Sukrosa juga bersifat mudah larut dalam air dan
tidak larut dalam bensin eter maupun kloroform (Goutara dan Wijadi, 1975).
2.6 SNI Gula Kristal Putih
Standar nasional mutu gula kristal putih ditentukan dalam SNI 3140-3-2010.
Syarat mutu gula kristal putih berdasarkan SNI adalah:
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi
oleh masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Di Indonesia ada
tiga jenis gula yang beredar di pasaran, yaitu gula kristal mentah GKM) atau raw
sugar yang digunakan sebagai bahan baku industri gula rafinasi, gula kristal putih
(GKP) yang dikonsumsi secara langsung dan gula rafinasi sebagai bahan baku
indu stri makanan dan minuman. Gula yang kita konsumsi sehari-hari adalah gula
kristal putih secara internasional disebut sebagai plantation white sugar. GKP
dibuat dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses, untuk Indonesia
kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan gula. Penjelasan
mengenai kriteria uji syarat mutu gula kristal putih adalah sebagai berikut:
1. Besar jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan
dalam milimeter. Persyaratan untuk GKP adalah 0,8 sampai 1,1 mm.
2. Kadar SO2 gula produk kita berkisar 5 sampai 20 ppm, ini disebabkan
sebagian besar pabrik gula menggunakan proses sulfitasi, sehingga
terdapat residu SO2 seperti pada kisaran tersebut. Adanya residu SO2
menjadi kendala untuk konsumsi industri makanan atau minuman, yang
biasanya menuntut bebas SO2. Kadar SO2 maksimal yang diperkenankan
di Indonesia adalah 30 ppm (Kuswurj, 2009).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
Refraktometer
250 ml Nira
Pemanasan 700C
Penambahan larutan
kapur hingga pH netral
Pemanasan 30 menit
Pengadukan
Pendinginan
Gula kristal
Pengamatan kecerahan
60 gram GKP
Pengayakan 10 menit
Penambahan 0,8 gr I2
Tera 1000 ml
Pendinginan 24 jam
(botol gelap)
Penambahan 40 ml I2
Erlenmeyer 300 ml
Penambahan 25
ml aquadest
Penambahan
amonium 10 ml
Penambahan 10 ml
indikator amilum +
10 ml HCl
2. Contoh
50 gr contoh
Penambahan
150 ml aquadest
Penambahan 10
ml HCl + 10 ml
indikator kanji
Derajat Brix
Nira Ulangan Derajat Brix
setelah defekasi
Nira tebu 1 17 10
bersama 2 16,9 10
kulitnya 3 17 10
Nira tebu yang 1 18,2 10
dikupas 2 18 10
kulitnya 3 18,1 10
Derajat Brix
Nira Derajat Brix
setelah defekasi
Nira tebu 16,98 10
bersama
kulitnya
Nira tebu yang 18,1 10
dikupas
kulitnya
4.2.2 Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih
6.2 Saran
Achyadi, N.S. dan I. Maulidah. 2004. Pengaruh Banyaknya Air Pencuci dan
Ketebalan Masakan pada Pro Sentrifugal terhadap Kualitas Gula.
Infomatek 6 (4) : 193210
Hidayanto, E., Rofiq, A., dan Sugito, H. 2010. Aplikasi Portable Brix Meter
untuk Pengukuran Indeks Bias. Jurnal Berkala Fisika. ISSN 1410 - 9662,
13(4): 113-118
Kuswurj, R., 2009. Sugar Technology and Research : Kualitas Mutu Gula Kristal
Putih. Surabaya;Institut Teknologi Surabaya. http://www.risvank.com [2
April 2010].