Вы находитесь на странице: 1из 36

ASKEP CA SERVIKS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap

bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan

mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang

melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar

junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar

junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta

Kedokteran Jilid I)

2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh

wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500

ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita

yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat

kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu

terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.


Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia,

kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40

orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks

merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan

penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya

pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks

dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang

kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.

(sumber : http://healthycaus.blogspot.com)

2.3 Etiologi / Predisposisi

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga

berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus

(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.

Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra

seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh

eksofitik maupun endofitik.

Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan

hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian

para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai

resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit

kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena

kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau

lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya kanker

serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan

dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok

mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-

karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu

terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel

epitel pada serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat

meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan

risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol

(vitamin A).
6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,

perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya

immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya

untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak

dapat dilakukan.

2.4 Patofisiologi

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi

antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris

pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius

uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.

Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder

dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan

infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan

awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.


Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-

mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif

(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui

tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi

mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya

fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun). Perubahan epitel displastik

serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan

pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik

sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya

adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah

sarcoma.

2.5 Tanda dan Gejala

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.

Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama

akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan

yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah


7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri

terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf

lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi

kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal

atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear

merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya

perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan

mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan

mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang

dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk

menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan

sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan

semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang

terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan

hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi.

Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya.

Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.


b. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati

secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan

tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi

tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis

dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain.

Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam

asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

d. Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.

Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan

kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika

SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat

dibaca (faktor kamera atau flash).

Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat

dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan

sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing

73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan

sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang

spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi

kanker serviks.
e. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat

digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi

dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.

Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan

positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi

dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas

95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu

11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya

gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas

pemeriksaan sitologi tidak ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam

kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human

Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 L/ml, sedangkan kadar HCG

abnormal adalah > 5g/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan

mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui

pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi

pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan

kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :

Hasil pemeriksaan negatif

Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.

Inkonklusif

Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel

endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah

dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

Displasia

Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang, sampai

karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan

lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.

Hasil pemeriksaan positif

Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus

dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit

rujukan dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,

tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:

histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker

serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh

onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi

dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,

kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah

penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).

Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),
konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang

ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat

bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP

mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk

terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak

luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada

HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas.

HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada

795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk

terjadinya karsinoma invasif.

Manajemen Mikroinvasif

Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan

batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN

III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium

penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.

Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.

Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas

pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti

dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif.

Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%

sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada

stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi
ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi

laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya

dilakukan dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.

Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya

dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan

evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium

IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan

operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien

dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk

kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.

Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi

menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-

sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila

operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan

stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan

untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau

radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan

patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe

paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung

dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi

anatomi kelenjar limfe.


Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan

dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau

batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan

jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan

penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat

apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar

limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi

pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas

dibandingkan tanpa radioterapi.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat

untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih

baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium.

Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi

variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-

fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai

staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-

Inflamasi Non-Steroid)

2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti

kodein dan tramadol


3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan

fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah

mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.

Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya

mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.

Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks

untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker

serviks

Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan abnormal

(biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)

Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati pada

kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :


Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun

kelenjar getah bening di dekatnya.

Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati

dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy

dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa

kemoterapi.

Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,

ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi

Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding abdomen)

abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit

biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata)

dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus

tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan

utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih

prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk

mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada temuan

diatas.

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian

bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan

mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air
kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus

dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)

biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi,

penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi

gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita

yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap

seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil

lagi.

Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang

diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam

kemoterapi, misalnya sitostatika.

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau

intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel

kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis

kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat

diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan

mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan

adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode

waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase

akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.

Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-

agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000).
Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide

Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara

pemberian kemoterapi:

1. Ditelan

2. Disuntikkan

3. Diinfus

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada

stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat

kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :

Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan

cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat

dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke

organ lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan

menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki

kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang

berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum,

selama, dan sesudah pengobatan.

Gangguan pencernaan

Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi

berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus

minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.

Sariawan
Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi

dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu

setelah kemoterapi.

Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki.

Serta kelemahan pada otot kaki.

Efek pada darah

Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang

merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang

paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap
kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan

jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :

Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan

perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan

leukosit.

Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit

rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.

Anemia

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin).

Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan

lemah, mudah lelah, tampak pucat.

Kulit menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan

nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda

radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan

atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak

mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.

Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel

kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan

secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami

kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal

yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.

Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi

merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari

sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan

penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.

Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa

menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita

diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.

Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

2.9 Komplikasi

Pendarahan

Kematian janin

Infertil

Obstruksi ureter

Hidronefrosis
Gagal ginjal

Pembentukan fistula

Anemia

Infeksi sistemik

Trombositopenia

2.10 Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan
gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar
penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara
pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu
hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan
dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan
sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui
adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan
tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker
serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau
tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau
melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV
yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi
HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya
akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan

berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11 Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan,

95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani

histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat

deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.


Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara

lain :
Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

Status kesehatan saat ini

Status kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker

serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi

akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula

terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari

peningkatan tekanan otot abdominal


4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa

dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga

dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,

akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks

adalah akibat dari sering berganti ganti pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan

perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat,

4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita

penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu

dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah

berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien.

Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah

penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.

3.2 Analisis data

1. Data subyektif :

Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama yang

kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah

Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya


2. Data obyektif

TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

Nadi : 60-100 x / menit

Nafas : 16 - 24 x / menit

Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

Suhu : 36,5 0C 37,5 0C

Membran mukosa kering

Turgor kulit buruk akibat perdarahan

Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

Ekspresi wajah pasien pucat

Pasien tampak lemas

Warna kulit kebiruan

Kulit pecah pecah, rambut rontok, kuku rapuh

Ekspresi wajah pasien meringis

Pasien tampak gelisah

Pasien mengalami kejang

Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
Terjadi hematuria

Terjadi inkontinensia urine

Terjadi inkontinensia alvi

Berat badan pasien tidak stabil

Mual ataupun muntah

Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :


1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik
terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan, kerusakan
neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks, terapi,
dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan

3.4 RENCANA TINDAKAN

Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat

pendarahan

juan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat

Kriteria Hasil :

1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)

2.Membran mukosa lembab


3.Turgor kulit baik (elastis)

4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam 2-3 detik setelah ditekan)

5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk penggantian

volume darah yang keluar melalui cairan yang perlu diberikan sehingga dapat

perdarahan mempertahankan volume sirkulasi yang

adekuat untuk transport oksigen.


2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia
atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya mengukur berat / lamanya episode
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, pendarahan. Memburuknya gejala dapat
berkeringat / penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus derajat kekurangan cairan
pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada derajat
Berikan cairan IV sesuai indikasi hipovolemia dan lamanya pendarahan
(akut / kronis). Cairan IV juga digunakan
untuk mengencerkan obat antineoplastik
pada penderita kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh ibu
trombosit sesuai indikasi dan mencegah manifestasi anemia yang
sering terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya : kebutuhan resusitasi cairan dan
Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi

Dx 2 :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 - 9
103/L)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semuaPengenalan dini dan intervensi segera dapat
sistem tubuh (misalnya : pernafasan, pencernaan,mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan kanker
serviks dapat terjadi karena proses penyakitnya,
infeksi, dan efek samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang tepat untuk dimulai
segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi sepertiDeteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa
takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin berdampak pada janin dan menghambat
pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi Menurunkan risiko kontaminasi agen infeksius
prosedur invasif
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial sumber
infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan
sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC merupakan salah
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial satu respon tubuh untuk mengatasi infeksi yang
atau peningkatan WBC timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi
Dapatkan kultur sesuai indikasi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat perkembangan agen
Berikan antibiotik sesuai indikasi infeksi

Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien kembali
normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran Penurunan aliran urine tiba-ti
mengindikasikan adanya obstruksi / dis
urine tiba-tiba
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan Identifikasi kerusakan fungsi vesika uri
metastase sel-sel kanker pada bagian terse
haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknyaPenyebaran kanker pada traktus urin
hematuria satunya di vesika urinaria) dapat m
jaringan di vesika urinaria mengalam
sehingga urine yang keluar berwarna m
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bauIdentifikasi tanda - tanda infeksi pada jari
urinarius
abnormal)
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat Mempertahankan hidrasi dan aliran urine b
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian Indikator keseimbangan cairan dan m
tingkat hidrasi
kapiler, dan membran mukosa
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjan
pemeriksaan retrograd dapat diguna
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker p
indikasi urinarius sehingga dapat menjadi d
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abno
menjadi indikator kegagalan fungsi gi
Pantau nilai BUN dan kreatinin
akibat komplikasi metastase sel-sel k
traktus urinarius hingga ke organ ginjal.

3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6 Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius

Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)

http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi.html
(akses : 10 Oktober 2009)

http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)


http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636 (akses : 11 Oktober
2009)

Gambar Stadium Ca.Cervix

Вам также может понравиться