Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500
ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40
orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks
merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan
penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya
pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks
dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang
kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.
(sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra
seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau
lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya kanker
serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-
karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).
6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya
untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak
dapat dilakukan.
2.4 Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius
uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun). Perubahan epitel displastik
serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik
sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya
sarcoma.
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan
yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang
dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan
hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi.
Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya.
secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan
tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi
tersebut.
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis
dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain.
Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam
asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.
Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan
kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat
sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing
73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi
kanker serviks.
e. Gineskopi
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi
dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.
Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan
positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi
dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas
95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu
11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya
gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 L/ml, sedangkan kadar HCG
abnormal adalah > 5g/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan
mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah
Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang, sampai
karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus
dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit
2.8 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker
serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh
dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,
kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).
Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),
konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang
ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat
bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP
mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk
terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak
luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada
HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas.
HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada
795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk
Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan
batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN
III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.
Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas
pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti
dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif.
Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%
sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada
stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi
ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
dilakukan dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.
dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan
evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium
IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan
operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien
dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-
sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan
stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan
untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau
patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe
paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung
dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi
dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau
batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan
penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat
apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi
pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat
untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih
variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-
fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-
Inflamasi Non-Steroid)
2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti
Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah
mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.
Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks
untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker
serviks
Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan abnormal
Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati pada
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun
Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati
dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy
Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa
kemoterapi.
Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,
Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding abdomen)
abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit
biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata)
dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus
tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan
utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih
prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk
mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada temuan
diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian
bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan
mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air
kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus
dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)
biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi,
penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi
gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita
seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil
lagi.
Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang
diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel
kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode
waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-
agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000).
Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide
Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara
pemberian kemoterapi:
1. Ditelan
2. Disuntikkan
3. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada
stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat
kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :
Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan
cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat
dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke
organ lain.
menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki
Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum,
Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
Sariawan
Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi
dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu
setelah kemoterapi.
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki.
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang
paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap
kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan
jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan
perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan
leukosit.
Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit
rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin).
Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan
Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan
nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel
kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami
kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal
yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.
Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi
merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari
sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan
penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa
menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
2.9 Komplikasi
Pendarahan
Kematian janin
Infertil
Obstruksi ureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Pembentukan fistula
Anemia
Infeksi sistemik
Trombositopenia
2.10 Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan
gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar
penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara
pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu
hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan
dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan
sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui
adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan
tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker
serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau
tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau
melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV
yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi
HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya
akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
2.11 Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani
histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat
lain :
Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat keluarga
c. Status kesehatan
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker
serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi
3. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula
terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari
Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa
dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga
Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,
akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan
perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat,
4= tergantung total).
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita
penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu
dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah
berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
9. Pola manajemen koping stress
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
1. Data subyektif :
Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama yang
Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah
Nafas : 16 - 24 x / menit
Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )
Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
Terjadi hematuria
Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
juan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk penggantian
volume darah yang keluar melalui cairan yang perlu diberikan sehingga dapat
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semuaPengenalan dini dan intervensi segera dapat
sistem tubuh (misalnya : pernafasan, pencernaan,mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan kanker
serviks dapat terjadi karena proses penyakitnya,
infeksi, dan efek samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang tepat untuk dimulai
segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi sepertiDeteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa
takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin berdampak pada janin dan menghambat
pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi Menurunkan risiko kontaminasi agen infeksius
prosedur invasif
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial sumber
infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan
sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC merupakan salah
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial satu respon tubuh untuk mengatasi infeksi yang
atau peningkatan WBC timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi
Dapatkan kultur sesuai indikasi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat perkembangan agen
Berikan antibiotik sesuai indikasi infeksi
Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien kembali
normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran Penurunan aliran urine tiba-ti
mengindikasikan adanya obstruksi / dis
urine tiba-tiba
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan Identifikasi kerusakan fungsi vesika uri
metastase sel-sel kanker pada bagian terse
haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknyaPenyebaran kanker pada traktus urin
hematuria satunya di vesika urinaria) dapat m
jaringan di vesika urinaria mengalam
sehingga urine yang keluar berwarna m
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bauIdentifikasi tanda - tanda infeksi pada jari
urinarius
abnormal)
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat Mempertahankan hidrasi dan aliran urine b
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian Indikator keseimbangan cairan dan m
tingkat hidrasi
kapiler, dan membran mukosa
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjan
pemeriksaan retrograd dapat diguna
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker p
indikasi urinarius sehingga dapat menjadi d
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abno
menjadi indikator kegagalan fungsi gi
Pantau nilai BUN dan kreatinin
akibat komplikasi metastase sel-sel k
traktus urinarius hingga ke organ ginjal.
3.5 Implementasi
3.6 Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi.html
(akses : 10 Oktober 2009)