Вы находитесь на странице: 1из 17

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. (Lanny Sustrani,
dkk, 2006).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan
tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak
(menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus
meningkat. (Riskesdas, 2014)
Komplikasi akibat hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia setiap
tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan
51% kematian karena penyakit stroke. Di Indonesia sendiri, prevalensi hipertensi pada umur
18 tahun yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat
hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen penduduk yang minum obat
sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh nakes. Prevalensi hipertensi di
Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8 persen. (Riskesdas,
2013).
A. Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa
menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak
pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada
otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal,
diabetes mellitus dan lain-lain (Staessen,. et al, 2003).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau
tenang (Riskesdas, 2014).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh
meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini
biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit
jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan
di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai
ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
B. Etiologi

1. Hipertensi Essensial atau Primer

Hipertensi essensial atau primer (idiopatik) adalah hipertensi tanpa kelainan


dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90-95% kasus merupakan hipertensi
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-
lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian
besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya
memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien
hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai
populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).

2. Hipertensi Sekunder

Meliputi 2-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit


komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Hipertensi yang
penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit
misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat
(Matthew, 2017)
C. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:

a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7

Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan


Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistol atau Darah Diastol
menurut JNC 7 menurut JNC 6 (mmHg) (mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - 160 atau 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 180 atau 110
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
(Sumber: Sani, 2008)

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya

dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko


komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru

yang disebut pra hipertensi (Sani, 2008).

b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)

WHO dan International Society of Hypertension Working Group

(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,

normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi

berat (Sani, 2008).

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
(Sumber: Sani, 2008)

c. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)

Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:

1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang

berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan

perkiraan afektivitas pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai

lebih.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada

hipertensi sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang

rendah (60-70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.

3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai

pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.

Kategori Tekanan Tekanan


Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 180 dan/atau 110
Hipertensi sistol 140 Dan < 90
terisolasi
Tabel 3
Klasifikasi menurut ESH
(Sumber: Mancia G, 2007)
d. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia

13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai

pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka

yang melayani masyarakat umum:

1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan

ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan

diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan

data penelitian hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan

meliputi jumlah penderita yang banyak masih jarang.

2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah

sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.


3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya

tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan

penyakit penyerta tertentu. (Sani, 2008)

Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 Atau 100
Hipertensi Sistol 140 Dan <90
terisolasi
Tabel 4
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
(Sumber: Sani, 2008)

D. Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Risiko kejadian hipertensi menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur
sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan struktur pada pembuluh darah besar,
sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi
lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.
Hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah
sistolik pada usia lanjut. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan
diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria
yang diakibatkan oleh faktor hormonal.
3) Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi dapat meningkatkan
risiko hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Faktor genetik
juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran
sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah
1) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter
(Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar .
2) Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag (Prasetyorini, 2012).
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses artereosklerosis,
dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan
pada pembuluh darah arteri.
4) Kurang Aktivitas Fisik dan Olahraga
Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran Kalori). Olahraga adalah suatu
bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan
gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan
kebugaran jasmani.
Dalam kegiatan sehari-hari setiap orang (individu) melakukan berbagai
aktifitas fisik. Aktifitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran
tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya mencuci baju,
mengemudi, mengecat rumah, menyapu, berjalan kaki, mengaja,
menyetrika, berkebun, dan sebagainya.
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan:
a) Kegiatan ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance).
Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci
kendaraan, memasak, dan sebagainya.
b) Kegiatan sedang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot
yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja,
berenang, bersepeda, jalan cepat
c) Kegiatan berat biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan
kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola,
aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo, pencak silat ) danoutbond.

Manfaat Fisik/Biologis dari aktivitas fisik adalah menjaga tekanan darah tetap stabil
dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, menjaga
berat badan ideal, menguatkan tulang dan otot, meningkatkan kelenturan tubuh, dan
meningkatkan kebugaran tubuh. Sedangkan manfaat psikis/mental adalah dapat
mengurangi stress, meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportifitas,
memupuk tanggung jawab, dan membangun kesetiakawanan sosial.
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat
bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga
aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat
badan turun.
5) Konsumsi Alkohol Berlebih
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel
darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan
darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah
dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap
tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas
ukuran standar setiap harinya.
6) Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan
di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi
respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada
masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah ratarata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar.7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
7) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar
kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. (Armilawaty, 2007)

E. Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki
sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui
sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang
berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan
rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,
volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. (Gray, 2005)
F. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering muncul adalah nyeri kepala. Hypertensi yang
meningkat dengan cepat dapat menimbulkan gejala seperti somnolen, bingung,
gangguan penglihatan, mual dan muntah.

Pada aldosteronisme primer, pasien merasakan lemas otot, polyuria, da nocturia


karena hypokalemia. Hipertensi kronik sering menyebabkan pembesaran jatung
kiri, yang dapat menimbulkan gejala sesak napas yang berhubungan dengan
aktivitas dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Keterlibatan cerebral karena stroke
yang disebabkan oleh trombosis atau hemoragik dari mikroaneurisma. (Kasper., et
al, 2008)

Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan
tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan
lebih baik dikukur pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri untuk mengevaluasi
hipotensi postural. Dilakukan palpasi leher untuk mempalpasi dari pembesaran
tiroid dan penilaian terhadap tanda hipotiroid atau hipertiroid. Pemeriksaan pada
pembuluh darah dapat dilakukan dengan funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit
pada arteri karotis. Retina merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat
diperiksa dengan seksama. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi
dan penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan
peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan papiledema.
Pemeriksaan pada jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung ke-2
karena penutuan dari katup aorta dan S4 gallop. Pembesaran jantung kiri dapat
dideteksi dengan iktus kordis yang bergeser ke arah lateral. (Kasper., et al, 2008)
G. Diagnosis
Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer karena pasien dengan hipertensi
esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama
adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam
waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah
ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan
tingkatnya
Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan
Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistol atau Darah Diastol
menurut JNC 7 menurut JNC 6 (mmHg) (mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - 160 atau 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 180 atau 110
H. Tatalaksana

Gambar 1. Algoritma JNC 8


Dalam penangan hipertensi, para ahli umumnya mengacu kepada guideline
guideline yang ada. Salah satu guideline terbaru yang dijadikan acuan dalam
penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline Joint National Committe
(JNC) 8 yang dipublikasikan pada tahun 2014.

Pengobatan pada Indikasi Khusus

Penyakit jantung Iskemik

Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada hipertensi dengan angina pectoris
stabil obat pilihan pertama b-blocker dan sebagai alternative calcium channel
blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pectoris tidak
stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan ACEI
dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien
pasca infark miokard, ACEI, BB, dan antagonis aldosteron terbukti sangat
mengutungkan tanpa melupakan penatalaksaan profil lipid yang intensif dan
penggunaan aspirin.7

Gagal Jantung

Gagal Jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolic terutama
disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksaan
hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya terjadinya gagal jantung.
Pada pasien asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya
adalah ACEI dan BB. Pada pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau
penyakit jantung end stage direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB
dan ARB bersama dengan pemberian diuretik loop.7
Penyakit Arteri Perifer

Kelas I

Pemberian antihipertensi pada PAP ekstrimitas inferior dengan tujuan untuk


mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg atau target tekanan darah < 130/80
mmHg (untuk diabetes). BB merupakan agen hipertensi yang efektif dan tidak
merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.7

Kelas IIa

Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP ekstrimitas bawah beralasan


untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.7

Kelas IIb

Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP ekstrimitas bawah dapat


dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular. Antihipertensi dapat
menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi mengeksaserbasi klaudikasio ataupun
iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat
memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi
terapi hipertensi tanpa memperburuk symptom PAP dan penanggulangan sesuai
pedoman diperlukan untuk tujuan menurnkan risiko kejadian kardiovaskular.7

Gangguan Fungsi Ginjal

Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal

Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal ( CCT, kreatinin)
dan derajat proteinuri. PAda CCT < 25 ml/menit diuretic golongan thiazid (kecuali
metolazon) tidak efektif. Pemakaian golongan ACEI/ ARB perlu memperhatikan
penurunan fungsi ginjal dan kadar kalium. Pemakaian golongan BB dan CCB
relative aman.7
Hipertensi akibat gangguan ginjal/ adrenal

Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan


asupan garam/diuretic golongan furosemid/diaslisis. Penyakit ginjal renovaskuler
baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara
intervensi (stening/opererasi) ataupun medical (pemakaian ACEI dan ARB tidak
dianjurkan bila diperlukan terapi obat). Aldosteronisme primer (baik adenoma
maupun hyperplasia kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medical (dengan
obat antialdosteron) ataupun intervensi. DIsamping hipertensi, derajat proteinuri
ikut menentukan progresi gangguan fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu
ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan
non hdihidropiridin. Pedoman pengobatan hipertensi dengan gangguan fungsi
ginjal: (1) tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah
progresi gangguan fungsi ginjal). (2) bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB
(sepanjang tak ada kontraindikasi).(3)bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah
diusahakan lebih rendah ( 125/75 mmHg).(4)perlu diperhatikan untuk perubahan
fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ARB (kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan
kadar kalium (hiperkalemia).7

Usia Lanjut

Pengobatan dimulai jika: (1) tekanan sistolik 160 mmHg bila kondisi harapan
hidup baik. (2) Tekanan sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai
factor risiko lainya. Obat-obat yang biasanya dipakai meliputi diuretic (HCT) 12,5
mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif.
Keuntunganya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Target
tekanan sistolik < 140 mmHg dan target tekanan diastolic sekitar 85-90 mmHg.7

Stroke Iskemik Akut

Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali


terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu > 220 mmHg atau diastolik > 120
mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain.7
Stroke Hemoragik Akut

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan darah sistolik > 140 mmHg:
berikan nicardipin/ diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya sampai dengan
tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 90 mmHg.7

Diabetes

Indikasi pengobatan jika tekanan darah sistolik 130 mmHg dan atau tekanan
diastolik 80 mmHg. Sasaran target penurunan tekanan darah: (1) tekanan darah
< 130/80 mmHg. (2) bila disertai proteinuria 1 g/24 jam, target 125/75 mmHg.7

I. Prognosis
Kebanyakan orang yang di diagnosis dengan hipertensi akan mengalammi
peningkatan tekanan darah seiring bertambahya usia. Hipertensi yang tidak diobati
akan meningkatkan risiko kematian. Hipertensi ringan sampai sedang , jika tidak
diobati dapat dikaitkan dengan risiko penyakit aterosklerosis pada 30% orang dan
kerusakan organ pada 50% orang dalam kurun waktu 8-10 tahun setelah onset.
Kematian akibat penyakit jantung iskemik atau stroke meningkat secara progresif
saat terjadi peningkatan tekanan darah. Untuk setiap kenaikan 20mmHg sistolik
atau 10 mmHg diastolik diatas 115/75 mmHg, tingkat mortalitas untuk penyakit
jantung iskemik dan stroke akan naik menjadi dua kali lipat.
Namun, diperkirakan bahwa 1 kematian dapat dicegah per 11 pasien yang diobati
untuk hipertensi stage 1 bila penurunan tekanan darahsistolik 12 mmHg selama
lebih dari 10 tahun dapat dicapai. (Mathew., et al, 2017)
J. Komplikasi
Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada
pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan
struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik,
dan gagal jantung. 8
Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik
otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden
dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah,
khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden
baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik. 8

Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada


renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80
mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.

Вам также может понравиться