Вы находитесь на странице: 1из 38

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma thorax terjadi hampir 50% dari seluruh kasus kecelakaan dan merupakan
penyebab kematian terbesar (25%). Umumnya pada trauma thorax, trauma tumpul lebih
sering terjadi dibandingkan trauma tajam. Meskipun demikian hanya 15% dari seluruh
trauma thorax yang memerlukan tindakan bedah karena sebagian besar kasus (8085%)
dapat ditatalaksana dengan tindakan yang sederhana, seperti pemasangan chest tube.1
Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki
fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting
adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costa terutama disebabkan karena
trauma tumpul dada. Perlu ketelitian untuk membedakan apakah kontusio dinding dada
atau fraktur costa. Fraktur ini sebagian terbesar disebabkan kecelakaan lalu lintas diikuti
jatuh dari tempat yang tinggi. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang
mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang
menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini.1
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping
ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan
trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka
tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa
tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah timbul komplikasi, seperti hematotoraks
dan pneumotoraks. Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang
kuat dan dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya.
Fraktur iga baik tunggal maupun multipel juga terjadi pada orang tua dengan
insidens sekitar 12%. Insidens sesungguhnya fraktur costar masih belum diketahui dan
diperkirakan 50% fraktur iga tidak terdeteksi dengan foto thorax.1
Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh fraktur costa dan sternum berkaitan
erat dengan penyebab cedera, karena itu identifikasi bahaya yang akan mengancam jiwa
merupakan hal penting. Meskipun fraktur costa cenderung tidak komplit dan tidak
membutuhkan penanganan bedah, tetapi dapat menyebabkan kerusakan paru yang
bermakna karena akan mempengaruhi ventilasi dan menyebabkan rasa nyeri hebat.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic
inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding thorax yang
disusun oleh vertebra torakal, costa, sternum, muskulus, dan jaringan ikat. Rongga
thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorax dapat dibagi ke
dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum.
Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum
terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting
thorax selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cava, esofagus,
trakhea, dll).3
Thoracic inlet merupakan pintu masuk rongga thorax yang disusun oleh:
permukaan ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan
(lateral), serta manubrium sterni(anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi
sehingga bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium
sterni terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II. Batas bawah rongga thorax atau
thoracic outlet (pintu keluar thorax) adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra
torakal XII, lateral oleh batas bawah costa dan anterior oleh processus xiphoideus. 3

Gambar 1. Dinding Thorax


A. Dinding Thorax
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding Thorax
adalah costa, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan
lunak yang membentuk dinding thorax adalah otot serta pembuluh darah terutama
pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.4

2
B. Kerangka dinding thorax
Kerangka dinding thorax membentuk sangkar thorax osteocartilogenous yang
melindungi jantung, paru-paru dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka
torak terdiri dari:4
1. Vertebra Thoraxika (12) dan diskus intervertebralis.
2. Costa (12 pasang) dan cartilago kostalis.
3. Sternum.
Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar
sangkar thorax terdiri dari:4
1. Ketujuh (kadang-kadang delapan) kosta I disebut kosta sejati (vertebrosternal) karena
menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago kostalis.
2. Kosta VIII sampai kosta X adalah kosta tak sejati (vertebrokondral) karena kartilago
kostalis masing-masing kosta melekat pada kartilago kostalis tepat diatasnya.
3. Kosta XI dan kosta XII adalah kosta bebas atau kosta melayang karena ujung kartilago
kostalis masing-masing kosta berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.

Gambar 2. Bagian dan struktur dalam rongga torak dan sela iga
Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar
thorax. Sternum terdiri atas tiga bagian: manubrium sterni, corpus sterni, dan processus
xiphoideus.4
C. Dasar Thorax
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan
struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen
dari rongga thorax serta terfiksasi pada batas inferior dari sangkar thorax. Diafragma
termasuk salah satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana
Cava Inferior serta esophagus.4
D. Rongga Thorax (Cavitas thoracis)
Rongga thorax adalah suatu ruangan yang ditutupi oleh dinding thorax, yang terdiri
dari 3 kompartemen: 4
3
Dua kompartemen lateral cavum pulmonal yang terdiri dari paru-paru dan pleura
Satu kompartemen sentral mediastinum yang terdiri dari : jantung, pembuluh darah
besar pars thorakalis, trakea pars thorakalis, oesofagus, timus, dn struktur lainnya.
Rongga mediastinum terdiri dari bagian superior dan inferior, dimana bagian yang
inferior dibagi menjadi : mediastinum anterior, medius, dan superior.4

Gambar 3. Rongga Thorax Gambar 4. Pembagian Mediastinum


a. Mediastinum Superior
Mediastinum superior dibatasi oleh :
Superior : Bidang yang dibentuk oleh vertebrae Th I, costa I dan incisura jugularis.
Inferior : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke vertebrae Th IV
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
b. Mediastinum Inferior
Mediastinum inferior dibagi menjadi : mediastinum anterior, medius, dan superior.
Mediastinum anterior dibatasi oleh :
Anterior : Sternum
Posterior : Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma.
Mediastinum anterior terdiri dari : Timus, lemak, dan kelenjar limfe.
Mediastinum medius dibatasi oleh :
Anterior : Pericardium
Posterior ; Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis

4
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma (Rofiq, 2008)
Mediastinum medius terdiri dari : Jantung, pericardium, aorta, trakea, bronkus
primer, kelenjar limfe (Lawrence M).
Mediastinum posterior dibatasi oleh :
Anterior : Pericardium
Posterior : Corpus VTh 5 12
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
Mediastinum posterior terdiri dari : aorta desenden, oesofagus, vena azigos, duktus
thoracicus.
Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang membungkus paru paru, pleura
terdiri dari 2 lapis yaitu:
1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru paru
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding Thorax
Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong
tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan
pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.4
2.2 TRAUMA THORAX
2.2.1 Definisi
Trauma thorax atau cedera thorax didefinisikan sebagai kerusakan terhadap tubuh
yang disebabkan oleh pertukaran dengan energi lingkungan yang melebihi gaya yang
dimilki oleh tubuh yang mengenai thorax.5
2.2.2 Jenis Trauma Thorax
Cedera Thorax berdasarkan ATLS dibagi menjadi dua golongan, yaitu:5
1. Segera mengancam jiwa
- Obstruksi jalan napas akut oleh sebab apapun terutama pada cedera laringotrakea atau
cedera berat tulang muka dan jaringan lunak.
- Kegagalan ventilasi karena tension pneumothorax, pneumothorax terbuka/flail chest
- Kegagalan sirkulasi karena hemoThorax masif atau tamponade jantung
2. Potensi mengancam jiwa
- Trauma tumpul jantung
- Kontusio paru

5
- Ruptur aorta karena trauma
- Hernia diafragma karena trauma
- Ruptur trakeobronkial
- Ruptur esofagus
- Hemothorax sederhana
- Pneumothorax sederhana
Dalam penanganan klinis sehari-hari dikenal dua macam trauma thorax yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus (tajam, tembak, atau tumpul yang menembus).
Trauma Tumpul Thorax
Patofisiologi5
Trauma tumpul thorax paling sering disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor
sehingga menyebabkan trauma deselerasi. Jatuh dari ketinggian, ledakan, kecelakaan saat
berolahraga adalah penyebab lain dari trauma tumpul thorax.
Pada trauma tumpul dinding dada, fraktur costa sederhana merupakan luka yang
tersering. Fraktur costa multipel dan terdislokasi biasanya sering berhubungan dengan
penyebab luka pada paru dan pleura. Berbagai mekanisme patofisiologi dapat terjadi pada
pasien dengan trauma tumpul dada, termasuk masalah yang mengancam nyawa seperti
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Secara esensial, sebagian besar luka pada
paru dan pleura menyebabkan masalah fisiologis melalui satu dari tiga mekanisme:
1. masalah rongga pleura yang mempengaruhi fungsi paru
2. perdarahan dinding dada atau paru
3. masalah parenkim pulmonal yang mengganggu kemampuan paru untuk berventilasi dan
melakukan pertukaran udara.
Masalah yang berhubungan dengan rongga pleura dapat dibedakan menjadi
pneumothorax/hemothorax. Sebagian besar kasus pneumothorax traumatik berhubungan
dengan perdarahan, yang mungkin tidak terlihat pada radiografi dada awal.
Hemothorax dapat menyebabkan masalah karena mengkompresi paru dan
mempengaruhi fungsinya (dengan atau tanpa pneumothorax), atau karena kegagalan
evakuasi darah yang menyebabkan penjebakan secara kronik. Hemothorax masif juga
dapat menyebabkan syok dan kematian karena perdarahan. Tidak seperti luka tembus,
hemothorax pada trauma tumpul lebih merupakan masalah karena tidak bermanifestasi
beberapa hari kemudian.
Luka pada parenkim pulmonal karena trauma tumpul biasanya merupakan kontusio
pulmonal, walaupun hematoma intrapulmonar dapat terjadi pada kasus jarang. Secara

6
klasik, penemuan radiologis pada kontusio pulmonar kurang dibandingkan penemuan
klinis pada kasus trauma tumpul 2-3 hari sehingga diagnosis menjadi lebih sulit.
Pendekatan pada pasien dengan trauma tumpul dada5
Penatalaksaan awal berupa jalan napas harus diamankan dan segera diresusitasi
dengan adekuat. Luka trakeobronkial harus dicurigai dan dieksklusi. Jika pasien
mempunyai tanda-tanda tamponade, kemungkinan lesi tumpul pada jantung harus
dipertimbangkan. Lebih lanjut lagi, tension pneumothorax mungkin mempunyai tanda-
tanda yang sama dengan tamponade. Setelah kegawatdaruratan ditatalaksana, pemeriksaan
fisik lengkap harus dilakukan.
Salah satu komponen pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan hematoma dan
krepitus pada leher. Pergerakan dada dan bunyi napas harus diamati. Jika tidak ada
pergerakan pada salah satu hemithorax, torakostomi tube darurat harus dilakukan. Jika
bunyi napas sedikit berkurang dan kondisi pasien stabil, radiografi dada harus cepat
dilakukan. Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan pada radiografi untuk
trauma tumpul (tabel 1).
Tabel 1. Gawat Dada7
Penyebab Diagnosis
Obstruksi jalan napas - Sianosis, pucat, stridor
- Kontraksi otot bantu napas (+)
- Retraksi supraklavikula dan interkostal
Hemothorax masif - Anemia, syok hipovolemmik
- Sesak napas
- Pekak pada perkusi
- Suara napas berkurang
- Tekanan vena sentral tidak meninggi
Tamponade jantung - Syok kardiogenik
- Tekanan vena meninggi (leher)
- Bunyi jantung berkurang
Pneumothorax desak - Hemithorax mengembang
- Gerakan hemithorax kurang
- Suara napas berkurang
- Sesak napas progresif
- Emfisema subkutis
- Trakea terdorong ke sisi sebelah
Thorax instabil - Gerakan napas paradoks
- Sesak napas, sianosis
Pneumothorax terbuka - Luka pada dinding thorax
- Kebocoran udara terdengar dan tampak
Kebocoran trakea - Bronkial
- Pneumothorax
- Emfisem
- Infeksi

7
Tabel 2. Gambaran Penting Pada Radiografi Dada dan Kemungkinan Diagnosis6
Gambaran X-ray Diagnosis
Udara atau cairan pada rongga pleura Pneumothorax, hemothorax
Pelebaran atau kelainan mediastinum Lesi aorta atau cabang besar aorta
Kepadatan cairan pada lapang paru Kontusio pulmonal
Diafragma suram Ruptur diafragma
Fraktur iga Flail chest
Udara dalam jaringan lunak Pneumothorax
Posisi tube Malposisi
2.2.3 Tatalaksana Trauma Thorax
Luka thorax harus ditutup dengan pembalut untuk menghentikan kebocoran udara.
Sebaiknya dipakai kasa besar steril yang diolesi vaselin steril. Pneumohorax desak harus
dipungsi sesegera mungkin. Udara harus keluar sehingga mediastinum kembali ke
tempatnya. Kemudian dipasang penyalir dekat puncak rongga dada. Pada hemothorax,
penyalir dipasang serendah mungkin pada dasar rongga dada untuk mengosongkan rongga
pleura dan memantau perdarahan.7
Penyebab cedera harus ditentukan dahulu, kemudian tentukan macamnya, cedera
tumpul atau tajam. Jika cedera tajam, apakah berupa luka tusuk atau luka tembak.
Tindakan darurat yang perlu dilakukan ialah pembebasan jalan napas (A), pemberian napas
buatan dan ventilasi paru (B), dan pemantauan aktivitas jantung dan peredaran darah (C).
Tindakan darurat juga mencakup pungsi rongga thorax pada pneumothorax desak, aspirasi
hemothorax masif, dan aspirasi perikard jika hematoperikard menyebabkan tamponade
jantung.7
Selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan Rontgen thorax untuk menilai ada atau
tidaknya udara dan/atau cairan. Antibiotik diberikan jika ada luka tembus.
Tindakan gawat dada meliputi:7
- Penentuan jenis luka
- Penentuan fungsi vital (apakah perlu resusitasi?)
- Pembersihan dan penutupan luka
- Foto rontgen thorax (adakah cairan / udara?)
- Antibiotik jika luka menembus dinding
- Tindakan pneumothorax/hemothorax
- Untuk nyeri diberikan anestesia blok interkostal
Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi,
secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan

8
berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan
berpatokan pada urutan berikut:5
a) Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal ( cervical spine control )
b) Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi
c) Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrhage control)
d) Disability : status neurologis
e) Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hiportemia.
1. Primary Survey5
a. Airway dengan control servikal
Penilaian Manajemen
1) Perhatikan patensi airway 1) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust
(inspeksi, auskultasi, palpasi) dengan kontrol servikal in-line
2) Penilaian akan adanya immobilisasi
obstruksi 2) Bersihkan airway dari benda asing.
3) Memasang airway definitif
intubasi endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian Manajemen
1) Buka leher dan dada 1) Menempatkan os dengan posisi
penderita, dengan tetap terlentang atau dekubitus sehingga
memperhatikan kontrol segmen yang mengambang tadi
servikal in-line immobilisasi terletak menempel pada tempat tidur.
2) Tentukan laju dan dalamnya 2) Pemberian ventilasi adekuat, oksigen
pernapasan dilembabkan.
3) Inspeksi dan palpasi leher dan 3) Kontrol Nyeri dan membantu
thorax untuk mengenali pengembangan dada:
kemungkinan terdapat deviasi a. Pemberian analgesia Morphine
trakhea, ekspansi thorax Sulfate, Hidrokodon atau kodein
simetris atau tidak, pemakaian yang dikombinasi dengan aspirin
otot-otot tambahan dan tanda- atau asetaminofen setiap 4 jam.
tanda cedera lainnya. b. Blok nervus interkostalis dapat
4) Perkusi thorax untuk digunakan untuk mengatasi nyeri
menentukan redup atau berat akibat fraktur costa
hipersonor 4) Stabilisasi area flail chest.
5) Auskultasi thorax bilateral a. Ventilator
b. Stabilisasi sementara dengan
menggunakan towl-clip traction,
atau pemasangan firm strapping
c. Pada pasien dengan flail chest
tidak dibenarkan melakukan
tindakan fiksasi pada daerah flail
secara eksterna, seperti
melakukan splint/bandage yang
melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik

9
pernapasan secara keseluruhan.
5) Pemasangan WSD sebagai
profilaksis/preventif pada semua
pasien yang dipasang ventilator.
c. Circulation dengan control perdarahan
Penilaian Manajemen
1) Mengetahui sumber 1) Penekanan langsung pada sumber
perdarahan eksternal yang perdarahan eksternal (balut & tekan)
fatal 2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar
2) Mengetahui sumber sekaligus mengambil sampel darah
perdarahan internal untuk pemeriksaan rutin, kimia darah,
3) Periksa nadi: kecepatan, golongan darah dan cross-match serta
kualitas, keteraturan, pulsus Analisis Gas Darah (BGA).
paradoksus. Tidak 3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang
diketemukannya pulsasi dari sudah dihangatkan dengan tetesan
arteri besar merupakan cepat. Klo os tidak syok, pemberian
pertanda diperlukannya cairan IV harus lebih berhati-hati.
resusitasi masif segera. 4) Pemasangan kateter urin untuk
4) Periksa warna kulit, kenali monitoring indeks perfusi jaringan.
tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah
d. Disability
- Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
- Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi.
e. Exposure/environment
- Buka pakaian penderita
- Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
2. Tambahan Primary Survey
a. Pasang monitor EKG
b. Kateter urin dan lambung
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
e. Pemeriksaan rontgen standar
f. Lab darah
3. Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi
a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi
tanda-tanda syok.

10
4. Secondary Survey
a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan fisik
- Kepala dan maksilofasial
- Vertebra servikal dan leher
- Thorax
- Abdomen
- Perineum
- Musculoskeletal
- Neurologis
- Reevaluasi penderita
2.3 FRAKTUR COSTA
2.3.1 Definisi
Fraktur dapat didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas struktural jaringan baik
pada tulang, lempeng epifisis, ataupun kartilago. Fraktur Costa adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang/tulang rawan yang disebabkan oleh trauma pada spesifikasi
lokasi pada tulang costa.8
Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi,
disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian
khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini.8
2.3.2 Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini
sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma
dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi dimana saja
disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama
paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung.
Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan
memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-
12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobil .Pada olahragawan biasanya
lebih banyak dijumpai fraktur costa yang undisplaced, oleh karena pada olahragawan
otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat mempertahankan fragmen costa yang ada
pada tempatnya.
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma

11
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara
lain: kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh
pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa adalah luka tusuk
dan luka tembak
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan
yang berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball,
tennis, golf.
2.3.3 Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping
ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan
trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka
tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.9
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada
tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi
yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut. Seperti pada kasus
kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada
sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang
paling lemah.9
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai arteri intercostalis, pleura
visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematoThorax,
pneumothorax ataupun laserasi jantung.
2.3.4 Klasifikasi
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur costa
simple dan multiple. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat dibedakan menjadi
fraktur costa segmental, simple, dan comminutif. Menurut letak fraktur dibedakan menjadi
fraktur costa superior (costa 1-3), median (costa 4-9), dan inferior (costa 10-12). Menurut
posisi dibedakan menjadi fraktur costa anterior, lateral, dan posterior. Ada beberapa kasus

12
timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana pada keadaan ini terdapat
fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya berurutan.9
2.3.5 Diagnosis
Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis
setelah timbul komplikasi, seperti hematothorax dan pneumothorax. Hal ini dapat terjadi
pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi
frakmen tulangnya.10
Anamnesis
Perlu ditanyakan mengenai mekanisme trauma, apakah oleh karena jatuh dari
ketinggian atau akibat jatuh dan dadanya terbentur pada benda keras, kecelakan lalu lintas,
atau oleh sebab lain.
Nyeri merupakan keluhan paling sering biasanya menetap pada satu titik dan akan
bertambah pada saat bernafas. Pada saat inspirasi maka rongga dada akan mengembang
dan keadaan ini akan menggerakkan fragmen costa yang patah, sehingga akan
menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak sekitarnya dan keadaan
ini akan menimbulkan rangsangan nyeri.
Apabila fragmen costa ini menimbulkan kerusakan pada vaskuler akan dapat
menimbulkan hematothorax, sedangkan bila fragmen costa mencederai parenkim paru-
paru akan dapat menimbulkan pneumothorax.
Penderita dengan kesulitan bernafas atau bahkan saat batuk keluar darah, hal ini
menandakan adanya komplikasi berupa adanya cedera pada paru. Riwayat penyakit dahulu
seperti bronkitis, neoplasma, asma, haemoptisis atau sehabis olahraga akan dapat
membantu mengarahkan diagnosis adanya fraktur costa.
Pada anak dapat terjadi cedera paru maupun jantung,meskipun tidak dijumpai fraktur
costa. Keadaan ini disebabkan costanya masih sangat lentur, sehingga energi trauma
langsung mengenai jantung ataupun paru-paru.10
Pemeriksaan fisik
Kondisi lokal pada dinding dadanya seperti adanya plester, deformitas dan
asimetris, kita perlu juga memeriksa fisik secara keseluruhan yang berkaitan dengan
kemungkinan adanya komplikasi akibat adanya fraktur costa sendiri maupun penyakit
penyerta yang kadang ada. 10
Adanya fraktur costa ke 1-2 yang merupakan costa yang terlindung oleh sendi
bahu, otot leher bagian bawah dan clavicula, mempunyai makna bahwa fraktur tersebut
biasanya diakibatkan oleh trauma langsung dengan energi yang hebat. Pada fraktur daerah

13
ini perlu dipikirkan kemungkinan adanya komplikasi berupa cidera terhadap vasa dan saraf
yang melewati apertura superior.
Pemisahan costocondral memiliki mekanisme trauma seperti pada fraktur costa.
Pemisahan costocondral atau dislokasi pada artikulasi antara parsosea dengan parscartilago
akan menimbulkan gejala yang sama dengan fraktur costa, dengan nyeri yang terlokalisir
pada batas costocondral, apabila terdapat dislokasi secara komplit akan teraba defek oleh
karena ujung parsoseanya akan lebih menonjol dibandingkan dengan parscartilagonya.
Adapun pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya :
a. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
b. Adanya garakan paradoksal
c. Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea,
d. Kadang akan nampak ketakutan dan cemas,karena saat bernafas bertambah nyeri.
e. periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda pergeseran trakea,
pemeriksaan ECG, saturasi oksigen.
f. periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, hati, limpa,
ginjal dan usus.
g. periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota gerak.
h. nilai status neurologis: plexus bracialis, intercostalis, subclavia.
Pemeriksaan penunjang
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu mendiagnosis adanya
hematothorax dan pneumothorax ataupun contusio pulmonum. Pemeriksaan ini akan dapat
mengetahui jenis, letak fraktur costanya.
Pemeriksaan foto oblique hanya dapat membantu diagnosis fraktur multiple pada
orang dewasa, rontgen abdomen apabila ada kecurigaan trauma abdomen yang mencederai
hati, lambung ataupun limpa akan menimbulkan gambaran peritonitis. Sedangkan pada
kasus yang sulit terdiagnosis dilakukan dengan Helical CT Scan.10
2.3.6 Differential Diagnosis:
a. Contusio dinding dada
b. Repirasi (infeksi, pleuritis, emboli pulmo)
c. Cardiac (MI, pericarditis)
d. Fraktur (stress fraktur, fraktur sternum, fraktur vertebrae)
e. Musculoscletal (Osteoartritis, costocondritis, ankylosisng spondilitis)
f. Gastrointestinal (Gastritis, hepatitis, cholecystitis)
2.3.7 Komplikasi

14
Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera setelah
terjadi fraktur, atau dalam beberapa hari kemudian setelah terjadi. Besarnya komplikasi
dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan jumlah costa yang patah.
Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat
fraktur costa. Pada fraktur costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada vasa dan nervus
subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan mengakibatkan cedera terhadap vasa dan
nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru, ataupun terhadap organ yang terdapat di
mediastinum, sedangkan fraktur costa ke 10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya
cedera pada diafragma dan organ intraabdominal seperti hati, limpa, lambung maupun usus
besar. 10
Pada kasus fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera
melakukan aktifitas secara normal setelah 3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru
akan sembuh setelah 4-6 minggu.
Komplikasi awal :
Pneumothorax, effusi pleura, hematothorax, dan flail chest, sedangkan komplikasi
yang dijumpai kemudian antara lain contusio pulmonum, pneumonia dan emboli paru.
Flail chest dapat terjadi apabila terdapat fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan
dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan
paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas.10
2.3.8 Penatalaksanaan
1. Pre Hospital :
Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untuk memperbaiki suplai
oksigenasi
2. Penanganan pada saat di ruang UGD:
Tindakan darurat terutama ditujukan untuk memperbaiki jalan nafas,pernafasan dan
sirkulasinya( Airway, Breath dan circulation).
Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan
memberikan kemudahan untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya jangan
diberikan obat mucolitik, yang dapat merangsang terbentuknya dahak dan malah
menambah kesulitan dalam bernafas.
Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada
tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumothorax dan hematothorax,
sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan terapi dengan
anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%.

15
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan
padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator untuk
beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil10
3. Penanganan di ruang rawat inap
Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, sedangkan pada
pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai adanya komplikasi perlu
perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu mendapatkan analgetik yang adekuat,
bahkan kadang diperlukan narkotik, dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian
latihan nafas (fisioterapi nafas). 10
Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan
drainase atau torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya komplikasi
harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan foto kontrol pada 6 jam,12 jam
dan 24 jam pertama.
4. Penanganan di rawat jalan.
Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang adekuat
untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu dilakukan untuk
memungkinkan pembuangan dahak.
2.3.10 Penyulit
Penyulit fraktur costa adalah pneumonia, pneumothorax, dan hemothorax.
Pneumonia disebabkan oleh gangguan gerak napas dan gangguan batuk. Bila penderita
tidak dapat batuk untuk membersihkan parunya mudah terjadi bronkopneumonia.
Penanganannya terdiri atas pemberian anestesi sempurna, antibiotik yang memadai,
ekspektorans, disertai fisioterapi.
Pnemothorax dan hemothorax terjadi karena tusukan patahan costa pada pleura
parietalis dan/atau pleura viseralis. Luka pleura parietalis dapat mengakibatkan
hemothorax, sedangkan cedera pleura viseralis menyebabkan hemothorax dan/atau
pneumothorax. Iga I atau II jarang fraktur karena letaknya agak terlindung. Apalagi tulang
tersebut merupakan tulang pendek, lebar, dan kuat. Patahnya kedua iga ini harus dipandang
berbahaya karena pasti penderita mengalami cedera lain yang lebih penting yang mungkin
tidak nyata seperti cedera jantung atau aorta.10
2.4 FLAIL CHEST
2.4.1 Definisi
Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga multiple
berurutan >3 dan memiliki garis fraktur >2 (segmented) pada setiap iganya.

16
Flail chest dideskripsikan sebagai pergerakan paradoksal pada segmen di dinding
dada yang disebabkan oleh fraktur >3 costa yaitu anterior dan posterior di setiap iganya.
Variasi flail chest meliputi flail (melayang) pada segmen posterior, anterior, dan juga
meliputi sternum dengan iga di tiap sisi cavum thorax mengalami fraktur.
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan
menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam.9
Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada
yang sering kita sebut sebagai gerakan paradoksal. Gerakan paradoksal ini akan
menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari aliran udara yang
kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan
fraktur pada costa akan menyebabkan nyeri yang hebat dan akan membuat pasien takut
bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena
faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dada. Disamping itu hal ini juga akan
menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak dengan hebat mengikuti gerakan nafas ke
kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan pada venous return dari
sistem vena cava, pengurangan cardiac output dan penderita jatuh pada kegagalan
hemodinamik.
2.4.2 Etiologi
Flail chest terjadi karena trauma tumpul yang kuat ke arah dada sehingga
menyebabkan fraktur costa di beberapa tempat. Trauma ini misalnya seperti kecelakaan
lalu lintas maupun jatuh. Meskipun flail chest menunjukkan adanya daya kinetic sangat
kuat yang mengenai dada, namun hal ini dapat terjadi akibat trauma yang lebih ringan pada
pasien dengan kelainan patologis, seperti osteoporosis, total sternectomy, dan multiple
myeloma. Flail chest juga dapat terjadi karena trauma tembus, misalnya akibat luka tusuk,
luka tikam, maupun luka tembak.9
Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas
costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur, hal ini disebabkan
karena costa tersebut sangat terlindungi. Costa 4-9 paling banyak mengalami fraktur,
karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan
tiga costa terbawah yakni costa 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena mobile.9
2.4.3 Patofisiologi

17
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping
ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan
trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka
tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.9
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada
tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi
yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut, seperti pada kasus
kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada
sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang
paling lemah.9
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis, pleura
visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematothorax,
pneumothorax ataupun laserasi jantung.9
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan
kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama
pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio
paru). Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada
pada inspirasi dan ekspirasi.9

.
Gambar 5. Gerakan Paradoksal pada Flail Chest
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat
dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain
(rebreathing). Pergerakan fraktur pada costa akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat

18
dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada.
Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak
mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan
pada venous return dari system vena cava, pengurangan cardia output, dan penderita jatuh
pada kegagalan hemodinamik.

Gambar 6. Patofisiologi Flail chest


Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini:
1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan bergerak
ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru
kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase
ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft.
2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-paru di
bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.

19
3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya
peningkatan tekanan negatif hemithorax kontralateral selama fase ini, sehingga
pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.
4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung.9

Gambar 7. Mekanisme Flail Chest


2.4.4 Manifestasi Klinis9
1. Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.
2. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam, ekspirasi
ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.
3. Sesak nafas
4. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
5. Takikardi
6. Sianosis
7. Pasien menunjukkan trauma hebat
8. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas).
2.4.5 Diagnosis 10
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah waktu kejadian,
tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan penderita selama dalam
perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma yang mengenai dinding dada.
a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas
b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada
Pemeriksaan fisik
Airway
- Look benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea
- Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
20
- Feel
Breathing
- Look pergerakan dinding dada asimetris, warna kulit, memar, deformitas, gerakan
paradoksal, pasien terlihat nyeri saat bernafas, pasien menahan dadanya dan bernafas
pendek, adanya tanda-tanda insufisiensi pernafasan berupa nafas cepat
- Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
- Feel krepitasi, nyeri tekan, jika terjadi komplikasi berupa pneumothorax didapatkan
perkusi hipersonor, jika terjadi komplikasi berupa hematothorax didapatkan perkusi
redup
Circulation
- Tingkat kesadaran
- Warna kulit
- Tanda-tanda laserasi
- Perlukaan eksternal
Disability
- Tingkat kesadaran
- Respon pupil
- Tanda-tanda lateralisasi
- Tingkat cedera spinal
Exposure
Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen standar
- Rontgen thorax anteroposterior dan
lateral dapat menentukan jumlah dan tipe
costa yang fraktur.
- Pada pemeriksaan foto thorax pasien
dewasa dengan trauma tumpul thorax,
adanya gambaran hematothorax,
pneumothorax atau kontusio pulmo
menunjukkan hubungan yang kuat
Gambar 8. flail chest pada foto rontgen
dengan gambaran fraktur costa.
- Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada costa, maka pada
daerah cedera harus dipasang strapping/ balut tekan yang kuat selama 2-3 minggu.
b. EKG
21
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah dengan
penurunan PO2.
d. Pulse oksimetri
2.4.6 Penatalaksanaan 9,10
1. Tatalaksana awal pada pasien adalah dengan tatalaksana ATLS dilanjutkan dengan
terapi definitif.
2. Terapi Definitif
a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif
b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
- Bersamaan dengan torakotomi karena sebab lain (contoh: hematothorax masif, dsb)
- Gagal/sulit weaning ventilator
- Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
- Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
- Menghindari cacat permanen
c. Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi
area "flail"
3. Rujuk
a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
2.4.7 Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien
dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara
eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.9
2.5 PNEUMOTHORAX
2.5.1 Definisi Pneumothorax
Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.13

22
Gambar 9. Pneumothorax
2.5.2 Klasifikasi Pneumothorax
Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :14
1. Pneumothorax spontan
Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebabnya.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh
riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit
paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumothorax traumatik,
Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena jejas
kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis. Pneumohorax jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :15
1) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau
komplikasi dari tindakan tersebut, misal: parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke
dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,

23
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu:14
1. Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan
ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumothorax terbuka
tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan
yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.14
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif.10 Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).
3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu
inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura
tidak dapat keluar.16 Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.17
2.5.3 Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah14,17
Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.

24
Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
Denyut jantung meningkat.
Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada
jenis pneumothorax spontan primer.
2.5.4 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik thorax didapatkan:13,14
1. Inspeksi :
a. terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi thorax yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah thorax yang sehat, bila tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
2.5.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumothorax adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumothorax adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka
udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut
akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto thorax serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.17 Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumothorax tertutup dan terbuka.18
2. Tindakan dekompresi

25
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya
>15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan
membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:18
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian
tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena
mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus
set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.14
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.
Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorax sampai
menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini
kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.14
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (Thorax kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan trokar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-
4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah trokar masuk, maka kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian trokar dicabut, sehingga hanya kateter yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di
botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.14
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O,
dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang

26
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka
pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal.16,17
3. Torakoskopi
Suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga thorax dengan alat bantu
torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah14
a. Dengan pembukaan dinding thorax melalui operasi, kemudian dicari lubang yang
menyebabkan pneumothorax kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, bila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan/terdapat
fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua
pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
2.6 HEMATOTHORAX
2.6.1 Definisi
Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada
dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada, parenkim paru
paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma
tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.19
Hemathothorax (hemothorax) adalah terakumulasinya darah pada rongga thorax
akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothorax biasanya terjadi karena
cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran
aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.19
2.6.2 Etiologi
Penyebab utama hematothorax adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru,
jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat
menyebabkan hematothorax karena laserasi pembuluh darah internal.
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothorax antara lain :
1. Penetrasi pada dada

27
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
Secara umum, penyebab terjadinya Hematothorax adalah sebagai berikut :19
a. Traumatis
- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
- Neoplasia (primer atau metastasis).
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Emboli paru dengan infark.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Bullous emfisema.
- Tuberkulosis.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intrathorax non pulmoner.
- Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
- Patologi abdomen.
Hemothorax massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.
2.6.3 Patofisiologi19
Hemothorax adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura
viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam
pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian
dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke
dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna.
Rongga hemithorax dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematothorax dapat
syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena
perdarahan masif yang terjadi terkumpul di rongga thorax.

28
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan
dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis
terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan
pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan
kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg
seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-
1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia,
takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk terjadi
dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura
seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi
tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan
oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding dada. Sebuah
kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat
menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi
gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ
cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit
metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon
hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan
struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah
sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan,
lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura
dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi
intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya
yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah

29
hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura
berdarah.

Gambar 10. Skema Patofisiologi Trauma Thorax


Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada
hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat
mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang
terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses adhesive
ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang
sepenuhnya.
2.6.4 Klasifikasi
Pada orang dewasa secara teoritis hematothorax dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
a. Hematothorax ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thorax
Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothorax sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thorax
Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothorax berat
30
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thorax
Perkusi pekak sampai iga IV

a. b. c.

Gambar 11. Klasifikasi hemothorax a. Ringan b. Sedang c. Berat


2.6.5 Gejala Klinis
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding
dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang
anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara
klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat,
takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan
penurunan curah jantung.22
Respon tubuh dengan adanya hemothorax dimanifestasikan dalam 2 area mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda-
tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien
yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus trauma,
dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada
dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea.
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya
darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan
hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok
(takikardi, takipneu, TD turun).

31
Adapun tanda dan gejala adanya hemothorax dapat bersifat simptomatik namun
dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothorax yang
sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:22
Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin
- Kehilangan darah volume darah Cardiac output TD
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh darah
berkurang
Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah Cardiac output hipoksia kompensasi
tubuh takikardia
Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru
terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak napas.
- Darah / akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru terhambat
pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuhtakipneu dan peningkatan
usaha bernapassesak napas.
Hypoxemia
- Hemothorax paru sulit mengembang kerja paru terganggukadar O2 dalam
darah
Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh meningkatkan
usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah Cardiac output hipoksia
kompensasi tubuh takipneu.
Anemia
Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar mendorong trakea ke
arah kontralateral.
Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena

32
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru
saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura pertukaran udara tidak berjalan
baik suara napas berkurang atau hilang.
Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara pekak
timbul akibat carian atau massa padat).
Adanya krepitasi saat palpasi.
2.6.6 Diagnosa
Penegakkan diagnosis hemothorax berdasarkan pada data yang diperoleh dari
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan
penderita hemothorax mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa didapatkan
keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada. Pada
pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan
gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan
pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas
menurun atau bahkan menghilang.20
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
Chest X-ray : adanya gambaran hipodense
(menunjukkan akumulasi cairan) pada rongga pleura di
sisi yang terkena dan adanya mediastinum shift
(menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal
(jantung)). Chest X-ray sebagi penegak diagnostik yang
paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 12. Chest xray

CT Scan : diindikasikan untuk pasien


dengan hemothorax minimal, untuk
evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan
untuk menentukan kuantitas atau jumlah
bekuan darah di rongga pleura.
USG : USG yang digunakan adalah jenis
FAST dan diindikasikan untuk pasien Gambar 13. CT-scan HematoThorax

33
yang tidak stabil dengan hemothorax minimal.

Gambar 14. USG Thorax pada pasien Hematothorax


Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis
respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali
ke normal dalam waktu 24 jam.
Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah yang
hilang pada hemothorax.
Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothorax).
Diagnosis banding
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax Deviasi Tracheal
Distensi vena leher
Hipersonor
Bising nafas (-)
Massive hemothorax Deviasi Tracheal
Vena leher kolaps
Perkusi : dullness
Bising nafas (-)
Cardiac tamponade Distensi vena leher
Bunyi jantung jauh dan lemah
EKG abnormal
2.6.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi dari hemothorax adalah untuk menstabilkan hemodinamik
pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura.
Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti
diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan
antibiotik.21
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothorax adalah
mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:21
Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan
terapi utama untuk pasien dengan hemothorax. Insersi chest tube melalui dinding dada

34
untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan paru ke ukuran normal.21
Indikasi untuk pemasangan thorax tube antara lain:
Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
Post operasi / trauma pada rongga dada (pneumothorax or hemothorax)
abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah
sebagai berikut:
Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan alkohol
atau povidin iodine pada ICS VI / ICS VII posterior Axillary Line
Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya dihubungkan
dengan WSD (Water Sealed Drainage)
Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

Gambar 15. Pemasangan chest tube


Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika
hemothorax massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga dilakukan
ketika hemothorax parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan
sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan
persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk
menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.21
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :

35
1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik
Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih
Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada
chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini
sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan operasi
segera.
Hemothorax masif (>750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah trauma
merupakan indikasi untuk operasi. Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya
tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun tetap harus diwaspadai adanya perdarahan
arteri interkostalis yang robek. Monitoring untuk semua kasus perdarahan dalam rongga
Thorax setelah pemasangan WSD adalah sebagai berikut:21
- 0-3 cc/Kg BB/jam : observasi
- >3-<5 cc/Kg BB/jam : obs ketat, bila berturut2 dlm 3 jam, operasi
- >5 cc/Kg BB/jam : operasi
Perdarahan paru atau pleura yang membutuhkan bedah adalah akibat dari salah satu
faktor berikut ini:21
1. fraktur iga yang melaserasi pembuluh interkostal dan menyebabkan perdarahan. Fraktur
sternal jarang melaserasi a.mammaria interna.
2. dislokasi pada fraktur iga yang menusuk dan melaserasi paru. CT scan Thorax telah
menunjukkan bahwa laserasi paru lebih sering terjadi setelah trauma tumpul daripada
pengetahuan sebelumnya.
3. adhesi antara parenkim paru dan dinding dada, yang dapat merobek pada trauma
deselerasi dan berdarah atau menyebabkan laserasi parenkim paru.
Tatalaksana pada hemothorax akut adalah tube torakostomi. Torakosentesis tidak
seharusnya dilakukan pada situasi ini. Chest tube besar harus dipasang secara posterior.
Perdarahan kontinu dari chest tube sebanyak 200-300 ml/jam untuk beberapa jam mungkin
akan membutuhkan torakotomi. Kebutuhan torakotomi dapat berkurang dengan kontrol
perdarahan yang kuat, mencegah hipotermia, dan mencegah atau tatalaksana cepat
perdarahan dari koagulopati. Hemothorax lambat yang berhubungan dengan fraktur iga
biasanya tidak terjadi cepat dan klot terbentuk pada tube torakostomi saat darah
berakumulasi secara lambat. 21

36
2.6.8 Komplikasi
Komplikasi dapat berupa :
a. Kegagalan pernafasan (Paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot
besar di dasar thorax) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika
tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang
mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi
paru-paru, atau bahkan kematian.
Tabel 3. Efusi Pleura Hemoragik7
Etiologi Kunci diagnosis
Cedera/tindak bedah A: cedera tumpul/tajam, tindak bedah
Aneurisma aorta yang pecah G/T: nyeri dada atau punggung
D: mediastinum melebar, angiogram
Hemothorax spontan G/T: nyeri dada, syok
P: adhesi robek, bula paru pecah
D: torakoskopi
Keganasan D: sel maligna di cairan aspirasi biopsi
(torakoskopi)
Infark paru A: nyeri dada pada pernapasan
D: angiogram
TBC paru D: BTA di cairan/sputum
A: anamnesis, G/T: gejala dan tanda, D: diagnostik, P: patologi
Tabel 4. Penanganan hemothorax7
Besarnya Penanganan
Ukuran Bayangan Pemeriksaan fisik
Rontgen
Kecil 0-15% Perkusi pekak sampai iga IX Gerakan aktif
(fisioterapi)
Sedang 15-35% Perkusi pekak sampai iga VI Aspirasi dan
transfusi
Besar >35% Perkusi pekak sampai kranial, iga IV WSD , transfusi

37
DAFTAR PUSTAKA
1. Trunkey DD. Thoracic trauma. In: Trunkey DD, Lewis FR (eds). Current therapy of trauma
1984 1985. Philadelphia: BC Decker;1984.p.8591.
2. Weinberg JA, Croce MA. Chest wall injury. In: Flint L, JW Meredith, CW Schwab, Trunkey
DD, LW Rue, PA Taheri (eds). Trauma: Contemporary principles and therapy.1st ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2008.p.35860.
3. Moore, Keith L. Thorax, Essential Clinical Anatomy. 3rd Ed. America : Lippincott Williams
& Wilkins;2007.
4. Lawrence M. Clinical Anatomy of The Pleural Cavity and Mediastinum. Available from : http
://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/gs-rpab.htm. Accessed on : February, 3th 2012
5. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG. Schwartzs Principles of
Surgery. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education;2015.p.161-223.
6. Brock MV, Mason DP, Yang SC. Thoracic Trauma. In: Sellke FW, Nido PJ, Swanson SJ.
Sabiston and Spencer: Surgery of the Chest Volume 1. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2005. p.79-91.
7. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC;2005.p.403-19.
8. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system. 3rb ed.
Pensylvania: Lippincott Williams & Wilkins;1999.p.417-35.
9. Ernest GC, Erica S, Jonathan DC. Rib Fixation Following Trauma: A Cardiothoracic
Surgeon's Perspective. J Trauma Treat; 2016.
10. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p. 325-6; 355-
420.
11. Davignon K, Kwo J, Bigatello L M. Pathophysiology and Managemet of the Fail Chest.
Minerva Anestesiol;2004.p.193-199.
12. Kilic D, Findikcioglu A, Akin S, Akay TH, Kupeli E, Aribogan A, et
al. Factors affecting morbidity and mortality in flail chest:
comparison of anterior and lateral location. Thorac Cardiovasc Surg;2011.p.45-8.
13. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;2007.
14. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179
15. Kaneda H, Nakano T, Taniguchi Y, Saito T, Konobu T, Saito Y. Three-step management of
pneumothorax: time for a re-think on initial management.Interactive Cardiovascular and
Thoracic Surgery. 2013;16(2):186-192. doi:10.1093/icvts/ivs445.
16. Suryanto, Suradi, Raharjo FA. Tuberkulosis Paru Sebagai Penyebab Tertinggi Kasus
Pneumothoraks di Bangsal Paru RSUD Moewardi Surakarta. SMF Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi. 2009
17. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007.
p. 56
18. Choi W-I. Pneumothorax. Tuberculosis and Respiratory Diseases. 2014;76(3):99-104.
doi:10.4046/trd.2014.76.3.99.
19. Mary C Mancini.2011. Hemothorax. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview#a0156. Accessed 10 October 2016.
20. Mowery NT, Gunter OL, Collier BR, Diaz JJ, Haut E, Hildreth A, et al. Practice Management
Guidelines for Management of Hemothorax and Occult Pneumothorax. TRAUMA Injury,
Infection, and Critical Care J;2011.p510-8.
21. Broderick SR. Hemothorax: Etiology, Diagnosis, and Management. Thorac Surg Clin ; 2013.p
89-96. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.thorsurg.2012.10.003
22. Light RW, Lee YCG. Pneumothorax, chylothorax, hemothorax, and fibrothorax. In: Mason
RJ, Broaddus CV, Martin TR, et al. Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine . 5th
ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2010.

38

Вам также может понравиться