Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
5
a. Underbrushing
Underbrushing adalah sebuah kegiatan yang lebih menjurus kepada
pembabatan pepohonan yang berdiameter maksimum 30 cm dengan tujuan
untuk mempermudah pelaksanaan penumbangan pepohonan yang lebih besar.
b. Felling / cutting
Felling / cutting adalah kegiatan penumbangan pepohonan yang berdiameter
lebih dari 30 cm. Dalam spesifikasi pekerjaan yang tersedia, biasanya
disebutkan persyaratan persyaratan tertentu, seperti misalnya pohon harus
ditumbangkan berikut tunggul (bonggolnya) dengan mengupayakan kerusakan
top soil sekecil mungkin dan sebagainya.
c. Pilling
Kegiatan pengumpulan kayu-kayu yang kemudian dikumpulkan menjadi
tumpukan-tumpukan kayu pada jarak tertentu.
2.1.2. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Tanah pucuk (top soil) adalah bagian dari lapisan tanah yang letaknya
paling atas dan kaya akan unsur hara dan humus. Tanah pucuk umumnya memiliki
ketebalan + 0,5 m. Top soil yang dikupas selanjutnya dipindahkan ke tempat
penyimpanan sementara atau langsung dipindahkan ke timbunan, guna untuk
keperluan reklamasi sehingga kondisi permukaan tanah bisa dilakukan penanaman
kembali.
Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini dilakukan pada kondisi berupa rona
awal yang asli (belum pernah digali) dengan menggunakan alat-alat mekanis
berupa bulldozer, backhoe, dan truck. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai
pada batas lapisan sub soil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan
batuan penutup. Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya ditimbun dan
dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah top soil bank. Untuk
selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank yang pada saatnya nanti
akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada lahan disposal.
2.1.3. Pengupasan Overburden
Pengupasan overburden yaitu kegiatan pemindahan suatu lapisan tanah atau
batuan yang berada diatas cadangan bahan galian, agar bahan galian tersebut
menjadi tersingkap.
Tujuan pengupasan overburden adalah untuk membuang material atau
tanah penutup di atas endapan bahan galian tambang sehingga hasil bahan galian
Universitas Sriwijaya
6
tambang dapat diambil dengan bersih tidak tercampur tanah atau pengotor
lainnya, mengurangi biaya pengolahan dan mempermudah kegiatan
penambangan. Adapun pola teknis dari pengupasan overburden yaitu :
1. Back Filling Digging Method
Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat endapan batubara yang sudah
digali (back filling). Peralatan yang digunakan adalah back hoe dan diangkut
oleh dump truck. Cara back filling digging method cocok untuk tanah penutup
yang bersifat:
a. Tidak diselangi oleh endapan batubara bercabang (hanya ada satu
lapis).
b. Material atau batuannya lunak.
c. Letaknya mendatar (horizontal).
2. Benching System
Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan sistem jenjang (benching) ini
yaitu pengupasan lapisan tanah penutup yang disertai pembuatan jenjang.
Sistem ini cocok untuk :
a. Tanah penutup yang tebal.
b. Material cukup keras
c. Bahan galian atau lapisan endapan yang juga tebal.
3. Drag Scraper System
Cara ini biasanya langsung diikuti dengan pengambilan bahan galian setelah
tanah penutup dibuang, tetapi bisa juga tanah penutupnya dihabiskan terlebih
dahulu, kemudian baru bahan galiannnya ditambang. Sistem ini cocok untuk
tanah penutup yang materialnya lunak dan lepas (loose).
2.1.4. Penggalian Batubara
Kegiatan penggalian batubara yang sudah tersingkap setelah tanah
penutupnya dibuang disebut coal getting. Sebelum dilakukan coal getting, terlebih
dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Kegiatan coal cleaning ini adalah untuk
membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan batubara (coalface) yang
berupa material sisa tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor
lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan, dan longsoran).
Kegiatan coal cleaning biasanya menggunakan backhoe dengan kapasitas bucket
yang kecil contohnya Komatsu PC200.
Universitas Sriwijaya
7
Setelah coal cleaning, alat gali muat tidak langsung melakukan proses
penggalian pada lapisan batubara, namun akan dilakukan kegiatan
pembongkaran/pemberaian dari lapisan batubara untuk memudahkan alat gali
muat melakukan pekerjaannya. Kegiatan pembongkaran dapat dilakukan dengan
ripping. Ripping atau menggaru adalah metoda untuk memecah batubara dari
kondisi insitu menjadi kondisi loose dengan menggunakan dozer yang dilengkapi
oleh ripper.
Bieniaswski (1973) mengklasifikasi kekerasan suatu batuan berdasarkan
nilai kuat tekannya yang dimulai dari tingkat kekerasan yang sangat lunak sampai
tingkat kekerasan yang sangat keras (Tabel 2.1).
Universitas Sriwijaya
8
Cara pemuatan material, cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat
angkut ditentukan oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut.
Cara pemuatan material dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Top Loading
Kedudukan alat muat berada diatas tumpukkan material atau berada diatas
jenjang). Cara ini hanya dipakai pada alat muat backhoe, selain daripada itu
operator lebih leluasa untuk melihat bak dari alat angkut dan menempatkan
material, seperti yang diilustrasikan pada (Gambar 2.1 (a)).
b. Bottom Loading
Kedudukan alat muat berada sejajar atau sama dengan alat angkut. Cara ini
dipakai pada alat muat Power Shovel (Gambar 2.1 (b)).
(a) (b)
Gambar 2.1. Top loading (a) dan bottom loading (b) (Indonesianto, 2005)
Universitas Sriwijaya
9
Universitas Sriwijaya
10
Universitas Sriwijaya
11
Kb Eff Fb Sf 3600
P .........(2.1)
Ct
Keterangan:
P = Produktivitas alat muat, bcm/jam atau ton/jam untuk batubara
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Fb = Faktor bucket
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat muat/excavator, detik
2.2.3. Produktivitas Alat Angkut
Menurut Indonesianto (2005), Produktivitas alat gali muat dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
n Kb Eff Fb Sf 60 ........(2.2)
P
Ct
Keterangan:
P = Produktivitas alat angkut, bcm/jam atau ton/jam
n = Frekuensi pengisian truck
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Fb = Factor bucket
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat angkut/dump truck, menit
Universitas Sriwijaya
12
.........(2.3)
Keterangan:
MF = Match Factor
nH = Jumlah truk
nL = Jumlah alat muat
CtH = Waktu edar alat angkut (menit)
CtL = Waktu edar alat muat (menit)
f = Frekuensi pengisian truk
Keserasian kerja antara alat gali muat dan alat angkut berpengaruh terhadap
faktor kerja. Hubungan yang tidak serasi antara alat gali muat dan alat angkut
akan menurunkan faktor kerja. Faktor kerja alat gali muat dan alat angkut akan
mencapai 100% jika MF = 1, sedangkan bila MF < 1 maka faktor kerja alat
angkut = 100% dan faktor kerja alat gali muat < 100% (alat loading menunggu
alat angkut). Sebaliknya bila MF > 1, maka faktor kerja alat muat = 100% dan
faktor kerja alat angkut < 100% (alat hauling antri). Keserasian kerja antara alat
muat dan alat angkut akan terjadi pada saat harga MF = 1, pada saat itu
kemampuan alat muat akan sesuai dengan alat angkut (Indonesianto, 2005).
Universitas Sriwijaya
13
Universitas Sriwijaya
14
Keterangan :
CT Loading = waktu edar alat gali muat (detik)
Texcavate = waktu menggali material (detik)
Tswing loaded = waktu putar dengan bucket terisi/swing loaded (detik)
Tdumping = waktu menumpahkan muatan (detik)
Tswing empty = waktu putar dengan bucket kosong/swingempty (detik)
Keterangan:
CT dumptruck = Waktu edar alat angkut (detik)
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk dimuati (detik)
Ta2 = Waktu diisi muatan (loading) (detik)
Ta3 = Waktu mengangkut muatan (detik)
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (detik)
Ta5 = Waktu pengosongan muatan (detik)
Ta6 = Waktu kembali kosong (detik)
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu edar alat mekanis antara
lain :
a. Berat alat, adalah berat muatan ditambah berat alat dalam keadaan tanpa
muatan yang akan berpengaruh terhadap kelincahan gerak alat yang otomatis
berpengaruh dalam kecepatan kerja alat.
b. Kondisi tempat kerja, tempat kerja yang luas dan kering akan
meningkatkan kelancaran dan keleluasaan gerak alat dan akan memperkecil
waktu edar, sebaliknya jalan yang rusak akan menghambat kerja alat dan
membuat waktu edar meningkat.
c. Kondisi dan jarak jalan angkut, meliputi kemiringan dan lebar jalan angkut
baik di jalan lurus maupun di tikungan sangat berpengaruh terhadap lalu lintas
jalan angkut. Jarak jalan angkut juga mempengaruhi, karena semakin jauh
Universitas Sriwijaya
15
jarak jalan maka waktu edar alat angkut akan semakin besar. Jadi jalan angkut
harus dibuat secara efisien dalam jarak dan kemiringan untuk mengoptimalkan
waktu edar.
d. Keterampilan dan pengalaman operator, pengalaman kerja yang lama
otomatis akan membuat operator terbiasa selain itu pelatihan untuk operator
akan meningkatkan kinerja dan pengetahunnya akan alat kerjanya. Karena
semakin baik kemampuan operator dan semakin lincah operator
mengoperasikan peralatan maka akan memperkecil waktu edar dari peralatan
tersebut.
2.3.3. Swell Factor
Swell Factor merupakan faktor perubahan volume material dimana berat
material tetap sama (Subhan, 2014). Volume material dibagi menjadi tiga bentuk
berdasarkan keadaannya yaitu Bank Cubic Meter (BCM) adalah volume material
pada kondisi aslinya, Loose Cubic Meter (LCM) adalah volume material yang
sudah mengalami penggalian dan Compacted Cubic Meter (CCM) adalah volume
material yang sudah mengalami penggalian kemudian dilakukan pemadatan
kembali.
Swell Factor dihasilkan dari perbedaan densitas akibat penggalian atau
pemadatan material dari densitas aslinya (Tenriajeng, A.T, 2003). Secara teoritis
nilai Swell Factor (SF) dapat dihitung dengan rumus berikut:
..(2.6)
Universitas Sriwijaya
16
Waktu kerja merupakan waktu yang digunakan alat untuk beroperasi, dimulai
dari awal hingga akhir. Pada waktu kerja terdapat beberapa variabel yaitu
waktu efektif dan waktu delay. Waktu efektif merupakan waktu yang benar-
benar digunakan peralatan untuk beroperasi. Sedangkan waktu delay
merupakan waktu hambatan seperti waktu pengisian bahan bakar, pemeriksaan
mesin, pemindahan alat, menunggu perbaikan jalan, dan kondisi cuaca
(Hartman, 2002).
2. Waktu Standby
Waktu standby merupakan waktu dari peralatan mekanis yang tidak dapat
digunakan, namun alat tidak rusak dan dapat beroperasi (Hartman, 2002).
3. Waktu Repair
Waktu repair merupakan waktu perbaikan peralatan mekanis pada saat jam
operasi penambangan berlangsung, termasuk waktu perawatan dan waktu
menunggu suku cadang alat (Hartman, 2002).
Menurut Hartman (2002), efisiensi kerja dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
..(2.7)
Tabel 2.2. Menentukan efisiensi kerja secara teoritis (Spesification and Aplication
Handbook Komatsu Edition 31)
Universitas Sriwijaya
17
Universitas Sriwijaya