Вы находитесь на странице: 1из 14

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara No.4 Tahun 2009,


pertambangan adalah kegiatan pengusahaan mineral dan batubara yang
didalamnya terdiri atas tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta pascatambang. Pertambangan batubara adalah pertambangan
endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut,
dan batuan aspal. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan
untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
Menurut Sukandarrumidi (2008), dalam kegiatan Pertambangan batubara
terdapat dua cara yaitu tambang dalam (Underground Mining) dan tambang
terbuka (Surface Mining). Terdapat dua sistem penambangan yaitu sistem
penambangan kombinasi backhoe dan truck (conventional system) dan sistem
menerus (continous mining) dengan menggunakan Bucket Wheel Excavator
(BWE).

2.1. Tahapan Kegiatan Penambangan


Tahapan kegiatan penambangan meliputi :
1. Pembersihan lahan (land clearing)
2. Pengupasan top soil
3. Pengupasan overburden
4. Penggalian batubara
5. Pemuatan (laoding) dan pengangkutan (hauling/shipping)
2.1.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Umumnya proses pekerjaan land clearing dilakukan dengan
memperhatikan lahan dan peralatan yang tersedia. Proses pengerjaan land
clearing meliputi (Tenrieajeng, 2003) :

Universitas Sriwijaya
5

a. Underbrushing
Underbrushing adalah sebuah kegiatan yang lebih menjurus kepada
pembabatan pepohonan yang berdiameter maksimum 30 cm dengan tujuan
untuk mempermudah pelaksanaan penumbangan pepohonan yang lebih besar.
b. Felling / cutting
Felling / cutting adalah kegiatan penumbangan pepohonan yang berdiameter
lebih dari 30 cm. Dalam spesifikasi pekerjaan yang tersedia, biasanya
disebutkan persyaratan persyaratan tertentu, seperti misalnya pohon harus
ditumbangkan berikut tunggul (bonggolnya) dengan mengupayakan kerusakan
top soil sekecil mungkin dan sebagainya.
c. Pilling
Kegiatan pengumpulan kayu-kayu yang kemudian dikumpulkan menjadi
tumpukan-tumpukan kayu pada jarak tertentu.
2.1.2. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Tanah pucuk (top soil) adalah bagian dari lapisan tanah yang letaknya
paling atas dan kaya akan unsur hara dan humus. Tanah pucuk umumnya memiliki
ketebalan + 0,5 m. Top soil yang dikupas selanjutnya dipindahkan ke tempat
penyimpanan sementara atau langsung dipindahkan ke timbunan, guna untuk
keperluan reklamasi sehingga kondisi permukaan tanah bisa dilakukan penanaman
kembali.
Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini dilakukan pada kondisi berupa rona
awal yang asli (belum pernah digali) dengan menggunakan alat-alat mekanis
berupa bulldozer, backhoe, dan truck. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai
pada batas lapisan sub soil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan
batuan penutup. Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya ditimbun dan
dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah top soil bank. Untuk
selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank yang pada saatnya nanti
akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada lahan disposal.
2.1.3. Pengupasan Overburden
Pengupasan overburden yaitu kegiatan pemindahan suatu lapisan tanah atau
batuan yang berada diatas cadangan bahan galian, agar bahan galian tersebut
menjadi tersingkap.
Tujuan pengupasan overburden adalah untuk membuang material atau
tanah penutup di atas endapan bahan galian tambang sehingga hasil bahan galian

Universitas Sriwijaya
6

tambang dapat diambil dengan bersih tidak tercampur tanah atau pengotor
lainnya, mengurangi biaya pengolahan dan mempermudah kegiatan
penambangan. Adapun pola teknis dari pengupasan overburden yaitu :
1. Back Filling Digging Method
Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat endapan batubara yang sudah
digali (back filling). Peralatan yang digunakan adalah back hoe dan diangkut
oleh dump truck. Cara back filling digging method cocok untuk tanah penutup
yang bersifat:
a. Tidak diselangi oleh endapan batubara bercabang (hanya ada satu
lapis).
b. Material atau batuannya lunak.
c. Letaknya mendatar (horizontal).
2. Benching System
Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan sistem jenjang (benching) ini
yaitu pengupasan lapisan tanah penutup yang disertai pembuatan jenjang.
Sistem ini cocok untuk :
a. Tanah penutup yang tebal.
b. Material cukup keras
c. Bahan galian atau lapisan endapan yang juga tebal.
3. Drag Scraper System
Cara ini biasanya langsung diikuti dengan pengambilan bahan galian setelah
tanah penutup dibuang, tetapi bisa juga tanah penutupnya dihabiskan terlebih
dahulu, kemudian baru bahan galiannnya ditambang. Sistem ini cocok untuk
tanah penutup yang materialnya lunak dan lepas (loose).
2.1.4. Penggalian Batubara
Kegiatan penggalian batubara yang sudah tersingkap setelah tanah
penutupnya dibuang disebut coal getting. Sebelum dilakukan coal getting, terlebih
dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Kegiatan coal cleaning ini adalah untuk
membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan batubara (coalface) yang
berupa material sisa tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor
lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan, dan longsoran).
Kegiatan coal cleaning biasanya menggunakan backhoe dengan kapasitas bucket
yang kecil contohnya Komatsu PC200.

Universitas Sriwijaya
7

Setelah coal cleaning, alat gali muat tidak langsung melakukan proses
penggalian pada lapisan batubara, namun akan dilakukan kegiatan
pembongkaran/pemberaian dari lapisan batubara untuk memudahkan alat gali
muat melakukan pekerjaannya. Kegiatan pembongkaran dapat dilakukan dengan
ripping. Ripping atau menggaru adalah metoda untuk memecah batubara dari
kondisi insitu menjadi kondisi loose dengan menggunakan dozer yang dilengkapi
oleh ripper.
Bieniaswski (1973) mengklasifikasi kekerasan suatu batuan berdasarkan
nilai kuat tekannya yang dimulai dari tingkat kekerasan yang sangat lunak sampai
tingkat kekerasan yang sangat keras (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Klasifikasi Kuat Tekan Batuan (Bieniaswski,1973)

Klasifikasi Kuat Tekan (Mpa)


Sangat Keras 250-700
Keras 100-250
Keras Sedang 50-100
Lunak 25-50
Sangat Lunak 1-25

2.1.5. Pemuatan (Loading) dan Pengangkutan (Hauling)


Menurut Partanto dalam Ensiklopedia Pertambangan Edisi 3 (2000),
pemuatan adalah kegiatan untuk mengambil dan memuat material ke dalam alat
angkut, atau ke suatu tempat penimbunan material (stockyard), ke dalam suatu
penampungan atau pengatur aliran material (hopper, bin, feeder, dan sebagainya),.
Proses pemuatan material hasil galian dilakukan oleh alat muat (loading
equipment) seperti powershovel, backhoe, dragline, yang dimuatkan pada alat
angkut (hauling equipment). Ukuran dan tipe dari alat muat yang dipakai harus
sesuai dengan kondisi lapangan dan keadaan alat angkutnya (Indonesianto, 2005).
Pola pemuatan pada operasi pengangkutan di tambang terbuka dikelompokkan
berdasarkan keadaan yang ditunjukkan oleh alat gali muat dan alat angkut yaitu

Universitas Sriwijaya
8

Cara pemuatan material, cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat
angkut ditentukan oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut.
Cara pemuatan material dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Top Loading
Kedudukan alat muat berada diatas tumpukkan material atau berada diatas
jenjang). Cara ini hanya dipakai pada alat muat backhoe, selain daripada itu
operator lebih leluasa untuk melihat bak dari alat angkut dan menempatkan
material, seperti yang diilustrasikan pada (Gambar 2.1 (a)).
b. Bottom Loading
Kedudukan alat muat berada sejajar atau sama dengan alat angkut. Cara ini
dipakai pada alat muat Power Shovel (Gambar 2.1 (b)).

(a) (b)

Gambar 2.1. Top loading (a) dan bottom loading (b) (Indonesianto, 2005)

Adapun hal yang mempengaruhi produksi (output) alat muat (loading


equipment) adalah:

Universitas Sriwijaya
9

1. Jenis/tipe dan kondisi alat muat, termasuk kapasitasnya


2. Jenis/macam material yang akan dikerjakan
3. Kapasitas dari alat angkut (hauling equipment)
4. Pola pemuatan yang digunakan
5. Pengalaman dan kemampuan operator
Hauling merupakan pekerjaan pengangkutan material hasil galian. Untuk
material lapisan tanah penutup (overburden) diangkut ke waste dump, sedangkan
untuk batubara diangkut menuju stockpile dengan menggunakan alat angkut
(hauling equipment) (Indonesianto, 2005). Pengangkutan dapat dilakukan dengan
menggunakan dump truck, motor scrapper ataupun wheel loader serta bulldozer
apabila jarak angkut kurang dari 100 meter (Tenriajeng, 2003).
Kegiatan hauling dilakukan dengan menggunakan pola tertentu. Pola
tersebut menyesuaikan dengan kondisi lapangan serta alat mekanis yang
digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk
(bucket) alat gali muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Produksi (output)
dari pekerjaan pengangkutan ini dipengaruhi oleh:
1. Kondisi jalan angkut
2. Kemampuan operator alat angkut
3. Hal-hal lain yang berpengaruh terhadap kecepatan dari alat angkut (hauling
equipment)
2.1.6. Dumping
Menurut Indonesianto (2005), dumping merupakan kegiatan penimbunan
material yang dipengaruhi oleh kondisi tempat penimbunan, mudah atau tidaknya
manuver alat angkut tersebut selama melakukan penimbunan.
Untuk material overburden ditimbun di lokasi penimbunan (waste
dump), sedangan untuk batubara ditimbun di stockpile.
Pekerjaan penimbunan dipengaruhi oleh:
1. Cara melakukan penimbunan (side dump, rear dump, atau bottom dump).
2. Kondisi dari material yang akan ditumpahkan (fragmentasi dan
kelengketannya).

2.2. Produktivitas Alat Gali Muat dan Alat Angkut

Universitas Sriwijaya
10

Kemampuan produksi penambangan dapat diketahui dengan melakukan


perhitungan kemampuan produksi alat mekanis masing-masing rangkaian kerja
yang telah ditetapkan. Kemampuan produksi alat gali muat dan alat angkut dapat
digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari suatu alat. Semakin besar hasil
produksi suatu alat dalam waktu yang singkat berarti produktivitas alat tersebut
juga akan semakin baik.
2.2.1. Faktor Pemilihan Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Faktor-faktor dalam pemilihan alat mekanis yaitu :
1. Kondisi Medan Kerja
Alat yang digunakan pada medan kerja yang berbatu dan bergelombang
akan sangat lain dengan alat yang digunakan pada medan kerja yang lunak
maupun berlumpur. Ketidaksesuaian alat dengan kondisi medan kerja
menimbulkan kerugian karena banyak waktu yang hilang. Altitute
(ketinggian tempat kerja) berpengaruh terhadap kerja mesin, semakin tinggi
altitude tekanan udara makin berkurang dari pengalaman diketahui bahwa
tenaga mesin diesel akan berkurang 3% setiap naik ketinggian 1000 feet.
2. Jenis Material Yang Akan Ditangani.
Jenis material yang dimaksud adalah sifat-sifat fisik dari material yaitu:
a. Pengembangan dan penyusutan material
Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan volume
material apabila material tersebut digali/dipindahkan dari tempat aslinya.
b. Bentuk material
Bentuk material ini didasarkan pada ukuran butir material yang akan
mempengaruhi susunan butir-butir material dalam suatu kesatuan volume
atau tempat.
c. Kekerasan dari material
Kekerasan material akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya material
tersebut dapat dibongkar. Material yang keras akan lebih sulit dibongkar
atau digali dengan menggunakan alat mekanis.
3. Kapasitas Alat

Universitas Sriwijaya
11

Kapasitas alat berkaitan dengan jumlah alat yang dibutuhkan untuk


memenuhi target produksi, semakin besar kapasitas alat semakit sedikit
jumlah alat yang dibutuhkan untuk memenuhi target produksi.
2.2.2. Produktivitas Alat Gali Muat
Kemampuan produktivitas alat gali muat merupakan besarnya
produktivitas yang terpenuhi secara real berdasarkan kondisi yang dapat dicapai.
Menurut Indonesianto (2005), Produktivitas alat gali muat dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:

Kb Eff Fb Sf 3600
P .........(2.1)
Ct

Keterangan:
P = Produktivitas alat muat, bcm/jam atau ton/jam untuk batubara
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Fb = Faktor bucket
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat muat/excavator, detik
2.2.3. Produktivitas Alat Angkut
Menurut Indonesianto (2005), Produktivitas alat gali muat dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:

n Kb Eff Fb Sf 60 ........(2.2)
P
Ct

Keterangan:
P = Produktivitas alat angkut, bcm/jam atau ton/jam
n = Frekuensi pengisian truck
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Fb = Factor bucket
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat angkut/dump truck, menit

Universitas Sriwijaya
12

2.2.4. Faktor Keserasian Kerja (Match Factor)


Pada kegiatan penambangan, keserasian kerja antara alat muat dan alat
angkut perlu diperhatikan (Indonesianto, 2005). Untuk melihat keserasian kerja
antara alat gali muat dan alat angkut digunakan persamaan berikut:

.........(2.3)

Keterangan:
MF = Match Factor
nH = Jumlah truk
nL = Jumlah alat muat
CtH = Waktu edar alat angkut (menit)
CtL = Waktu edar alat muat (menit)
f = Frekuensi pengisian truk
Keserasian kerja antara alat gali muat dan alat angkut berpengaruh terhadap
faktor kerja. Hubungan yang tidak serasi antara alat gali muat dan alat angkut
akan menurunkan faktor kerja. Faktor kerja alat gali muat dan alat angkut akan
mencapai 100% jika MF = 1, sedangkan bila MF < 1 maka faktor kerja alat
angkut = 100% dan faktor kerja alat gali muat < 100% (alat loading menunggu
alat angkut). Sebaliknya bila MF > 1, maka faktor kerja alat muat = 100% dan
faktor kerja alat angkut < 100% (alat hauling antri). Keserasian kerja antara alat
muat dan alat angkut akan terjadi pada saat harga MF = 1, pada saat itu
kemampuan alat muat akan sesuai dengan alat angkut (Indonesianto, 2005).

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Alat Pemindahan Tanah


Mekanis
Dalam menentukan kemampuan produksi alat gali muat dan alat angkut yang
digunakan dalam kegiatan penambangan perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah:
2.3.1. Lokasi Kerja
a. Ketinggian.

Universitas Sriwijaya
13

Efisiensi dan kinerja alat dipengaruhi juga oleh ketinggian, kinerja


alat berkurang 3% setiap naik 1000 ft dari permukaan air laut. Hal itu
disebabkan semakin berkurangnya jumlah oksigen di tempat yang lebih tinggi
sehingga mesin tidak bekerja secara optimal. Hal ini tentunya akan
menyebabkan menurunnya produktivitas alat.
b. Kemiringan jalan.
Keadaaan jalan akan mempengaruhi daya angkut dan alat angkut yang
dipakai. Bila jalan baik tentunya kapasitas angkut akan baik pula. Begitu pula
dengan kondisi kemiringan jalan, kemiringan akan mempengaruhi waktu
pengangkutan yang diperlukan untuk satu kali edar (cycle time). Kesalahan
pada saat penentuan kemiringan jalan akan menambah ongkos pengangkutan
karena material yang dipindahkan tidak sesuai dengan yang direncanakan.
2.3.2. Waktu Edar (Cycle Time) Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Waktu edar adalah waktu yang digunakan oleh alat mekanis untuk
melakukan satu siklus kegiatan. Setiap alat memiliki komponen waktu edar yang
berlainan. Besar kecilnya waktu edar tergantung pada jumlah komponen yang ada
dan waktu yang diperlukan oleh masing-masing komponen tersebut.
Waktu edar alat gali muat yaitu waktu yang dibutuhkan alat gali muat dalam
melakukan pemuatan material ke dalam alat angkut dalam satu siklus yang terdiri
dari waktu menggali, waktu mengayun isi, waktu menumpahkan material, dan
waktu mengayun kosong (Subhan,2014). Sedangkan waktu edar alat angkut yaitu
waktu yang dibutuhkan alat angkut untuk proses pengangkutan material yang
meliputi waktu pengisian, waktu perjalanan isi, waktu penumpahan, waktu
perjalanan kosong, dan waktu manuver (Zailani, 2014).
Untuk mengetahui waktu edar alat gali muat dan alat angkut diperoleh
dengan cara pengamatan di lapangan, yaitu :
1. Waktu edar alat gali muat
Dalam Specifications & Application Handbook Edition 30 (2009), waktu edar
alat gali muat diperoleh dari persamaan berikut:

CT Loading = Texcavate+ Tswing loaded+ Tdumping+ Tswing empty ..(2.4)

Universitas Sriwijaya
14

Keterangan :
CT Loading = waktu edar alat gali muat (detik)
Texcavate = waktu menggali material (detik)
Tswing loaded = waktu putar dengan bucket terisi/swing loaded (detik)
Tdumping = waktu menumpahkan muatan (detik)
Tswing empty = waktu putar dengan bucket kosong/swingempty (detik)

2. Waktu edar alat angkut


Dalam Specifications & Application Handbook Edition 30 (2009), waktu edar
alat angkut (dumptruck) dirumuskan sebagai berikut.

CT dumptruck= Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4+ Ta5+ Ta6 . (2.5)

Keterangan:
CT dumptruck = Waktu edar alat angkut (detik)
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk dimuati (detik)
Ta2 = Waktu diisi muatan (loading) (detik)
Ta3 = Waktu mengangkut muatan (detik)
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (detik)
Ta5 = Waktu pengosongan muatan (detik)
Ta6 = Waktu kembali kosong (detik)
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu edar alat mekanis antara
lain :
a. Berat alat, adalah berat muatan ditambah berat alat dalam keadaan tanpa
muatan yang akan berpengaruh terhadap kelincahan gerak alat yang otomatis
berpengaruh dalam kecepatan kerja alat.
b. Kondisi tempat kerja, tempat kerja yang luas dan kering akan
meningkatkan kelancaran dan keleluasaan gerak alat dan akan memperkecil
waktu edar, sebaliknya jalan yang rusak akan menghambat kerja alat dan
membuat waktu edar meningkat.
c. Kondisi dan jarak jalan angkut, meliputi kemiringan dan lebar jalan angkut
baik di jalan lurus maupun di tikungan sangat berpengaruh terhadap lalu lintas
jalan angkut. Jarak jalan angkut juga mempengaruhi, karena semakin jauh

Universitas Sriwijaya
15

jarak jalan maka waktu edar alat angkut akan semakin besar. Jadi jalan angkut
harus dibuat secara efisien dalam jarak dan kemiringan untuk mengoptimalkan
waktu edar.
d. Keterampilan dan pengalaman operator, pengalaman kerja yang lama
otomatis akan membuat operator terbiasa selain itu pelatihan untuk operator
akan meningkatkan kinerja dan pengetahunnya akan alat kerjanya. Karena
semakin baik kemampuan operator dan semakin lincah operator
mengoperasikan peralatan maka akan memperkecil waktu edar dari peralatan
tersebut.
2.3.3. Swell Factor
Swell Factor merupakan faktor perubahan volume material dimana berat
material tetap sama (Subhan, 2014). Volume material dibagi menjadi tiga bentuk
berdasarkan keadaannya yaitu Bank Cubic Meter (BCM) adalah volume material
pada kondisi aslinya, Loose Cubic Meter (LCM) adalah volume material yang
sudah mengalami penggalian dan Compacted Cubic Meter (CCM) adalah volume
material yang sudah mengalami penggalian kemudian dilakukan pemadatan
kembali.
Swell Factor dihasilkan dari perbedaan densitas akibat penggalian atau
pemadatan material dari densitas aslinya (Tenriajeng, A.T, 2003). Secara teoritis
nilai Swell Factor (SF) dapat dihitung dengan rumus berikut:

..(2.6)

2.3.4. Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau
merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu
yang tersedia (Ilahi,2014). Efisiensi kerja dipengaruhi oleh faktor efisiensi waktu,
efisiensi alat, kinerja operator, dan ketersediaan alat (Tenriajeng, 2003).
Sedangkan menurut Hartman (2002), terdapat 3 komponen waktu efisiensi kerja
yaitu :
1. Waktu Kerja

Universitas Sriwijaya
16

Waktu kerja merupakan waktu yang digunakan alat untuk beroperasi, dimulai
dari awal hingga akhir. Pada waktu kerja terdapat beberapa variabel yaitu
waktu efektif dan waktu delay. Waktu efektif merupakan waktu yang benar-
benar digunakan peralatan untuk beroperasi. Sedangkan waktu delay
merupakan waktu hambatan seperti waktu pengisian bahan bakar, pemeriksaan
mesin, pemindahan alat, menunggu perbaikan jalan, dan kondisi cuaca
(Hartman, 2002).

2. Waktu Standby
Waktu standby merupakan waktu dari peralatan mekanis yang tidak dapat
digunakan, namun alat tidak rusak dan dapat beroperasi (Hartman, 2002).
3. Waktu Repair
Waktu repair merupakan waktu perbaikan peralatan mekanis pada saat jam
operasi penambangan berlangsung, termasuk waktu perawatan dan waktu
menunggu suku cadang alat (Hartman, 2002).
Menurut Hartman (2002), efisiensi kerja dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :

..(2.7)

Tabel 2.2. Menentukan efisiensi kerja secara teoritis (Spesification and Aplication
Handbook Komatsu Edition 31)

Kondisi Medan Effisiensi Kerja (%)


Baik 83
Sedang 75
Agak Buruk 67
Buruk 58

Besarnya waktu yang tersedia ini dalam kenyatannya belum dapat


digunakan seluruhnya untuk produksi (kurang dari 100%). Hal ini disebabkan

Universitas Sriwijaya
17

karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi selama alat mekanis tersebut


berproduksi. Sehingga karena hal-hal tersebut, sangat jarang dalam satu jam
operator betul-betul bekerja selam 60 menit. Berdasarkan pengalaman, jika
waktu kerja efektif yang digunakan sebesar 83% maka sudah dapat dianggap
sama dengan efisiensi kerja yang baik sekali (Tabel 2.2).
2.3.5 Cuaca
Cuaca adalah kondisi alam yang tidak bisa ditentukan oleh manusia, kondisi
cuaca akan sangat berpengaruh pada lokasi penambangan, pada cuaca hujan
dimana keadaan lokasi akan membuat lapisan tanah menjadi lengket dan jalan
menjadi licin, sehingga alat alat tidak dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya
pada musim panas akan membuat lapangan berdebu, hal ini akan membuat
pandangan para operator terhambat. Dapat disimpulkan bahwa panas dan dingin
(suhu) akan mengurangi efisiensi kerja daripada alat tersebut.

Universitas Sriwijaya

Вам также может понравиться