Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Duramater normal terdiri dari dua lapisan, yang pertama terdiri atas dura
endosteal luar dan dura meningeal dalam. Kedua lapisan tersebut menyatu dalam
bentuk sinus-sinus dural, calvaria, tentorium, fisura-fisura interhemisfer.
Gambaran karakteristik dari perdarahan ekstra aksial secara langsung
berhubungan dengan anatomi dura, arachnoid, dan piamater yang berfungsi
melindungi otak bagian keras (skull) dari periosteum.1
Dasar lokasi perdarahan dapat dikenali kedalam empat tipe:
1. Epidural Hemorrage
2. Subdural Hemorrage
3. Subarachnoid Hemorrage
4. Intracerebral Hemorrage
1
jam kemudian. Kemudian sakit kepala tersebut akan menghilang dan akan muncul
lagi setelah beberapa jam kemudian dengan nyeri yang lebih hebat dari
sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,
kelumpuhan, pingsan, sampai koma.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).
Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di
tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang
bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara
lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk
sekat di antara bagian-bagian otak . Duramater lapisan luar melekat pada
permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan
mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri;
lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal
darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. 1
3
tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus
dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.1
2.Arachnoidea1
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor
cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater
oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat
yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari
arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni
(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat
di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa
liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang
lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares)
dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater
yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer
cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-
daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea,
seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini
berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga
sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-
pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan
hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga
subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral
dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah
cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum,
cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna
interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus
4
frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis
(cisterna sylvi).1
3.Piamater1
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan
bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus
untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
choroidea di tempat itu.1
5
melalui villi arachnoidalis. Darah dalam sinus sinus duramater akhirnya
mengalir kedalam vena vena jugularis interna dileher. Vena emissaria
menghubungkan sinus venosus duramater dengan vena vena diploika kranium
dan vena vena kulit kepala.1
Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri yang terfiksasi,
mulai di anterior pada foramen caecum, berjalan ke posterior dalam sulkus di
bawah lengkungan kranium, dan pada protuberantia occipitalis interna berbelok
dan berlanjut dengan sinus transverses. Dalam perjalanannya sinus sagitallis
superior menerima vena serebralis superior. Pada protuberantia occipitalis interna,
sinus sagitallis berdilatasi membentuk sinus konfluens. Dari sini biasanya
berlanjut dengan sinus transverses kanan, berhubungan dengan sinus transverses
yang berlawanan dan menerima sinus occipitalis.
Sinus sagitalis inferior menduduki tepi bawah yang bebas dari falx serebri,
berjalan kebelakang dan bersatu dengan vena serebri magna pada tepi bebas
tentorium cerebelli membentuk sinus rektus.
Sinus occipitalis merupakan suatu sinus kecil yang menempati tepi falx
serebelli yang melekat, ia berhubungan dengan vena vena vertebralis dan
6
bermuara kedalam sinus konfluens. Sinus kavernosus terletak dalam fossa
kranialis media pada setiap sisi corpus os sphenoidalis. Arteri karotis interna,
dikelilingi oleh pleksus saraf simpatis, berjalan kedepan melalui sinus. Nervus
abdusen juga melintasi sinus dan dipisahkan dari darah oleh suatu pembungkus
endothelial. Sinus petrosus superior dan inferior merupakan sinus sinus kecil
pada batas batas superior dan inferior pars petrosus os temporale pada setiap sisi
kranium. Setiap sinus kavernosus kedalam sinus transverses dan setiap sinus
inferior mendrainase sinus cavernosus kedalam vena jugularis interna.
7
Gambar 2. Vaskularisasi Duramater
8
kebawah sampai setinggi vertebra sacralis ke dua. Akhirnya liquor masuk
kedalam aliran darah melalui villi arachnoideales dengan berdifusi melalui
dindingnya.
2.6 CT Scan2
9
Gambar 3. Perangkat CT Scan
10
2.7. Perdarahan Epidural 3,4
2.7.1. Definisi Perdarahan Epidural
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak
diantara meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi
akibat trauma. Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran
yang melapisi otak dan medulla spinalis. Epidural dimaksudkan untuk
organ yang berada disisi luar duramater dan hematoma dimaksudkan
sebagai masa dari darah.
11
otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan pernafasan).
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan
kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi
antikoagulan, sangat peka terhadap terjadinya perdarahan di sekeliling
otak.
12
Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa
apa Tapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan
dan bangun bangun dalam kondisi kebingungan
Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala
Muntah muntah
Kejang kejang
Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior
akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang
drastis. Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau,
lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian
meninggal.
Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya
peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :
Hipertensi
Bradikardi
bradipneu
kontusio, laserasi atau tulang yang retak
dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral
kearah lesi, adanya gejala gejala peningkatan tekanan intrakranial,
atau herniasi.
Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang
menetap, yaitu:
Coma
Fixasi dan dilatasi pupil
Deserebrasi
Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus
dicurigai adanya epidural hematom.
2.7.5. Gambaran CT_Scan Epidural Hematom3,4
Pada Ct-scan tampak area yang tidak selalu homogen, bentuknya
bikonveks sampai planokonveks, melekat pada tabula interna dan
mendesak ventrikel ke sisi kontra lateral (tanda space occupying lesion,
Batas dengan korteks licin, Densitas duramater biasanya jelas.
13
Gambar 4. CT Scan Perdarahan Epidural
14
Perdarahan pada vena-vena ini dapat terjadi akibat dari mekanisme
sobekan di sepanjang permukaan subdural dan peregangan traumatic dari
vena-vena, yang dapat terjadi dengan cepat akibat dekompresi ventrikular.
Karena Permukaan subdural yang tidak dibatasi oleh sutura cranialis,
darah dapat menyebar di seleuruh hemisper dan masuk ke dalam fisura
hemisfer.
Mekanisme yang bisa menyebabkan munculnya hematom subdural
akut adalah benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Subdural
Hematom akut biasanya ada hubungannya dengan trauma yang jelas dan
seringkali disertai dengan laserasi atau kontusi otak.
2.8.4. Manifestasi Klinis Perdarahan Subdural
Subdural Hematom diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
Subdural Hematom Akut (Hiperdens)
Bila perdarahan terjadi kurang dari bebrapa hari atau dalam 24 48 jam
setelah trauma.
Subdural HEmatom SubAkut (Isodens)
Bila perdarahan berlangsung antara 2-3 minggu setelah trauma
Subdural Hematom Kronik
Bila perdarahan lebih dari 3 minggu setelah trauma
Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran
hematom dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom
biasanya bersifat unilateral. Gejala neurologis yang sering muncul adalah :
1. Perubahan tingkat kesadaran, terjadi penurunan kesadaran
2. Dilatasi pupil ipsilateral hematom
3. Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya
4. Hemiparesis kontralateral
5. Papiledema
Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala
yang menyebabkan penurunan kesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan
status neurologic yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu
tertentu pasien memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang
memburuk.
15
Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya
tersembunyi dengan gejala-gejala berupa penurunan kesadaran, gangguan
keseimbangan, disfungsi kognitif dan gangguan memori, hemiparesis,
sakit kepala dan afasia.
2.8.5. Gambaran CT Scan Perdarahan Subdural3,47
16
Gambar 6. CT Scan Subdural hematom Kronik
17
2.9.2. Etiologi Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan
pecahnya aneurisma (85%). kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam
banyak kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma.
2.9.3. Patofisiologi Perdarahan Subarachnoid
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan
hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular
atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena
dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung
faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam
arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi
dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins mempelajari
otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma
dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran
pada lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan
menggunakan obat pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang
semua memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma sakular.
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah
ruang subarachnoid. Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang
subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma perdarahan subarachnoid adalah
kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus
ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma
adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan
denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan arterivenous.
2.9.4. Manifestasi Klinis
Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90%
tanpa keluhan sakit kepala.
Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar
sebentar, sedikit delirium sampai koma.
Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
18
Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa
jam setelah pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid
karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau
arteri karotis interna
Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam
ringan karena rangsangan meningen, dan demam tinggi bila pada
hipotalamus. Begitu pun muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi,
adanya hubungan dengan hipotalamus
19
Gambar 8. Perdarahan subarachnoid
20
Gambar 8. CT Scan Perdarahan Intraserebral
2.10.1. Etiologi
- Trauma kepala
- Hipertensi
- Aneurisme
- Terapi antikoagulan
- Hemiparesis / hemiplegi
- Hemisensorik
21
- Hemi anopsia homonim
- Parese nervus III
2.10.3 Patofisiologi
1. Putaminal Hemorrhage
22
menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65%
mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal
kecil menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori kontralateral.
Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan
hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi
perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer
dominan. Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan
lalukoma, variasi respirasi, pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya
gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan respons
Babinski bilateral.
23
Gambar 9. Perdarahan Putaminal6
2. Thalamic Hemorrhage
24
Gambar 10. Perdarahan Thalamus
3. Perdarahan Pons
25
Gambar 11. Perdarahan Pons dan Cerrebellum
4. Perdarahan Serebelum
26
derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi pada
kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien dengan perdarahan
serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap
responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma
dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah
tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%,
dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau berdiri
pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi
termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia
apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer
(61%), palsi gaze ipsilateral (54 %), nistagmus horizontal (51 %), dan
miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya
disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan.
Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial
perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis
tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis.
Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia
total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 6
27
Gambar 12. Perdarahan Pons dan Cerrebellum
28
Daftar Pustaka
1. Sosin DM, Sniezek JE, Waxweiler RJ. Trends in death associated with
traumatic brain injury, 1979 through 1992. Success and failure. JAMA
273:17781780, 1995.
2. Sosin DM, Sniezek JE, Thurman DJ. Incidence of mild and moderate brain
injury in the United States, 1991. Brain Inj 10: 4754, 1996.
3. Traumatic brain injuryColorado, Missouri, Oklahoma, and Utah, 1990
1993. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 46:811, 1997.
4. Nagy KK, Joseph KT, Krosner SM, Roberts RR, Leslie CL, Dufty K, et al.
The utility of head computed tomography after minimal head injury. J Trauma
46:268270, 1999.
5. Jeret JS, Mandell M, Anziska B, Lipitz M, Vilceus AP, Ware JA, et al.
Clinical predictors of abnormality disclosed by computed tomography after
mild head trauma. Neurosurgery 32:915, 1993.
6. Miller EC, Holmes JF, Derlet RW. Utilizing clinical factors to reduce head CT
scan ordering for minor head trauma patients. J Emerg Med 15:453457,
1997.
29