Вы находитесь на странице: 1из 33

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG EKOLOGI LAUT

(Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun Dan Ekosistem Terumbu Karang)

Oleh :

M. Samsul Hadi

140341100062

Asisten :

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Berkat-Nya dapat terselesaikannya Laporan Praktikum Mata Kuiah
Ekologi Laut. Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
tuntunan dan hikmat yang diberikan sehingga dapat teratasinya semua kendala
yang saya alami dalam penulisan.
Laporan ini saya buat berdasar pada praktikum yang telah saya lakukan.
Setiap bab telah disusun secara sistematis berisi teori dasar praktikum, metode
praktikum, alat dan bahan dan prosedur kerja dan hasil pengamatan yang telah
saya analisis.
Penulis merasa laporan praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena keterbatasan saya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan masukan
dari pembaca untuk penyempurnaan dan perbaikan laporan praktikum ini. Terima
Kasih.

Bangkalan, 28 November 2015

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1.1 Latar Belakang..........................................................................................


1.2 Tujuan........................................................................................................
1.3 Manfaat......................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

2.1 Mangrove...................................................................................................

2.1.1 Pengertian dan Manfaat Mangrove.....................................................

2.1.2 Jenis Mangrove......................................................................................

2.1.3 Morfologi dan Klasifikasi Mangrove...................................................

2.1.4 Biota yang Ada di Mangrove................................................................

2.1.5 Faktor Pembatas....................................................................................

2.2 Lamun........................................................................................................

2.2.1 Definisi dan Sebaran Lamun................................................................

2.2.2 Morfologi dan Klasifikasi Lamun........................................................

2.2.3 Biota yang Ada di Lamun.....................................................................

2.2.4 Faktor Pembatas....................................................................................

2.3 Karang.......................................................................................................

2.3.1 Pengertian dan Manfaat Terumbu Karang.........................................

2.3.2 Tipe-Tipe Terumbu Karang..................................................................

2.3.3 Biologi Karang.......................................................................................

2.3.4 Biota yang Ada di Karang

2.3.5 Faktor Pembatas


2.4 Analisa Kering

2.4.1 Pengertian Analisa Kering

2.4.2 Jenis-Jenis Sedimen

BAB III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

3.2 Alat dan Bahan

3.3 Metode Pengambilan Data

3.3.1 Metode Pengambilan Data Mangrove

3.3.2 Metode Pengambilan Data Lamun

3.3.3 Metode Pengambilan Data Karang

3.3.4 Metode Analisa Kering

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Mangrove

4.1.2 Lamun

4.1.3 Terumbu Karang

4.1.4 Analisa Kering

4.2 Pembahasan

4.2.1 Mangrove

4.2.2 Lamun

4.2.3 Terumbu Karang

4.2.4 Analisa Kering


BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ekosistem diartikan sebagai tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh
antara segenap komponen lingkungan hidup yang paling berinteraksi membentuk
suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan tersebut ada dalam suatu keseimbangan
tertentu yang bersifat dinamis. Artinya, bisa terjadi perubahan, baik besar maupun
kecil, yang disebabkan oleh faktor alamiah maupun akibat ulah manusia.
Ekosistem dapat beramcam-macam bentuknya sesuai dengan bentangan
atau hamparan tempat ekosistem berada. Namun, nika dilihat dari komponennya
terdiri atas komponen fisik (abiotik) dan hayati (biotik). Komponen abiotik terdiri
dari momponen yang bukan makhluk hidup. Semua wujud abiotik tersebut dalam
bentuk materi dan energi dalam ekosistem. Materi dan energi yang terdapat dalam
komponen abiotik mendukung dan mempengaruhi kehidupan komponen biotik di
suatu ekosistem.
Tipologi umum dari perairan laut tropis diawali oleh hutan mangrove yang
kemudian diikuti oleh hamparan padang lamun, dan bentang terumbu karang.
Masing-masing ekosistem laut tropis tersebut memiliki beragam fungsi dan peran
yang saling terkait satu sama lain. Tingginya kompleksitas ekosistem laut tropis,
baik di dalam maupun antar ekosistem, membuat penelitian interaksi suatu kajian
yang sangat rumit dan dinamis. Oleh karena itu, mekanisme yang pasti dalam
interaksi antara ketiga ekosistem ini masih terus diteliti sampai saat ini. Ogden
dan Gladfelter (1983) menyarikan interaksi rumit dalam ekosistem laut tropis ke
dalam lima kategori, yaitu interaksi fisik, interaksi bahan organik terlarut,
interaksi bahan organik partikel, interaksi migrasi biota dan interaksi dampak
manusia.
1.2. Tujuan
Tujuan diadakannya Praktikum Ekologi Laut Tropis di Sepuluh untuk
mengetahui kondisi Ekosistem Mangrove, Lamun dan Karang serta interaksi antar
biota dan factor abiotic yang mempengaruhinya di Pesisir Desa Prancak
Kecamatn Sepuluh Kabupaten Bangkalan Madura.

1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ekologi laut tentang mangrove, lamun, dan terumbu
karang adalah agar praktikan dapat memahami tentang habitat dan ekosistem
mangrove, lamun, dan terumbu karang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mangrove
2.1.1. Pengertian dan Manfaat Mangrove
Mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove sering disebut hutan bakau
atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya
didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di
atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi
tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal
dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu
hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai
ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah dan perabot) dan industri
(pakan ternak, kertas, arang) (Mulyadi et al. 2009).
Secara umum ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam (natural
resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat,
mengingat hutan mangrove mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan
yang sudah cukup terbuka/berkembang. Hal ini mendorong laju kerusakan
ekosistem mangrove umumnya berlangsung cepat (Ningsih 2008). Selain itu
potensi ekonomi mangrove cukup tinggi yang didukung oleh kemudahan
pemanfaatan dan pemasaran hasilnya.
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh
pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di
sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang
di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan
dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping
dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan
biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah
perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang
tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi.
Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori
sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan. Bersifat
dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta
mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan
labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala
(Anwar et al. 2007).
2.1.2 Jenis Mangrove
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut
menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar,
terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang
yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor
tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini menyebabkan
keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi
masing-masing umumnya besar (Kartawinata et al. 1979). Karena berada di
perbatasan antara darat dan laut, maka hutan mangrove merupakan ekosistem
yang rumit dan mempunyai kaitan, baik dengan ekosistem darat maupun lepas
pantai. Mangrove di Indonesia mempunyai keragaman jenis yang tinggi yaitu
memiliki 89 jenis tumbuhan yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis
perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji 1987 dalam Anam
et al. 2007).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri
atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras,
Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen 2000).
2.1.3 Morfologi, Taksonomi dan Klasifikasi Mangrove
Mangrove umumnya memiliki daun tebal berdaging (Sukulen) dan dilapisi
kutikula (lapisan lilin) sebagai mekanisme untuk mengurangi penguapan. Secara
aktif daun mangrove mengeluarkan kandungan garam melalui kelenjar yang
terdapat pada daun untuk mempertahankan konsentrasi cairan ekstra sel yang ada
dalam tubuhnya agar tetap stabil. Bunga memiliki mahkota dan kelopak yang
tebal, berukuran kecil atau sedang, kadang berwarna menyolok dan berbau
menyengat untuk menarik perhatian serangga. Beberapa jenis mangrove memiliki
buah yang sudah berkecambah sewaktu masih berada dipohon induknya
(vivipari). Hal ini bertujuan untuk memperbesar peluang hidup bagi generasi
mangrove berikutnya (Hutching 1987).

Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledone
Ordo : Myrtales
Famili : Verbenaceae
Genus : Avicennia
Kingdom : Plantae
Divisi : magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Lytnraceae
Genus : Sonneratia
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Bruguiera
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Super divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Ceriops
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Sapindales
Familia : Meliaceae
Genus : Xylocarpus
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Combretaceae
Famili : Combreta
Genus : Lumnitzera

2.1.4 Biota Yang Ada di Mangrove


Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai
makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai
makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus
diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian
mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Keberhasilan dari pengaturan
menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu,
bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya
untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara
biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan
bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan
kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari
ekosistem yang penting. Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan
karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian
dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head 1971; Sasekumar 1984). Proses
dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan
jamur (Fell et al. 1975; Cundel et al. 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital
(dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald 1975),
diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies
semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam
siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan
karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau
manusia. Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jaring makanan di ekosistem mangrove


2.1.5 Faktor Pembatas
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove
di suatu lokasi adalah :
1. Fisiografi pantai (topografi)
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan
lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove
lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal.
2. Pasang (lama, durasi, rentang)
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi
tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.
3. Gelombang dan arus
a) Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem
mangrove. Pada lokasi - lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang
cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi
pengurangan luasan hutan.
b) Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi
spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus
sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya
tumbuh.
c) Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi
pantai dan pembentukan padatan - padatan pasir di muara sungai.
Terjadinya sedimentasi dan padatan - padatan pasir ini merupakan substrat
yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove.
d) Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organis meakuatik melalui
transportasi nutrient - nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien -
nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal
dari run off daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh
arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
4. Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan factor fisik (substrat
dan air). Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui cahaya, curah
hujan, suhu,dan angin.

5. Salinitas
a) Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar
antara 10 - 30 ppt.
b) Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan
zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan.
c) Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam
keadaan pasang.
d) Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air.
6. Oksigen terlarut
a) Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan
oksigen untuk kehidupannya.
b) Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasidan fotosintesis.
c) Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari.
7. Tanah
a) Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan
mangrove.
b) Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan
berlumpur.
c) Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir.
Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan
tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat ( clay ) dan
debu ( silt ) maka tegakan menjadi lebih rapat. Konsentrasi kation
Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia
/Sonneratia /Rhizophora /Bruguiera.
d) Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
e) Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuc
8. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik
dan organik.
a) Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
b) Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton,bakteri, alga)
2.2. Lamun
2.2.1. Definisi dan Sebaran Lamun
Ekosistem padang lamun merupakan salah satu ekosistem pendukung di
wilayah pesisir yang pada umumnya terdapat di daerah tropis dan memiliki
peranan penting di perairan, sehingga kelesteriannya perlu dijaga. Ekosistem
padang lamun adalah penunjang bagi kehidupan laut dangkal. Berbagai jenis biota
dapat ditemukan di daerah padang lamun. Daerah padang lamun banyak
memberikan manfaat bagi biota bentik khususnya epifauna yaitu sebagai sumber
makanan, daerah asuhan dan tempat berlindung. Apabila ekosistem ini rusak maka
produktivitas perairan akan menurun (Ristianti et al. 2014).
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari
lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40 persen endapan lumpur dan
lumpur halus. Kebutuhan substrat yang paling utama bagi pengembangan padang
lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup (BAPEDAL 1996). Tipe substrat
penting untuk diketahui karena berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun dan
krustasea yang ada.
2.2.2 Morfologi & Klasifikasi Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan
menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah
berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis
memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan
dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.

Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki


perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi,
lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4
famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu
Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan
merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan
lamun yang tumbuh di laut
Secara rinci klasifikasi lamun menurut den Hartog (1970) adalah sebagai
berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalasia
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Cymodocea
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Halodule
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Syringodium

Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Thalassodendron
2.2.3. Biota Lamun
Padang lamun merupakan sumber daya laut yang cukup potensial untuk
dimanfaatkan, dan secara ekologi, padang lamun mempunyai beberapa fungsi
penting di daerah pesisir. Banyak organisme yang secara ekologis dan biologis
sangat tergantung pada keberadaan lamun. Ekosistem tersebut merupakan sumber
makanan penting bagi banyak organisme oleh sebab itu banyak biota laut yang
memanfaatkannya sebagai tempat memijah (Dorenbosch et al. 2004; Dorenbosch
et al. 2006). Kepiting dan udang yang termasuk kelas Krustasea diketahui
berasosiasi dengan baik terhadap ekosisitem lamun. Selain sebagai salah satu
komponen yang penting dalam rantai makanan, beberapa jenis krustasea juga
merupakan hewan yang bernilai ekonomis tinggi karena dagingnya merupakan
makanan yang lezat, seperti beberapa jenis udang dan kepiting dari suku
Penaeidae (udang niaga), Portunidae (rajungan dan kepiting bakau), Syllaridae
(udang pasir dan udang kipas), Palinuridae (udang karang atau lobster) dan
Stomatopoda (udang ronggeng atau udang mantis) (Kenyon et al.2004 dalam
Pratiwi 2010).
2.2.4 Faktor Pembatas
Padang lamun atau seagrass merupakan salah satu sumber daya alam
wilayah bagian pesisir. Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang
ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun adalah kelompok
tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil)
yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Komunitas
lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman
tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut.
Faktor pembatas yang menentukan kehidupan lamun secara fisiologis
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis, yaitu penetrasi
cahaya matahari, unsur hara dan difusi karbon anorganik. Disamping itu ada juga
faktor lainnya seperti suhu perairan, salinitas, dan pergerakan air yang
mempengaruhi tumbuhan makrofit seperti lamun ini.
1. Penetrasi cahaya matahari, kecerahan, kedalaman air.
Lamun tumbuh di perairan dangkal karena membutuhkan cahaya matahari.
Namun pada perairan jernih yang memungkinkan penetrasi cahaya dapat masuk
lebih dalam, maka lamun dapat hidup di daerah tersebut
2. Sumber Karbon dan Metabolisme.
Sumber karbon anorganik untuk fotosintesis umumnya adalah dari karbon
dioksida dan bikarbonat. Suplai karbon anorganik ini sangat penting bagi lamun
dalam pertumbuhannya.
3. Suhu Air
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap kehidupan
lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan
kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30C, fotosintesis bersih akan
meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat
dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35C.
4. Salinitas
Salinitas adalah total kosentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan.
Salinitas dinyatakan dalam satuan promil (). Nilai salinitas perairan tawar
biasanya kurang dari 0,5 , perairan payau antara 0,5 30 , dan perairan
laut 30 40 . Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh
masukan air tawar dari sungai.
5. Pergerakan Air
Pengaruh pergerakan air terhadap tumbuhan lamun antara lain berkaitan
dengan suplai unsur hara, sediaan gas-gas terlarut, dan untuk menghalau sisa - sisa
metabolisme dan limbah yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas
primer dari lamun tersebut.
6. Nutrien
Ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan, kelimpahan
dan morfologi lamun pada perairan yang jernih.
7. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah ukuran tentang besarnya kosentrasi ion
hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam
reaksinya. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap organisme perairan sehingga dipergunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan masih tergantung pada factor-faktor
lain.
8. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut dalam perairan
yang merupakan suatu komponen utama bagi metabolisme organisme perairan
yang digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan lamun.
9. Sedimen
Perbedaan komposisi jenis substrat dapat menyebabkan perbedaan
komposisi jenis lamun dan juga dapat mempengaruhi perbedaan kesuburan dan
pertumbuhan lamun.

10. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu unsur esensial bagi metabolisme dan
pembentukan protein, fosfat yang diserap oleh jasad hidup nabati perairan (makro
maupun makrofita) adalah fosfat dalam bentuk orto-fosfat yang larut dalam air.
Orto-fosfat dalam jumlah yang kecil, yang merupakan faktor pembatas bagi
produktivitas perairan.
2.3. Terumbu Karang
2.3.1. Definisi dan Manfaat Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reefs) merupakan salah satu ekosistem utama
pesisir dan laut yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya
jenis-jenis karang batu dan algae berkapur. Ekosistem ini terdiri atas beragam
biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan
ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan
ombak dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis sebagai
habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar, serta tempat
pemijahan bagi berbagai biota laut (Amin 2009).
Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam,
yakni sebagai tempat hidup bagi berbagai biota laut tropis lainnya sehingga
terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota sangat tinggi dan sangat
produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka ragam, sehingga dapat
dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah tujuan wisata, selain itu juga
dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak. Secara umum manfaat terumbu karang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Fungsi Pariwisata
Fungsi ini berkaitan dengan keindahan karang, kekayaan biologi dan
kejernihan airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat
rekreasi. Skin diving atau snorkeling, SCUBA dan fotografi adalah kegiatan yang
umumnya terdapat di kawasan ini.
2. Fungsi Perikanan
Terumbu karang merupakan tempat tinggal ikan-ikan karang yang
harganya mahal sehingga nelayan menangkap ikan di kawasan ini. Jumlah
panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari di seluruh
dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan
perikanan dunia.
2.3.2. Tipe Tipe Terumbu Karang
Menurut Amin (2009) dilihat dari proses geologis terbentuknya terumbu
karang dan hubungannya dengan daratan, maka terumbu karang dibagi ke dalam
tiga tipe yaitu:
1. Terumbu karang cincin (atol). Terumbu karang ini dalam proses
pembentukannya memerlukan waktu beratusratus tahun. Terumbu karang cincin
(atol) biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yang terpisah jauh dari daratan
Contoh terumbu karang ini adalah terdapat di Takabonerate Sulawesi Selatan.
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs), contoh terumbu karang ini adalah
Great Barrier Reefs.
3. Terumbu karang tepi (fringing reefs) Terumbu karang tepi adalah tipe yang
paling banyak terdapat di Indonesia. Terumbu karang tipe ini berada di tepi pantai
yang jaraknya kurang dari 100 meter ke arah laut .
2.3.3. Biologi Terumbu Karang
Organisme penyusun terumbu karang (Scleractinia) hidup bersimbiose
dengan alga Zooxanthellae yang dalam proses biologisnya alga mendapat
karbondioksida (CO2) untuk proses photosintesis dan zat hara dari hewan-hewan
terumbu karang (Tanjung 2002). Secara Biologis sistem reproduksi pada karang
pada karang terjadi secara seksual dan aseksual, reproduksi seksual terjadi dengan
cara melepaskan sel telur dan sel sperma yang menghasilkan pembuahan yang
bersifat hermafrodit dan reproduksi aseksual menghasilkan larva planula yang
berenang bebas, bila menetap pada suatu substrat atau tempat didasar perairan
maka akan berkembang menjadi sebuah koloni baru (Nybakken 1988 dalam
Haruddin et al. 2011).
2.3.4 Biota Terumbu Karang

Ada beberapa jenis biota yang terdapat dalam ekosistem terumbu karang
yaitu antara lain (Mann 2000) :

1) Ikan, misalnya Muraenidae, Serranidae, Holocentridae, Lutjanidae,


Chaetodontidae dll

2) Cnidaria, misalnya hydroid, ubur- ubur dan Anthozoa

3) Crustacea, misalnya teritip, kepiting, udang, lobster, dan udang karang

4) Echinodermata, misalnya bintang laut, anemon laut, teripang, dan bulu babi

5) Mollusca, misalnya Gastropoda(siput), Bivalve(kerang), Cephalopoda (gurita,


cumi-cumi, dan sotong)

6) Reptil, misalnya ular laut dan penyu


2.3.5 Faktor Pembatas
1. Suhu air >18C, tapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-
rata tahunan berkisar antara 23 - 250C, dengan suhu maksimal yang masih
dapat ditolerir berkisar antara 36 - 40C.
2. Kedalaman perairan mencapai <50 m, dengan kedalaman bagi perkembangan
optimal pada 25 m atau kurang.
3. Salinitas air yang konstan berkisar antara 30 - 36 .
4. Perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen.
Pada kondisi normal daerah terumbu karang memproduksi 2,5X1013
moles CaCO3 ha/th, dimana 1,5X1013CaCO3 akan diakumulasikan dalam bentuk
kapur, 1,5X1013 dalam bentuk terlarut di dalam air laut. CaCO3 yang terlarut
dalam air laut inilah yang mempunyai kemampuan untuk menyerap CO2 yang
berasal dari udara sebesar 6% (Kleypas et al, 2006).
2.4 Analisa Kering
2.4.1 Pengertian Analisa Kering
Analisa kering adalah analisa yang dilakukan pada sampel yang kering.
Proses pengeringan juga dapat dilakukan dengan cara di oven ataupun dijemur,
sehingga dihasilkan sampel yang kering. Sampel yang dihasilkan tersebut dapat di
tumbuk hingga halus, dan dapat di ayak pada lubang yang mikro.

2.4.2 Jenis-jenis Sedimen


Chester (1993) membagi sedimen laut menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Nearshore sediment, sebagian besar endapan sedimennya dipengaruhikuat oleh


kedekatannya dengan daratan sehingga mengakibatkan kondisifisika kimia dan
biologi sedimen ini lebih bervariasi dibandingkan dengandeep-sea sediment.

2. Deep-sea sediment, sebagian besar mengendap di perairan dalam di atas500 m


dan banyak faktor seperti jauhnya dari daratan, reaksi antarakomponen terlarut
dalam kolom perairan serta hadirnya biomassa khususyang mendominasi
lingkungan laut dalam yang menyebabkan sedimen inimerupakan habitat yang
unik di planet dan memiliki karateristik yangsangat berbeda dengan daerah
continental / near shore.

Menurut asalnya Garrison (2006) menggolongkan sedimen ke dalam 4 bagian


yaitu:

1. Sedimen TerrigenousJenis sedimen ini berasal dari erosi yang berasal dari
benua atau pulau,letusan gunung berapi dan segumpalan debu. Sedimen ini lebih
dikenaldengan batuan yang berasal dari gunung berapi seperti granit yang
bersumberdari tanah liat dan batuan kwarsa yang menjadi dua komponen
penyusunsedimen terrigenous.

2. Sedimen LithogenousSedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di


darat. Hal inidiakibatkan karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti
adanyapemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara
terus-menerus. Partikel-partikel ini diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-
sungai.Begitu sedimen mencapai lautan, partikel-partikel yang berukuran
besarcenderung untuk lebih cepat tenggelam dan menetap dari yang
berukuranlebih kecil. Kecepatan tenggelamnya partikel-partikel ini telah dihitung,
dimana jenis partikel pasir hanya memerlukan waktu kira-kira 1,8 hari untuk
tenggelamdan menetap di atas lapisan atas dasar laut yang mempunyai
kedalaman4.000 meter. Sedangkan jenis partikel lumpur yang berukuran lebih
kecilmembutuhkan waktu kira-kira 185 hari dan jenis partikel tanah
liatmembutuhkan waktu kira-kira 51 tahun pada kedalaman kolom air yang
sama.Oleh karena itu tidaklah mengherankan jikalau pasir akan segera diendapkan
begitu sampai di laut dan cenderung untuk mengumpul di daerah pantai(Hutabarat
dan Stewart, 2000).

3. Sedimen BiogenousSedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka organisme hidup.


Jenissedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe utama yaitu calcareous
dansiliceous ooze. Material siliceous dan calcareous pada waktu itu di ekstrak
darilaut dengan aktivitas normal dari tanaman dan hewan untuk
membangunrangka dan cangkang. Kebanyakan organisme yang menghasilkan
sedimenbiogenous mengapung bebas di perairan seperti plankton. Sedimen
biogenouspaling berlimpah dimana cukup nutrien yang mendorong produktivitas
biologiyang tinggi, selalu terjadi pada wilayah dekat continental margin dan
areaupwelling.

4. Sedimen HydrogenousSedimen hydrogenous terdiri dari mineral yang


mempercepat prosespresipitasi dari laut. Jenis partikel ini dibentuk sebagai hasil
reaksi kimia dalamair laut. Reaksi kimia yang terjadi disini bersifat sangat lambat,
dimana untukmembentuk sebuah nodule yang besar diperlukan waktu selama
berjuta-jutatahun dan proses ini kemudian akan berhenti sama sekali jika nodule
telahterkubur di dalam sedimen. Di pusat perputaran, jauh dari benua,
partikelsedimen terakumulasi sangat lambat (Garrison, 2006).
BAB III

METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Pengambilan Sampel di Lapang
Pengambilan sampel untuk praktikum Ekologi Laut dilaksanakan pada 21
Nopember 2015, berlokasi di Pantai Sepuluh, Kecamatan Sepuluh, Bangkalan.
3.1.2 Analisa Sampel di Laboratorium
Analisa data sempel yang diperoleh pada saat praktikum lapang
dilaksanakan di Laboratoriu Baru Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Uniersitas
Trunojoyo Madura. Dilaksanakan pada 25 Nopember 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Perlengkapan untuk pengukuran parameter lingkungan
a) Thermometer digital
b) Refraktometer
c) DO meter
d) pH meter
e) GPS
Alat yang di gunakan untuk praktikum ekologi laut tropis:
3.2.1 Mangrove
Perlengkapan praktikum lapang
a) Jangka sorong
b) Transek 10x10 m
c) Buku identifikasi mangrove
d) Kamera digital
Perlengkapan analisa
a) Buku identifikasi mangrove
b) Sampel
3.2.2 Lamun
Perlengkapan praktikum lapang
a) Roll meter 50x50 cm
b) Akrilik dan pensil
c) Buku identifikasi lamun
d) Skin dive tools
e) Kamera digital
Perlengkapan analisa
a) Buku identifikasi lamun
b) Sampel

3.2.3 Terumbu Karang


Perlengkapan praktikum lapang:
a) Roll meter 50m
b) Akrilik dan pensil
c) Buku identifikasi terumbu karang
d) Skin dive tools
e) Kamera digital
Perlengkapan analisa
a) Buku identifikasi terumbu karang
b) Sampel

3.2.4 Analisa Kering


Perlengkapan analisa
a) Sampel
b) Timbangan analitik
c) Alumunium foil
d) Saringan bertingkat
e) Wadah sampel
f) Akrilik dan pensil

3.3 Metode Pengambilan Data


3.3.1 Metode Pengambilan Data Mangrove
a) Mengunjungi stasiun yang telah ditentukan
b) Dalam masing-masing stasiun mangrove terdapat transek 10x10 m
c) Dipilih minimal 3 transek untuk identifikasi
d) Diidentifikasi genus dari mangrove disetiap transek dengan menggunakan
buku identifikasi mangrove
e) Diamati jenis substratdan kondisi lingkungan serta biota yang ada di setiap
transek
f) Diambil foto mangrove secara keseluruhan dan bagian-bagiannya (bunga,
susunan bunga, buah, daun, susunan daun, letak daun, dan akar)
g) Diidentifikasi sampel
h) Dihitung index keragaman, kelimpahan dan homogenitas
3.3.2 Metode Pengambilan Data Lamun
a) Dibuat line transek sepanjang 30 m kearah laut
b) Dibuat transek 50x50 cm disetiap line transek dengan jarak 10 m tiap
transek
c) Pengamatan dilaakukan pengulangan beberapa kali disetiap stasiun transek
kuadrat
d) Diambil gambar biota yang ditemukan dalam transek
e) Dicatat hasil identifikasi
3.3.3 Metode Pengambilan Data Karang
a) Menarik line transek sepanjang 50 m sejajar garis pantai
b) Mencatat kategori atau bentuk pertumbuhan karang yang berada
tepat di bawah garis transek dengan jarak 0,5 cm
c) Mengidentifikasi jenis karang yang berada di bawah transek
d) Mencatat dalam form data lapang terumbu karang
e) Mengambil gambar invertebrata dan vertebrata yang ditemukan
f) Menghitung index keragaman, kelimpahan dan homogenitas
g) Mencatat hasil identifikasi

3.3.4 Metode Analisa Kering


a) Menghaluskan sampel berupa sedimen dari mangrove, lamun dan terumbu
karang yang sudah dikeringkan
b) Menimbang wadah sampel
c) Menimbang sampel dan wadahnya
d) Menimbang wadah yang akan digunakan untuk wadah sampel yang telah
diayak berjumlah 7 buah tiap sampel
e) Mengayak sampel dengan menggunakan ayakan bertingkat
f) Meletakkan sampel hasil ayakan pada wadah yang telah disiapkan
g) Menimbang hasil ayakan
h) Mencatat hasil yang diperoleh
i) Menghitung %kumulatif, %lolos, dan %tertahan dengan Ms. Excel
j) Menentukan sand, silt dan clay
k) Menentukan jenis substrat dengan menggunakan segitiga sedimen

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Mangrove
No. Jenis Pengukuran Hasil
1 Titik koordinat S = 0653'18.36"
E = 11258'04.73"
2 Salinitas 25 ppt
3 Oksigen terlarut 7.34 mg/l
4 Suhu 36.5 C
5 Keasaman/kebasaan 7.8
Tabel 4.1 Kualitas perairan ekosistem mangrove.

No. Jenis Mangrove Anakan Semai Dewasa


1 Rhizophora mucronata 126 85 21
Tabel 4.2 Jenis mangrove pada kelompok 4

No Jenis Biota
1 Thalamita sima
2 Telescopium Telescopium
3 Coenobnita covipes
Tabel 4.3 Jenis Jenis biota mangrove pada kelompok 4
4.1.2. Lamun
No. Jenis Pengukuran Hasil
1 Titik koordinat S = 0653'39.40"
E = 11255'02.49"
2 Salinitas 24 ppt
3 Oksigen terlarut 9.98 mg/l
4 Suhu 29 C
5 Keasaman/kebasaan 8.12
Tabel 4.. Kualitas perairan ekosistem lamun.

0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 1 1 0
0 0 1 1 0
1 1 1 1 2
Tabel 4.5. Kelas penutupan lamun
Kelas F M Mi.Fi
0 16 0 0
1 8 3,13 25,04
2 1 9,38 9,38
3 0 18,75 0
4 0 37,5 0
5 0 75 0
25 34,42
= 1,3768

4.1.3. Terumbu Karang

No. Jenis Pengukuran Hasil


1 Titik koordinat S = 0653'39.40"
E = 11255'02.49"
2 Salinitas 24 ppt
3 Oksigen terlarut 9.98 mg/l
4 Suhu 29 C
5 Keasaman/kebasaan 8.12
Tabel 4.7. Kualitas perairan ekosistem terumbu karang.
Analisa terumbu karang 0 5 meter :
0 - 120 = DC
120 230 = R
230 350 = DC
350 420 = DCA
420 500 = DC

Persentase penutupan karang


DC : panjang karang = 180 + 80 = 260
DC = 320/500 100%
= 64%
DCA : panjang karang = 80 + 70 = 150
DCA = 70/500 100%
= 14 %
R : panjang karang = 20
R = 110/500 100%
= 22 %
Biota yang hidup di ekosistem terumbu karang :
- Portinus pelagicus
- Cypraea trigi
4.1.1 Analisa Kering
Hasil sedimen yang sudah diayak dengan ayakan bertingkat :
ukuran Sebelum sesudah hasil %kumulatif %lolos %tertahan
lamun
2 1.09 1.22 0.13 0.528 -99.472 0.528
-
1 1.09 1.8 0.71 2.881 102.354 3.409
-
500 1.08 2.06 0.98 3.977 106.331 7.386
-
250 1.09 3.46 2.37 9.619 115.950 17.005
-
125 1.09 5.9 4.81 19.521 135.471 36.526
-
63 1.08 13.77 12.69 51.502 186.972 88.028
-
<63 1.08 3.2 2.12 8.604 195.576 96.631
-
terakhir 1.02 1.85 0.83 3.369 198.945 100.000
24.64
mangrove
2 1.1 1.14 0.04 0.162 -99.838 0.162
-
1 1.09 1.19 0.1 0.405 100.243 0.567
-
500 1.1 1.48 0.38 1.539 101.782 2.106
-
250 1.09 2.02 0.93 3.767 105.549 5.873
-
125 1.08 5.18 4.1 16.606 122.155 22.479
-
63 1.08 15.72 14.64 59.295 181.450 81.774
-
<63 1.08 3.95 2.87 11.624 193.074 93.398
-
terakhir 0.93 2.56 1.63 6.602 199.676 100.000
24.69
terumbu
karang
2 1.11 2.59 1.48 5.925 -94.075 5.925
-
1 1.08 4.35 3.27 13.090 107.166 19.015
-
500 1.11 2.67 1.56 6.245 113.411 25.260
-
250 1.15 1.84 0.69 2.762 116.173 28.022
-
125 1.11 4.53 3.42 13.691 129.864 41.713
-
63 1.11 14.61 13.5 54.043 183.907 95.757
-
<63 1.12 1.99 0.87 3.483 187.390 99.239
-
terakhir 1.09 1.28 0.19 0.761 188.151 100.000
24.98

Hasil sedimen pada ekologi sesuai segitiga sedimen :


Lamun

Mangrove
Terumbu karang

Вам также может понравиться