Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Hukum pidana merupakan suatu aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu dengan suatu akibat yang berupa pidana.

Kaitannya dengan merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk

dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud

dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun setidaknya dengan merumuskan

hukum pidana menjadi sebuah penger-tian dapat membantu memberikan

gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana.

Sumber utama dari hukum pidana di Indonesia adalah hukum yang tertulis

(KUHP), disamping itu didaerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu hukum

pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana.

Hukum adat tumbuh dan berakar dalam kesadaran dan pergaulan hidup

masyarakat. Kenyataan masih berlakunya hukum adat di Indonesia sampai saat ini tidak

dapat dipungkiri, dengan demikian maka perumusan hukum pidana adalah bagian dari

hukum positif yang berlaku di suatu negara dengan memper-hatikan waktu, tempat dan

bagian penduduk, yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan mengenai tindakan

larangan atau tindakan keha-rusan dan kepada pelanggarnya diancam dengan pidana.

Berikut ini akan diuraikan mengenai asas-asas mengenai ruang berlakunya

peraturan-praturan pidana menurut tempat.


B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apa saja asas-asas hukum pidana menurut ruang berlakunya;

b. Apa maksud dari Asas-asas tersebut?

c. Dalam KUHP terdapat pada pasal berapakah asas-asas tersebut?


BAB II

PEMBAHASAN

Pembentuk undang-undang dapat menetapkan ruang berlakunya undang-undang

yang dibuatnya. Pembentuk undang-undang pusat dapat menentukan ruang berlakunya

undang-undang pidana terhadap tindak-tindak pidana yang terjadi di dalam atau di luar

wilayah Negara sedang pembentuk undang-undang di daerah hanya terbatas pada

daerahnya masing-masing. Wilayah suatu Negara itu hanya pengertian dalam hokum tata

Negara. Wilayah suatu Negara meliputi : 1. aratan Negara, 2. Peraiaran laut territorial

yang lebarnya ditentukan oleh hukum internasional, 3.udara yang ada di atas wilayah

Negara itu.

Mengenai ruang berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut tempatnya dapat

disebutkan beberapa azas sebagai berikut yaitu :

d. Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara;

Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif atau asas

subyektif;

Asas perlindungan (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif;

Asas universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.

1) ASAS TERITORIAL

Azas ini terdapat dalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi :


aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang

melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah Indonesia. Setiap orang disini berarti baik

orang Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan

tindak pidana itu, orang tidak perlu berada di wilayah Indonesia. Seseorang yang berada

diluar negeri dapat pula melakukan delik di Indonesia. Hal ini adalah persoalan mengenai

tempat terjadinya delik.

Azas territorial ini diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 3 KUHP, yang

menyatakan bahwa peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan pada setiap orang yang

berada diluar negeri yang melakukan suatu tindak pidana dalam perahu Indonesia.

Pasal ini merupakan luasnya kekuasaan undang-undang pidana Republik Indonesia

berlaku kepada siapa dan dimana.

Dalam hal ini dikecualikan orang-orang bangsa Asing yang menurut hokum internasional

diberi hak exterritorialiteit, tidak boleh diganggu-gugat, sehingga ketentuan-ketentuan

pidana Indonesia tidak berlaku kepadanya dan mereka itu hanya tunduk kepada undang-

undang pidana negaranya sendiri. Mereka itu ialah misalnya:

a) Para kepala Negara asing yang berkunjung di Indonesia dengan sepengetahuan

pemerintah kita;

b) Para korps diplomatik Negara-negara asing seperti ambassador, duta istimewa,

dan lain sebagainya;

c) Para konsul seperti konsul Djenderal, konsul, wakil konsul dan agen konsul

apabila memang ada perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Negara asing
yang saling mengakui adanya hak tidak boleh diganggu-gugat (immuniteit

diplomatic) untuk para konsul negaranya masing-masing;

d) Pasukan-pasukan tentara asing dan para anak buahkapal-kapal perang asing yang

ada di bawah pimpinan langsung dari komandonya, yang dating di Indonesia atau

melalui wilayah Indonesia atau melalui wilayah Indonesia dengan setahu

pemerintah kita;

e) Para wakil dari badan-badan internasional seperti para utusan perserikatan

bangsa-bangsa, palang merah internasional dan lain-lainnya.

Dasar berlakunya hukum adalah tempat atau wilayah negara tanpa mempersoalkan

kualitas atau kewarganegaraan siapapun yang melakukan tindak pidana.

Wilayah indonesia :

Keputusan konstituante no. 47/k/1957 wilayah bekas hindia belanda dulu

menurut keadaan pada saat perang pasifik

UU No. 4/PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ---- batas-batas teritorial

Indonesia lebarnya 12 mil dari titik-titik terluar dari pulau Indonesia

Wilayah udara adalah wilayah di atas daratan dan laut Indonesia

Dalam Indonesia berarti di seluruh daratan wilayah Indonesia dengan ruangan udara di

atas daratan itu, termasuk pula lautan sepanjang pantai sejauh 3 mil (3X1851,50 m) diukur

dari pantai waktu air surut, yang biasa disebut laut territorial.

Diperluas dalam pasal 3 kuhp :


ketentuan pidana dalam perundang-undangan indonesia berlaku bagi setiap orang yang

di luar wilayah indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat

udara Indonesia.

Ini merupakan pengeluasan dari apa yang ditentukan dalam pasal 2, ialah bahwa

ketentuan-ketentuan pidana Indonesia juga berlaku diluar wilayah Indonesia, akan tetapi

orang itu harus berbuat tindak pidana dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Yang dimaksud dengan kendaraan air Indonesia ialah kapal atau perahu Indonesia,

lihatlah ketentuan dalam Pasal 95 KUHP, dan yang dimaksud dengan pesawat udara

Indonesia lihatlah pasal 95a KUHP.

2) Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif

atau asas subyektif

Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi

setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun

di luar negeri.

Seakan-akan asas ini berkata bahwa peraturan undang-undang pidana itu

bergantung atau mengikuti subyek hukum atau orangnya yakni warga negara di manapun

keberadaannya (nasional aktif).

Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan

sepenuhnya terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah Negara lain yang

kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga Negara asing yang berada dalam

suatu wilayah Negara telah melakukan tindak pidana dan tindak pidana dan tidak diadili

menurut hokum Negara tersebut maka berarti bertentangan dengan kedaulatan Negara
tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesa di

luar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana tertentu Kejahatan terhadap keamanan

Negara, martabat kepala Negara, penghasutan, dll.

Pasal 5 KUHP menyatakan :

(1). Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga

Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab

I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu

perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia

dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana

perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.

(2). Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika

terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.

Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan diterapkan bagi warga Negara

Indonesia yang diluar wilayah Indonesia, sehingga seolah-olah mengandung asas

personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi kepentingan

nasional (asas nasional pasif) karena :

Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial

wilyah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai

perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sedangkan untuk asas personal, harus

diberlakukan seluruh perundang-undangan hukum pidana bagi warga Negara yang

melakukan kejahatan di luar territorial wilayah Negara.


Ketentuan pasal 5 ayat (2) adalah untuk mencegah agar supaya warga Negara

asing yang berbuat kejahatan di Negara asing tersebut, dengan jalan menjadi warga

Negara Indonesia (naturalisasi).

Bagi Jaksa maupun hakim Tindak Pidana yang dilakukan di negara asing tersebut,

apakah menurut undang-undang disana merupakan kejahatan atau pelanggaran, tidak

menjadi permasalahan, karena mungkin pembagian tindak pidananya berbeda dengan di

Indonesia, yang penting adalah bahwa tindak pidana tersebut di Negara asing tempat

perbuatan dilakukan diancam dengan pidana, sedangkan menurut KUHP Indonesia

merupakan kejahatan, bukan pelanggaran.

Ketentuan pasal 6 KUHP :

Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan

pidana mati, jika menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan dilakukan

terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.

Latar belakang ketentuan pasal 6 ayat (1) butir 2 KUHP adalah untuk melindungi

kepentingan nasional timbal balik (mutual legal assistance). Oleh karena itu menurut

Moeljatno, sudah sewajarnya pula diadakan imbangan pulu terhadap maksimum pidana

yang mungkin dijatuhkan menurut KUHP Negara asing tadi.

3) Asas Perlindungan

Sekalipun asas personal tidak lagi digunakan sepenuhnya tetapi ada asas lain yang

memungkinkan diberlakukannya hukum pidana nasional terhadap perbuatan pidana yang

terjadi di luar wilayah Negara


Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan ditambah berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun

1976)

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang

yang melakukan di luar Indonesia :

1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;

2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara

atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh

Pemerintah Indonesia;

3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan suatu daerah atau

bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga

yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti

surat tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan,

seolah-olah asli dan tidak palsu;

4. Salah satu kejahatan yang disebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446

tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada

kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara

melawan hukum, pasal 479 l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan

penerbangan sipil.

Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas melindungi kepentingan yaitu

melindungi kepentingan nasional dan melindungi kepentingan internasional (universal).

Pasal ini menentukan berlakunya hukum pidana nasional bagi setiap orang (baik warga
Negara Indonesia maupun warga negara asing) yang di luar Indonesia melakukan

kejahatan yang disebutkan dalam pasal tersebut.

Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini

memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar

wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kepentingan

nasional, yaitu :

a. Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan

Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1)

b. Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel /

materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2)

c. Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang

dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3)

d. Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara

Indonesia (pasal 4 ke-4)

4) Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan

Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian

dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas

universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut

melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).


Dikatakan melindungi kepentingan internasional (kepentingan universal) karena

rumusan pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai kejahatan pemalsuan mata uang atau uang kertas)

dan pasal 4 ke-4 KUHP (mengenai pembajakan kapal laut dan pembajakan pesawat

udara) tidak menyebutkan mata uang atau uang kertas Negara mana yang dipalsukan atau

kapal laut dan pesawat terbang negara mana yan dibajak. Pemalsuan mata uang atau uang

kertas yang dimaksud dalam pasal 4 ke-2 KUHP menyangkut mata uang atau uang kertas

Negara Indonesia, akan tetapi juga mungkin menyangkut mata uang atau uang kertas

Negara asing. Pembajakan kapal laut atau pesawat terbang yang dimaksud dalam pasal 4

ke-4 KUHP dapat menyangkut kapal laut Indonesia atau pesawat terbang Indonesia, dan

mungkin juga menyangkut kapal laut atau pesawat terbang Negara asing.

Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal, laut atau pesawat

terbang adalah mengenai kepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku diterapkan

adalah asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif). Jika pemalsuan mata

uang atau uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat terbang adalah mengenai

kepemilikan Negara asing, maka asas yang berlaku adalah asas melindungi kepentingan

internasional (asas universal).

Pasal 7 KUHP :

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat

yang di luar Indonsia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan

dalam Bab XXVIII Buku Kedua.

Pasal ini mengenai kejahatan jabatan yang sebagian besar sudah diserap menjadi

tindak pidana korupsi. Akan tetapi pasal-pasal tersebut (pasal 209, 210, 387, 388, 415,
416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435) telah dirubah oleh Undang-undang No. 20 Tahun

2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi dengan rumusan tersendiri sekalipun masih menyebut unsur-unsur yang

terdapat dalam masing-masing pasal KUHP yang diacu. Dalam hal demikian apakah

pasal 7 KUHP masih dapat diterapkan ? untuk masalah tersebut harap diperhatikan pasal

16 UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi

: setiap orang di luar wilayah Negara republik Indonesia yang memberikan bantuan,

kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana

dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud

dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 14.

Pasal 8 KUHP :

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku nahkoda dan

penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu,

melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku

Kedua dan Bab IX buku ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai

surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam ordonansi perkapalan.

Dengan telah diundangkannya tindak pidana tentang kejahatan penerbangan dan

kejahatan terhadap sarana / prasarana penerbangan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1976

yang dimasukkan dalam KUHP pada Buku Kedua Bab XXIX A. pertimbangan lain untuk

memasukkan Bab XXIX A Buku Kedua ke dalam pasal 8 KUHP adalah juga menjadi

kenyataan bahwa kejahatan penerbangan sudah digunakan sebagai bagian dari kegiatan

terorisme yang dilakukan oleh kelompok terorganisir pasal 9 KUHP.


Diterapkannya pasal-pasal 2-5-7 dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang

diakui dalam hukum-hukum internasional.

Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :

a. Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai

hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka

b. Duta besar Negara asing beserta keluarganya meeka juga mempunyai hak

eksteritorial.

c. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di

luar kapal. Menurut hukum internasional kapal perang adalah teritoirial Negara yang

mempunyainya.

d. Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara

itu.

D. Penutup

Dari penjelasan penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa ruang berlakunya peraturan-

peraturan pidana menurut tempatnya dapat disebutkan beberapa azas sebagai berikut

yaitu :

a. Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara;

Asas ini terdapat dalam dalam pasal 2 KUHP, yaiyu yang berbunyi : aturan pidana dalam

undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak
pidana di wilayah Indonesia. Setiap orang disini berarti baik orang Indonesia maupun

orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan tindak pidana itu, orang

tidak perlu berada di wilayah Indonesia. Seseorang yang berada diluar negeri dapat pula

melakukan delik di Indonesia. Hal ini adalah persoalan mengenai tempat terjadinya

delik.

b. Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif

atau asas subyektif;

Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi

setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun

di luar negeri.

Terdapat dalam pasal 5 KUHP, dan di perlunak oleh pasal 6 KUHP.

c. Asas Perlindungan (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif;

Berlakunya hukum pidana didasarkan atas kepentingan hukum suatu negara yang

dilanggar di luar wilayah Indonesia.

Ketentuan hukum pidana indonesia dapat diberlakukan terhadap wni maupun wna

baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan hukum

Indonesia seperti yang di sebut pasal 4 KUHP.

Pasal 4 KUHP adalah jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum

Indonesia yang mendasar, berupa keamanan dan keselamatan negara, perekonomian

Indonesia, serta sarana dan prasarana angkutan Indonesia

d. Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.


Asas berlakunya hukum pidana yang didasarkan atas kepentingan hukum Internasional

yang dilanggar oleh suatu perbuatan.

Berdasarkan ketentuan ini, maka ketentuan hukum pidana indonesia dapat berlaku

terhadap setiap WNI ataupun WNA, baik di dalam wilayah maupun di luar wilayah

Indonesia.

Terutama pasal 4 (2), 4 (3) dan 4 (4) KUHP.


DAFTAR PUSTAKA

v Soesilo,R. KUHP. Politeia, 1996. Bogor

v Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip, Semarang,

1990.

v http://qiqi3macritz.student.umm.ac.id/2010/01/30/asas-hukum-pidana/

v http://search.4shared.com/q/1/hukum%20pidana%20doc?view=ls&suggested

v http://search.4shared.com/q/CCAD/1/asas-asas%20hukum%20pidana#

Вам также может понравиться