Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH
ALFIONITA ARIF (O111 12 257)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Rumah Potong Hewan adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan
syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi
masyarakat luas. RPH Kota Bogor memiliki konsep terpadu dimana RPH tidak
hanya memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti
sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas tetapi juga RPH dilengkapi dengan
kandang-kandang penampungan, pasar hewan, klinik, meat shop dan unit
pengolahan ayam ungkep, koasistensi/ magang/ penelitian/ study banding (
pelajar, mahasiswa dan instansi (pemerintah maupun swasta) serta menjadi
kawasan eduagrowisata sehingga pelayanan yang diberikan sangat lengkap dari
hulu ke hilir atau one stop shopping. RPH Terpadu Kota Bogor yang berdiri di
atas lahan 5 Ha diharapkan dapat menjadi RPH percontohan di Indonesia.
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Bogor, merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang berada dibawah naungan Dinas Pertanian
Kota Bogor. RPH sebagai unit pelayanan publik memiliki fungsi teknis,
ekonomis dan sosial dimana dalam pelaksanaanya mengacu pada Visi dan Misi
Dinas Pertanian Kota Bogor. Dari aspek sosial RPH memberikan ketentraman
batin kepada masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit Zoonosis dan
penyakit atau keracunan makanan (Food Born Disease dan Food Born
Intoxication) melalui penyediaan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH).
Daging merupakan bahan pangan asal ternak yang dibutuhkan oleh
manusia karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan mengandung asam amino
esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel- sel baru, pergantian sel-sel rusak
serta diperlukan bagi metabolisme tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan bahan
pangan bagi masyarakat, daging harus memenuhi aspek kuantitatif, aspek
kualitatif (nilai gizi), aspek kesehatan (syarat-syarat hygiene) dan aspek kehalalan,
sehingga diperoleh produk yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).
Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan
yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan
dengan memenuhi persaratan kesehatan masyarakat veteriner. Sehingga
masyarakat konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan
akan gizinya serta sekaligus dapat terhindar dari penularan penyakit zoonosis..
Sebagai sarana pelayanan terhadap masyarakat, khususnya jasa pelayanan
pemotongan dan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging, RPH Kota Bogor
berfungsi pula sebagai unit penghasil pendapatan asli daerah (PAD). Untuk dapat
meningkatkan PAD RPH Kota Bogor, selain tempat pelayanan yang memadai
dituntut pula jasa pelayanan yang prima dan profesional dari aparatur.
I. 2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rumah Potong Hewan?
2. Apa saja Fungsi Rumah Potong Hewan?
3. Apa-apa saja Persayaratan Teknis Rumah Potong Hewan?
4. Bagaimana Proses Manajemen Pemotongan Sapi dan Kerbau Yang ada di
RPH
5. Bagaimana Kondisi Rumah Potong Hewan di Makassar?
6. Apa-apa saja solusi untuk Rumah Potong Hewan di Makassar?
I. 3. Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian Rumah Potong Hewan
2. Mengetahui Fungsi Rumah Potong Hewan
3. Mengetahui Persayaratan Teknis Rumah Potong Hewan
4. Mengetahui Proses Manajemen Pemotongan Sapi dan Kerbau Yang ada di
RPH
5. Mengetahui Kondisi Rumah Potong Hewan di Makassar
6. Mengetahui solusi untuk Rumah Potong Hewan di Makassar
BAB II
PEMBAHASAN
Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah suatu
bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang
digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum.
(Peraturan Menteri RI No.13/Permentan/OT.140/1/2010).
Menurut Manual Kesmavet (1993) RPH ini harus memenuhi syarat yang
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi syarat lokasi, kelengkapan
bangunan, komponen bangunan utama dan kelengkapan RPH:
1. Lokasi RPH.
a. Lokasi RPH di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran
lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat penduduknya,
dekat aliran sungai atau di bagian terendah kota.
b. Lokasi RPH di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat
jalan raya (Lestari, 1994b; Manual Kesmavet, 1993).
2. Kelengkapan bangunan.
a. Kompleks bangunan RPH harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan
keamanan serta mencegah terlihatnya proses pemotongan hewan dari luar.
b. Mempunyai bangunan utama RPH.
c. Mempunyai kandang hewan untuk istirahat dan pemeriksaan ante mortem.
d. Mempunyai laboratorium sederhana yang dapat dipergunakan untuk
pemeriksaan kuman dengan pewarnaan cepat, parasit, pH, pemeriksaan
permulaan pembusukan dan kesempurnaan pengeluaran darah.
e. Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan atau karkas yang ditolak
berupa tempat pembakar atau penguburan.
f. Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan yang ditunda
pemotongannya.
g. Mempunyai bak pengendap pada saluran buangan cairan yang menuju ke
sungai atau selokan.
h. Mempunyai tempat penampungan sementara buangan padat sebelum
diangkut.
i. Mempunyai ruang administrasi, tempat penyimpan alat, kamar mandi dan
WC.
j. Mempunyai halaman yang dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraaan.
3. Komponen bangunan utama.
a. Mempunyai tempat penyembelihan hewan, tempat pengulitan, tempat
pengeluaran jeroan dari rongga perut dan dada, tempat pembagian karkas,
tempat pemeriksaan kesehatan daging.
b. Mempunyai tempat pembersihan dan pencucian jeroan yang terpisah dari
(3. a.) dengan air yang cukup.
c. Berdinding dalam yang kedap air terbuat dari semen, porselin atau bahan
yang sejenis setinggi dua meter, sehingga mudah dibersihkan.
d. Berlantai kedap air, landai kearah saluran pembuangan agar air mudah
mengalir, tidak licin dan sedikit kasar.
e. Sudut pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai berbentuk
lengkung.
f. Berventilasi yang cukup untuk menjamin pertukaran udara.
Bila ternak telah melakukan perjalanan yang panjang dan ternak terlihat
lelah, segera setelah diturunkan dari truk atau alat angkut lainnya, ternak-
ternak ini digiring ketempat yang sudah tersedia air untuk minum dan
dilakukan penyemprotan dengan air dingin, hal ini bukan saja agar ternak
menjadi bersih namun juga akan dapat mengu-rangi stress serta menekan
adanya bilur-bilur darah pada bagian dibawah kulit (sub-cutan). Lama waktu
istirahat dianjurkan selama 2 hari, meskipun kadang-kadang istirahat selama 2
hari ini belum mencukupi. Pada saat istirahat semua ternak harus diberi makan
dan minum yang baik dan cukup meskipun beberapa ternak mungkin tidak
mau makan.
Hal lain yang juga penting yaitu perlakuan terhadap ternak itu sendiri,
perlakuan yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan menyebabkan
memar pada daging sehingga akan menurunkan kualitas dari pada karkas.
Oleh karena itu, untuk mengurangi penurunan kualitas karkas, stres
lingkungan harus dihindari dan ternak harus diperlakukan dengan baik. Pada
umumnya petugas Rumah Potong yang sepanjang dan setiap waktu kerjanya
berhubungan dengan ternak cenderung kasar dalam memperlakukan ternak
yang akan dipotong.
Pemeriksaan antemortem
Cara pemotongan
a. Warna daging.
b. Kenaikan temperatur urat daging.
c. pH urat daging (setelah ternak mati).
d. Kecepatan daging membusuk.
Pengulitan
Pengeluaran Jeroan
a. Rongga dada dibuka dengan gergaji melalui ventral tengah tulang dada.
b. Rongga abdominal dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral
tengah abdominal.
c. Memisahkan penis atau jaringan ambing dan lemak abdominal.
d. Belah bonggol pelvic dan pisahkan kedua tulang pelvic.
e. Buat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantung plastik.
f. Pisahkan eshophagus dari trakhea.
g. Keluarkan kandung kencing dan uterus jika ada.
h. Keluarkan organ perut yang terdiri dari intestinum, mesenterium, rumen
dan bagian lain dari lambung serta hati dan empedu.
i. Diafragma dibuka dan keluarkan organ dada (pluck) yang terdiri dari
jantung, paru-paru dan trakhea.
Organ ginjal tetap ditinggal di dalam badan dan menjadi bagian dari
karkas. Eviserasi dilanjutkan dengan pemeriksaan organ dada, organ perut dan
karkas untuk mengetahui apakah karkas diterima atau ditolak untuk
dikonsumsi manusia.
Pembelahan Karkas
Menggantung Karkas
a. Bila karkas digantung pada "tendon achilles" otot "psoas mayor" (fillet)
yang harganya mahal akan lebih panjang 50% dibandingkan dengan yang
normal dan selama rigormortis otot ini tidak berkontraksi sehingga akan
lebih empuk. Namun menggantung dengan cara ini beberapa otot lainnya
di bagian "proximal hind limb" (kaki belakang bagian atas) akan
berkontraksi dibawah normal (lebih pendek) selama rigormortis sehingga
otot-otot ini akan lebih keras dari biasanya.
b. Menggantung karkas pada "abdurator foramen" ("aitch bone") akan
membatasi kontraksi dari beberapa otot penting diantaranya adalah
"semimembranosus" (round), "glutaeus medius" (sirloin), "longissimus
dorsi" (loin). Dengan menggantung karkas seperti ini "hind limb" (kaki
belakang) akan turun dan tulang belakang akan lurus, hasilnya otot pada
"hind limb" dan sepanjang sisi luar tulang belakang akan memanjang.
c. Pemeriksaan Postmortem
Menurut Kartasudjana (2011) maksud diadakannya pemeriksaan
postmortem adalah :
1. Melindungi konsumen dari penyakit yang dapat ditimbulkan karena
makan daging yang tidak sehat.
2. Melindungi konsumen dari pemalsuan daging.
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan
desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene
tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas
bagi konsumsi masyarakat luas.
Fungsi rumah potong hewan diantaranya; Tempat dilaksanakannya
pemotongan hewan secara benar. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan
sebelum dipotong (antemortem) dan pemeriksaan daging (post mortem) untuk
mencegah penularan penyakit hewan ke manusia. Tempat untuk mendeteksi dan
memonitor penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan antemortem dan
post mortem guna pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular di
daerah asal hewan. Melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan
hewan besar betina bertanduk yang masih produktif.
III.2. Saran
Untuk mendapatkan hasil ternak yang berkualitas dan memenuhi standar
hygiene maka kelengkapan sarana dan prasarana di RPH harus sesuai dengan SNI
dan teknik penanganan hewan dari antemortem sampai postmortem harus
dilakukan sesuai dengan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA