Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Anatomi
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya. (Marijata, 2000).
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Jadi tidak ada mukosa anus. Daerah
batas antara rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea
pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah
rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis
yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi linea dentata ini ada
crypta analis dan muara muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal
mulai anal verge sampai ke linea dentata dan Surgical anal canal untuk
kepentingan klinis yang dimulai dari analverge sampai cincin anorektal yang
merupakan batas paling bawah dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu
RT.
Vaskularisasi kanal anal berasal dari :
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
A. Hemorrhoidalis superior cabang a. mesenterika inferior
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
A. Hemorrhoidalis media cabang a. iliaca eksterna
mekanisme kontinensia adalah :
A. Hemorrhoidalis inferior cabang a. pudenda
1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani
2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani
3. Sfingter ani internus (otot polos)
langsung ke vena cava inferior.
V. Hemorrhoid superior
Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang
Berasaldari plexus venosus hemorrhoidalis internus bermuara ke v.mesenteruca
menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam
inferior v.porta
mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-rektal
Vena ini tidak mempunyai valvula, sering untuk penyebaran kanker
tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang
V. Hemorrhoid inferior
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang
Mengalirkan darah dari v.pudenda interna v.iliaca interna vena cava.
oleh fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri
Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.
yang ditembus oleh a/v hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan
mesorektum memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum.
Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal,
inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis
ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa
kemudian lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan
keganasan dan infeksi dapat menyebar sampai inguinal.
sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital
Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa
(ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma
sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit.
urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal
Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan Nyeri Pada hemorrhoid externa yang alami trombosis
n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4. Benjolan bila hemorrhoid membesar keluar waktu defekasi
Metode :
HEMORRHOID Langenback tonjolan soliter
Milligan Morgan tonjolan 3 tempat utama ( 3,7, 11)
Whiteheat tonjolan sirkuler
Adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemorrhoidalis.
Hemorrhoid Interna
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis superior terletak diatas linea pectinea /
linea dentata ditutupi oleh mukosa. Letak benjolan : jam 3 (lateral kiri), jam 11 Abses Anorektal
(kanan depan), jam 7 (kanan belakang ) kadang sirkuler
Ada 4 derajat :
I. Perdarahan saja Etiologi : Eschericia coli, Proteus vulgaris, Streptococcus, Staphylococcus,
II. Perdarahan & prolaps di luar anus saat defekasi, kembali spontan Bacteroides
III. Prolas bisa direposisi secara manual Lokasi :
IV. Prolaps tidak dapat direposisi 1. Abses Perianal dibawah kulit anus
2. Abses Ischiorectal fossa ischiorektal
Hemorrhoid Externa 3. Abses Retrorektal posterior rektum
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis inferior dibawah linea dentata ditutupi 4. Abses Submukosa di atas kanalis ani
kulit. 5. Abses marginal pada kanalis ani , dibawah lapisan anoderm
6. Abses Pelvirektal di atas m.levator ani dibawah peritoneum
7. Abses Intramuskular diantara m.spincter ani ekternus & internus
Kinis
Diagnosis hemorrhoid ditegakkan bila ditemukan : Prinsip pengobatan : Insisi dan Drainase serta antibiotika
Perdarahan rektal, prolaps, discomfort Abses setelah di drainase kemungkinan akan menjadi fistel sehingga perlu tindakan
Discharge mukoid dari rektum Fistulotomi atau Fistulektomi.
Anemia skunder
Anuskopi
2. Kongenital
Patogenesis Keighley menggolongkan berdasarakan :
Patogenesis abses fistula anorektal adalah melibatkan infeksi yang timbul di epitel
kriptoglandular yang melapisi saluran anus. Sfingter internal diduga berperan Horizontal Track
sebagai barier terhadap infeksi yang berjalan dari sisi lumen ke jaringan perirektal Goodsall tahun 1900, mengatakan bahwa
dalam. Barier ini dapat dirusak oleh kripta Morgagni, yang dapat menembus melalui saluran yang terletak di sebelah ventral dari
sfingter internal ke dalam ruang intersfingterik . Infeksi dapat meluas ke ruang garis horisontal yang melewati titik tengah
superior, inferior, atau lateral. Hal ini akan mengakibatkan infeksi di ruang anus pada posisi lithotomi, maka akan di
intersfingterik atau ruang isciorektalis, atau perluasan sampai ke ruang supralevator. drainase langsung ke daerah linea dentata.
Abses juga dapat tetap di dalam ruang intersfingterik. Sedangkan saluran yang terletak di sebelah
dorsal dari garis horisontal akan didrainase
Klasifikasi dengan membentuk suatu alur yang
Ada 2 macam klasifikasi untuk menentukan jenis fistula ani. Masing-masing melengkung ke garis tengah posterior kanalis
klasifikasi merupakan klasifikasi berdasarkan anatomis yang berusaha anal.
menunjukkan arah atau letak fistula pada daerah anorektal.. Rumus ini tidak selalu memberikan gambaran
demikian. Dapat terjadi bahwa satu fistula ani
Menurut Milligan-Morgan ( 1934 ) dengan lubang luar di daerah posterior
Tipe subkutan / Submuskuler mempunyai fistel lurus ke arah liang anus.
Saluran fistula berada antara kulit & m.spincter ani di bawah kulit anus. Sebaliknya fistula ani anterior dapat
Saluran bisa buntu ke arah daerah perianal dengan lobang keluarnya di linea mempunyai saluran fistel melengkung ke
pektinea atau merupakan fistula lengkap dengan lobang dalam di linea arah liang anus baik hanya satu sisi atau dua
pektinea dan lobang luar di kulit daerah perianal. sisi menyerupai ladam kuda (Horse shoe
Type).
Tipe anal rendah ( fistula in ano rendah ) Hubungan lubang masuk dan lubang keluar dijelaskan Hukum SALMON
Saluran fistel pada tipe ini tidak melewati tingkat garis/linea pektinea dan GOODSALL :
kalau ada lobang dalam maka lobang dalam ini tidak akan melewati linea 1. Buat garis imajiner transversal melalui pertengahan anus
pektinea. 2. Lubang fistel keluarnya didepan (anterior) garis imajiner, lubang masuk pada
anorektum tepat berhadapan langsung (bentuk lurus)
Tipe anal tinggi ( fistula in ano tinggi ) 3. Lubang fistel keluarnya dibelakang (posterior) garis imajiner, lubang masuk
Saluran fistel melewati tingkat linea pektinea tetapi tidak melewati tingkat selalu di linea mediana belakang (jam 6 )
cincin ano-rektal. Bila ada lobang dalam, maka lobang dalam ini berada 4. Perkecualian bila ada lubang didepan dan belakang bersama-sama, biasanya
diantara linea pektinea dan cincin ano-rektal. merupakan perpanjangan
3. Fistula Suprasfingterik
Fistula di atas m.sfingter ani ekternus dan menembus m.levator ani
1. Sederhana,
Sebagian besar disebabkan oleh abses supralevator dengan komplikasi
membentuk fistula intersfingterik menembus m.levator ani ke fossa
ischiorectalis dan didrainase keperineum.
Saluran fistula berawal dari daerah intersfingterik dan melengkung
melewati puborektalis dan sfingter ekterna (n)
2. Fistula dengan penyebaran ke suprasfingterik dengan abses. (o)
4. Fistula Ekstrasfingterik Pemeriksaan :
Sebagian besar akibat iatrogenik, keadaan ini jarang dijumpai. Dapat disebabkan Inspeksi :
abses didaerah pelvis akibat infeksi rektum atau organ ginekologi yang Tampak lubang keluar fistel yang basah dan bau. Tampak muara eksternal,
menembus diafragma pelvis dan discharge keluar kedaerah perineum. (p-q) kebanyakan lubang tunggal kadang disertai keluarnya discharge. Bentuk
muara eksternal yang irreguler kemungkinan sebagai proses tuberkulose,
sedang bentuk indurasi disertai warna indolen kemungkinan penyakit
Chrons. Muara eksternal merupakan papula yang menonjol dan berwarna
kemerah-merahan.
Palpasi
Teraba saluran seperti benang keras, dengan bidigital diketahui arah
fistel, teraba indurasi lubang sesui hukum Salmon Goodsall .Pemeriksaan
colok dubur sangat penting untuk menentukan abses di daerah
intersfingterik, supralevator, dan letak indurasi yang merupakan muara
internal.
Sondase :
Masukan dari lubang kulit sampai lubang anorektum Membantu mencari
muara internal. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan fistula palsu bila tidak
hati-hati dan kadang-kadang dapat merusak jalannya fistula yang sebenarnya.
Sondase tidak boleh dilakukan bila penderita kesakitan
Thomson 1962 , mengklasifikasikan berdasarkan letak muara primer : Anuskopi / Proktoskopi melihat lubang dalam anus atau rektum
a. Letak Tinggi, dimana muara primer terletak di atas ring anorektal 5% Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat letak internal opening, melihat
b. Letak rendah , dimana muara primer terletak dibawah ring anorektal 90% track rektum-internal spingter high anal dan melihat mukosa rektum apakah
ada inflamasi atau kelainan lain yang kadang memerlukan tindakan biopsi .
Anestesi umum diperlukan bila dirasakan sakit dengan pemeriksaan ini .
Identifikasi fistula
Klinis : Untuk mengetahui fistula dapat dilakukan dengan cara:
Anamnesa : - Irigasi salin. Dengan angiokateter dimasukan lewat eksternal opening
Keluar discharge dari lubang sekitar anus, terus menerus atau intermiten dan disemprot salin sehingga tampak cairan keluar dari internal opening
berupa pus atau cairan keruh ke anal kanal.
Ada riwayat abses berulang, perlu juga ditanyakan riwayat operasi - Methylen blue . Methylen blue disemprotkan lewat eksternal opening
sebelumnya maupun riwayat infeksi pada organ daerah panggul atau maka tampak cairan biru keluar lewat internal opening .
abdomen bawah . - Sondase (probe). Menggunakan sondase dari eksternal opening dengan
Pada fistula karena Keganasan atau Crohns Disease disertai perubahan jari telunjuk dalam anal kanal maka dapat ditentukan letak internal
bowel habit, faeses berdarah dan lendir, nyeri perut dan berat badan turun opening .
Pada dasarnya kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi bila terbentuk
abses maka akan terasa nyeri dan akan berkurang bila abses pecah. Keluhan Radiologis
yang tersering adalah bengkak dan nyeri (bila muara ekternal tertutup) dan Fistulografi
keluar discharge. Dilakukan dengan memakai kontras, untuk mendeteksi perluasan dari
fistula perianal dan adanya muara internal. Pemeriksaan ini dilakukan
pada penderita yang tidak ditemukan muara internalnya atau penderita
yang menjalani operasi fistula perianal pertama tidak berhasil. 4,11
Kelemahan pemeriksaan ini karena tidak dilakukan anestesi sehingga Tujuan utama terapi adalah menghilangkan tempat yang terinfeksi dengan
masih ada tahanan dari m. sfingter, akibatnya aliran kontras berhenti mempertahankan fungsi anorektal. Terapi untuk fistula ani hanyalah dengan
dan biasanya terjadi kesalahan diagnosis. Kesalahan ini baru diketahui pembedahan. Dasar tindakan pembedahan adalah membuang / menghilangkan
saat operasi dimana pasien dalam stadium anestesi dimasukkan metilen saluran fistel beserta lobang penghubungnya tanpa menimbulkan inkontinensia.
blue ke lubang luar, saat itu akan diketahui fistelnya sempurna Prinsip-prinsip tindakan pada fistel perianal
Foto thoraks a. Lubang masuk anorektum harus ditemukan dan dieksisi
Sebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Untuk b. Saluran harus diidentifikasi semuanya
mendeteksi adanya faktor predisposisi akibat tuberkulosis. c. Setelah saluran dibuka tidak boleh ditutup harus tetap terbuka
Intra anal Ultrasonografi d. Penyembuhan luka dari dalam ke luar
Ini merupakan cara diagnosis baru yang menjanjikan untuk dapat
mengidentifikasi saluran fistel . Dengan menggunakan transducer Pengelolaan fistula perianal tergantung dari jenisnya :
dengan gelombang 7 10 MHz intra anal . Dengan bantuan injeksi 1. Fistula Intersfingterik
hydrogen peroksida pada lubang luar dapat membantu mengetahui arah Park dkk menyarankan melakukan eksisi sebagian besar sfingter interna dan
dan letak saluran . Dengan bantuan alat ini memberikan akurasi 50 % membebaskan jaringan intersfingterik untuk mengangkat seluruh kelenjar yang
lebih baik daripada RT saja potensial terinfeksi.
a. Fistula sederhana dengan saluran rendah, eksisi fistula dan m.sfingter ani
Differensial Diagnosis internus dipotong sebagian, selanjutnya luka operasi dirawat secara
Sinus Pilonidal arah saluran ke sacrococcygeal terbuka
Sinus pilonidalis sakrokoksigeal pada hakekatnya tidak berhubungan dengan b. Fistula dengan saluran tinggi tertutup, dilakukan pemotongan m.sfingter
anorektum. Kelainan ini disebabkan oleh rambut di garis tengah di bagian atas interna sampai batas tertinggi dari alur tersebut.
lipatan gluteal terutama pada pria yang berambut banyak. Oleh gesekan, rambut c. Saluran tinggi dan memasuki rektum, eksplorasi daerah intersfingterik,
masuk kulit. Kelainan ini biasanya asimptomatik sampai mengalami infeksi sehingga saluran nampak jelas, fistula dieksisi dan dibiarkan terbuka
akut. Radang menunjukkan gambaran infeksi akut sampai menjadi abses dan d. Saluran tinggi tanpa perineal opening, dilakukan eksisi bagian bawah
terbentuk fistel setelah abses pecah. Fistel tidak akan sembuh karena sarang serabut m.sfingter ani interna sesuai letak predisposisi kekambuhan
rambut di dalamnya merupakan benda asing . e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, abses didrainase ke internal
opening pada kripte Morgagni, selanjutnya dilakukan sfingterotomi interna
Hidradenitis supurativa dan drainase ke ampula rekti
Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistel f. Fistula yang disebabkan infeksi pada pelvis, dilakukan kuretase jika perlu
multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakit dipasang drain, dimana infeksinya harus diatasi terlebih dahulu.
ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang
lebih dalam. 2. Fistula Transfingterik
Saluran dieksisi dan luka dibiarkan terbuka. Dengan menggunakan seton dan
Morbus Crohn dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi fibrosis, sebelum
Merupakan penyakit radang kronis yang menbentuk granulasi. Pada awal dilakukan pemotongan bagian inferior dari m.sfingter ani internus.
penyakit ditemukan edema dinding usus disertai limfagiektasis. Pada stadium
lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang dapat mengalami penyulit berupa 3. Fistula Suprasfingterik
perforasi di dalam massa radang yang mengakibatkan fistel intern antar kelok Bila tanpa abses, dilakukan eksisi saluran dan sebagian m.sfingter ani interna,
usus, maupun ekstern yang paling sering terjadi di perianal. saluran yang terl;etak dilateral sfingter ekterna didiseksi dan fistel yang dekat
dengan levator ani dikonversikan pada daerah intersfingterik. Bila dengan
Koloperineal fistel dengan fistulografi, kontras naik sampai kolon sigmoid abses tindakannya sama tetapi abses didrainase ke dalam rektum
Urethroperineal fistel akibat instrumen kateter atau businasi
4. Fistula Ekstrasfingterik
Bila disebabkan oleh infeksi anorektal biasanya dilakukan kolostomi, kemudian
Terapi jaringan kelenjar yang terinfeksi dieksisi.
Beberapa teknik pembedahan pada fistula ani yaitu :
1. Fistulotomi 3. Penggunaan Seton
Identifikasi muara eksternal dan internal dengan sonde, kemudian saluran Diterapkan pada fistula ani tinggi komplit (mempunyai lubang dalam ). Saluran
diinsisi dengan pisau atau elektrokauter. Selanjutnya saluran dibuka dari lubang fistel sebelah luar m.sfingter eksterna dilakukan laying open disertai kerokan,
asalnya sampai ke lubang kulit, dasar fistel dikerok dengan kuretase dikirim sedangkan bagian medial (intrasfingter ) dipasang benang katun menembus
untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas, dibersihkan dari jaringan granulasi, lubang dalam (Seton). Pemasangan seton dimaksudkan untuk drainase pus,
tepi luka dieksisi luas sampai lubang dalam kanal anal. Luka dibiarkan terbuka identifikasi alur dan memotong sfingter serta merangsang terbentuknya jaringan
(tidak boleh dijahit), sehingga penyembuhan dimulai dari dalam / fibrotik di sekeliling saluran fistel
persekundam intentionem. Luka ditutup dengan kasa. Luka biasanya akan Pada hari ke-6 atau lebih, seton dilepaskan atau digunakan sebagai Guide untuk
sembuh dalam waktu agak lama memotong sfingter dan kemudian mengerok saluran fiste / fistulotomi. Jaringan
fibrotik diharapkan akan memegang sfingter pada tempatnya dengan demikian
diharapkan tidak akan tidak terjadi inkontinensia. Pada fistula anal tinggi
pembedahan tidak bisa hanya dengan laying open karena banyak memotong
m.puborektalis.
Penggunaan Seton mempunyai keuntungan :
a. Nyeri akibat jaringan iskemik dan nekrotik dapat disesuaikan oleh penderita
dengan cara dikendorkan atau dikencangkan
b. Merupakan metode satu tahap.
2. Fistulektomi
Sebelum melakukan tindakan ini anatomi fistel harus dketahui dan tidak
dianjurkan penggunaan sonde untuk mencegah salah rute akibat sondase. Pada
fistulektomi saluran fistel dieksisi seluruhnya, luka yang terjadi kemudian
ditutup lapis demi lapis. 6
KOMPLIKASI
Hasil terapi dapat dilnilai dari lama perawatan, lama penyembuhan luka, nyeri pada
bekas luka operasi, rekurensi dan gangguan kontinensi pada daerah anorektal
Komplikasi penanganan fistula perianal adalah :
Inkontinensia
Suatau keadaan diamana material dari anus keluar tanpa disadari oleh
penderitanya, akibat kerusakan sfingter ani eksternal (Elliot et al, 1987) .
Kejadian inkontinensia berkisar 3 7 % pada tindakan fistulotomi.
Rekurensi
Angka rekurensi pada umumnya kurang dari 8,6 % pada fistulektomi lebih
rendah dari pada dengan tindakan fistulotomi, dan lebih rendah lagi untuk
tindakan dengan pemakaian seton .
Rekurensi terjadi apabila pada saat tindakan ( Ahmadsyah, 2003) :
o Lubang di dalam tidak dibuang
o Saluran kolateral masih tersisa
o Operasi tidak adekuat karena takut inkontinentia
o Pasca perawatan bedah tidak adekuat
.
PROLAP REKTI Michel Keyghley mengajukan bebarapa teori terjadinya rektal prolaps yaitu:
a. Invaginasi.
Teori ini berdasarkan pada pemeriksaan radiologi dimana pasien diminta untuk
Beberapa teknik pembedahan untuk prolaps rekti banyak dikenal, tetapi jenis operasi mengeluarkan barium yang dimasukkan ke dalam rektumnya. Panjang dinding
secara optimal masih dalam perdebatan. Terdapat tiga jalur pendekatan operasi depan dan belakang rektum yang prolaps adalah sama panjang.
prolap rekti yakni: abdominal, perineal dan transsakral.
Pendekatan abominal meliputi anterior reseksi dan Ripstein prosedur. Pendekatan b. Sliding Hernia
perineal dikenal metode Delorme, Altemeier dan Tiers prosedur. Dedangkan Teori ini menyebutkan bahwa rektal prolaps merupakan suatu sliding hernia,
transsakral yakni prosedur pendekatan melalui insisi posterior para sacral. Masing dimana rektum prolaps melalui dasar pelvis yang lemah akibat dari panjangnya
masing pendekatan mempunyai keuntungan dan kerugian. Pendekatan abdominal atau dalamnya refleksi peritoneal yang mobil.
memerlukan kondisi prabedah yang optimal dengan rekurensi yang lebih rendah. c. Defisiensi dasar pelvis
Biasa dilakukan pada penderita yang lebih muda. Pendekatan perineal dilakukan Sebagian besar pasien terutama usia tua dengan komplet rektal prolaps
untuk penderita yang lebih tua, kondisi kurang kurang optimal, dengan rekurensi mempunyai kelemahan dasar pelvis. Pendapat ini menyebutkan bahwa
yang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan transsakral mempunyai rekurensi yang defisiensi levator ani merupakan abnormalitas primer pada rektal prolaps.
lebih kecil dibandingkan abdominal, baik untuk pasien yang lebih tua. Walaupun ada beberapa pasien rektal prolaps dengan dasar pelvis yang normal.
Patofisiologi
Penyebab pasti rektal prolaps tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
berpengaruh terhadap timbulnya rektal prolaps antara lain: (Corman Marvin, 2002)
Konstipasi
Penyakit neurologi Prolaps mukosa yang disebabkan oleh
Jenis kelamin perempuan putusnya jaringan pengikat antara
Rektosigmoid yang redundan submukosa dengan jaringan otot rektum
Cavum Douglasi yang dalam di bawahnya
Lemahnya fiksasi rektum pada sakrum Gambar 2: Prolaps Mukosa
Invaginasi
Prosedur operasi
Philip Thorek menyebutkan bahwa prolaps rekti kemungkinan akibat hilangnya intususepsi interna (occult rectal prolaps) yang dapat didiagnosis dengan
fiksasi rektum dan cavum douglasi yang dalam. proktografi defekasi
Tujuan utama penanganan operatif pada prolaps rekti adalah mengontrol
prolapsnya(Keighley, 2001). Dikenal dua macam pendekatan operasi untuk prolaps
rekti yaitu abdominal dan perineal.(Lawrence Way, 1994,2003) Disebutkan bahwa
pendekatan abdominal mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih rendah, volume
rektum yang tetap tetapi risiko yang lebih tinggi. Pendekatan perineal menghindari
prolaps rekti komplit dengan anastomosis intraabdominal dengan mengangkat rektum sehingga mengurangi
gambaran sebagai protrusi seluruh volume rektum dan mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih tinggi. Pendekatan
ketebalan rektum melalui anal verge. abdominal dipilih untuk penderita kurang dari 50 tahun dengan kondisi baik.
Gambar 3: Prolaps Komplit Pendekatan abdominal untuk penderita intususepsi atau prolaps rekti dengan fungsi
sfingter normal adalah reseksi sigmoid dengan atau tanpa rektopeksi dan rektopeksi
saja.
Pada operasi rektopeksi, setelah rektum dimobilisasi cukup untuk mereduksi prolaps
seluruhnya, dibuat sling untuk meresuspensi rekrum tinggi di dalam pelvis.
Nonabsorbable Mersilene mesh dijahitkan ke fascia prasakralis dengan sejumlah
jahitan terputus menggunakan benang nonabsorable yang lunak. Ujung bebas sling
Defekografi sangat efektif dalam identifikasi kondisi praprolaps dan gangguan yang cukup panjang dijahitkan pada rekrum. Sling rektal dibentuk sedemikian rupa
defekasi yang lain. Dengan menggunakan fluroskopi proyeksi lateral, pasien posisi sehingga 1 cm bagian rektum bebas dari mesh di anterior. Mersilene mesh dipotong
duduk dan disuruh megejan. Sudut normal anorektal saat istirahat adalah 90 o + 4,76 menjadi panjang yang tepat sehingga tidak ada pita konstriktif yang ditimbulkan
dan 111o + 5,02 saat mengejan. Disamping intususepsi dan merenggangnya rektum yang selanjutnya dapat menimbulkan obstruksi. Jahitan seromuskuler dikerjakan
dan sakrum, kelainan defekografi yang dapat ditemukan adalah: sementara asisten menahan traksi untuk meresuspensi segmen rektosigmoid (David
Megarektum C Sabiston, 1997).
Abnormalitas sudut anorektal
Non relaxing puborektal
Desensus perineal
Ptrolaps mukosa
Rektokel
DIAGNOSIS BANDING
Prolaps hemoroid
Polip rekti
Prolaps mukosa
Invaginasi Sigmoidorektal
PENANGANAN
Penanganan prolaps rekti meliputi nonoperatif dan operatif. Gambar 4: Mesh dijahitkan ke fascia Gambar 5: Jahitan seromuskuler dan
Penanganan prolaps rekti non operatif meliputi: presakralis traksi oleh asisten
Koreksi knstipasi
Manual support defekasi
Pendekatan abdominal yang lain adalah reseksi sigmoid / anterior reseksi. Operasi
Latihan otot perineum
ini dikerjakan dengan menggunakan teknik standart mengangkat rektum bagian
Stimulasi elektronik
tengah dan atas sampai sigmoid yang redundant. Kemudian dilanjutkan dengan
Injeksi sklerosing agent
anastomosis rektum tengah atau bawah dengan kolon kiri. Kemudian rektum
Koaglasi infrared.
dikembalikan sesuai dengan lengkung sakrum. Angka kejadian inkontinensi pada
teknik ini tinggi karena menurunnya kapasitas rektum. Oleh karena itu teknik ini
Penanganan operatif
dipilih untuk penderita dengan konstipasi praoperasi.
Pendekatan perineal yang lain adalah prosedur Delorme, berupa mukosal
proctektomi dengan plikasi dinding rektum yang prolaps. Insisi mukosa dimulai 1
cm proksimal linea dentata. Dengan elektrokauter, mukosa dipotong mlingkar.
Kemudian distiping sampai apek prolaps rektum. Usaha ini lebih mudah dengan
menyuntikkan salin ke dalam sub mukosa rektum. Kemudian kelebihan mukosa
dipotong, muskularis diplikasi secara longitudinal sedemikian rupa sehingga
menyerupai akordion yang difiksasi dengan jahitan absorbable 2-0 dilanjutkan
dengan menjahit antar mukosa rektum.
Gambar 6: Gambar 7:
Reseksi sebagian rektum dan sigmoid Anastomosis kolon kiri dengan
rektum
Untuk penderita yang lebih tua dan risiko tinggi, banyak ahli bedah memilih
pendekatan perineal berupa Thiersch prosedur. Bahkan prosedur ini dapat digunakan
Gambar 8: Mukosektomi pada metode Delorme
dengan anastesi lokal. Prosedur ini bertujuan menyempitkan anus dengan
menempatkan secara melingkar seutas benang perak. Oleh karena benang perak ini
banyak menimbulkan ulcerasi, maka saat ini banyak digunakan bahan lain sepeerti
nilon, polipropilen, mesh dan lain lain.
Dengan membuat insisi kecil di anterior dan posterior 1 cm di luar anal verge,
benang diselipkan dari insisi anterior ke posterior kiri dan kanan pada fosa
ischiorektalis. Kemudian dibuat simpul di posterior. Dilator Hegar nomor 16 atau 18
digunakan untuk mengukur lumen anus. Luka yang ada ditutup dengan benang
absorbable 3-0 atau 4-0.
Prosedur repair prolaps rekti yang lain adalah prosedur Altemeier berupa
proktektomi komplit dan sering disertai sigmoidektomi parsial. Apeks prolaps rekti
ditraksi kemudian dilakukan insisi melingkar 1 cm diatas linea dentata. Rektum
keseluruhan dieversikan, eksteriorisasi rektum dan kolon sigmoid serta repair
peritoneum. Selanjutnya rektum dan kolon sigmoid redundan dipotong dilanjutkan
dengan anastomosis kolon dengan anus dengan jahitan terputus yang penyerapannya
Gambar 7: Sirklase anal metode Thiersch lama.
Gambar 10:
Prosedur Altemeier
Insisi melingkar 1 cm diatas
linea dentata dilanjutkan
mobilisasi rektum dan kolon
sigmoid keluar.
Disamping pendekatan abdominal dan perineal seperti tersebut diatas, dikenal pula
pendekatan penanganan prolaps rekti yang lain yaitu pendekatan transakral berupa
reseksi dan rektopeksi transakral. Dengan insisi kulit kurang lebih 7 cm dimulai dari Gambar 14: Rektopeksi
titik tepat sebelah kiri sakrokoksigeal junction sampai ke perianal sepanjang sakrum,
rektum dan pararektal fat dimobilisasi secara tumpul dan tajam. Kemudian
dilakukan reseksi sigmoid ataupun rektopeksi seperti tindakan lainnya dan diakiri
dengan penutupan luka.
Pemeriksaan khusus
Selain untuk konfirmasi diagnostik etiologi disfungsi anorektal, pemeriksaan khusus
diperlukan untuk eksklusi kelainan struktural yang dapat menyebabkan keluhan
inkontinensia. Pemeriksaan feses harus dilakukan pada pasien dengan adanya
riwayat diarrhea. Visualisasi seluruh kolon dan rektum sebaiknya dilakukan baik
dengan kolonoskopi, atau pun prokto-sigmoidoskopi. Apabila pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan struktural, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi kolorektal. Gambar 1. : Gambaran lapisan dinding rectum dengan otot-otot sphincter normal
pada pemeriksaan ultrasonografi endorektal.
a). Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal dapat mengevaluasi tekanan anal maksimal
pada saat istirahat, amplitudo dan durasi squeeze pressure otot-otot sphincter,
refleks inhibisi rektoanal, batas ambang sensasi rectum volunter, rectal
compliance, serta tekanan rectum dan sphincter ani pada saat mengedan.
Parameter penting yang memiliki korelasi dengan inkontinensia adalah adanya
tekanan sphincter yang rendah pada saat istirahat menunjukkan adanya disfungsi
otot sphincter ani interna, sedangkan penurunan squeeze pressure memberi
petunjuk adanya disfungsi otot sphincter ani eksterna. Prolapsus rekti dapat
terjadi pada tekanan yang sangat rendah.
Gambar 2A, Gambar 2B.
Gambar 2. : Pencitraan oleh ultrasonografi endorektal.Gambar 2 A., menunjukkan Diagnosis Konstipasi
adanya robekan moderat pada otot sphincter externa. Gambar 2B menunjukkan
defek pada kedua lapisan otot sphincter anterior, yaitu sphincter interna dan eksterna Kriteria diagnosis konstipasi menurut konsesus internasional (Rome II) dan
sebagai akibat persalinan. rekomendasi American Gastroenterological Association adalah ditemukannya dua
atau lebih kriteria sebagai berikut paling sedikit selama 12 minggu:
d) Defekografi : a) Mengedan pada paling sedikit 25 % defekasi.
Pemeriksaan ini tidak banyak berguna, kecuali pada pasien inkontinensia yang b) Perasaan evakuasi inkomplit pada paling sedikit 25% defekasi.
disertai oleh prolapsus rekti/rektocele. c) Sensasi obstruksi anorektal pada paling sedikit 25% defekasi.
d) Membutuhkan manuver manual untuk membantu evakuasi pada paling sedikit
e). Elektromyografi: 25% defekasi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda jarum atau e) Feses keras pada paling sedikit 25% defekasi.
permukaan pada otot-otot sphincter untuk mengevaluasi kemungkinan adanya f) Defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.
kerusakan neurogenik atau myopathi yang menyebabkan keluhan inkontinensia.
Pemeriksaan ini dirasakan kurang nyaman, sehingga sudah banyak ditinggalkan, Menurut Wald, sebagai tambahan adalah bahwa konstipasi tidak dapat ditegakkan
serta saat ini ultrasonografi endorektal telah menggantikan pemeriksaan ini. apa bila pada defekasinya ditemukan pula feses cair atau lembek, dan seluruh
kriteria diagnosis irritable bowel syndrome terpenuhi.(lihat tabel 1.)
Ringkasan algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia dapat dilihat pada gambar 3.:
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendekatan diagnosis, prosedur penegakan
diagnosis meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
Anamnesis
Bagian penting di dalam anamnesis adalah mengetahui perjalanan keluhan
konstipasi, yaitu dengan mencatat onset dan durasi keluhan tersebut. Pengamatan
dan catatan frekuensi defekasi selama dua minggu dapat membantu menegakkan
diagnosis konstipasi, jika terdapat keraguan di dalam konsep dan persepsi pasien
tentang hal tersebut. Tidak jarang, keluhan yang dianggap sebagai konstipasi oleh
pasien, sesungguhnya masih dalam batas frekuensi defekasi pada orang normal.
Selanjutnya perlu diperhatikan riwayat yang berhubungan dengan penyebab
sekunder yang berupa etiologi ekstrakolon. Riwayat penggunaan obat-obatan yang
dapat menyebabkan konstipasi perlu diketahui dan dicatat hubungan antara saat
penggunaan obat pertama kali dengan munculnya keluhan.( tabel 2.)
Berbagai gejala yang disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik atau neurologik
yang mungkin menyebabkan konstipasi harus ditanyakan di dalam anamnesis.
Selain itu, berbagai gejala yang mungkin berhubungan dengan adanya penyakit atau
gangguan struktural (anatomik) seperti misalnya nyeri abdomen atau perdarahan per
anum perlu juga dicari. Adanya mengedan yang berlebihan dan sensasi evakuasi
yang inkomplit setelah defekasi perlu juga ditanyakan. Keluhan anemia pun dapat
menjadi petunjuk adanya penyebab struktural pada kolon atau rectum.
Apabila pada anamnesis terdapat keluhan-keluhan dan tanda-tanda memberikan
kemungkinan adanya penyebab struktural, maka pemeriksaan selanjutnya untuk
konfirmasi ataupun menyingkirkan kemungkinan etiologi kelainan anatomic perlu
dilakukan, baik berupa pemeriksaan fisik diagnostik, maupun pemeriksaan khusus
Gambar 3.: Algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia (Dikutip dari Stendal , C. lainnya.
Colonic and anorectal disorders, in Stendal C (Ed), Practical Guide to
Gastrointestinal Function Testing, Blackwell Science, 1997: 91 111.)
Analgesik
A. Tabel 1.: Kiriteria diagnostik Rome II untuk IBS(Irritable Bowel Syndrome) Anticholinergik Antispasmodik
dan konstipasi fungsional kronik Anti depessan
Antipsikotik
Agen yang mengandung Suplemen besi
IBS Konstipasi kronik
kation Alumunium (antacid, sucralfate)
At least 12 weeks, which need not be Loose stools are not present and there are Agen yang Opiat
consecutive, in the preceding 12 insufficient criteria for IBS. mengaktifkan system Antihipertensi
months of abdominal discomfort or At least 12 weeks, which need not be saraf Bloker ganglionik
pain that has 2 of the 3 following consecutive, in the preceding 12 months of 2 Vinca alkaloid
features: of the following: Calcium channel blockers
5HT3 antagonist
d) Defekografi
Pemeriksaan ini menilai proses defekasi pasien dengan cara memasukkan barium
padat seperti feses ke dalam rectum, kemudian proses evakuasi dari rectum
dipantau melalui fluoroskopi atau pita video ketika pasien duduk di atas toilet
yang didesain khusus untuk pemeriksaan ini. Evaluasi yang dapat dilakukan
melalui teknik ini adalah struktur anorektal, sudut anorektal, baik pada keadaan
istirahat maupun ekspulsi barium dari rectum. Kelainan yang dapat diidentifikasi
adalah pelvic floor dyssyinergia, intussuscepsi, prolaps rekti, rektocele, dan
obstruksi fungsional. Dengan menggunakan videomanometri, rekaman
perubahan tekanan akan dinilai korelasinya dengan defekografi. Interpretasi hasil
pemeriksaan ini membutuhkan tingkat pengalaman yang tinggi, sehingga variasi
hasil interpretasi para ahli radiologinya dapat lebih rendah.
e) Manometri anorektal
Parameter yang berguna pada pemeriksaan konstipasi adalah sensasi rectum dan
compliancenya, relaksasi sphincter interna, dan pola manometri ketika ekspulsi
alat (pseudodefekasi). Manometri akan dapat menyingkirkan diagnosis penyakit
Hirschsprung, apabila ketika muncul distensi rectum, otot sphincter ani interna
akan mengalami relaksasi.
Pada keadaan pelvic floor dyssynergia tekanan sphincter ani eksterna meningkat
manakala terjadi peningkatan intrarektal dan ekspulsi feses yang seharusnya