merupakan salah satu gunung api aktif tipe A (pernah meletus sejak tahun 1600). Gunung ini terletak pada posisi 7 1430" LS dan 109 1230" BT, o o
dengan wilayah administrasi masuk ke dalam lima
wilayah yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas dan Purbalingga. Secara keseluruhan G. Slamet masih memiliki kegiatan kawah pusat, aktivitasnya masih berlangsung yaitu berupa hembusan solfatara, pembentukan kubah lava, serta letusan abu. Gunung Slamet merupakan gunung api yang memiliki karakter letusan eksplosif lemah (vulcanian) dan juga efusif (strombolian) yang dicirikan oleh letusan letusan abu, dengan atau tanpa leleran/ kubah lava. Kegiatan gunung Slamet mulai tercatat dalam sejarah sejak letusan tanggal 11-12 Agustus 1772. Berdasarkan catatan, dalam kurun waktu 240 tahun terakhir ini, setidaknya gunung Slamet telah melakukan erupsi lebih dari 30 kali. Letusan-letusan tersebut di atas umumnya berlangsung dalam beberapa hari hingga beberapa minggu. FASIES SLAMET Pembagian fasies gunung api yang telah dikembangkan oleh Vessel dan Davies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1998) menjadi empat kelompok, yaitu Central/Vent Facies, Proximal Facies, Medial Facies, dan Distal Facies. Sesuai dengan batasan fasies gunung api, yakni sejumlah ciri litologi (fisika dan kimia) batuan gunung api pada suatu lokasi tertentu, maka masing-masing fasies gunung api tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan data:
1. inderaja dan geomorfologi,
2. stratigrafi batuan gunung api, 3. vulkanologi fisik, 4. struktur geologi, serta 5. petrologi-geokimia. IDENTIFIKASI BERDASARKAN INDERAJA DAN GEOMORFOLOGI Pada umur Kuarter hingga masa kini, bentang alam gunung api komposit sangat mudah diidentifikasi karena bentuknya berupa kerucut, di puncaknya terdapat kawah dan secara jelas dapat dipisahkan dengan bagian lereng, kaki, dan dataran di sekitarnya. Dari puncak ke arah kaki, sudut lereng semakin melandai untuk kemudian menjadi dataran di sekitar kerucut gunung api tersebut. Aliran sungai pada kerucut gunung api di darat dan pulau gunung api mempunyai pola memancar dari daerah puncak ke kaki dan dataran di sekitarnya. Pembagian fasies gunung api pada gunung api Slamet, Fasies sentral terletak di bagian puncak atau pusat erupsi, Kawah Gunung Slamet terletak di bagian puncak gunungapi yang berbentuk kerucut. Komplek kawah ini mempunyai luas 12,5 hektar, terdiri atas 4 kawah yang berorientasi arah Timur Laut-Barat Daya yaitu: 1. Kawah I, merupakan kawah yang terbentuk mula- mula berukuran 900 x 700 m2. 2. Kawah II, terletak di dalam Kawah I, mempunyai ukuran 650 x550 m2. 3. Kawah III, terletak di dalam Kawah II, berdiameter 450 m. 4. Kawah IV, terletak di dalam Kawah III, berdiameter 185 m. Kawah IV adalah kawah aktif saat ini, terbentuk oleh erupsi gunungapi ini antara 1859- 1910, di mana dalam jangka waktu tersebut telah terjadi setidaknya enam kali erupsi. Pada kawah ini terdapat dua pusat kegiatan, yaitu pada lubang kawah utama yang terletak di sebelah barat, dan kubah lava yang terdapat di sebelah timurnya. Kenampakan kawah ini dapat di lihat melalui citra landsat.
Fasies proksimal pada lereng atas Gunung Slamet
dan fasies medial di lereng bawah, sudut lereng melandai kearah kaki. Fasies distal terletak di kaki dan dataran di sekeliling gunung api Slamet, di antaranya dataran di latar depan gunung api.
Pola aliran Sungai yang mengalir pada Gunungapi
Slamet yaitu pola aliran radial yang memancar dari puncak menuju kaki atau dataran di sekitarnya. Pola aliran ini dapat dilihat dengan jelas pada peta topografi gunungapi Slamet. Evolusi tubuh vulkanik dan karakteristik bentang alam, G. Slamet dapat dibagi menjadi tiga periode kegiatan, yaitu G. Slamet Tua, G. Slamet Menengah, dan G. Slamet Muda. Pada kompleks G. Slamet Tua terdapat beberapa bekas kawah dan sumbat lava G. Beser (+ 925 m). Batuan vulkanik Slamet Menengah menyebar ke tenggara, sedangkan batuan Slamet Muda melampar ke timur-timur laut-utara dan sebagian kecil ke barat laut. Di kaki timur G. Slamet Muda dijumpai 35 buah kerucut silinder yang berumur sekitar 0,042 0,020 Ma. IDENTIFIKASI BERDASARKAN STRATIGRAFI BATUAN GUNUNGAPI Fasies sentral merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Oleh sebab itu daerah ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunung api (subvolcanic intrusions) seperti halnya leher gunung api (volcanic necks), sill, retas, dan kubah bawah permukaan (cryptodomes).
Fasies proksimal merupakan kawasan gunung api
yang paling dekat dengan lokasi sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada kerucut gunung api komposit sangat didominasi oleh perselingan aliran lava dengan breksi piroklastika dan aglomerat Pada fasies medial, karena sudah lebih menjauhi lokasi sumber, aliran lava dan aglomerat sudah berkurang, tetapi breksi piroklastika dan tuf sangat dominan, dan breksi lahar juga sudah mulai berkembang. Sebagai daerah pengendapan terjauh dari sumber.
Fasies distal didominasi oleh endapan rombakan
gunung api seperti halnya breksi lahar, breksi fluviatil, konglomerat, batupasir, dan batulanau. Endapan primer gunung api di fasies ini umumnya berupa tuf.
Ciri-ciri litologi secara umum tersebut tentunya
ada kekecualian apabila terjadi letusan besar sehingga menghasilkan endapan aliran piroklastika atau endapan longsoran gunung api yang melampar jauh dari sumbernya. Komplek Gunungapi Slamet secara stratigrafi dapat dikelompokkan menjadi delapan khuluk gunungapi ditambah batuan sedimen dan intrusi, relatif dari tua ke muda, yaitu: 1. Batuan Sedimen; 2. Intrusi 3. Gunungapi Ratamba; 4. Gunungapi Watupayung; 5. Gunungapi Manis; 6. Gunungapi Lawa; 7. Gunungapi Sakub; 8. Gunungapi Cowet; 9. Gunungapi Mingkrik, dan 10. Gunungapi Slamet Khuluk Gunungapi Ratamba hingga Mingkrik merupakan kelompok gunungapi Tua di Komplek Slamet yang secara umum telah mengalami deformasi sehingga secara umum sulit diidentifikasi sumber erupsinya Satuan batuan sedimen (TSD) yang tersingkap dan terpetakan hampir di seluruh bagian luar kawasan Komplek Gunungapi Slamet tersusun oleh perselingan batulempung dan batupasir sebagai bagian dari Formasi Halang dan Formasi Rambatan yang berumur Miosen Tengah Miosen Akhir yang mendasari batuan vulkanik Komplek Gunungapi Slamet. Batuan intrusi di Komplek Gunungapi Slamet terdapat di bagian selatan tenggara yang secara morfologi memperlihatkan tonjolan topografi yang cukup kontras dengan kondisi di sekitarnya. Secara umum, batuan intrusi adalah diorit, kecuali intrusi dasit G. Karangpule. Pemunculan kelompok batuan intrusi ini diinterpretasikan sebagai fase magmatisme yang mengawali proses vulkanisme di Komplek Gunungapi Slamet. Gunungapi Ratamba merupakan khuluk gunungapi yang tidak diketahui sumber erupsinya karena telah mengalami deformasi dan tertutup oleh produk erupsi yang lebih muda. Khuluk gunungapi ini tersusun oleh endapan piroklastika dan alira lava andesitik. Selain dihasilkan melalui erupsi pusat, vulkanisme Ratamba juga dihasilkan melalui erupsi samping yang menghasilkan lava celah dan kubah lava samping (RLS) di lereng bawah bagian tenggara dan selatan. Sementara itu, batuan piroklastik yang dihasilkan vulkanisme Ratamba tersingkap lapuk di lapangan sehingga menyulitkan identikasi. Batuan Gunungapi Watupayung yang tersusun atas aliran lava, aliran piroklastika, dan jatuhan piroklastika berkomposisi andesitis yang tersebar dan terpetakan terutama di bagian barat dan barat laut Gunungapi Slamet. Khuluk Gunungapi Manis, Lawa, Sakub, Cowet, dan Mingkrik secara umum menghasilkan dominasi aliran lava berkomposisi andesitis. Seluruh khuluk gunungapi ini, kecuali Mingkrik, sulit diindentifikasi sumber erupsinya karena telah mengalami deformasi dan tertutup oleh produk eruspi yang lebih muda. Sementara itu, Gunungapi Mingkrik masih memperlihatkan tubuh diinterpretasikan bahwa Mingkrik merupakan fase termuda dalam vulkanisme Slamet Tua. Khuluk Gunungapi Slamet merupakan gunungapi termuda di Komplek Slamet. Fase vulkanisme Slamet membentuk sistem poligenetik sebagai representasi kombinasi erupsi pusat dan erupsi samping. Erupsi pusat Slamet menghasilkan dominasi aliran lava, aliran piroklastika, dan jatuhan piroklastika berkomposisi basaltik. Sementara itu, erupsi samping menghasilkan pembentukan kerucut sinder yang terbagi atas dua kelompok, yaitu dua kerucut sinder di lereng bagian barat dan 35 sinder di lereng tenggara timur timur laut. IDENTIFIKASI BERDASARKAN VULKANOLOGI FISIK Secara sedimentologi atau vulkanologi fisik, mulai dari fasies proksimal sampai fasies distal dapat dirunut perubahan secara bertahap mengenai tekstur dan struktur sedimen. Tekstur batuan klastika gunung api menyangkut bentuk butir, ukuran butir, dan kemas. Karena efek abrasi selama proses transportasi maka dari fasies proksimal ke fasies distal bentuk butir berubah mulai dari sangat meruncing - meruncing sampai membundar - sangat membundar. Ukuran butir juga berubah dari fraksi sangat kasar - kasar, sedang sampai dengan halus - sangat halus. Hubungan antara butir fraksi kasar di daerah fasies proksimal pada umumnya membentuk kemas tertutup, tetapi kemudian berubah menjadi kemas terbuka di fasies medial sampai distal. Struktur sedimen, seperti struktur imbrikasi, silangsiur, antidunes, dan gores-garis sebagai akibat terlanda seruakan piroklastika (pyroclastic surges) juga dapat membantu menentukan arah sumber dan sedimentasi. Secara geometri, struktur aliran piroklastika, aliran lahar serta aliran lava dapat juga mendukung penentuan arah sumber erupsi. Endapan aliran gravitasi tersebut biasanya mengalir mengikuti lembah sungai lama, mulai dari daerah puncak sampai lereng bawah, sementara itu dari kaki hingga dataran endapan tersebut dapat menyebar membentuk kipas. Struktur bomb sag sebagai akibat lontaran balistik bom gunung api dan jatuh menyudut (miring) terhadap permukaan tanah pada waktu terjadi letusan dapat juga membantu menentukan arah sumber letusan. IDENTIFIKASI BERDASARKAN STRUKTUR GEOLOGI Lereng kerucut gunung api komposit yang semakin terjal ke arah puncak atau semakin landai ke arah kaki disebabkan oleh proses penumpukan bahan erupsi gunung api itu sendiri. Semakin jauh dari sumber erupsi atau kawah tumpukan bahan erupsi semakin tipis sehingga membentuk lereng yang semakin landai. Konsekuensinya, bahan piroklastika yang jatuh bebas akan mengendap mengikuti topografi sebelumnya yang sudah miring. Perlapisan endapan jatuhan piroklastika membentuk jurus secara umum berpola konsentris, sedangkan kemiringannya semakin landai dari fasies proksimal ke arah fasies distal. Kemiringan awal perlapisan batuan gunung api ini disebut initial dips atau original dips. Dengan demikian akan terjadi perubahan secara berangsur kemiringan awal perlapisan batuan gunung api dari miring terjal di fasies proksimal sampai miring landai di fasies medial, atau bahkan merupakan perlapisan horizontal di fasies distal. Perlapisan batuan gunung api itu mempunyai jurus berpola konsentris mengelilingi fasies pusat gunung api. Pada saat bergerak ke permukaan, magma mendorong batuan di atas dan di sampingnya sehingga terjadi pengungkitan (tilting). Pengungkitan terbesar terdapat pada daerah puncak/kawah dan lereng atas, kemudian nilainya menurun ke arah lereng bawah dan kaki. Penggembungan lereng gunung api sebagai akibat daya dorong magma ke atas itu disebut inflasi. Sebaliknya, apabila magma mendingin atau membeku sehingga volumenya mengecil, atau magma bergerak kembali ke bawah sehingga lereng gunung api mengkerut, maka deformasi batuan gunung api ini disebut deflasi. Pada saat terjadi inflasi ukuran lingkaran kawah dipaksa membesar dan karena tersusun oleh batuan yang getas maka bibir kawah mengalami pecah- pecah membentuk rekahan berpola radier. Berhubung gerak magma dan erupsi gunung api terjadi berulang-ulang, maka proses inflasi-deflasi juga terjadi berkali-kali. Karena efek gaya berat dan keragaman sifat fi sik batuan, rekahan radier itu dapat berkembang menjadi sesar normal di daerah puncak dan lereng atas. Selanjutnya karena kombinasi efek gravitasi dan topografi lereng, blok-blok sesar turun di daerah puncak dan lereng atas dapat melengser membentuk sesar miring (turun-geser) pada lereng bawah. Sementara itu di daerah kaki, efek daya dorong sebagai akibat pelengseran massa batuan yang berasal dari puncak dan lereng jauh lebih kuat dari gaya gravitasi sehingga terbentuk sesar geser. Akhirnya di daerah dataran, daya dorong pelengseran menimbulkan gaya lateral sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya sesar naik dan struktur perlipatan yang berpola konsentris mengelilingi kerucut gunung api. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pada fasies pusat dan fasies proksimal struktur geologi yang berkembang adalah sesar normal berpola radier, di fasies medial terbentuk sesar miring sampai sesar geser yang juga berpola radier. Sementara itu di fasies distal dapat terjadi sesar naik dan struktur perlipatan yang berpola konsentris. Gunung Slamet termasuk dalam jalur busur kepulauan Sunda, yaitu sebagai hasil subduksi ke utara antara Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia. Berdasarkan arah dan bentanganya, struktur geologi di kawasan Gunungapi Slamet merupakan sesar normal, sesar normal mendatar, dan sesar mendatar yang memiliki orientasi barat daya timur laut dan barat laut tenggara. Pemunculan mata air di Komplek Gunungapi Slamet dikontrol oleh sesar normal. IDENTIFIKASI BERDASARKAN PETROLOGI-GEOKIMIA Berdasarkan pandangan geologi sedimenter selama ini terdapat dua proses yang berbeda dan pada umur yang berbeda pula. Proses pertama adalah sedimentasi batuan gunung api di dalam suatu cekungan pengendapan, dimana sumber asal batuan tidak diketahui atau tidak dipersoalkan. Proses kedua adalah pembentukan magma di bawah cekungan pengendapan tersebut yang bergerak ke atas, sehingga menerobos perlapisan batuan sedimen gunung api di atasnya. Apabila hal ini yang terjadi maka secara petrologi-geokimia batuan sedimen gunung api dapat berbeda dengan batuan beku yang menerobosnya. Selain itu, batuan sedimen gunung api berumur lebih tua daripada batuan beku terobosan. Sebaliknya, mengacu pada pandangan geologi gunung api, batuan ekstrusi dan batuan intrusi merupakan satu kesatuan proses yang terjadi pada lokasi dan umur relatif sama. Oleh sebab itu secara petrologi-geokimia batuan ekstrusi dan intrusi dapat dipandang bersumber dari magma yang sama dan mempunyai afinitas yang sama pula (co- magmatic atau coherent). Subduksi pada jalur Sunda arcs sendiri telah mengakibatkan keragaman komposisi pada hasil proses magmatisme pada kawasan sekitar Gunung Slamet, yang mencerminkan proses-proses kompleks yang telah terjadi pada magma busur kepulauan selama proses naiknya magma menembus litosfer. Keragaman hasil proses magmatisme dari Gunung Slamet sendiri, dapat dilihat dari produk-produk Gunung Slamet Tua hingga Gunung Slamet Muda yang bervariasi pada komposisi mineralogi serta geokimianya, berupa lava basalt, lava andesit, piroklastik serta keberadaan batuan-batuan terobosan (intrusi). GOA LAWA Kegiatan vulkanik G. Slamet menengah (S2) umumnya dicirikan oleh terbentuknya leleran lava basal dalam jumlah besar, yang mengalir ke bagian timur dan selatan tubuh gunung api ini. Di lereng timur gunung Slamet, terdapat Gua yang terletak di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, berada pada ketinggian 900 m dpl dan memiliki panjang sekitar 1.300 meter. Lorong lava terbentuk dari aliran lava basal yang relatif encer (low viscosity). Pada saat bagian permukaan lava telah membeku, bagian dalamnya masih cair dan tetap mengalir meninggalkan bagian yang telah membeku dalam bentuk lorong. Goa yang terbentuk oleh leleran lava adalah sangat jarang terdapat di Indonesia. Gua Lawa terdiri dari batuan andesit basaltik yang tersebar di lereng timur Gunung Slamet yang berasal dari G. Slamet Menengah Muda. Batuan ini menumpang di atas Formasi Halang. Pada lereng timur gunung Slamet (muda) dijumpai 35 buah kerucut sinder dengan diameter dasar kerucut berkisar antara 130 750 m dan tingginya mencapai 250 m. Kerucut-kerucut sinder ini merupakan kelompok gunungapi monogenesis, yang mempunyai umur berkisar 0,042 0,020 Ma, dan ditafsirkan sebagai parasit dari gunung Slamet (menengah muda). Di lereng selatan gunung Slamet, dalam Kawasan Wisata Baturaden, terdapat 7 mata air panas berjajar sehingga disebut dengan pancuran Tujuh. Kemunculan mata air panas dikontrol oleh struktur sesar atau system rekahan yang memencar (radial fractures) dari gunung Slamet. Leleran lava yang terdapat di kawasan wisata Baturaden memperlihatkan struktur aliran yang dinamis, yaitu dicirikan dengan terbentuknya kekar- kekar kolom yang cukup unik. Struktur kekar atau rekahan pada batuan beku mencirikan proses pembekuan atau pembentukan batuan tersebut, di mana pola rekahan tersebut selalu tegak lurus dengan bidang pendinginan.