Вы находитесь на странице: 1из 41

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Oleh

KELOMPOK III

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXV

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017

1
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Menurut WHO, diabetes merupakan penyakit kronis yang timbul karena produksi
insulin tidak cukup di pankreas, ataupun, keadaan dimana tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin merupakan hormon yang
mengatur regulasi gula darah. Hiperglikemia merupakan efek yang paling sering timbul
pada diabetes yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengarah
pada kerusakan yang lebih serius dari sistem pada tubuh terutama saraf dan pembuluh
darah (American Diabetes Association, 2008)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2008, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah (hiperglikemia) karena gangguan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (American Diabetes Association, 2008).

B. ETIOLOGI
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (American Diabetes Association,1997) sesuai
anjuran PERKENI :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel , biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai dari dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel :
1) Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)
2) Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
3) Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)
4) DNA mitokondria
5) Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)
6) HNF-1 (MODY 5)
7) NeuroD1 (MODY 6)
8) Subunits of ATP-sensitive potassium channel
9) Proinsulin or insulin conversion
b. Defek genetik kerja insulin:
c. Penyakit Eksokrin Pankreas :
1) Pankreatitis
2) Trauma/pankreatektomi
3) Neoplasma
4) Kista fibrosis
5) Hemokromatosis
6) Pankreatopati fibro kalkulus

2
d. Endokrinopati :
1) Akromegali
2) Sindroma Cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) Aldosteromoma
e. Karena obat / zat kimia :
1) Vacor
2) Pentamidin
3) Asam Nikotinat
4) Glukokortikoid
5) Hormon Tiroid
6) Diazoxid
7) Agonis -adrenergik
8) Tiazid
9) Dilantin
10) Interferon-
f. Infeksi : Rubella Congenital dan Cytomegalovirus (CMV)
g. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
h. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
1) Sindrom Down
2) Sindrom Klinefelter
3) Sindrom Turner
4. Diabetes Melitus gestasional (kehamilan)

C. KLASIFIKASI
A. Diabetes Melitus Tipe I / Juvenile
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes
tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua
subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan
(b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya (Price,
2005).
B. Diabetes Melitus Tipe II / Onset maturitas
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan
tipe nondependen insulin.Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini (Price,
2005).

Tabel 1: Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2 (Soegondo, 2005)

Type 1 (insulin dependent) Type 2 (non-insulin dependent)

Nama lama DM Juvenil DM Dewasa

3
Epidemiologi Anak-anak/remaja(biasanya berumur Orang tua (biasanya berumur > 30
< 30 tahun) tahun)

Berat badan Biasanya kurus Sering ebesitas

Heredity HLA-DR3 or DR4 in > 90% Tidak ada hubungan HLA

Patogenesis Penyakit Autoimmune : Tidak berhubungan dengan


autoimun
Islet cell autoantibodies Insulin resistance
Insulitis

Klinikal Defisiensi Insulin Defisiensi Partial insulin


Berhungan dengan ketoacidosis Berhubungan dengan
hyperosmolar
Pengobatan Insulin, diet, olah raga Diet, olah raga, tablet, insulin

Biochemical Kemungkinan kehilanganpeptida-C Persisten peptida-C

C. Diabetes Gestasional (GDM)


Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan
memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai
efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik
mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes
pada kehamilan (Price, 2005).
Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah
kriteria yang diusulkan oleh O'Sullivan dan Mahan (1973). Menurut kriteria ini,
GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui
sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa, 105 mg/dl; I jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165
mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita
berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai
frekuensi kematian janin viabel yang lebih tinggi. kematian janin viabel yang lebih
tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes
selama usia kehamilan 24 hingga 28 minggu (Price, 2005).

D. Patogenesis
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi atoimin yang disebabkan
adanya peradangan pada sel- insulinitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi

4
terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel-.
Insulinitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis itu hanya sel-,
biasanya sel- dan delta tetap utuh (Soegondo, 2005).

Peradangan pd - Cocksakie
sel- (Insulinitis) - Rubella,
- CMV
- Herpes
Terbentuknya
Antibodi trhdp Insulin
sel- / ICA

Rx. Antigen- Rusak sel-


antibodi

Gambar 1: Skema proses perjalanan DM tipe 1 (Soegondo, 2005).

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Gambar 2: Mekanisme skeresi insulin pada sel- pankreas (Faucy, 2008).

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.

5
Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa
dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini
sama dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya adalah DM tipe 2 di samping kadar
glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi
insulin (Soegondo, 2005).
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel- berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel- meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah
jaringan amiloid pada sel- yang disebut amilin (Soegondo, 2005).

Gambar
3:

Mekanisme signal transduksi insulin normal, berbeda pada orang penderita DM


jumlah reseptor insulin menurun sehungga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
sehingga glukosa darah meningkat (Kumar, 2005).

3. Diabetes Gestational
Diabetes gestasional (GDM)dikenali pertama kah selama kehamilan dan
memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai
efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik
mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes
pada kehamilan (Price, 2005).

6
Gambar 4: Skema mekanisme pada diabetes gestasional (Gibbs, 2008).

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Khas
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan
prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan
glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus
(Soegondo, 2005).
b. Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam. Untuk mekanisme lihat
gambar 05 dibawah ini (Soegondo, 2005).
c. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan.
Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat.
Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak. Untuk lebih
jelanya lihat gambar 5 dibawah ini (Soegondo, 2005).

7
Gambar 05: Mekanisme poliuria dan polidipsia (Price, 2005).
d. Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena itu
penderita selalu merasa lapar (Soegondo, 2005).
2. Gejala Tidak Khas
a. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur (Soegondo, 2005).
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia
tetap dapat melihat dengan baik (Soegondo, 2005).
c. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti
(Soegondo, 2005).
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya

8
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi
menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang (Soegondo, 2005).
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan
(Soegondo, 2005).

F. PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS


Terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi Farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin (American Diabetes Association, 2006).
1. Edukasi
Menurut American Diabetes Association (2006) Diabetes tipe 2 umumnya
terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Prinsip dasar :
a. Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru kemudian
yang lebih kompleks.
b. Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat.
c. Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.
d. Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.
e. Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan.
f. Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan.
g. Diskusikan hasil laboratorium.
h. Berikan motivasi / penghargaan atas hasil yang dicapai.
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
a. Perjalanan penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM dan risikonya
d. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
e. Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah tidak tersedia)
g. Pentingnya latihan jasmani yang teratur

9
h. Masalah khusus yang dihadapi (misalnya : hiperglikemia pada kehamilan)
i. Pentingnya perawatan diri
j. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi dapat dilakukan secara indivudual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah, seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku
memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). TGM ini prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan OHO dan atau insulin.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari TGM ini antara lain :
menurunkan berat badan, menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, menurunkan
kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor
insulin, dan memperbaiki koagulasi darah.
Tujuan TGM adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
a. Kadar glukosa darah mendekati normal
1) Glukosa puasa sekitar 90 130mg/dl
2) Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180mg/dl
3) Kadar A1c < 7%
b. Tekanan darah < 130/80mmHg
c. Profil lipid :
1) Kolestrol LDL < 100mg/dl
2) Kolestrol HDL > 40mg/dl
3) Trigliserid < 150 mg/dl
d. Berat badan senormal mungkin
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetisi antara lain : tinggi badan, berat badan, status gizi, aktifitas
fisik, dan faktor usia. Selain itu beberapa faktor fisiologi seperti masa
kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua juga
dipikirkan. Pada keadaan infeksi berat dimana proses katabolisme yang tinggi
perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah
pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di
dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang
ada.
Komposisi bahan makanan yang dianjurkan terdiri dari :
a. Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
2) Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
3) Makanan harus mengandung lebih banyak mengandung karbohidrat
terutama yang berserat tinggi.

10
4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi.
5) Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang
sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah
besar gula misalnya permen.
6) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari.
b. Lemak
1) Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 25-30% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
2) Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.
3) Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
4) Bahan makanan yang perlu di batasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
5) Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Usahakan lemak berasal dari
lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
c. Protein
1) Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi
2) Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan (leguminosa),
tahu, tempe.
3) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asuapan protein menjadi
0,8g/KgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
4) Jika terdapat komplikasi kardiovaskuler, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dari protein hewani.
d. Garam
1) Anjuran asupan natrium untuk diabetis sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau 6 7 g (1sendok teh)
garam dapur.
2) Pembatasan natrium sampai dengan 2400 mg atau 6 g/hari garam dapur,
terutama untuk mereka yang hipertensi.
3) Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.
e. Serat
1) Seperti masyarakat umumnya, diabetisi dianjurkan mengkonsumsi cukup
serat dari kacang kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain
yang baik untuk kesehatan.
2) Anjuran mengkonsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut.
f. Pemanis
1) Pemanis dikelompokan pemanis bergizi dan tidak bergizi. Termasuk
pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.

11
2) Gula alkohol antara lain isomalt, lacticol, malitol, mannitol, sorbitol dan
xylotol, mengandung 2kalori/g.
3) Batasi penggunaan pemanis bergizi . dalam penggunaannya pemanis bergizi
perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
4) Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma.
5) Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfamepotassium,
sukralose, neotame.
6) Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (ADI /
accepted Daily intake).
Perhitungan kebutuhan kalori pasien DM :
Menurut Sudoyo (2006) Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan diabetisi antara lain :
a. Berdasarkan kebutuhan kalori basal besarnya 25-30 kalori/KgBB ideal,
ditambah atau dikurangi bergantung beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dll.
b. Perhitungan Berat badan ideal (BBI) menurut indeks massa tubuh (IMT)

IMT = BB (kg) / TB2 (m)

Klasifikasi IMT :
1) BB kurang = <18,5
2) BB normal = < 18,5-22,9
3) BB lebih = 23,0
a) Dengan resiko = 23,0 24,9
b) Obes I = 25,0 29,9
c) Obes II = 30,0
Berat ideal : IMT = 18,5-22,9 kg/m
IMT = 20-24,9 kg/m
c. Perhitungan BBI dengan rumus Broca yang dimodifikasi sbb :

BBI = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg

Bila pria dengan tinggi badan < 160cm atau wanita < 150 cm, rumus modifikasi
sbb:
BBI = (TB dalam cm 100) x 1
kg
BB Normal = BBI 10%
Kurus = < BBI 10%
Gemuk = > BBI + 10%

12
Untuk kepentingan praktis dilapangan, digunakan rumus Broca.
Penentuan kebutuhan kalori perhari :
Kalori basal :
1) : BBI (kg) x 30 kal/kgBB
2) : BBI (kg) x 25 kal/kgBB
Koreksi dan penyesuaian
Umur :
1) 40 59 tahun : kurangi 5% kalori basal
2) 60 69 tahun : kurangi 10% kalori basal
3) > 70 tahun : kurangi 20% kalori basal
Aktifitas fisik dan pekerjaan :
1) Keadaan istirahat : tambah 10% kalori basal
2) Aktivitas ringan : tambah 20% kalori basal
3) Aktivitas sedang : tambah 30% kalori basal
4) Aktivitas sangat berat : tambah 50% kalori basal
Berat badan :
1) Gemuk : kurangi 2030% kalori basal (tergantung tingkat kegemukan)
2) BB lebih : kurangi 10 %
3) Kurus : tambah 2030% kalori basal(sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan BB)
Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000
1200 kkal/ hari untuk wanita dan 1200 1600 kkal/ hari untuk pria.
1) Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke) : + 10 30%
2) Kehamilan trimester I dan II : + 300 kal
3) Kehamilan trimester III dan menyusui : + 500 kal
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar makan pagi (20%), siang
(30%) dan sore (25%) serta porsi 2 3porsi makanan ringan (10-15%) diantara
makan besar. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan. . Untuk
diabetisi yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan diseuaikan
dengan penyakit penyertanya.

Gambar. Piramida makanan untuk diabetes

13
3. Latihan jasmani
Menurut Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia (2006) Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi :
Frekuensi : Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu)
Intensitas : Ringan sampai sedang (60-70% Maximum Heart Rate)
Durasi : Selama kurang lebih 30 60 menit
Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kardiorespirasi. Latihan jasmani yang dianjurkan seperti : jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, berenang.
Menurut Yunir (2006) Dianjurkan latihan yang sifatnya sesuai CRIPE
a. Continuous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.
b. Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur (tidak banyak berhenti) Contoh : jalan kaki, jogging,
berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung.
c. Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.
d. Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Maximum Heart Rate (MHR) = 220 umur
Target Heart Rate (THR)= 75 80% MHR.
e. Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi.
Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia (2002) Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani antara lain yaitu
periksa glukosa darah sebelum dan sesudah latihan dalam kurun waktu 30 menit
untuk mengetahui glukosa darah stabil atau tidak.Jika gula darah sebelum olah raga
< 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan karbohidrat 25-50 g. Jika kadar gula
darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkis,
sepakbola,dan lainnya). Latihan sebaiknya dilakukan 1-3 jam setelah makan.
Kenakan sepatu yang pas, periksa kedua kaki setiap sebelum dan sesudah latihan.
Setiap latihan dimulai dengan peregangan / pemanasan dan diakhiri dengan
pendinginan masing-masing selama 5-10 menit. Selalu ukur denyut nadi sebelum dan
sesudah pemanasan, ulangi lagi setelah 5 menit latihan inti. Setelah tercapai THR,
intensitas dipertahankan. Jangan teruskan jika ada gejala hipoglikemia.
Manfaat latihan jasmani secara teratur anatara lain:
a. Menjaga kebugaran
b. Menurunkan berat badan
c. Memperbaiki sensitifitas insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa
secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c.

14
d. Mencegah komplikasi makro dan mikrovaskuler.
e. Membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi
f. Memperbaiki tekanan darah
g. Memperbaiki kolestrol dan lemak tubuh
h. Meningkatkan kemampuan bernapas
i. Memperkuat otot dan meningkatkan kelenturan
j. Memperlambat proses penuaan
k. Mengurangi stress
4. Farmakologi
a. Sulfonil urea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957.
Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis
yang serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa
informasi baru mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek
farmakologis pada pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi
dengan insulin (Sugondo, 2005).
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel- pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat
bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk
mensekresikan insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.
Efek ekstra prankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak
penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang
insulinopenik (Sugondo, 2005).
Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)
2) Menurunkan ambang sekresi insulin
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda
dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat
menyebabkan hipoglikemia yang mungkin dapat fatal. Untuk mengurangi
kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa
kerjanya paling pendek. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya
tidak dipakai pada usia lanjut (Sugondo, 2005).
Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin
Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar
glukosa darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah
puasnya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih
sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan
dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat
dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah.
Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian
sulfonilurea seperti biasanya (Sugondo, 2005).

15
Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada
insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain
itu pasien lebih bisa menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan
dengan suntikan yang lebih sering (Sugondo, 2005).
b. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati (Sugondo, 2005).
c. Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga disangka
menghambat absorbsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan(Sugondo,
2005).
Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan
penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat
hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan
sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada
pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai
20%. Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan
kenaikan berat badan seperti pada pemakaian sulfonylurea(Sugondo, 2005).
d. Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral.
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa di hati(Sugondo, 2005).
Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada
sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi
berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan
juga tidak menyebabkan kelelahan sel- pancreas(Sugondo, 2005).
e. Penghambat Glukosidase Alfa
obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim kosidase alfa di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial(Sugondo, 2005).
obat ini bekerja di dalam lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan
juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigestif
karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatus dan
diare(Sugondo, 2005).

16
f. Insulin
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah
insulin(Sugondo, 2005).

Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan


memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi
insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran
insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya.
Umumnya dapat juga pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat
dan menengah dua kali sehari (Sugondo, 2005).
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur
dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada
dengan insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran.
Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih
besar (Sugondo, 2005).
Kriteria Pengendalian

Baik Sedang Buruk


Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-125 126
Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-144 145-179 180
AIC (%) <6,5 6,5-8 >8
Kolestrol total (mg/dl) <200 200-259 240
Kolestrol LDL (mg/dl) <100 100-129 130
Kolestrol HDL (mg/dl) >45
Trigliserida (mg/dl) <150 150-199 200
IMT (kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah (mmhg) <130/80 130-140/80-90 >140/90

Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih
tinggi dari pada biasanya (pausa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl),
demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dll mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang (Sugondo, 2005).
Tabel 4: Jenis-jenis Obat-obatan Hipoglikemia
Merk Dosis harian Dosis awal Lama kerja Frekuensi
Nama Generik
dagang (mg) (mg) (jam) pemberian
Sulfonilurea:

Khlorpropamid Diabinese 100-500 - 4-36 1


(100-250 mg)
Tolbutamid Rastinon 500-2000 - 6-12 2-3
(500)
Glibenklamid Daonil 2.5-5 - 12-24 1-2

17
(2.5-5 mg) Euglucon
Renabetic
Prodiabet
Glipizid Minidiab 5-20 5 10-16 1-2
(5mg-10mg) Glucotrol XL 1
Diamircon
Gliclazid MR 30-120 30 24 1
(80 mg) (30 mg)
Pedab
Glikamel 80-240 80 10-20 1-3
Glicab
Glucodex
Glurenorrn
30-120 30 - 1-3
Gliquidon Amaryl
(30mg) Amadiab 6 1 - 1
Glimepirid
(1mg, 2mg, 3mg,
4mg)

Glinid:
Repaglinide Novonorm 6 0.5 - 1-3
(0.5 mg,1 mg,2 mg)
Nateglinid Starlix 360 - - 3
(120 mg)

Golongan Biguanid:
Metformin Glucophage 250-3000 - 6-8 1-3
(500-850) Diabex
Neodipar

Golongan
tiazolindion/Glitazon: Actos 15-30 15 24 1
Pioglitazone
(15mg-30mg)

Golongan Glucobay 50-300 1-3


penghambat -
glukosidase:
Acarbose
(50-100mg)

Kombinasi Glucovance 250/1.25- 250-1.25 6-24 1-4


Metformin 1000/5
Dengan
Glibenklamid

18
(250/1.25 mg,
500/2.5mg)

Kombinasi Obat Hipoglikemia Oral


Kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dan isulin dapat dimulai jika dengan
OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi namun kadar
glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya kegagalan pamakaian
OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat diberikan pada pagi atau malam
hari (Sugondo, 2005).
Indikasi Pemakaian Obat Hipoglikemia Oral:1
a. Diabetes sesudah umur 40 tahun
b. Diabetes kurang dari 5 tahun
c. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit perhari

d. DM tipe 2, berat normal atau lebih

Gambar 10: Skema pemberian OHO(Soegondo, 2005)

19
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut
dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes tipe 1 adalah:
a. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Menurut Boon (2006) Ketoasidosis merabolik merupakan komplikasi
metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM
tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan
mengalami hal berikut:
1) Hiperglikemia
2) Hiperketonemia
3) Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok(Price, 2005).
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang
terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya
komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin (Price,
2005).
Menurut Boon (2007) Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik:
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

20
Tabel 2: Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik (Soegondo, 2005)
JAM KE
INFUS I INFUS II KOREKSI K+ KOREKSI HCO3

0 Pada jam ke-2: Bolus 50 mEq/6 jam (dalam Bila pH


2 kolf. jam 180 mU/kgBB infus) <7 7-7,1 >7,1
1 kolf. jam Dilanjutkan dengan drip
1 insulin 90 mU/kgBB
2 kolf dalam NaCl 0,9% Bila kadar K+ 100 50 0
2 <3 3-4,5 4,5-6 >6 mEq/HCO3
1 kolf Bila gula darah <200
3 mg/dl, kecepatan 26 13
1 kolf dikurangi 45 75 50 25 0 mEq K mEq K+
+

4 mU/jam/kgBB mEq/ 6 jam


kolf
5 Bila gula darah stabil
200-300 mg/dl selama
12 jam dilakukan drip
insulin 1-2 unit/jam
disamping dilakukan
sliding scale setiap 6
jam, bila kadar glukosa
darah:
Insulin skhir
< 200 -
200-250 5U
250-300 10 U
300-350 15 U
>350 20 U
Bila stabil dilanjutkan
dengan sliding scale tiap
6 jam.
Bila gula darah < Stelah sliding tiap 6 jam Bila sudah sadar beri bila pH meningkat
200 mg/dl ganti dapat diperhitungkan K+ oral selama K+ akan menurun oleh
dextrose 5% insulin sehari seminggu karena itu pemberian
Chek CVP 3 x sehari sebelum bikarbonat disertai
Catatan: 1 kolf = makan, bila os sudah dengan pemberian K+
500 cc makan.
b. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Perbedaan utama antara
HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.Menurut Price (2005)

21
Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
1) Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
2) Dehidrasi berat
3) Uremia
Penatalaksanaan HHNK berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan
yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira
diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.(Boon, 2006).
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian
di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan
episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar
daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia
sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum
mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya (Soegondo, 2005)
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak
segera ditangani. Angka mortalitas mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,
meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang
lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada
setiap orang (Soegondo, 2005).
1) Penyebab Hipoglikemia :
a) Makan kurang dari aturan yang ditentukan
b) Berat badan turun
c) Sesudah olah raga
d) Sesudah melahirkan
e) Sembuh dari sakit
f) Makan obat yang mempunyai sifat serupa
2) Tanda hipoglikemia
a) Stadiumparasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
b) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitug sederhana.
c) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir
atau tangan, berdebar-debar.
d) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat
oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya
(Soegondo, 2005).
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:

22
a) Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
b) Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
c) P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

Penatalaksanaan Hipoglikemia :

Gambar 6: Skema Penatalaksanaan Hipoglikemia (Soegondo, 2005).

23
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
Menurut Boon (2006), komplikasi kronik jangka panjang dari diabetes
nllitus, antara lain :
a. Mikrovaskular / Neuropati
1) Retinopati, catarak penurunan penglihatan
2) Nefropati gagal ginjal
3) Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
4) Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis
5) Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
b. Makrovaskular
1) Sirkulasi koroner iskemi miokardial/infark miokard
2) Sirkulasi serebral transient ischaemic attack, strok
3) Sirkulasi claudication, iskemik

G. PENCEGAHAN
1. Usaha Pencegahan Primer
Menurut Soegondo (2005) Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya
diabetes melitus. Untuk dapat menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan
primer harus dikanali dahulu faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes
melitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes melitus adalah :
a. Faktor keturunan
b. Faktor kegiatan jamnasi yang kurang
c. Faktor kehemukan/distribusi lemak
d. Faktor nutrisi berlebihan
e. Faktor lain, obat-obatan, hormon

Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan oang


yang mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap DM jelas lebih
besar kemungkinannya untuk mengidap DM daripada orang normal). Demikian pula
saudara kembar identik pengidap DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga
mengidap DM nantinya (Soegondo, 2005).
Faktro keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi faktor
lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang
dapat diubah dan diperbaiki (Soegondo, 2005).
Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat
tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang
beresiko tinggi untuk kemudian mengidap DM (Soegondo, 2005).
Orang-orang yang menpunyai resiko tinggi untuk mengidap DM
a. Orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya
b. Orang yang berpotensi untuk terganggu toleransi glukosnya
1) Ibu dengan DM saat hamil
2) Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg
3) Saudara kembar DM
4) Anak yang kedua orang tunya DM

24
5) Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup ke arah
kegiatan jasmani yang kurang
6) Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul bersama dengan
DM, seperti tekanan darah tinggi, dislipidemia, dan kegemukan.

Menurut Soegondo (2005) Tindakan yang di lakukan untuk usaha


pencegahan primer meliputi: penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup
sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut:
a. Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
1) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
2) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
3) Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur dan tinggi
badan
b. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan
c. Menghindari obat yang bersifat diabetogenik

2. Usaha Pencegahan Sekunder


Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri penderita
DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama untuk meraka yang
mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah.
Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk
diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai
diyakini benar mereka mengidap DM.Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini
DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut
(Soegondo, 2005).
Pengelolaan untuk mencegah terjadinya penyulit dikerjakan bersama bersama
oleh dokter dan para petugas kesehatan. Peran dokter dalam mendapatkan hasil
pengendalian glukosa darah yang baik sangat menonjol. Walapun demikian, hasil
pengelolaan yang baik tidak akan dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para
penderita DM (Soegondo, 2005).
Tujuan pengelolaan DM
Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan gejala DM.
Jangka panjang : mencegah penyulit DM baik mikroangiopati, makroangiopati
maupun retinopati.
Saran untuk mencapai sasaran kadar glukosa darah yang terkendali baik telah
berulangkali dikemukakan dan telah berulang kali pula dibicarakan dan ditekankan
kembali oleh para pengelola kesehatan pada setiap kesempatan pertemuan dengan
penderita DM.1
Menurut Soegondo (2005) Secara garis besar sarana tersebut adalah:
a. Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan berat badan
idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
b. Kegiatan jasamani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien.
c. Obat-obatan, baik berbagai macam obat yang diminum maupun obat suntik
insulin.

25
d. Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan penyulitnya agar
kemudian didapatkan pengertian yang baik dan keikutsertaan pasien dalam
usaha untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.
3. Usaha Pencegahan Tersier
Menurut Soegondo (2005) Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk
mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan
yang mungkin timbul akibat penyulit DM adalah :
a. Pembuluh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya
b. Pembuluh darah mata : kebutaan
c. Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik
d. Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah
Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi
dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah (Soegondo, 2005).
Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini adalah:
a) Mata
pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.
b) Paru
pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalaukeluhan batuk kronik.
c) Jantung
pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara berkala setiap tahun atau
kalau ada keluhan nyeri dada.
d) Ginjal
pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.
e) Kaki
pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki
yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan
kecacatan yang mungkin kemudian ditimbulkan.

Menurut Soegondo (2005) Pengelolaan penyulit kronik DM pada umumnya


dapat dikerjakan sebagai berikut:
PJK : - Pengelolaan gagal jantung, infark
- Pengelolaan penyempitan koroner
- Konservatif dan medikamentosa
- Invasi bedah pintas koroner
- Angioplasti

PVD - Pengelolaan koservatif dengan medikamentosa, mengatasi infeksi


Retina : - Fotokoagulasi
- Vitrekstomi dengan endolaser
Gagal ginjal : - Pengelolaan konservatif dengan diet dan obat
- Pengelolaan dengan tindakan: hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi ginjal.

26
Dengan berbagai usaha pencegahan tersebut para penderita DM diharapkan
dapat hidup sehat bersama DM seperti orang sehat atau normal, terutama dalam
kaitannya dengan penyulit manahun DM (Soegondo, 2005).

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal:
8, 9,10, 19, 20, 21, 22,25, 34-41, 127, 128, 129,161-168, 172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 253, 254,255,
2. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill
Companies. 2008.
3. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005. Hal: 886-888, 1262,
4. Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd. Elsevier.
2005.
5. Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd. Elsevier.
2005.
6. Gibbs, Ronald S. Karlan, Beth Y. Haney, Arthur F. Nygaard, Ingrid E. Danforth's
Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. Copyright 2008 Lippincott Williams &
Wilkins.
7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidsons Principles and Practice of Medicine. 20th
Edition. Elsevier. 2006.
8. Yanoff, Myron. Duker, Jay S. 2008. Ophthalmology, 3rd ed. Elsevier
9. Pollreisz, Andreas. Schmidt-Erfurth, Ursula.Diabetic CataractPathogenesis,
Epidemiology and Treatment. Journal of Ophthalmology. 2009.
10. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2007. Hal: 138-139.
11. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006. Hal:1887, 1880.
12. Wilkinson, Judith dan Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC, 2011.

28
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan olrh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyaki-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Anya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita
e. Riwayat kesehatan keluaraga
Dari genogram keluarag biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insuli misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat Psikososial
Meliputin informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarag terhadap
penyakit penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadara, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda-tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kdang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah serinng terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda diplopia lensa mata keruh.

29
c. Sistem integumenrgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembababn dan suhu kulit di daerah ulkus dan gangren kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinaldrasi, perubaha BB, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
Terdapat polifagi, polidipis, mual, muntah, diare, konstipasi, deh
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saatberkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan TB, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolik/infeksi.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka, kelemahan fisik,
ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
6. Resiko infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, penurunan
fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
7. Resiko cedarakurang kesadaran tentang bahaya lingkungan sekunder akibat
hipoglikemia.
8. Kekurangan volume cairandiuresis osmotik (dari hiperglikemia).
9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

30
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolik/infeksi.

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah
Kolaborasi
Kelelahan NOC: NIC :
DS: Activity Tollerance Energy Management
Gangguan Energy Conservation Monitor respon
konsentrasi Nutritional Status: Energy kardiorespirasi terhadap
Tidak tertarik Setelah dilakukan tindakan aktivitas (takikardi, disritmia,
pada lingkungan keperawatan selama . dispneu, diaphoresis, pucat,
Meningkatnya kelelahan pasien teratasi tekanan hemodinamik dan
komplain fisik dengan kriteria hasil: jumlah respirasi)
Kelelahan Kemampuan aktivitas Monitor dan catat pola dan
Secara verbal adekuat jumlah tidur pasien
menyatakan Mempertahankan nutrisi Monitor lokasi
kurang energi adekuat ketidaknyamanan atau nyeri
DO: Keseimbangan aktivitas dan selama bergerak dan aktivitas
Penurunan istirahat Monitor intake nutrisi
kemampuan Menggunakan tehnik energi Monitor pemberian dan efek
Ketidakmampuan konservasi samping obat depresi
mempertahankan Mempertahankan interaksi Instruksikan pada pasien
rutinitas sosial untuk mencatat tanda-tanda
Ketidakmampuan Mengidentifikasi faktor- dan gejala kelelahan
mendapatkan faktor fisik dan psikologis Ajarkan tehnik dan
energi sesudah yang menyebabkan manajemen aktivitas untuk
tidur kelelahan mencegah kelelahan
Kurang energi Mempertahankan Jelaskan pada pasien
Ketidakmampuan kemampuan untuk hubungan kelelahan dengan
untuk konsentrasi proses penyakit
mempertahankan Kolaborasi dengan ahli gizi
aktivitas fisik tentang cara meningkatkan
intake makanan tinggi energi
Dorong pasien dan keluarga
mengekspresikan perasaannya
Catat aktivitas yang dapat
meningkatkan kelelahan
Anjurkan pasien melakukan
yang meningkatkan relaksasi

31
(membaca, mendengarkan
musik)
Tingkatkan pembatasan
bedrest dan aktivitas
Batasi stimulasi lingkungan
untuk memfasilitasi relaksasi

2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah
Kolaborasi
Kerusakan NOC: Tissue integrity : Skin and NIC: Pressure Management
integritas mucous membranes anjurkan pasien untuk
kulit/jaringan Wound healing : Primer dan menggunakan pakaian longgar
DO: skunder hindari kerutan pada tempat tidur
Gangguna Setelah dilakukan tindakan jaga kebersihan kulit agar tetap
pada keperawatan selama.... kerusakan bersih dan kering
bagian integritas kulit pasien teratasi monilisasi pasien ( ubah posisi
tubuh dengan kriteria hasil: pasien) setiao dua jam sekali
Kerusakan Integritas kulit yang baik bisa monitor kulit akan adanya
lapisan dipertahankan (sensasi, kemerahan
(Dermis) elastistas, temperatur, hidrasi, oleskan lotion atau minyak/baby
Gangguan pigmentasi) oil pada daerah yang tertekan
permukaan Perfusi jaringan baik monitor aktivitasi dan mobilisasi
kulit Tidak ada luka/lesi pada kulit pasien
(Epidermis Menunjukan pemahaman monitor status nutrisi pasien
) dalam proses pernaikan kulit memandikan pasien dengan sabun
dan mencegahnya terjadinya dan air hangat
sedera berulang kaji lingkungan dan peralatan yang
Mampu melindungi kulit dan menyebabkan tekanan
mempertahankan kelembapan Observasi luka: lokasi, dimensi,
kulit dan perawatan alami kedalaman luka, karakteristik,
Menunjukan terjadinya proses warna cairan, granulasi, jaringan
penyembuhan luka nekrotik, tanda tanda infeksi lokal,
formasi traktus
Ajarkan pada kluarga tentang luka

32
dan cara perawatan luka
Kolaburasi ahli gizi pemberian
diae TKTP, vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka

3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan/Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi Hasil
Nyeri NOC : NIC :
DS : Pain level Lakukan pengkajian nyeri
Laporan secara verbal Pain control secara komprehensif termasuk
DO : Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Posisi untuk menahan nyeri Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
Tingkah laku berhati-hati tindakan selama..... rasa presipitasi
Gangguan tidur (mata sayu, nyeri hilang dengan Observasi reaksi nonverbal dari
tampak capek, sulit atau kriteria hasil : ketidaknyamanan
gerakan kacau, Mampu mengontrol Bantu pasienndan keluarga
menyeringai) nyeri (tahu untuk mencari dan menemukan
Terfokus pada diri sendiri penyebab nyeri, dukungan
Fokus menyempit mampu Kontrol lingkungan yang dapat
(penurunan persepsi waktu, menggunakan mempengaruhi nyeri seperti
kerusakan proses berpikir, tekhnik suhu ruangan, pencahayaan dan
penurunan interaksi dengan nonfarmakologi kebisingan
orang dan lingkungan) untuk mengurangi Kurangi faktor presipitasi nyeri
Tingkah laku distraksi, nyeri, mencari Kaji tipe dan sumber nyeri
contoh : jalan-jalan, bantuan) untuk menentukan intervensi
menemui orang lain Melaporkan bahwa Ajarkan tentang tekhnik non
dan/atau aktivitas, aktivitas nyeri berkurang farmakologi: napas dada,
berulang-ulang) dengan relaksasi, distraksi, kompres
Respon autonom (seperti menggunakan hangat/dingin
diaphoresis, perubahan manajemen nyeri Berikan analgetik untuk
tekanan darah, perubahan Mampu mengenali mengurangi nyeri
nafas, nadi dan dilatasi nyeri (skala, Tingkatkan istirahat
intensitas, frekuensi
pupil) Berikan informasi tentang nyeri
Perubahan autonomic dan tanda nyeri) seperti penyebab nyeri, berapa
dalam tonus otot (mungkin Menyatakan rasa lama nyeri akan berkurang dan
dalam rentang dari lemah nyaman setelah antispasi ketidaknyamanan dari

33
ke kaku) nyeri berkurang prosedur
Tingkah laku ekspresif Tanda vital dalam Monitor vital sign sebelum dan
(contoh : gelisah, merintih, rentang normal sesudah pemberian analgesik
menangis, waspada, Tidak mengalami pertama kali
iritabel, nafas panjang/ gangguan tidur
berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka, kelemahan fisik,
ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Hasil
Kolaborasi
Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien dalam
DS: Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
Melaporkan Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yangmenyebabkan
secara Setelah dilakukan kelelahan
verbal tindakan keperawatan Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adanya selama . Pasien adekuat
kelelahan bertoleransi terhadap Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
atau aktivitas dengan dan emosi secara berlebihan
kelemahan. Kriteria Hasil : Monitor respon kardivaskuler terhadap
Adanya Berpartisipasi aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
dyspneu dalam aktivitas fisik diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
atau tanpa disertai Monitor pola tidur dan lamanya
ketidaknya peningkatan tidur/istirahat pasien
manan saat tekanan darah, nadi Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
beraktivitas dan RR Medik dalam merencanakan progran terapi
. Mampu melakukan yang tepat.
DO : aktivitas sehari hari Bantu klien untuk mengidentifikasi
(ADLs) secara aktivitas yang mampu dilakukan
Respon mandiri Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
abnormal Keseimbangan yang sesuai dengan kemampuan fisik,
dari aktivitas dan psikologi dan social
tekanan istirahat Bantu untuk mengidentifikasi dan
darah atau mendapatkan sumber yang diperlukan
nadi
untuk aktivitas yang diinginkan
terhadap

34
aktifitas Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
Perubahan aktivitas seperti kursi roda, krek
ECG : Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
aritmia, yang disukai
iskemia Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


makanan yang kurang.

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Intervensi
Masalah Kolaborasi
Kriteria Hasil
Ketidak seimbangan NOC: Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari Nutritional Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh status: menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
DS: Adequacy of dibutuhkan pasien
Nyeri abdomen nutrient Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Muntah Nutritional tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Kejang perut Status : food and Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
Rasa penuh tiba- Fluid Intake makanan harian.
tibasetelah makan Weight Control Monitor adanya penurunan BB dan gula
DO: Setelah dilakukan darah
Diare tindakan Monitor lingkungan selama makan
Rontok keperawatan
rambut Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
yang selama.nutrisi selama jam makan
kurang teratasi
berlebih\Kurang Monitor turgor kulit
dengan indikator:
nafsu Monitor kekeringan, rambut kusam, total
Makan Albumin serum
protein, Hb dan kadar Ht
Bising Pre albumin
usus Monitor mual dan muntah
serum
berlebih Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
Konjungtiva pucat Hematokrit
jaringan konjungtiva

35
Denyut nadi lemah Hemoglobin Monitor intake nuntrisi
Total iron Informasikan pada klien dan keluarga
binding capacity tentang manfaat nutrisi
Jumlah limfosit Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahnkan terapi IV line adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oval

6. Resiko infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, penurunan
fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan/Masala Tujuan dan Kriteria Intervensi
h Kolaborasi Hasil
Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
infeksi Immune Status Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : Knowledge : Batasi pengunjung bila perlu
Prosedur Infasif Infectioncontrol Cuci tangan setiap sebelum dan
Kerusakan Risk control sesudahtindakan keperawatan
jaringan Setelah dilakukan Gunakan baju, sarung tangan
danpeningkatan tindakan keperawatan sebagaialat pelindung
paparanlingkungan selama. pasien tidak Ganti letak IV perifer dan dressing
Malnutrisi mengalami infeksi sesuaidengan petunjuk umum
Peningkatan dengan kriteria hasil: Gunakan kateter intermiten
paparanlingkungan Klien bebas dari untukmenurunkan infeksi kandung
pathogen tandadan gejala kencing
Imonusupresi infeksi Tingkatkan intake nutrisi
Tidak adekuat Menunjukkankem Berikan terapiantibiotik:.................
ampuan
pertahanansekunde Monitor tanda dan gejala infeksi
r (penurunan untukmencegah sistemikdan local
timbulnyainfeksi
Hb,Leukopenia, Pertahankan teknik isolasi k/p
penekananrespon Jumlah leukosit
Inspeksi kulit dan membran
inflamasi) dalambatas normal
mukosaterhadap kemerahan, panas,
Penyakit kronik Menunjukkan drainase
Imunosupresi perilakuhidup
Monitor adanya luka
Malnutrisi sehaT
Dorong masukan cairan

36
Pertahan primer Status Dorong istirahat
tidakadekuat imun,gastrointesti Ajarkan pasien dan keluarga tanda
(kerusakan nal,genitourinaria dangejala infeksi
kulit,trauma dalambatas normal Kaji suhu badan pada pasien
jaringan, gangguan neutropeniasetiap 4 jam
peristaltik)

7. Resiko cedarakurang kesadaran tentang bahaya lingkungan sekunder akibat


hipoglikemia.

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah
Kolaborasi
Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan Setelah dilakukan tindakan a. Terapi kegiatan
Faktor Resiko keperawatan selama.. Intervensi:
Penyakit kronik resiko cedera teratasi
Bekerjasama dengan tenaga
Pertahanan dengan kriteria hasil:
kesehatan, dokter, dan/atau ahli
utama yang a. kontrol kecemasan
terapis dalam merencanakan dan
tidak adekuat indicator:
memantau kegiatan program
(e.g., kerusakan Memantau intensitas sebaimana mestinya
kulit, jaringan kecemasan
Bantu untuk menemukan makna diri
yang luka, Menghilangkan pencetus melalui aktivitas yang biasa
pengurangan kecemasan (misalnya bekerja) dan/atau aktivitas
dalam tindakan, Mencari informasi untuk liburan yang disukai
perubahan pada mengurangi kecemasan
Bantu memilih kegiatan yang sesuai
sekresi PH, Merencanakan strategi dengan kemampuan fisik, psikologi,
mengubah koping terhadap situasi dan sosial
gerak yang menekan Bantu mengidentifikasi dan
peristaltic) Menggunakan strategi memperoleh sumber daya yang
Pertahanan koping yang efektif diperlukan untuk kegiatan yang
kedua yang Menggunakan teknik dikehendaki
tidak adekuat relaksasi untuk Instruksikan pasien/keluarga untuk
(pengurangan mengurangi rasa cemas menghormati aturan dalam aktivitas
hemoglobin, b. Gambaran Tubuh fisik, sosial, spiritual, dan kognitif
leucopenia, Indikator: demi menjaga keberfungsian dan
respon yang Deskripsi pada bagian kesehatan
menekan tubuh yang terkena Bantu dengan kegiatan fisik yang
sesuatu yang dampak biasa (misalnya, berjalan, berpindah,
menyebabkan Menyesuaikan diri berbalik, dan perawatan pribadi),
radang) dengan berubahnnya sesuai kebutuhan
Pertambahan status kesehatan
Bantu pasien/keluarga untuk

37
pembukaan c. Kompensasi memantau kemajuan dalam
lingkungan Tingkahlaku Penglihatan pencapaian tujuan
pada pathogen Indicator:
Trauma/luka Pantau gejala dari
berat semakin buruknya b. Peningkatan komunikasi: deficit
Destruksi penglihatan penglihatan
jaringan Posisikan diri untuk Intervensi:
menguntungkan Catat reaksi pasien terhadap rusaknya
penglihatan penglihatan (misal, depresi, menarik
Ingatkan yang lain untuk diri, dan menolak kenyataan)
menggunakan teknik Menerima reaksi pasien terhadap
yang menguntungkan rusaknya penglihatan
penglihatan Bantu pasien dalam menetapkan
Gunakan pencahayaan tujuan yang baru untuk belajar
yang cukup untuk bagaimana melihat dengan indera
aktivitas yang sedang yang lain
dilakukan Andalkan penglihatan pasien yang
Menggunakan alat bantu tersisa sebagaimana mestinya
penglihatan yang lemah Gambarkan lingkungan kepada pasien
Menggunakan layanan Jangan memindahkan benda-benda di
pendukung untuk kamar pasien tanpa memberitahu
penglihatan yang lemah pasien
Menggunakan Braille Sediakan bahan bacaan Braille,
sebagaimana perlunya

8. Kekurangan volume cairandiuresis osmotik (dari hiperglikemia).

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
DS : Fluid balance Pertahankan catatan intake
Haus Hydration dan output yang akurat
DO: Nutritional Status : Food Monitor status hidrasi (
Penurunan turgor and Fluid Intake kelembaban membran
kulit/lidah Setelah dilakukan tindakan mukosa, nadi adekuat,
Membran mukosa/kulit keperawatan selama.. tekanan darah ortostatik ),
kering defisit volume cairan teratasi jika diperlukan
Peningkatan denyut dengan kriteria hasil: Monitor hasil lab yang
nadi, penurunan Mempertahankan urine sesuai dengan retensi cairan
tekanan darah, output sesuai dengan usia (BUN , Hmt , osmolalitas
penurunan dan BB, BJ urine normal, urin, albumin, total protein )
volume/tekanan nadi Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign setiap

38
Pengisian vena tubuh dalam batas normal 15menit 1 jam
menurun Tidak ada tanda tanda Kolaborasi pemberian
Perubahan status mental dehidrasi, Elastisitas cairan IV
Konsentrasi urine turgor kulit baik, Monitor status nutrisi
meningkat membran mukosa lembab, Berikan cairan oral
Temperatur tubuh tidak ada rasa haus yang Berikan penggantian
meningkat berlebihan nasogatrik sesuai output (50
Kehilangan berat badan Orientasi terhadap waktu 100cc/jam)
secara tiba-tiba dan tempat baik Dorong keluarga untuk
Penurunan urine output Jumlah dan irama membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda
HMT meningkat pernapasan dalam batas
normal cairan berlebih muncul
Kelemahan
Elektrolit, Hb, Hmt dalam meburuk
batas normal Atur kemungkinan tranfusi
pH urin dalam batas Persiapan untuk tranfusi
normal Pasang kateter jika perlu
Intake oral dan intravena Monitor intake dan urin
adekuat output setiap 8 jam

9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Kowlwdge : disease Kaji tingkat pengetahuan pasien
DS: process dan keluarga
Menyatakan secara verbal Kowledge : health Jelaskan patofisiologi dari
adanya masalah Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
DO: Setelah dilakukan berhubungan dengan anatomi dan
ketidakakuratan mengikuti tindakan keperawatan fisiologi, dengan cara yang tepat.
instruksi, perilaku tidak selama . pasien Gambarkan tanda dan gejala yang
sesuai menunjukkan biasa muncul pada penyakit,
pengetahuan tentang dengan cara yang tepat
proses penyakit dengan Gambarkan proses penyakit,
kriteria hasil: dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga Identifikasi kemungkinan
menyatakan penyebab, dengan cara yang tepat
pemahaman tentang Sediakan informasi pada pasien
penyakit, kondisi, tentang kondisi, dengan cara yang
prognosis dan

39
program pengobatan tepat
Pasien dan keluarga Sediakan bagi keluarga informasi
mampu melaksanakan tentang kemajuan pasien dengan
prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara Diskusikan pilihan terapi atau
benar penanganan
Pasien dan keluarga Dukung pasien untuk
mampu menjelaskan mengeksplorasi atau
kembali apa yang mendapatkan second opinion
dijelaskan dengan cara yang tepat atau
perawat/tim kesehatan diindikasikan
lainnya Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat

40
PATHWAY DIABETES MELLITUS

NYERI

41

Вам также может понравиться