Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DIABETES MELITUS
Oleh
KELOMPOK III
FAKULTAS KEPERAWATAN
2017
1
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Menurut WHO, diabetes merupakan penyakit kronis yang timbul karena produksi
insulin tidak cukup di pankreas, ataupun, keadaan dimana tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin merupakan hormon yang
mengatur regulasi gula darah. Hiperglikemia merupakan efek yang paling sering timbul
pada diabetes yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengarah
pada kerusakan yang lebih serius dari sistem pada tubuh terutama saraf dan pembuluh
darah (American Diabetes Association, 2008)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2008, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah (hiperglikemia) karena gangguan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (American Diabetes Association, 2008).
B. ETIOLOGI
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (American Diabetes Association,1997) sesuai
anjuran PERKENI :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel , biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai dari dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel :
1) Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)
2) Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
3) Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)
4) DNA mitokondria
5) Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)
6) HNF-1 (MODY 5)
7) NeuroD1 (MODY 6)
8) Subunits of ATP-sensitive potassium channel
9) Proinsulin or insulin conversion
b. Defek genetik kerja insulin:
c. Penyakit Eksokrin Pankreas :
1) Pankreatitis
2) Trauma/pankreatektomi
3) Neoplasma
4) Kista fibrosis
5) Hemokromatosis
6) Pankreatopati fibro kalkulus
2
d. Endokrinopati :
1) Akromegali
2) Sindroma Cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) Aldosteromoma
e. Karena obat / zat kimia :
1) Vacor
2) Pentamidin
3) Asam Nikotinat
4) Glukokortikoid
5) Hormon Tiroid
6) Diazoxid
7) Agonis -adrenergik
8) Tiazid
9) Dilantin
10) Interferon-
f. Infeksi : Rubella Congenital dan Cytomegalovirus (CMV)
g. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
h. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
1) Sindrom Down
2) Sindrom Klinefelter
3) Sindrom Turner
4. Diabetes Melitus gestasional (kehamilan)
C. KLASIFIKASI
A. Diabetes Melitus Tipe I / Juvenile
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes
tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua
subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan
(b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya (Price,
2005).
B. Diabetes Melitus Tipe II / Onset maturitas
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan
tipe nondependen insulin.Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini (Price,
2005).
3
Epidemiologi Anak-anak/remaja(biasanya berumur Orang tua (biasanya berumur > 30
< 30 tahun) tahun)
D. Patogenesis
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi atoimin yang disebabkan
adanya peradangan pada sel- insulinitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi
4
terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel-.
Insulinitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis itu hanya sel-,
biasanya sel- dan delta tetap utuh (Soegondo, 2005).
Peradangan pd - Cocksakie
sel- (Insulinitis) - Rubella,
- CMV
- Herpes
Terbentuknya
Antibodi trhdp Insulin
sel- / ICA
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
5
Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa
dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini
sama dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya adalah DM tipe 2 di samping kadar
glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi
insulin (Soegondo, 2005).
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel- berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel- meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah
jaringan amiloid pada sel- yang disebut amilin (Soegondo, 2005).
Gambar
3:
3. Diabetes Gestational
Diabetes gestasional (GDM)dikenali pertama kah selama kehamilan dan
memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai
efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik
mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes
pada kehamilan (Price, 2005).
6
Gambar 4: Skema mekanisme pada diabetes gestasional (Gibbs, 2008).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Khas
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan
prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan
glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus
(Soegondo, 2005).
b. Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam. Untuk mekanisme lihat
gambar 05 dibawah ini (Soegondo, 2005).
c. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan.
Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat.
Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak. Untuk lebih
jelanya lihat gambar 5 dibawah ini (Soegondo, 2005).
7
Gambar 05: Mekanisme poliuria dan polidipsia (Price, 2005).
d. Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena itu
penderita selalu merasa lapar (Soegondo, 2005).
2. Gejala Tidak Khas
a. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur (Soegondo, 2005).
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia
tetap dapat melihat dengan baik (Soegondo, 2005).
c. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti
(Soegondo, 2005).
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya
8
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi
menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang (Soegondo, 2005).
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan
(Soegondo, 2005).
9
h. Masalah khusus yang dihadapi (misalnya : hiperglikemia pada kehamilan)
i. Pentingnya perawatan diri
j. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi dapat dilakukan secara indivudual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah, seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku
memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). TGM ini prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan OHO dan atau insulin.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari TGM ini antara lain :
menurunkan berat badan, menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, menurunkan
kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor
insulin, dan memperbaiki koagulasi darah.
Tujuan TGM adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
a. Kadar glukosa darah mendekati normal
1) Glukosa puasa sekitar 90 130mg/dl
2) Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180mg/dl
3) Kadar A1c < 7%
b. Tekanan darah < 130/80mmHg
c. Profil lipid :
1) Kolestrol LDL < 100mg/dl
2) Kolestrol HDL > 40mg/dl
3) Trigliserid < 150 mg/dl
d. Berat badan senormal mungkin
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetisi antara lain : tinggi badan, berat badan, status gizi, aktifitas
fisik, dan faktor usia. Selain itu beberapa faktor fisiologi seperti masa
kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua juga
dipikirkan. Pada keadaan infeksi berat dimana proses katabolisme yang tinggi
perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah
pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di
dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang
ada.
Komposisi bahan makanan yang dianjurkan terdiri dari :
a. Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
2) Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
3) Makanan harus mengandung lebih banyak mengandung karbohidrat
terutama yang berserat tinggi.
10
4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi.
5) Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang
sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah
besar gula misalnya permen.
6) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari.
b. Lemak
1) Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 25-30% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
2) Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.
3) Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
4) Bahan makanan yang perlu di batasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
5) Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Usahakan lemak berasal dari
lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
c. Protein
1) Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi
2) Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan (leguminosa),
tahu, tempe.
3) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asuapan protein menjadi
0,8g/KgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
4) Jika terdapat komplikasi kardiovaskuler, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dari protein hewani.
d. Garam
1) Anjuran asupan natrium untuk diabetis sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau 6 7 g (1sendok teh)
garam dapur.
2) Pembatasan natrium sampai dengan 2400 mg atau 6 g/hari garam dapur,
terutama untuk mereka yang hipertensi.
3) Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.
e. Serat
1) Seperti masyarakat umumnya, diabetisi dianjurkan mengkonsumsi cukup
serat dari kacang kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain
yang baik untuk kesehatan.
2) Anjuran mengkonsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut.
f. Pemanis
1) Pemanis dikelompokan pemanis bergizi dan tidak bergizi. Termasuk
pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
11
2) Gula alkohol antara lain isomalt, lacticol, malitol, mannitol, sorbitol dan
xylotol, mengandung 2kalori/g.
3) Batasi penggunaan pemanis bergizi . dalam penggunaannya pemanis bergizi
perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
4) Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma.
5) Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfamepotassium,
sukralose, neotame.
6) Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (ADI /
accepted Daily intake).
Perhitungan kebutuhan kalori pasien DM :
Menurut Sudoyo (2006) Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan diabetisi antara lain :
a. Berdasarkan kebutuhan kalori basal besarnya 25-30 kalori/KgBB ideal,
ditambah atau dikurangi bergantung beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dll.
b. Perhitungan Berat badan ideal (BBI) menurut indeks massa tubuh (IMT)
Klasifikasi IMT :
1) BB kurang = <18,5
2) BB normal = < 18,5-22,9
3) BB lebih = 23,0
a) Dengan resiko = 23,0 24,9
b) Obes I = 25,0 29,9
c) Obes II = 30,0
Berat ideal : IMT = 18,5-22,9 kg/m
IMT = 20-24,9 kg/m
c. Perhitungan BBI dengan rumus Broca yang dimodifikasi sbb :
Bila pria dengan tinggi badan < 160cm atau wanita < 150 cm, rumus modifikasi
sbb:
BBI = (TB dalam cm 100) x 1
kg
BB Normal = BBI 10%
Kurus = < BBI 10%
Gemuk = > BBI + 10%
12
Untuk kepentingan praktis dilapangan, digunakan rumus Broca.
Penentuan kebutuhan kalori perhari :
Kalori basal :
1) : BBI (kg) x 30 kal/kgBB
2) : BBI (kg) x 25 kal/kgBB
Koreksi dan penyesuaian
Umur :
1) 40 59 tahun : kurangi 5% kalori basal
2) 60 69 tahun : kurangi 10% kalori basal
3) > 70 tahun : kurangi 20% kalori basal
Aktifitas fisik dan pekerjaan :
1) Keadaan istirahat : tambah 10% kalori basal
2) Aktivitas ringan : tambah 20% kalori basal
3) Aktivitas sedang : tambah 30% kalori basal
4) Aktivitas sangat berat : tambah 50% kalori basal
Berat badan :
1) Gemuk : kurangi 2030% kalori basal (tergantung tingkat kegemukan)
2) BB lebih : kurangi 10 %
3) Kurus : tambah 2030% kalori basal(sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan BB)
Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000
1200 kkal/ hari untuk wanita dan 1200 1600 kkal/ hari untuk pria.
1) Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke) : + 10 30%
2) Kehamilan trimester I dan II : + 300 kal
3) Kehamilan trimester III dan menyusui : + 500 kal
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar makan pagi (20%), siang
(30%) dan sore (25%) serta porsi 2 3porsi makanan ringan (10-15%) diantara
makan besar. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan. . Untuk
diabetisi yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan diseuaikan
dengan penyakit penyertanya.
13
3. Latihan jasmani
Menurut Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia (2006) Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi :
Frekuensi : Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu)
Intensitas : Ringan sampai sedang (60-70% Maximum Heart Rate)
Durasi : Selama kurang lebih 30 60 menit
Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kardiorespirasi. Latihan jasmani yang dianjurkan seperti : jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, berenang.
Menurut Yunir (2006) Dianjurkan latihan yang sifatnya sesuai CRIPE
a. Continuous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.
b. Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur (tidak banyak berhenti) Contoh : jalan kaki, jogging,
berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung.
c. Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.
d. Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Maximum Heart Rate (MHR) = 220 umur
Target Heart Rate (THR)= 75 80% MHR.
e. Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi.
Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia (2002) Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani antara lain yaitu
periksa glukosa darah sebelum dan sesudah latihan dalam kurun waktu 30 menit
untuk mengetahui glukosa darah stabil atau tidak.Jika gula darah sebelum olah raga
< 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan karbohidrat 25-50 g. Jika kadar gula
darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkis,
sepakbola,dan lainnya). Latihan sebaiknya dilakukan 1-3 jam setelah makan.
Kenakan sepatu yang pas, periksa kedua kaki setiap sebelum dan sesudah latihan.
Setiap latihan dimulai dengan peregangan / pemanasan dan diakhiri dengan
pendinginan masing-masing selama 5-10 menit. Selalu ukur denyut nadi sebelum dan
sesudah pemanasan, ulangi lagi setelah 5 menit latihan inti. Setelah tercapai THR,
intensitas dipertahankan. Jangan teruskan jika ada gejala hipoglikemia.
Manfaat latihan jasmani secara teratur anatara lain:
a. Menjaga kebugaran
b. Menurunkan berat badan
c. Memperbaiki sensitifitas insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa
secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c.
14
d. Mencegah komplikasi makro dan mikrovaskuler.
e. Membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi
f. Memperbaiki tekanan darah
g. Memperbaiki kolestrol dan lemak tubuh
h. Meningkatkan kemampuan bernapas
i. Memperkuat otot dan meningkatkan kelenturan
j. Memperlambat proses penuaan
k. Mengurangi stress
4. Farmakologi
a. Sulfonil urea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957.
Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis
yang serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa
informasi baru mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek
farmakologis pada pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi
dengan insulin (Sugondo, 2005).
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel- pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat
bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk
mensekresikan insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.
Efek ekstra prankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak
penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang
insulinopenik (Sugondo, 2005).
Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)
2) Menurunkan ambang sekresi insulin
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda
dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat
menyebabkan hipoglikemia yang mungkin dapat fatal. Untuk mengurangi
kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa
kerjanya paling pendek. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya
tidak dipakai pada usia lanjut (Sugondo, 2005).
Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin
Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar
glukosa darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah
puasnya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih
sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan
dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat
dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah.
Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian
sulfonilurea seperti biasanya (Sugondo, 2005).
15
Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada
insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain
itu pasien lebih bisa menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan
dengan suntikan yang lebih sering (Sugondo, 2005).
b. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati (Sugondo, 2005).
c. Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga disangka
menghambat absorbsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan(Sugondo,
2005).
Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan
penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat
hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan
sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada
pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai
20%. Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan
kenaikan berat badan seperti pada pemakaian sulfonylurea(Sugondo, 2005).
d. Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral.
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa di hati(Sugondo, 2005).
Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada
sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi
berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan
juga tidak menyebabkan kelelahan sel- pancreas(Sugondo, 2005).
e. Penghambat Glukosidase Alfa
obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim kosidase alfa di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial(Sugondo, 2005).
obat ini bekerja di dalam lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan
juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigestif
karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatus dan
diare(Sugondo, 2005).
16
f. Insulin
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah
insulin(Sugondo, 2005).
Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih
tinggi dari pada biasanya (pausa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl),
demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dll mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang (Sugondo, 2005).
Tabel 4: Jenis-jenis Obat-obatan Hipoglikemia
Merk Dosis harian Dosis awal Lama kerja Frekuensi
Nama Generik
dagang (mg) (mg) (jam) pemberian
Sulfonilurea:
17
(2.5-5 mg) Euglucon
Renabetic
Prodiabet
Glipizid Minidiab 5-20 5 10-16 1-2
(5mg-10mg) Glucotrol XL 1
Diamircon
Gliclazid MR 30-120 30 24 1
(80 mg) (30 mg)
Pedab
Glikamel 80-240 80 10-20 1-3
Glicab
Glucodex
Glurenorrn
30-120 30 - 1-3
Gliquidon Amaryl
(30mg) Amadiab 6 1 - 1
Glimepirid
(1mg, 2mg, 3mg,
4mg)
Glinid:
Repaglinide Novonorm 6 0.5 - 1-3
(0.5 mg,1 mg,2 mg)
Nateglinid Starlix 360 - - 3
(120 mg)
Golongan Biguanid:
Metformin Glucophage 250-3000 - 6-8 1-3
(500-850) Diabex
Neodipar
Golongan
tiazolindion/Glitazon: Actos 15-30 15 24 1
Pioglitazone
(15mg-30mg)
18
(250/1.25 mg,
500/2.5mg)
19
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut
dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes tipe 1 adalah:
a. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Menurut Boon (2006) Ketoasidosis merabolik merupakan komplikasi
metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM
tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan
mengalami hal berikut:
1) Hiperglikemia
2) Hiperketonemia
3) Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok(Price, 2005).
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang
terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya
komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin (Price,
2005).
Menurut Boon (2007) Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik:
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)
20
Tabel 2: Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik (Soegondo, 2005)
JAM KE
INFUS I INFUS II KOREKSI K+ KOREKSI HCO3
21
Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
1) Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
2) Dehidrasi berat
3) Uremia
Penatalaksanaan HHNK berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan
yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira
diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.(Boon, 2006).
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian
di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan
episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar
daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia
sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum
mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya (Soegondo, 2005)
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak
segera ditangani. Angka mortalitas mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,
meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang
lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada
setiap orang (Soegondo, 2005).
1) Penyebab Hipoglikemia :
a) Makan kurang dari aturan yang ditentukan
b) Berat badan turun
c) Sesudah olah raga
d) Sesudah melahirkan
e) Sembuh dari sakit
f) Makan obat yang mempunyai sifat serupa
2) Tanda hipoglikemia
a) Stadiumparasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
b) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitug sederhana.
c) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir
atau tangan, berdebar-debar.
d) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat
oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya
(Soegondo, 2005).
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
22
a) Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
b) Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
c) P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
Penatalaksanaan Hipoglikemia :
23
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
Menurut Boon (2006), komplikasi kronik jangka panjang dari diabetes
nllitus, antara lain :
a. Mikrovaskular / Neuropati
1) Retinopati, catarak penurunan penglihatan
2) Nefropati gagal ginjal
3) Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
4) Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis
5) Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
b. Makrovaskular
1) Sirkulasi koroner iskemi miokardial/infark miokard
2) Sirkulasi serebral transient ischaemic attack, strok
3) Sirkulasi claudication, iskemik
G. PENCEGAHAN
1. Usaha Pencegahan Primer
Menurut Soegondo (2005) Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya
diabetes melitus. Untuk dapat menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan
primer harus dikanali dahulu faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes
melitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes melitus adalah :
a. Faktor keturunan
b. Faktor kegiatan jamnasi yang kurang
c. Faktor kehemukan/distribusi lemak
d. Faktor nutrisi berlebihan
e. Faktor lain, obat-obatan, hormon
24
5) Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup ke arah
kegiatan jasmani yang kurang
6) Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul bersama dengan
DM, seperti tekanan darah tinggi, dislipidemia, dan kegemukan.
25
d. Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan penyulitnya agar
kemudian didapatkan pengertian yang baik dan keikutsertaan pasien dalam
usaha untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.
3. Usaha Pencegahan Tersier
Menurut Soegondo (2005) Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk
mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan
yang mungkin timbul akibat penyulit DM adalah :
a. Pembuluh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya
b. Pembuluh darah mata : kebutaan
c. Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik
d. Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah
Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi
dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah (Soegondo, 2005).
Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini adalah:
a) Mata
pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.
b) Paru
pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalaukeluhan batuk kronik.
c) Jantung
pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara berkala setiap tahun atau
kalau ada keluhan nyeri dada.
d) Ginjal
pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.
e) Kaki
pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki
yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan
kecacatan yang mungkin kemudian ditimbulkan.
26
Dengan berbagai usaha pencegahan tersebut para penderita DM diharapkan
dapat hidup sehat bersama DM seperti orang sehat atau normal, terutama dalam
kaitannya dengan penyulit manahun DM (Soegondo, 2005).
27
DAFTAR PUSTAKA
28
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan olrh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyaki-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Anya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita
e. Riwayat kesehatan keluaraga
Dari genogram keluarag biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insuli misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat Psikososial
Meliputin informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarag terhadap
penyakit penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadara, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda-tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kdang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah serinng terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda diplopia lensa mata keruh.
29
c. Sistem integumenrgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembababn dan suhu kulit di daerah ulkus dan gangren kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinaldrasi, perubaha BB, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
Terdapat polifagi, polidipis, mual, muntah, diare, konstipasi, deh
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saatberkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan TB, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolik/infeksi.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka, kelemahan fisik,
ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
6. Resiko infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, penurunan
fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
7. Resiko cedarakurang kesadaran tentang bahaya lingkungan sekunder akibat
hipoglikemia.
8. Kekurangan volume cairandiuresis osmotik (dari hiperglikemia).
9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
30
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolik/infeksi.
31
(membaca, mendengarkan
musik)
Tingkatkan pembatasan
bedrest dan aktivitas
Batasi stimulasi lingkungan
untuk memfasilitasi relaksasi
32
dan cara perawatan luka
Kolaburasi ahli gizi pemberian
diae TKTP, vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
33
ke kaku) nyeri berkurang prosedur
Tingkah laku ekspresif Tanda vital dalam Monitor vital sign sebelum dan
(contoh : gelisah, merintih, rentang normal sesudah pemberian analgesik
menangis, waspada, Tidak mengalami pertama kali
iritabel, nafas panjang/ gangguan tidur
berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka, kelemahan fisik,
ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2
34
aktifitas Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
Perubahan aktivitas seperti kursi roda, krek
ECG : Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
aritmia, yang disukai
iskemia Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
35
Denyut nadi lemah Hemoglobin Monitor intake nuntrisi
Total iron Informasikan pada klien dan keluarga
binding capacity tentang manfaat nutrisi
Jumlah limfosit Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahnkan terapi IV line adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oval
6. Resiko infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, penurunan
fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
36
Pertahan primer Status Dorong istirahat
tidakadekuat imun,gastrointesti Ajarkan pasien dan keluarga tanda
(kerusakan nal,genitourinaria dangejala infeksi
kulit,trauma dalambatas normal Kaji suhu badan pada pasien
jaringan, gangguan neutropeniasetiap 4 jam
peristaltik)
37
pembukaan c. Kompensasi memantau kemajuan dalam
lingkungan Tingkahlaku Penglihatan pencapaian tujuan
pada pathogen Indicator:
Trauma/luka Pantau gejala dari
berat semakin buruknya b. Peningkatan komunikasi: deficit
Destruksi penglihatan penglihatan
jaringan Posisikan diri untuk Intervensi:
menguntungkan Catat reaksi pasien terhadap rusaknya
penglihatan penglihatan (misal, depresi, menarik
Ingatkan yang lain untuk diri, dan menolak kenyataan)
menggunakan teknik Menerima reaksi pasien terhadap
yang menguntungkan rusaknya penglihatan
penglihatan Bantu pasien dalam menetapkan
Gunakan pencahayaan tujuan yang baru untuk belajar
yang cukup untuk bagaimana melihat dengan indera
aktivitas yang sedang yang lain
dilakukan Andalkan penglihatan pasien yang
Menggunakan alat bantu tersisa sebagaimana mestinya
penglihatan yang lemah Gambarkan lingkungan kepada pasien
Menggunakan layanan Jangan memindahkan benda-benda di
pendukung untuk kamar pasien tanpa memberitahu
penglihatan yang lemah pasien
Menggunakan Braille Sediakan bahan bacaan Braille,
sebagaimana perlunya
38
Pengisian vena tubuh dalam batas normal 15menit 1 jam
menurun Tidak ada tanda tanda Kolaborasi pemberian
Perubahan status mental dehidrasi, Elastisitas cairan IV
Konsentrasi urine turgor kulit baik, Monitor status nutrisi
meningkat membran mukosa lembab, Berikan cairan oral
Temperatur tubuh tidak ada rasa haus yang Berikan penggantian
meningkat berlebihan nasogatrik sesuai output (50
Kehilangan berat badan Orientasi terhadap waktu 100cc/jam)
secara tiba-tiba dan tempat baik Dorong keluarga untuk
Penurunan urine output Jumlah dan irama membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda
HMT meningkat pernapasan dalam batas
normal cairan berlebih muncul
Kelemahan
Elektrolit, Hb, Hmt dalam meburuk
batas normal Atur kemungkinan tranfusi
pH urin dalam batas Persiapan untuk tranfusi
normal Pasang kateter jika perlu
Intake oral dan intravena Monitor intake dan urin
adekuat output setiap 8 jam
39
program pengobatan tepat
Pasien dan keluarga Sediakan bagi keluarga informasi
mampu melaksanakan tentang kemajuan pasien dengan
prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara Diskusikan pilihan terapi atau
benar penanganan
Pasien dan keluarga Dukung pasien untuk
mampu menjelaskan mengeksplorasi atau
kembali apa yang mendapatkan second opinion
dijelaskan dengan cara yang tepat atau
perawat/tim kesehatan diindikasikan
lainnya Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
40
PATHWAY DIABETES MELLITUS
NYERI
41