Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Sssssssssss.
Aku tercengang sesaat sebelum menyadari dari mana asal bunyi
mendesis itu. Kulihat kabut hijau keluar dari mulut botol.
Kabut tebal itu tersembur kencang. Dingin dan lembap. Aku
merasakannya menyelubungi wajahku. "Ohhhh." Aku mengerang
ketika baunya yang menyengat tercium olehku.
Dengan terhuyung-huyung, aku mundur sambil terbatuk-batuk.
Kuayun-ayunkan tangan untuk menghalau kabut itu.
"Ihhh!" seru Kara sambil meringis. Ia segera menutup hidung.
"Baunya bukan main!"
Kabut bau itu terus menyembur. Dalam beberapa detik saja
seluruh ruangan telah dipenuhi kabut.
"A-aku tidak bisa napas!" ujarku.
Aku juga tidak bisa melihat. Kabut itu menghalangi cahaya
kedua senter kami!
"Ohhh!" Kara mengerang. "Baunya minta ampun!"
Mataku pedih sekali. Bahkan kabut itu menempel di lidahku.
Aku langsung mual. Perutku serasa diaduk-aduk. Leherku seperti
dicekik.
Aku harus menyumbat lagi botol itu, pikirku. Kalau botol itu
sudah ditutup, kabut menjijikkan ini akan berhenti menyembur.
Aku berlutut, dan saat itu pula senterku jatuh ke lantai. Dalam
gelap, aku meraba-raba lantai sampai akhirnya berhasil menemukan
botol itu. Tanganku yang satu lagi masih mencari-cari, hingga aku
berhasil menemukan sumbatnya.
Sambil berusaha melawan rasa mual, aku memasang sumbat itu
ke leher botol.
Kemudian aku berdiri dan mengangkatnya agar Kara bisa
melihat bahwa aku telah menutupnya.
Tapi ia tidak bisa melihatku. Ia sedang menutup wajahnya
dengan kedua tangan. Pundaknya bergerak naik-turun.
Perutku mulai memberontak ketika aku menaruh botol itu di
lantai. Aku menelan ludah. Berkali-kali. Tapi mulutku tetap dipenuhi
rasa yang menjijikkan.
Selama beberapa detik kabut bau itu masih menyelubungi kami,
sebelum mulai menipis dan turun ke lantai.
"Kara...?" kataku dengan susah-payah. "Karakau baik-baik
saja?"
Perlahan-lahan ia menurunkan tangan dari wajahnya. Matanya
berkedip beberapa kali, lalu berpaling padaku. "Idih," ia bergumam.
"Betul-betul menjijikkan! Kenapa kau berusaha merebut botolnya
tadi? Ini semua salahmu."
"Hah?" Aku tercengang. "Salahku? Salahku?"
Kara mengangguk. "Ya. Kalau kau tak berusaha merebut botol
itu, botolnya takkan terlepas dari tanganku. Dan..."
"Tapi kau yang nekat mau membukanya!" aku memekik. "Ya,
kan? Kau yang menarik-narik sumbatnya!"
"Oh iya, ya." Kara baru ingat.
Ia mengibaskan tangan pada sweter dan jeans-nya, untuk
menyingkirkan bau menjijikkan itu.
"Ayo, Freddy. Kita keluar saja dari sini," ajaknya.
"Yeah. Aku setuju," ujarku. Kali ini kami tidak lagi berbeda
pendapat.
Aku mengikutinya ke pintu. Tapi sebelum tiba di ambangnya,
aku menoleh ke belakang. Aku menatap peti mayat itu.
Dan memekik tertahan. "Karalihat!" bisikku.
Sesosok tubuh tampak terbaring di dalam peti mayat....
Chapter 8
TUTUP peti mayat itu ternyata cukup berat. Kara dan aku harus
mengerahkan seluruh tenaga untuk membukanya.
Aku berpaling ke pintu untuk memastikan Pangeran Nightwing
tidak datang kemari.
Ia tidak kelihatan.
Kemudian aku menegakkan badan dan mengintip ke peti mayat
itu. Bagian dalamnya dilapisi kain laken berwarna hijau tua. Aku jadi
teringat pada meja biliar di ruang bawah tanah rumahku.
Aku menghela napas. Dalam hati aku bertanya-tanya, apakah
aku bakal melihat ruang bawah tanah itu lagi.
"Kosong," Kara bergumam. "Cuma peti mayat yang kosong."
"Kita harus mencari terus," ujarku. Aku sudah hendak menjauhi
peti mayat itu ketika aku tiba-tiba melihat sebuah lipatan.
Sebuah lipatan di sisi peti mayat. Seperti lipatan di sisi koper.
Lipatan itu tampak agak menggembung.
"Hei! Tunggu dulu," kataku. Kara sudah hampir sampai di
pintu.
Aku merogoh lipatan itu.
Dan mengeluarkan sebuah botol kaca berwarna biru.
"Karalihat!" seruku. Aku sampai lupa merendahkan suara
agar tidak menarik perhatian Pangeran Nightwing. "Aku
menemukannya! Napas Vampir!"
Kara langsung tersenyum lebar. Matanya tampak bersinar-sinar.
"Bagus!" ia berseru. "Bagus sekali! Sekarang kita harus
menyembunyikan botol itu dari Pangeran Nightwing. Di suatu tempat
yang takkan pernah ia temukan."
Aku mengangkat botol itu dan mengamatinya dengan saksama.
"Bagaimana kalau botolnya kita buka saja, dan isinya kita tuangkan
semua," aku mengusulkan.
Kara bergegas menghampiriku. "Waktu kita membukanya tadi,
kita mundur seratus tahun ke masa lalu," ujarnya berapi-api.
"Mungkin kalau dibuka lagi...."
"Kita bakal melompat seratus tahun ke masa depan," aku
menyambung. "Ya! Pangeran Nightwing kan sempat bilang bahwa
Napas Vampir berguna untuk melakukan perjalanan waktu. Mungkin
kalau botolnya kita buka lagi, kita bakal kembali ke ruang bawah
tanah di rumahku."
Kami sama-sama menatap botol biru itu.
Mana yang lebih baik? Menyembunyikan botol itu agar si
vampir tua tidak bisa mendapatkan gigi taringnya kembali? Atau
membukanya, sambil berharap kabut yang bergulung-gulung itu akan
membawa kami pulang ke zaman kami sendiri?
Kara menggenggam botol itu erat-erat. Tangannya yang satu
lagi meraih tutup kaca yang menyumbat leher botol.
Ia mulai menariknyatapi lalu berhenti.
Kami bertukar pandang. Ia tampak ragu-ragu. "Lakukan saja,"
aku akhirnya berbisik.
Kara mengangguk. Ia kembali menarik sumbat kaca itu.
Tapi sekali lagi ia berhenti. Dan menahan napas. Dari sudut
mata aku melihat sesuatu bergerak.
Aku juga mendengar suara langkah pelan di lantai. Dan aku
sadar kami tak lagi sendirian di ruangan ini.
Chapter 21
KARA dan aku tidak berani bersuara. Kami menatap vampir tua
itu sambil membisu ketika ia berpaling ke rak-rak yang berisi botol-
botol biru.
"Di sinilah aku menyembunyikan botol Napas Vampir yang
masih penuh," ia berkata pada kami. "Aku menyembunyikannya di
gudang botol kosong. Sebab aku tahu yang lain takkan mencarinya di
sini."
Ia tersenyum, dan aku bisa melihat gusinya yang licin di balik
bibirnya yang kering. Senyumnya lenyap. Ia memicingkan mata.
"Aku haus sekali," ia berbisik sambil memandang Kara dan
aku. "Aku harus mendapatkan botol yang masih penuh itu. Aku harus
memulihkan ingatandan mendapatkan taringku kembali."
Ia bergegas ke rak terdekat dan mulai membongkar botol-botol
biru. "Yang mana? Yang mana?" ia bergumam-gumam. "Di sini ada
ribuan botol, dan hanya satu yang masih penuh."
Tangannya yang kecil dan kurus bergerak dengan cekatan. Ia
menyingkirkan botol-botol kosong sambil terus bergumam-gumam.
Tak sedikit botol yang jatuh ke lantai dan pecah berantakan.
"Karacepat!" Aku menunjuk rak yang paling jauh. "Jangan
bengong!"
Ia langsung menangkap maksudku. Kami harus lebih dulu
menemukan botol penuh itu. Kami harus menemukannya sebelum
Pangeran Nightwing.
Aku berlutut dan mulai memeriksa botol-botol di rak paling
bawah. Kosong... kosong... kosong... lagi-lagi kosong....
Botol-botol kosong kugeser satu per satu. Aku mencari
bagaikan kesetanan. Aku memicingkan mata dalam cahaya yang
redup, dan mencari satu-satunya botol yang masih ada isinya.
Botol-botol kosong berjatuhan dan pecah. Botol-botol kosong
menggelinding kian kemari.
Kara sibuk memeriksa di sampingku. "Bukan. Bukan. Bukan.
Bukan," ia bergumam sambil memeriksa botol satu per satu.
"Hei!" Pangeran Nightwing berseru dari seberang ruangan.
"Pergi dari situ!"
Kami tidak menggubrisnya. Kami terus saja membongkar botol-
botol, semakin lama semakin cepat. Kami harus lebih dulu
mendapatkan botol yang masih penuh.
Dan akhirnyaaku berhasil menemukannya.
Aku menarik napas dalam-dalam ketika tanganku meraih botol
yang lebih berat dari yang lainnya. Tanganku gemetaran ketika aku
mengangkat botol itu.
Ya! Botolnya memang lebih berat. Ya! Sumbatnya masih
terpasang rapat.
"Aku menemukannya!" aku berseru seraya bangkit berdiri.
"Karalihat! Aku menemukannya!"
Aku mengangkat botol itu tinggi-tinggi untuk
memperlihatkannya pada Karadan Pangeran Nightwing segera
menyambarnya.
"Terima kasih banyak," ia berkata.
Chapter 25