Вы находитесь на странице: 1из 11

Optimasi Komposisi Belanak (Mugil cephalus) dan Mujair (Oreochromis

mossambicus) untuk Mendapatkan Surimi dengan Gel Strength Tertinggi

Optimization of the Composition Stripped Mullet (Mugil cephalus) and


Mozambique Tilapia (Oreochromis mossambicus) on Surimi Production
with the Highest Gel Strength

Siti Sahatul Fatimah1*, Rahayu Kusdarwati2 dan Endang Dewi Masithah3


1
Prodi Budidaya Perairan, Minat Studi Teknologi Industri Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga, Surabaya 60115
2
Departemen Manajemen Kesehatan Ikan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga, Surabaya 60115
3
Departemen Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya 60115
*ukhtifatim28@gmail.com

Abstrak

Belanak dan mujair merupakan jenis ikan yang memiliki volume produksi cukup tinggi, namum nilai jual kedua
ikan tersebut masih rendah. Surimi merupakan salah satu teknologi alternatif yang mampu meningkatkan nilai
jual kedua ikan tersebut. Santoso dkk. (2013) menyatakan surimi yang cocok dikembangkan yaitu surimi
berbasis multi-spesies melalui metode pengkomposisian. Surimi dengan metode pengkomposisian mampu
meningkatkan nilai gel strength. Tujuan penelitian adalah untuk pengaruh pengkomposisian belanak:mujair
terhadap nilai gel strength surimi dan mengetahui komposisi yang mengahasilkan nil gel strength tertinggi.
Berdasar hasil penelitian pengkomposisian memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai gel strength surimi
(p<0,05). Komposisi belanak:mujair dengan perbandingan 3:1 menghasilkan nilai gel strength tertinggi namun
tidak berbeda nyata dengan 1:3, dengan nilai berturut-turut 2301,1 g.cm dan 2067,450 g.cm. Gel terbentuk oleh
ikatan-ikatan protein-protein dan protein-air. Ikatan protein-air ini dipengaruhi oleh water holding capacity dari
surimi. Pengkomposisian juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai water holding capacity surimi.
Komposisi belanak:mujair dengan perbandingan 1:3 menghasilkan nilai water holding capacity tertinggi namun
tidak berbeda nyata dengan 3:1 dan 2:3. Nilai water holding capacity berturut-turut 1,208670,376412,
1,050670,120226 dan 1,013000,033000 mL/g. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai aktivitas TGase
dan kandungan myosin pada belanak dan mujair yang telah dikomposisi, serta mengenai mikrobiologi dan daya
simpan produk surimi hasil pengkomposisian.

Kata kunci: pengkomposisian, belanak:mujair, gel strength surimi

Abstract

Stripped mullet and mozambique tilapia are fish that have a fairly high volume production. Surimi is one of the
alternative technologies that are able to increase the economic value of these two types of fish. Santoso dkk.
(2013) state that a suitable surimi was developed in Indonesia namely surimi based multi-species through the
composition method. Surimi with composition method can increase of the gel strength. The purpose of this
research is to determine the effect of the composition stripped mullet (Mugil cephalus) and tilapia mozambique
(Oreochromis mossambicus) on the gel strength of surimi. The results showed that compositioning methode
have significant effect of gel strength surimi (p<0,05). Compositioning of stripped mullet:mozambique tilapia in
proportion 3:1 and 1:3 resulted the highest value of gel strength with the values were 2301,1 g.cm and 2067,450
g.cm. Gel formed by protein-protein and protein-water bonds. Protein-water bonds be affected by water holding
capacity surimi.The results showed that compositioning methode have significant effect of water holding
capacity surimi (p<0,05). Compositioning of stripped mullet:mozambique tilapia in proportion 1:3, 3:1 and 2:3
resulted the highest value of water holding capacity with the values were 1,208670,376412, 1,050670,120226
and 1,013000,033000 mL/g. So it was needed to research about content of myosin and TGase activity on
stripped mullet and mozambique tilapia had compositioning, microbiology and self life of the compositioning
surimi.

Keywords: compositioning, stripped mullet:mozambique tilapia, gel strength surimi.


PENDAHULUAN
Belanak dan mujair merupakan jenis ikan euryhaline yang memiliki volume produksi
cukup tinggi. Menurut KKP (2011), volume produksi ikan belanak dan mujair masing-
masing sebesar 14.615 ton dan 44.905 ton pada tahun 2011. Belanak dan mujair memiliki
nilai jual yang masih rendah, sehingga diperlukan teknologi pengolahan alternatif yang
mampu meningkatkan nilai ekonomis dari kedua jenis ikan tersebut. Belanak dan mujair
adalah jenis ikan berdaging putih (rendah lemak), sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan
surimi. Park et al. (2014) melaporkan bahwa pembuatan surimi umumnya menggunakan ikan
berdaging putih dan berkadar lemak rendah. Produksi surimi di Indonesia mencapai 10.000-
20.000 MT (Guenneugues and Lanelli, 2014). Surimi yang cocok dikembangkan di Indonesia
yaitu surimi berbasis multi-spesies melalui metode pengkomposisian, sebab potensi
perikanan Indonesia memiliki beragam spesies tetapi volume produksinya tidak terlalu
banyak (Santoso dkk., 2013).
Surimi dari ikan belanak merupakan ikan yang memiliki kemampuan pembentukan
gel yang cukup tinggi yaitu 1254,65 g.cm dibanding surimi dari ikan mujair yaitu 443,73
g.cm, selain itu rendemen lumatan daging yang dihasilkan belanak lebih rendah yaitu 2,38%
dibanding mujair yaitu 11,8% (Radityo dkk., 2014). Hasil penelitian Radityo dkk. (2014)
menunjukkan bahwa belanak dan mujair memiliki potensi untuk dijadikan surimi multi-
spesies dengan metode pengkomposisian. Menurut Santoso dkk. (2013), surimi multi-spesies
dengan metode pengkomposisian mampu meningkatkan nilai kekuatan gel dibandingkan
surimi tunggal. Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan penelitian mengenai
pengkomposisian surimi multi-spesies dari ikan belanak dan mujair.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada 1 Maret sampai 30 Mei 2016 di Laboratorium
Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga untuk pembuatan surimi
dan gel surimi, pengukuran water holding capacity. Pengujian kekuatan gel, kadar air,
protein dan lemak dilakukan di Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan Universitas
Brawijaya.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan analitik, pisau, talenan,
bak, sendok, karet, selongsong stainless steel, food processor, kain belacu, termometer,
plastik PE dan waterbath. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu sentrifugasi dan
rheometer (pengujian kekuatan gel).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi ikan belanak (Mugil cephalus) dan
ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang diperoleh dari nelayan dan pembudidaya
Probolinggo, air, es batu, sukrosa, NaCl. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis yaitu
aquadest.

Prosedur Kerja
Bahan baku ikan belanak dan mujair disiangi dan diangkut ke Surabaya dengan
wadah sterofoam yang berisi es. Ikan belanak dan mujair ditimbang dan diamati sensorinya.
Ikan belanak dan mujair kemudian difillet dengan cepat dan saniter, selanjutnya daging ikan
dipisah dari kulitnya secara manual. Daging fillet tanpa kulit kemudian dibuat komposisi
belanak:mujair (1:0, 0:1, 1:3, 2:3, 1:1, 3:2 dan 3:1). Komposisi daging ikan kemudian
dilumatkan menggunakan grinder elektrik. Daging lumat kemudian dicuci menggunakan air
es suhu 10 C dengan rasio daging/air 1:3 (berat/volume). Frekuensi pencucian sebanyak
tiga kali yang dilakukan selama 10 menit pada tiap frekuensi pencucian, kemudian dipress
secara manual (Radityo dkk., 2014). Surimi dicampur dengan 8% sukrosa sebagai
cryoprotectant dan 2,5% NaCl menggunakan grinder (Kaewudom et al., 2013).
Sampel surimi kemudian ditempatkan pada selongsong stainless steel berdiameter 3,5
cm dan panjang 3 cm untuk dijadikan produk gel surimi. Selongsong yang berisi surimi
kemudian dipanaskan dalam waterbath dengan suhu setting 40 C selama 20 menit dan
dilanjutkan dengan suhu cooking 90 C selama 30 menit. Gel surimi kemudian didinginkan
dalam air es bersuhu 4-5 C selama tiga menit. Gel surimi dikemas menggunakan plastik
polyethylen (Radityo dkk., 2014). Gel surimi yang telah dikemas, kemudian disimpan
overnight pada suhu 4 C, sebelum dilakukan pengujian (Kaewudom et al., 2013).
Parameter penelitian terbagi menjadi dua yaitu parameter utama dan pendukung.
Parameter utama pada meliputi gel strenght dan WHC. Parameter pendukung dalam
penelitian ini meliputi sensori bahan baku, rendemen dan proksimat bahan baku dan surimi
dengan kekuat gel tertinggi.
Prosedur Uji

Pengujian Kekuatan Gel (Park et al., 2014b)


Kekuatan gel surimi diukur menggunakan alat rheometer Imada tipe ZP-200 NT
dengan kapasitas 0-200 N. Alat dilengkapi probe untuk menekan sampel yang akan diuji. Uji
kekuatan gel dilakukan dengan cara membuat gel surimi dengan bentuk silinder 3 cm.
Kekuatan gel didapat dari gaya yang dibutuhkan untuk menembus 1 cm sampel yang diuji.
Satuan kekuatan gel yang digunakam yaitu N dan dikonversi ke gf kemudian dikalikan
dengan 1 cm.

Pengujian Water Holding Capacity (WHC) (Muchtadi dkk., 2013)


Sampel surimi halus sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Aquades 9
ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifus yang telah berisi sampel. Tabung tersebut
kemudian dikocok dengan vortex, lalu diinkubasi pada suhu 0 C selama 15 menit. Tabung
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan (cairan) dipisahakan
dari campuran dan diukur volumenya. Uji WHC dilakukan sebanyak tiga kali (Muchtadi
dkk., 2013).
Volume (ml) air yang terserap
WHC=
Berat (g) daging

Analisis Data
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan rancangan percobaan berupa
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian ini terdiri dari tujuh perlakuan
pengkomposisian surimi yaitu komposisi belanak:mujair (1:0; 0:1; 3:1; 3:2; 1:1; 1:3; 2:3)
dengan tiga kali ulangan. Data hasil penelitian kemudian dianalisis menggunakan ANOVA
(Analysis of Variance) yang kemudian diuji lanjut Duncan. Data rendemen, proksimat bahan
baku dan proksimat surimi dengan nilai kekuatan gel teringgi dianalisis dengan metode
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sensori Bahan Baku


Hasil uji sensori ikan belanak dan mujair yang digunakan sebagai bahan baku,
disajikan berdasar Muchtadi dkk. (2013). Hasil uji sensori dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai
mutu belanak pada penelitian ini, dari tujuh aspek bernilai satu kecuali aroma yaitu dua.
Sensori belanak yaitu berwarna cerah, mata berlendir dan cembung, kulit sedikit berlendir,
tekstur kenyal, sisik melekat kuat, warna insang merah cerah, aroma netral. Nilai mutu mujair
pada tujuh parameter yaitu dua kecuali tekstur dan insang yaitu satu. Sensori mujair yaitu
warna permukaan agak pudar, mata gelap dan cembung, kulit berlendir, memiliki tekstur
daging yang kenyal, sisiknya agak mudah lepas, insang merah cerah dan beraroma netral.
Menurut SNI 01-2694.2-2006 karakteristik kesegaran bahan baku yang digunakan
membuat surimi sekurang-kurangnya bersih, warna daging spesifik jenis ikan, segar spesifik
jenis, daging elastis, padat dan kompak. Tingkat kesegaran bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan surimi pada penelitian ini mencukupi persyaratan yang ditentukan SNI. Tingkat
kesegaran bahan baku dapat dipertahankan karena isi perut bahan baku dibuang, pencucian
hingga bersih dan penggunaaan es pada saat transportasi ke surabaya. Muchtadi dkk. (2013)
menyebutkan bahwa salaruan pencernaan (isi perut ikan) merupakan salah satu sumber
bakteri yang dapat menyebabkan ikan mengalami kemunduran mutu setelah proses pasca
mortem. Keuntungan pengeesan dalam wadah yaitu tingginya panas spesifik es, campuran
ikan dan es menghasilkan pendinginan yang cepat, sehingga proses pembusukan dapat
dihambat (Muchtadi dkk., 2013).

Rendemen
Rendemen terdiri dari rendemen daging dan surimi. Nilai rendemen pada penelitian
ini dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2. Hasil rendemen daging fillet ikan belanak lebih
tinggi yaitu 33,3% dibanding ikan mujair 26,6%. Perbedaan nilai rendemen diduga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu morfologi dan ukuran. Ikan mujair memiliki bentuk
tubuh yang pipih dan bagian kepala yang besar, sehingga daging yang didapat lebih sedikit.
Ikan belanak memiliki bentuk tubuh yang memanjang atau ellips dan bagian kepala lebih
kecil dari mujair, sehingga daging yang diperoleh lebih banyak. Ukuran mujair yang
digunakan berkisar 13-15 cm, sedangkan ikan belanak yaitu 17-19 cm, sehingga hal tersebut
juga dapat berpengaruh pada rendemen daging yang diperoleh.
Rendemen akhir surimi ikan belanak 19,4%, sedangkan mujair yaitu 16,2%. Hasil
rendemen tersebut berbanding terbalik dengan penelitian Radityo dkk. (2014), hal ini diduga
karena pada proses penggilingan daging ikan belanak ataupun mujair menghasilkan daging
yang molekulnya lebih besar daripada kerapatan kain blacu, sehingga rendemen surimi yang
dihasilkan tidak berbeda jauh persentasenya. Berdasarkan pengamatan peneliti, semakin
halus daging lumat, maka semakin banyak komponen yang terlarut atau lolos dari kain balcu.
Selain itu berdasarkan pengamatan kesegaran ikan juga berpengaruh terhadap rendemen.
Pada saat penelitian percobaan, ikan mujair lebih segar dibanding ikan belanak, sehingga
komponen daging mengalami kerusakan dan banyak terlarut dalam air dan mudah lolos dari
kerapatan kain blacu.

Proksimat Bahan Baku dan Surimi


Proksimat sampel yang diujikan meliputi bahan baku dan surimi hasil
pengkomposisian yang memiliki nilai rata-rata gel strength tertinggi dan WHC tertinggi.
Proksimat daging ikan dan surimi yang diujikan meliputi kadar air, kadar protein dan kadar
lemak. Proksimat daging ikan dan surimi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji proksimat P1
dan P5, rata-rata mengalami penurunan dari proksimat bahan baku awal. Kadar air yang
menurun pada kedua perlakuan tersebut dibanding bahan baku, diduga dipengaruhi oleh
proses pengepresan setelah pencucican tiga kali. Park et al. (2014) menyatakan bahwa
pengepresan ditujukan untuk mengeluarkan air bebas yang didapat selama pencucian.
Kadar protein yang menurun antara surimi hasil pengkomposisian dan bahan baku
awal, diduga banyaknya protein sarkoplasma yang terlarut pada saat pencucian dengan air
dingin. Menurut Park et al. (2014) pencucian dapat menghilangkan protein larut air terutama
protein sarkoplasma dan cemaran lain. Kadar lemak bahan baku awal dan surimi terdiri dari
dua hasil yaitu meningkat pada perlakuan P1 dan menurun pada perlakuan P5. Kadar lemak
perlakuan P1 yaitu 1,80% sedangkan P5 yaitu 0,44%. Hal tersebut diduga karena pada
perlakuan P1 penggunaan komposisi daging belanak yang lebih tinggi daripada P5, sehingga
terlarutnya lemak pada proses sedikit sulit. Pada hasil uji kadar lemak, belanak memiliki nilai
yang lebih tinggi yaitu 1,64%, sedangakan mujair yaitu 0,71%. Kandungan lemak ikan
belanak lebih tinggi dikarenakan ikan belanak memiliki komposisi daging merah walaupun
tidak begitu banyak.

Gel strength Surimi


Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pengkomposisian ikan belanak dan mujair
memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai gel strength surimi. Data hasil gel
strength pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata gel strength surimi
dengan metode pengkomposisian berkisar antara 1468,367-2301,100 g.cm. Nilai gel strength
ikan belanak yaitu 1641,667g.cm, lebih tinggi daripada ikan mujair 1468,367 g.cm, sehingga
semakin tinggi komposisi belanak dalam pengkomposisian surimi, maka nilai gel strength
juga semakin tinggi kecuali pada perlakuan P5 (belanak:mujair/1:3). Nilai gel strength yang
tinggi diduga berkaitan erat dengan Transglutaminase. Transglutaminase merupakan enzim
dari fraksi sarkoplasma yang berperan penting dalam membentuk tekstur/gel surimi dengan
cara membentuk ikatan cross-linking pada saat pemanasan surimi (Lanier et al., 2014).
Tabel 4. menunjukkan pengkomposisian ikan belanak dalam jumlah yang lebih tinggi
dalam pembuatan surimi diduga mampu meningkatkan jumlah TGase. Ikan belanak
merupakan jenis ikan pelagis yang memiliki kandungan sarkoplasma yang lebih tinggi,
sehingga potensi jumlah kandungan TGase pada ikan belanak lebih tinggi dibanding mujair.
Choi and Jin (2015) menyatakan umumnya ikan pelagis memiliki kandungan sarkoplasma
yang lebih tinggi. Analisis ini juga diperkuat dengan hasil uji protein P1 yang menunjukkan
terjadi penurunan kandungan protein yang cukup tinggi setelah dijadikan surimi, sehingga
dapat disimpulkan bahwa banyak protein yang terlarut selama pencucian terutama dari fraksi
sarkoplasma.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan komposisi belanak yang lebih
tinggi, kadar protein pada suriminya lebih kecil daripada penggunaan komposisi mujair,
namum pada dasarnya kadar protein bahan baku ikan belanak lebih besar daripada mujair.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa banyak protein yang terlarut dalam air, terutama
sarkoplasma. Pencucian dapat menghilangkan sebagian besar protein sarkoplasma (Park et
al., 2014). Berdasarkan Tabel 4. nilai gel strength hasil pengkomposisian belanak:mujair
(3:1) tidak berbeda signifikan dengan belanak:mujair (1:3). Nilai tidak berbeda signifikan
diduga berkaitan erat dengan miofibril sebagai substrat dari transglutaminase. Ramirez et al.
(2011) menyebutkan bahwa myosin dan actomyosin pada miofibril merupakan subtrat untuk
tranglutaminase. Miofibril pada ikan mujair diduga merupakan substrat yang baik bagi enzim
transglutaminase ikan belanak, sehingga apabila kedua ikan tersebut dicampurkan maka akan
terbentuk ikatan cross-linking yang lebih kuat dan nilai gel strength yang lebih tinggi
dibanding surimi tunggal. Peran enzim transglutaminase dengan aktomyosin sangat penting
pada pembuatan surimi dan bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan (Chasanah
and Fawzya, 2015).
Proses pembentukan gel yang kuat juga diduga dipercepat oleh penggunaan garam
dan suhu setting yang digunakan. Suhu setting 40C diduga merupakan suhu yang optimal
dalam membentuk gel yang kuat. Lanier et al. (2014) menyebutkan bahwa gel terbentuk lebih
mudah ketika dilakukan penambahan natrium klorida dan dilanjutkan dengan setting pada
suhu 0-40 C (penggunaan suhu tergantung pada spesies ikan). Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian Santoso dkk. (2011) komposisi ikan pari dan kembung, Santoso dkk.
(2013) komposisi surimi nila dan mas.
Water Holding Capacity (WHC) Surimi
Hasil ANOVA data WHC menunjukkan (p<0,05) yang artinya bahwa terdapat
pengaruh yang nyata dari pengkomposisian ikan belanak dan mujair terhadap nilai WHC
surimi. Nilai WHC pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Gel terbentuk oleh ikatan-
ikatan protein-protein dan protein-air. Ikatan protein air ini dipengaruhi oleh water holding
capacity dari surimi. Berdasarkan Tabel 5. nilai WHC yang tertinggi dihasilkan oleh
belanak:mujair (1:3) yaitu 1,208670,376412 mL/g, namun tidak berbeda nyata dengan
belanak:mujair (3:1) dan belanak:mujair (2:3). Berdasarkan hasil penelitian semakin besar
komposisi mujair yang digunakan maka semakin besar nilai WHC nya.
Ikan mujair diduga memiliki kandungan miofibril yang lebih besar daripada ikan
belanak, hal tersebut diperkuat oleh hasil kadar protein surimi pengkomposisian
belanak:mujair (1:3) yang lebih tinggi nilainya daripada belanak:mujair (3:1). Menurut
Santana et al. (2012) surimi merupakan isolat protein miofibril dari daging ikan. Lanier et al.
(2014) melaporkan bahwa sebagian besar myosin dalam miofibril memiliki peran penting
dalam water holding pemasakan produk daging. Niwa (1992) dalam Chairita (2008)
melaporkan lebih dari separuh asam amino yang menyusun myosin bersifat hidrofilik dan
sebagian besar residu terekspos pada permukaan molekul, sehingga berkontak dengan air.
Water Holding Capacity sangat dipengaruhi oleh kandungan air, protein dan penggunaan
garam (Oktaviana, 2012).

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu pengkomposisian ikan belanak (Mugil
cephalus) dan mujair (Oreochromis mossambicus) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai gel strength surimi. Nilai gel strength tertinggi diperoleh dari komposisi ikan
belanak:mujair (3:1), namun tidak berbeda nyata dengan komposisi belanak:mujair (1:3).
Hasil tersebut diperkuat oleh nilai WHC dan kandungan protein pada bahan baku dan surimi.
Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas
transglutaminase dan kandungan miosin pada belanak dan mujair yang telah dikomposisi,
serta perlu penelitian lanjut mengenai uji mikrobiologi dan daya simpan produk surimi hasil
pengkomposisian.

DAFTAR PUSTAKA
Chairita. 2008. Karakteristik Bakso Ikan Dari Campuran Surimi Ikan Layang (Decapterus
spp) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus Sp) Pada Penyimpanan Suhu Dingin. Tesis.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 158 hal.
Chasanah, E.,Y. N. Fawzya. 2015. Production and Application of Microbial
Transglutaminase to Improve Gelling Capabilities of Some Indonesian Minced Fish.
In.: S-K. Kim (Ed). Seafood Science Advances in Chemistry, Technology and
Applications. CRC Press, Taylor & Francis Group. New York. pp. 171.
Choi, Y. J. And S-K. Jin. 2015. Recovery of Fish Protein Using pH Shift Processing. In.: S-
K. Kim (Ed). Seafood Science Advances in Chemistry, Technology and Applications.
CRC Press, Taylor & Francis Group. New York. pp. 122.
Guenneugues, P. and J. Lanelli. 2014. Surimi Resources and Market. In.; J. W. Park (Ed).
Surimi and Surimi Seafood. 3rd Edition. CRC Press, Taylor & Francis Group. New
York. pp. 43.
Kaewudom, P., S. Benjakul., K. Kijroongrojana. 2013. Properties of Surimi Gel as Influenced
by Fish Gelatin and Microbial Transglutaminase. Food Bioscience 1 : 39-47.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2010.
Jakarta.
Lanier, T. C., J. Yongsawatdigul and P. Carvajal-Rondanelli. 2014. Surimi Gelation
Chemistry. In.; J. W. Park (Ed). Surimi and Surimi Seafood. 3 rd Edition. CRC Press,
Taylor & Francis Group. New York. pp. 102-131.
Muchtadi T. R., Sugiyono dan F. Ayustaningwarno. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Alfabeta. Bandung. hal. 27, 134, 142-143.
Oktaviani, D. 2012. Karakteristik Fisika Kimia Gel dan Bakso dari Surimi Ikan Layaran
(Istiophorus sp.) Frekuensi Pencucian Dua Kali. Skripsi. Program Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. 89 hal.
Park, J. W., D. Graves., R. Draves and J. Yongsawatdigul. 2014a. Manufacture of Surimi
Harvest to Frozen Block. In.; J. W. Park (Ed). Surimi and Surimi Seafood. 3rd Edition.
CRC Press, Taylor & Francis Group. New York. pp. 56, 60.
Park, J. W., W. B. Yoon and B. Y. Kim. 2014b. Surimi Paste Preparation, Gel Analysis, and
Rheology. In.; J. W. Park (Ed). Surimi and Surimi Seafood. 3 rd Edition. CRC Press,
Taylor & Francis Group. New York. pp. 419.
Radityo, C. T., Y. S. Darmanto dan Romadhon. 2014. Pengaruh Penambahan Egg White
Powder dengan Konsentrasi 3% terhadap Kemampuan Pembentukan Gel Surimi dari
Berbagai Jenis Ikan. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3 (4) : 1-9.
Santana, P., N. Huda and T.A. Yang. 2012. Mini Review: Technology for Production of
Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal, 19
(4) : 1313-1323.
Santoso, J., H. Sumaryanto., Chairita dan P. Muljono. 2013. Perubahan Karakteristik Surimi
Ikan Air Tawar Akibat Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin. Jurnal
Teknotan, 7 (3) : 1033-1040.
Santoso, J., F. Ling dan R. Handayani. 2011. Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan
Dingin Terhadap Perubahan Karakteristik Surimi Ikan Pari (Trygon sp.) dan Ikan
Kembung (Rastrelliger sp.). Akuatika, 2 (2) : 145-159.
Lampiran
Tabel 1. Hasil uji sensori ikan belanak dan mujair

Mutu
Parameter
Belanak Mujair
Warna 1 2
Mata 1 2
Kulit 1 2
Tekstur 1 1
Sisik 1 2
Insang 1 1
Aroma 2 2

Keterangan: Mutu 1 sampai 4. Mutu tertinggi 1 dan terendah 4. (Muchtadi dkk., 2013)

Tabel 2. Hasil perhitungan rendemen daging dan surimi

Rendemen
Berat awal Berat Daging Berat Surimi (%)
Ikan
(g) Fillet (g) (g)
Fillet Surimi
Belanak 6000 1999,8 1164,3 33,3 19,4
Mujair 9000 2400,3 1460,2 26,6 16,2

Tabel 3. Proksimat daging belanak, mujair dan surimi

Sampel Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%)
Belanak 72,27 15,59 1,64
Mujair 80,20 10,51 0,71
P1 66,70 10,30 1,80
P5 64,71 11,33 0,44
Tabel 4. Nila gel strength surimi

Rata-rata gel strength Transformasi gel


Perlakuan
(g.cm) strength SD
Pb 1641,667 40,48bc 2,18287
Pm 1468,367 38,31c 0,46188
P1 2301,100 47,97a 0,53314
P2 1835,433 42,8b 2,34911
P3 1801,500 42,44b 0,38575
P4 1634,900 40,38bc 2,45025
P5 2067,450 46,83a 3,84429
Keterangan: P: pengkomposisian belanak:mujair, Pb: 1:0 (kontrol belanak), Pm: 0:1 (kontrol mujair),
P1 (3:1), P2 (3:2), P3 (1:1), P4 (2:3), P5 (1:3). Notasi berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
terdapat perbedaan yang nyata pada data (p < 0,05). SD= Standar Deviasi.

Tabel 5. Nilai water holding capacity surimi

Perlakuan Rata-rata WHC SD (mL/g)


Pb 0,65900c 0,031953
Pm 0,82100bc 0,190686
P1 1,05067ab 0,120226
P2 0,78400bc 0,142123
P3 0,80600bc 0,067735
P4 1,01300ab 0,033000
P5 1,20867a 0,376412
Keterangan: P: pengkomposisian belanak:mujair, Pb: 1:0 (kontrol belanak), Pm: 0:1 (kontrol mujair),
P1 (3:1), P2 (3:2), P3 (1:1), P4 (2:3), P5 (1:3). Notasi berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05). SD= Standar Deviasi.

Вам также может понравиться