Вы находитесь на странице: 1из 2

Catatan terakhirku

Hmmm.... sejuk kabut sore itu menyambut kedatanganku. Dengan gemericik air mengalir
perlahan di tiap sudut jalanan, mataku masih terpaku pada rentetan bebatuan di hadapanku, di atas
sebuah motor yang menggulirkan roda-rodanya perlahan. Sesekali kicauan burung menarik
pandanganku dari jalanan itu. Kicauan yang ternyata masih enggan berlalu pergi dari sentuhan
manusia tentunya. Tulang- tulangku seakan bertambah kaku dengan hawa dingin yang menusuk,
bersamaan dengan bersembunyinya sinar surya dalam balutan awan kabut dan rimbun pohon
mahoni dan jati di sepanjang jalan kala itu.

Terpaku batinku pada dalamnya keindahan tempat tujuanku itu, membuat roda
kesadaranku tak sadar telah membawaku tepat di depan perumahan warga desa setempat.
Sumberejo nama tempat ini, yang senantiasa mengingatkanku akan kenangan kemarin bersama
kedua orang tuaku dahulu. Senyum puas kulabuhkan pada wajahku kala kulangkahkan kakiku
menuju kediaman bapak duku yang dengan tangan terbuka menyambut kedatanganku dan teman-
teman di desa ini.

Sapaan hangat dan senyum tulus tak habisnya mengalir dari wajah wajah warga desa di
tempat kami berada. Ada tawa dan cerita di tiap bagian pembicaraan kami. Hangat rasanya. Aku
terbawa pada memoriku bersama ibuku kala senja, di depan teras rumah kami. Hmm... begini
rasanya. Aku selalu dibuat tersenyum dengan cerita dan guyonan dari mulut mereka. Tidak hanya itu
tentunya. Keakraban yang muncul ini serasa takkan pernah kudapati di manapun aku berada nanti,
benakku.

****

Dari deret bias mentari pagi itu, aku terbangun dengan semangat penuh dalam dadaku.
Haha... meskipun masih tertutup kabut pagi dan embun dingin itu tentunya. Aku maklum. Ini
gunung, pikirku. Kusudahi berdiam lama di sudut tempat tidur. Hmm... lagi, aroma teh melati
dengan bau pegunungan menarikku bangun secepatnya dari tempat tidur yang melelapkanku
semalaman dingin. Seakan-akan membuatku me-recharge semangat hanya dengan menghirup
aroma segarnya. Ahh... puas rasanya.

****

Gelak tawa dan rengekan anak anak dusun menemani tugasku menjadi seorang mahasiswi
KKN. Ya... aku berada di sini untuk tugas. Selebihnya, kedatanganku kesini untuk menghabiskan
waktu waktu akhir kuliahku. Akh, senang rasanya. Tawa riang anak- anak ini kembali
menenggelamkan saraf pikiranku pada memori, 15 tahun lalu tepatnya. Masa kecil yang kulewati
dengan gelak tawa dan pelukan mesra ayah juga sayup kisah merdu yang terus berbisik lewat
lembut sapa ibu. Akh andai saja waktu dapat kuputar...

Hal itu berlangsung lebih dari sebulan. Tapa kata bosan, tanpa kata rengekan pulang, jujur...
aku menikmatinya.

Mbake, bisa tolongin Tita ndak?


Eh, Tita... Tolongin apa Ta?

Mmm, Tita mau nulis surat buat ibu di rumah. Kata Bu Guru, nulis suratnya

Вам также может понравиться