Вы находитесь на странице: 1из 4

Perpisahan yang...

Based on a true story of Cecilia Novianti Salsinha

Malam berlalu begitu cepat dan larut hingga gelap terasa menyelimuti dan menemani kami
bersama dingin. Namun enggan mata ini terkatup mengikuti pengaruh kerja hormon melatonin.
Kebersamaan ini seakan menghambat kerja sirkardian tubuh kami sendiri. Aku enggan melepaskan
pandanganku dari mereka, dari semua orang dihadapanku, saudaraku. Dengan masih sesekali
bersenda gurau, rasa kesedihan akhirnya tidak dapat kusembunyikan. Besok saat mentari terbit lagi
dari timur, aku harus benar-benar melepaskan saudaraku pergi, pergi ke tempat di mana hidup akan
betul-betul dimulainya di sana.

Sil, bagaimana besok? Kamu ikut kan? Kak Ergan bertanya padaku. Pertanyaan itu
membuyarkan pikiran sesaatku yang sedang mengembara. Ada ragu terselip untuk membalas
pertanyaan itu dengan jawabanku. Dalam sepi aku sempat berbisik pada kak Ergan, nanti kalau Kak
Inka nanya soal itu tolong jawab saja, aku tidak bisa ikut mengantar kepergiannya. Iseng memang.
Padahal maksud hatiku terpatri sangat jelas. Aku tidak akan mungkin melewatkan hal itu. Terang
saja... dia kakakku. Maksudku, Ya... jujur, kuakui memang, baru beberapa bulan aku mengenalnya.
Namun seperti ada jalinan aliran listrik tiap kali aku bersamanya, atau reaksi fotoemisi ketika aku
memandang wajahnya. Yaah... ini chemistry kami. Kak Ika sudah menjadi kakak yang sangat
memahami maksud dan kehadiranku.

Oh, iya...besok kamu ikut kan ke Bandara? pertanyaan itu terlontar lagi. Dan aku sembari
serius memandangi mereka hanya menggeleng. Mencoba memastikan rencana isengku berjalan
lancar.

Mm... sepertinya tidak, Kak Nath... mungkin besok saya tidak ikut mengantar Kak Inka ke
Airport. Maaf yaa... kataku setengah memelas. Kak Ergan yang mendengarku mengatakan hal itu
segera berbisik dengan suara cukup keras di telinga Kak Nathan.

Sst... Besok kamu jemput dia di tempatnya. Dia ikut ke Bandara soalnya. Tapi jangan bilang-
bilang sama Inka ya...Katanya sembari tersenyum. Ya ampuun.. siapa yang tidak geram coba? Ya
sudahlah... Kak Inka juga sudah mendengarkan... kesal.

Yo, nggak pa-pa... Bohong aja terus... katanya sembari dihiasi seulas senyum.

Kebersamaan itu mungkin akan berlangsung malam ini hingga pagi menjelang jika saja kami terus
enggan beranjak dari tempat itu. Namun rencana ini mengalahkan semuanya. Jelas kami harus
pulang dan mempersiapkan semuanya. Thats all... semua bubar dengan hati gusar... dan jelas
dengan tanya dalam hati, akankah besok benar-benar terjadi?

***

07.56

Siap dengan diriku sendiri, aku masih menunggu di kamar kostku dengan sesekali menengok keluar.
Astaga... ini hampir jam delapan. Pikirku. Semoga saja belum terlambat. Harap- harap cemas mengisi
pikiranku. Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk.
Kak Nathan: Aku udah di depan kost.

Aku segera melangkahkan kaki keluar dan mendapati Kak Nathan di atas sepeda motor yang bru saja
tiba. Fiuhh... kirain mo telat. Pikirku.

Kita langsung ke Bandar Udara ya? tanyanya.

Mmm, bentar Kak... aku sms kak Inka dulu... kataku. Dengan cepat jariku mengetikkan pesan
singkat di ponsel sembari beranjak pergi bersama Kak Nathan dari kostku. Beberapa saat berlalu,
ponselku bergetar. Tidak jauh dari jaraknya dari Airport.

Kak Inka: Kalian ke kost-ku aja. Yang lain juga masih pada ngumpul di sini.

Kak, seperti kita ke kost Kak Inka dulu, deh.

Mm, gitu ya katanya? Ya sudah kalau begitu... katanya singkat kemudian melaju cepat menuju
tempat tinggal Kak Inka. Seperti yang dikatakan Kak Inka tadi, semua kakak kakakku ini sedang
duduk dan menunggu di kost Kak Inka... Fiuh... Parahnya lagi, ternyata mereka masih santai santai
saja dengan opor ayam menghiasi mulut mereka. Tidak tahukah mereka aku tadi terburu-buru
hingga hampir saja melupakan bahwa roll rambut masih terpasang di rambutku. Ketus, gumamku
dalam hati.

Astaga... kalian tega banget... Kita udah buru-buru lho dari kost... kataku memelas.

Hahaha... iya, iya... maaf...tidak apa-apa kok... Sini sekalian nih makan bareng yang lain. Kak Inka
dengan senyum yang menenagkan memanggilku dan Kak Nathan. Dengan cepat kak Nathan
menyerbu ke arah opor ayam yang menyebarkan wanginya yang menggoda.

08.05...

Sepertinya kita masih punya banyak waktu hingga check in nanti... Kata Kak Inka sembari
menyiapkan piring untuk Kak Nathan dan aku.

Sil, makan yuk...tawarnya lagi. Aku menggeleng.

Nggak, akh... takut. Perutku biasa sensitif kalau makan pagi.

Ealahh... Hehe.. makanya dibiasain... perut kampung tuh jarang sarapan.... Hahaha Kak Ergan yang
baru saja menghabiskan semangkuk besar opor meledekku dengan tawaan keras.

Ya.. yah.. yaah... ngejek lagi. Bodo ah... kataku tak peduli sembari duduk mengamati jam tanganku.

Waktu terus berjalan. Dalam hatiku, ada cemas bersembunyi. Entahlah... aku merasa akan hampa
mungkin tanpa Kak Inka lagi di tiap pertemuan pertemuan kami nanti. Hhh... biarlah waktu yang
menjawabnya.

***

Selang beberapa menit, 08.43 Tik..tok.. tik.. tok...


Mendekati saat saat itu jam dinding terasa sangat jelas mengumandangkan gerakan jarum
jarumnya. Semua bersiap siap untuk berangkat. Paling tidak, kita punya waktu 15 menit sebelum
batas minimum check in. Dalam 15 menit itu aku akan puas memandangi Kak Inka yang sebentar lagi
tidak berada di depan pandanganku. Pikirku. Kak Nathan dan Kak Daniel yang sedari tadi menikmati
opor ayam dengan lahapnya akhirnya bangun berdiri dan segera ke depan. Yeah, just call for the
taxi. Kita butuh tumpangan tentunya. Eh, maksudku bukan kita... koper-kopernya. Hehe... Dari arah
gerbang kulihat Kak Logan, David dan Aiden dengan motor yang jadi tunggangan mereka masing-
masing. Sepertinya akan banyak hati terluka menyambut kepergian Kak Inka.

Beberapa menit kemudian, sebuah taxi berwarna hijau sudah terparkir di halaman kost tempat
tinggal sembari menunggu Kak Inka yang masih berada di dalam. Yah, dia harus berpamitan juga
dengan orang orang yang mengurusi kost itu. Dan sudah kukatakan tadi, akan semakin banyak
orang yang akan merindukan kehadirannya. Setelah semuanya, kami beranjak pergi. Aku berada di
dalam taxi bersama dengan Kak Inka dan Kak Ergan. Ada tawa dan percakapan yang berusaha aku
keluarkan untuk menutupi kesedihanku. Untuk sejenak, itu berhasil tentunya. Tapi aku tidak yakin
dengan nanti.

Beberapa menit dalam perjalanan ini, taxi yang kami tumpangi mengantar kami tepat di depan lobi
Bandara Adisucipto Yogyakarta. Yah, ini kotaku, kota kami. Welcome to the airport... Deg.. deg..
deg... ada enggan membiarkan gerakan tanganku untuk membuka pintu taxi. Namun,

Ayo, kita harus cepat.... Kata Kak Ergan yang sudah berada di dekat bagasi sembari menurunkan
koper untuk dibawa masuk. Aku turun bersamaan dengan Kak Inka. Dan kurasa, beberapa orang
Kakak dan teman-temanku belum juga tiba di tempat ini. Kulirik jam tanganku, hampir jam 9.

Inka, sepertinya kamu harus masuk dan melakukan check in sekarang. Kita tidak punya banyak
waktu. Kata kak Ergan. Ada binar di mata Kak Inka waktu itu. Dan aku tahu, mungkin setengah
hatinya masih tidak merelakan perpisahan ini.

Yah... Kak Inka masuk saja dulu.... Nanti kalau masih ada waktu, mungkin Kak Inka bisa keluar
sebentar dan menengok kami. Kataku melanjutkan, mencoba mencairkan suasana dengan seulas
senyum. Kak Inka mengangguk.

Segera ditariknya troli koper menuju pintu masuk Check in. Kami hanya memandangnya berlalu.
Diam. Beberapa saat itu terasa menyakitkan. Apalagi jika Kak Inka tidak keluar lagi dari ruangan itu.

Tik...tok...tik...tok... 5 menit berlalu. Tiba- tiba sorot mataku menangkap ke arah pintu. Itu Kak Inka.
Ada bahagia tersirat. Cepet baget Check in nya....pikirku. Masih dibawah perasaan tidak sadar aku
menghampiri kak Inka. Kulihat matanya dengan binar di pelupuk. Namun, ada perasaan ganjil
menghampiri. With a suitcase, no airport-tax paper, no boarding pass. Artinya?

Kak Inka sudah check in? tanyaku mencoba mencari jawaban meyakinkan. Kak Inka menggeleng.
What the hell on it. I cant get it.

Maksudnya? tanyaku lagi.

Jadwal check in sudah lewat. Dan kita sudah sangat terlambat.


Whats? Apa ini? Lalu? Bagaimana mungkin? Bukannya jadwal take off nanti jam 09.45? Ini kan
baru mau jam 9... Tidak mungkin seperti ini! Kak Ergan yang sedari tadi bingung dengan pernyataan
Kak Inka akhirnya menunjukkan taringnya. Kulihat ada garang dan kesal terpancar dari wajahnya.
Kak Inka berusaha menahan gejolak kesalnya pula. Just take a deep breath. Relax, please... aku
berharap semua akan baik- baik saja.Tenang dulu tentunya. Everything will going right.

Tiba-tiba Kak Nathan, Kak Daniel, Kak Logan, David, dan Aiden tiba. Kutahu ada rona keheranan di
wajah mereka. Waktu menunjukkan pukul 09.06

Lho, kenapa belum masuk? Inka sudah selesai check in? tanya kak Nathan heran. Kak Inka tidak
sanggup mengeluarkan kata- kata lagi.

Kita terlambat. Jadwal check innya sudah lewat. Kata Kak Ergan

Bagaimana mungkin? tanya kak Nathan sembari melirik jam tangannya.

Ini belum terlambat. Bahkan masih tersisa 30 menit sebelum ke waiting room. Mana tiketnya? Saya
harus masuk dan memastikan. Katanya melanjutkan dengan wajah garang sembari melepas
jaketnya dan menarik tiket dari tangan Kak Inka. Semua berharap dengan cemas di luar. Hh..
management apa ini? Belum pernah rasanya peristiwa ini terjadi. Dan sepertinya ini keterlaluan.
Semua wajah di situ tampak kesal.

Menunggu, menunggu dan menunggu... Tak lama kemudian dengan wajah tertunduk dan lemas Kak
Nathan keluar menghampiri kami. Tiket itu masih dalam genggaman tangannya. Keheranan kami
dibuatnya. Mana semangat yang menggebu-gebu tadi? Dan aku tahu jawabannya mungkin pada titik
balik yang terjadi di depan petugas di dalam sana.

Ada apa? Bagaimana hasilnya? kak Ergan bertanya penasaran.

Yah.. ini memang sudah di luar batas check in. Dan memang managementnya sudah seperti itu.
Kata kak Nathan sembari menunjukkan tiket itu. Ada tanda tanya besar melekat kuat di atas
kepalaku. Kulirik pada catatan kecil di bawah tiket yang ditandai dengan sebuah lingkaran besar.
Mungkin oleh petugas.

Apa Kak Nathan tidak punya cukup bukti untuk verifikasi? tanyaku sebelum benar-benar melihat
tulisan pada tiket itu. Kak Nathan enggan menjawab. Hanya lesu menggeleng.

Please check in 1 prior to flight departure or at least 45 minutes before your flight departs.

Jeeeng... jengg... tulisan berlingkar merah itu membuat kami kaget, mungkin tak sanggup berkedip.
Hanya diam yang menemani. Juga ekspresi tertunduk yang menghiasi. Lemas. Ternyata pada bagian
Itinerary Details telah dicantumkan, depart time pukul 08.45 dan bukan 09.45. Its such a
unbelievable experience ever... Bukan hanya karena dunia punya sesuatu yang tidak mudah ditebak,
tapi juga karena kita tidak pernah menyadari hal hal yang terlalu mudah ditebak. Yaah, yaah...
selalu, kesalahan yang bergerak di dunia adalah Human error dan terlebih untuk hal ini, karena opor
ayam.... Ckckck...Bingung kan mau ketawa atau harus bersedih? Kontras memang...

Just waiting for the next story of the them ....

Вам также может понравиться