Вы находитесь на странице: 1из 15

ENSEFALITIS

Normawati Rahman, Musyawarah

A. PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti bakteri,virus,parasit,fungus dan riketsia. Secara
umum gejala ensefalitis berupa demam,kejang dan kesadaran menurun.Penyakit
ini dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anak-anak sampai orang
dewasa.(1)
Ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus,
bakteri, jamur dan protozoa). Sebagian besar kasus tidak dapat ditentukan
penyebabnya. Angka kematian masih tinggi, berkisar 35%-50%, dengan gejala
sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20%-40%). Penyebab tersering dan
terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis
dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan tetapi hanya ensefalitis
herpes simpleks dan varisela yang dapat diobati.(2)
B. DEFINISI
Ensefalitis merupakan proses radang parenkim otak yang biasanya
merupakan proses akut, tetapi bisa juga merupakan ensefalomielitis pasca
infeksi, suatu penyakit degenaratif kronik, atau infeksi virus lambat.(3) Ensefalitis
juga dapat disertai dengan defisit neurologis yang nyata. Ensefalits paling sering
disebabkan infeksi virus.(4)
C. EPIDEMIOLOGI
Ensefalitis virus lebih sering terjadi pada anak ( 16 dari 100.000 per orang
per tahun di bandingkan 3.5-7.4 dari 100.000 per orang per tahun pada dewasa.
Penyebab tersering ensefalitis virus anak adalah enterovirus (hingga 80%) diikuti
virus herpes simpleks (10-20%).(4) Sebagian besar kasus tidak dapat ditentukan
penyebabnya. Angka kematian masih tinggi, berkisar 35%-50%, dengan gejala

1
sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20%-40%). Penyebab tersering dan
terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis
dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan tetapi hanya ensefalitis
herpes simpleks dan varisela yang dapat diobati.(4)
Infeksi susunan saraf pusat, merupakan penyebab tersering dari ensefalitis
akut. Virus herpes simpleks (HSV), virus varicella zoster (VZV), virus Epstein-
Barr (EBV), gondok, campak, dan enterovirus bertanggung jawab atas sebagian
besar kasus ensefalitis virus akut pada individu yang mengalami
imunokompeten di Inggris.(5) Sedangkan di Indonesia sendiri, penyebab sering
ensefalitis adalah virus japanese. Endemisitas JE ditemukan di hampir seluruh
provinsi di Indonesia, dimana umumnya masyarakat hidup berdekatan dengan
hewan ternak mereka. Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemkes RI) tahun 1993-2000 menunjukkan spesimen positif JE ditemukan di
14 Provinsi (Bali, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan dan Papua).Survei di Rumah Sakit (RS) Sanglah Bali pada
tahun 1990 hingga tahun 1992 pada 47 kasus ensefalitis ditemukan 19 kasus
(40,4%) serologi positif terhadap penyakit JE. Survei di RS yang sama pada
tahun 2001 hingga tahun 2002 pada 262 kasus ensefalitis, ditemukan 112 kasus
(42,8%) positif dengan angka kematian (mortality rate) sebanyak 16% dan angka
kecacatan (sequelae rate) sebanyak 53,1%. Virus japanese termasuk dalam famili
flavivirus. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1871 di Jepang dan
diketahui menginfeksi sekitar 6.000 orang pada tahun 1924. Negara yang
termasuk daerah endemis penyakit JE ialah Malaysia, Burma, Filipina, Indonesia,
China, Taiwan, Rusia (Siberia maritim), Bangladesh, Laos, Kamboja, Thailand,
Vietnam, India, Nepal (terutama daerah Terai), Srilanka, Korea, Jepang,
Australia (pulau-pulau di Semenanjung Torres), Brunei, Pakistan, Papua Nugini
dan Kepulauan Pasifik.(6)

2
D. ETIOLOGI
Etiologi ensefalitis virus yang tersering adalah enterovirus : poliovirus,
coxsackievirus, echovirus, dan Herpes simplex virus ( tipe 1 dan 2). Sedangkan
penyebab lain, namun lebih jarang antara lain Rabies, Arbovirus : Western
Equine Encephalitis Virus, Eastern Equine Encephalitis Virus, Japanese
Encephalitis Virus,St. Louis Encephalitis Virus, California- La Crosse Virus,
Mumps, Measles, Varicella, Nipah Virus.(4)
Berdasarkan kelompok usia penyebab ensefalits pada neonatus antara lain ;
Streptococcus grup B, E. coli, Klebsiella pneumoniae, Listeria monocytogenes,
Enterococcus sp, Salmonella sp. Pada usia 4-12 minggu organisme patogen
penyebab ensefalitis antara lain ; Streptococcus grup B, E. Coli, Listeria
monocytogenes, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae, Neisseria
meningitidis. Usia 12 minggu dan lebih tua, organisme patogen penyebab
ensefalitis antara lain Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae,
Neisseria meningitidis.(7)
E. FAKTOR RISIKO
Menurunnya sistem imun merupakan faktor risiko utama, seperti pasien
HIV/ AIDS, pengguna steroid jangka panjang, atau kemoterapi.(4)Ensefalitis pada
infeksi HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) merupakan peradangan pada
parenkim otak akibat komplikasi dari infeksi HIV, baik komplikasi primer oleh
karena infeksi HIV itu sendiri ataupun komplikasi sekunder oleh karena keadaan
immunodefisiensi.(8)
F. PATOMEKANISME
Metode penularan setiap virus berbeda-beda. Enterovirus menyebar melalui
kontak dengan mukus, saliva atau feses yang mengandung virus. Periode
inkubasi 4-6 hari. HSV tipe 1 menular lewat kontak langsung, sementara HSV
tipe 2 menular lewat kontak seksual. Pada neonatus biasanya tertular dari jalan
lahir ibu. Infeksi virus ke SSP biasanya berasal dari fokus infeksi di tempat lain,

3
seperti di saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau kulit. Virus lalu mencapai
SSP melalui salah satu atau secara simultan, lewat jalur penyebaran berikut :(4,6)
1. Infeksi Lokal
Infeksi langsung selaput atau permukaan SSP (Ensefalitis primer).
2. Penyebaran Hematogen
Metode penyebaran tersering virus ke SSP. Terbagi menjadi dua :
a) Hematogen Primer
Infeksi berasal dari fokus infeksi di tempat yang jauh, masuk ke
dalam darah dan mencapai SSP, kemudian bereplikasi di SSP. Misalnya
golongan enterevirus ( coxsackievirus dan echovirus).
b) Hematogen Sekunder
Infeksi berasal dari fokus infeksi di tempat yang jauh dan bereplikasi
terlebih dahulu di tempat tersebut, baru kemudian masuk ke dalam darah,
dan mencapai SSP. Misalnya poliovirus yang bereplikasi di usus, virus
herpes simpleks bereplikasi di traktus respiratorius, dan arbovirus di epitel
vaskular.
3. Penyebaran melalui saraf
Beberapa jenis virus dapat menyebar ke SSP melalui saraf perifer dan saraf
kranial. Misalnya rabies, herpes simpleks, dan polio.
Kerusakan parenkim otak terjadi akibat berbagai proses, yaitu :(4)
a. Invasi dan destruksi langsung virus ke neuron (ensefalitis primer/akut)
b. Respon imun tubuh melalui pelepasan berbagai sitokin dan perekrutan sel-
sel inflamasi menyebabkan demielinisasi juga kerusakan vaskular dan
perivaskular yang dapat terus berlanjut setelah virus hilang.
c. Destruksi oleh virus neutropik yang dapat bersifat laten (pada ensefalitis
sekunder/ensefalitis pasca infeksi).

4
Masing-masing virus memiliki tempat predileksi tertentu yang berhubungan
dengan gejala klinis yang khas. HSV paling sering menyerang lobus temporal, polio
mengenai area motorik di girus presentral, talamus, globus pallidus, serebelum,
nukleus saraf kranial dan formasio retikularis, sementara rabies menyerang seluruh
bagian otak tanpa ada predileksi spesifik, misalnya arbovirus.(4)
Tanpa memandang rute awal masuknya, virus neutropik mengalami stadium
replikasi ditempat inokulasi dan replikasi regional pada kelenjar getah bening yang
berdekatan. Begitu masusk ke SSP, virus neutropik dapat menyebar ke seluruh SSP
melalui transmisi sel-sel secara bebas di seluruh SSP, seperti virus rabies.
Kemungkinan bahwa beberapa virus menyebar dari satu regio SSP ke regio lain oleh
transpor aksonal. Kemampuan virus menginfeksi populasi sel tertentu dalam SSP
bergantung pada adanya reseptor spesifik virus pada permukaan sel dan memulai
sikuls replikasinya. Ketika virus mengambil alih mesin molekuler dalam sel, fungsi
sel diubah dan akhirnya sel dapat mati. Respon imun pejamu terhadap infeksi juga
dapat menganggu disfungsi neurologi dan menyebabkan cedera jaringan. Interaksi
awal virus dengan fagosit pejamu dan komponen lain sistem imun dapat
merangsang dan meningkatkan peradangan. Sitokin yang diepaskan dari sel
meradang dapat berinteraksi dengan pembuluh darah serebral dan sel parenkim SSP
untuk menimbulkan peradangan, menyebabkan edema, mengubah alirah darah
serebral, dan menyebabkan cedera neuronal tambahan.(9)
Salah satu penyebab ensefalitis adalah Virus japanese. Mekanisme virus japa
nese menyebabkan ensefalits, awalnya memperbanyak diri di daerah gigitan dan
nodus limfe regional. Dua karakteristik seluler yang penting dalam patogenesis yaitu
protein M yang mengandung domain hidrofobik yang membantu untuk penempelan
virus ke dalam sel inang dan protein E yang memiliki fitur imunogenik utama dan
diekspresikan ke dalam membran sel yang terinfeksi. Protein E memediasi fusi
membran antara envelope virus dengan membran sel sehingga virus dapat masuk ke
dalam sel inang. (6)

5
Siklus replikasi virus JE dimulai dari interaksi virus JE dengan reseptor sel
inang, kemudian endositosis yang diperantarai oleh reseptor, fusi dari membran virus
dan sel inang, pelepasan genom virus sitoplasmik dan dilanjutkan oleh proses
transkripsi dan pre-translasi. Maturasi partikel virus terjadi di dalam kompleks Golgi,
diikuti oleh pelepasan virus JE Pada tingkat sel, setelah virus JE menempel dengan
sel inang, terjadi kerusakan membran lokal sehingga menyebabkan masuknya virus
JE ke dalam sel. (6)
Kemudian terjadi viremia pertama yang umumnya berlangsung sebentar dan
sangat ringan. Bila viremia pertama tetap berlangsung maka akan terjadi penyebaran
melalui aliran darah dan menimbulkan perubahan inflamatorik pada jantung, paru,
hati, sistem retikuloendotelial dan SSP yang dapat menimbulkan penyakit subklinis.
Di dalam organ-organ tersebut virus JE akan berkembang biak kemudian akan
dilepaskan, masuk kedalam peredaran darah, dan menimbulkan gejala penyakit
sistemik. Bentuk subklinis atau ringan dari penyakit JE menghilang dalam beberapa
hari, jika tidak melibatkan SSP. Semakin tinggi level sitokin tertentu seperti
interferon (IFN) alfa, interleukin (IL) 6 dan IL 8, maka semakin tinggi tingkat
mortalitasnya. (6)
Virus JE dapat meningkatkan terjadinya patologi sistem saraf pusat karena
efek neurotoksik langsung ke sel-sel otak dan kemampuannya untuk mencegah
perkembangan sel-sel baru dari sel neuron (neural stem/progenitor cells) sehingga
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Bagaimana cara virus dapat menembus
sawar darah otak tidak diketahui dengan pasti, namun diduga setelah terjadinya
viremia, maka virus akan menembus sawar darah otak dan berkembang biak pada sel
endotel dengan cara endositosis Setelah mencapai jaringan SSP, virus berkembang
biak di dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan
Golgi dan setelah itu menghancurkannya. (6)
Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, glia dan endotel
meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel mudah masuk ke dalam sel dan
timbullah edema sitotoksik. Adanya edema dan kerusakan SSP ini memberikan

6
manifestasi klinis berupa ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada talamus,
ganglia basal, batang otak, serebelum, hipokampus dan korteks serebral.(6)
G. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi virus pada SSP menghasilkan gejala akut.
Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia. Penurunan
kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala,
ensefalopati, kejang, dan kesadaran menurun. Kejang bersifat umum atau fokal,
dapat berupa status konvulsivus. Dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian
dalam perjalanan penyakitnya.(2) Nyeri kepala dan demam pada ensefalitis
dihubungkan dengan kebingungan, delirium, iritabilitas, halusinasi, kehilangan
ingatan, agresivitas, koma, kejang (kadang fokal), ataksia, dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.(3)
Gejala klinis ensefalitis, bergantung pada penyebab ensefalitis:(1)
1. Ensefalitis Bakteri
a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus
aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa. Manifestasi klinis Secara
umum gejala berupa trias ensefalitis ; Demam, kejang dan kesadaran
menurun. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala
infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri
kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang,
kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
Tanda-tanda defisit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.
b. Ensefalitis Siphylis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
1) Gejala-gejala neurologis
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia,
apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai

7
pupil Agryll Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada
stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif.
2) Gejala-gejala mental
Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur
perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja,
daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian
terganggu.
2. Ensefalitis Virus
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis
dan paralysis bulbaris.
3. Ensefalitis karena Parasit
Gejala klinis yang muncul antara lain demam tinggi dapat juga bersifat
akut nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk, kesadaran menurun hingga
koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
4. Ensefalitis karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya
infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
5. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli
yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar
pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang
terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam,
mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-
gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

8
H. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis pada pasien dengan ensefalitis, dapat dilakukan
dengan anamnesis yang mencakup riwayat pasien : keadaan musim dan geografi,
riwayat perjalanan ke daerah endemis, riwayat kontak dengan hewan, atau
gigitan serangga, status imunisasi, dan pekerjaan. Tanda klinis berupa :
Kelainan kulit dan mukosa, serta gangguan pada kelenjar getah bening.
Pemeriksaan penunjang yang di gunakan dalam penegakkan diganosis ensefalitis
dapat berupa : Pemeriksaan darah, Electroensefalograpy, CT scan, MRI,
SPECT,CSF dan biposi otak.(5)
1. Anamnesis
Anamnesis pada ensefalitis dapat berupa :(7)
a. Menanyakan tentang keluhan berupa : demam, muntah, nafsu makan
buruk.
b. Menanyakan tentang tanda dan gejala neurologis berupa :nyeri kepala,
adanya kejang, Iritabilitas, ataksia, dan tanda neurologis fokal.
c. Perubahan prilaku berupa : agresivitas, atau apati.
d. Gangguan kesadaran: Disorientasi, kebingungan, somnolen dan koma.
e. Riwayat : berpergian, berkemah, pajanan nyamuk, kontak dengan binatang
(kuda,kucing,mencit,marmut),ruam,varisela.
Riwayat harus dicari tahu dari orang terdekat. Riwayat bepergian ke
daerah endemis , riwayat gigitan serangga atau binatang, dan kemungkinan
kontak dengan individu yang menderita penyakit menular. Kondisi medis
yang mendasari juga relevan karena individu yang mengalami imunosupresi
lebih rentan terhadap infeksi ensefalitis tertentu, misalnya, listeriosis,
kriptokokus, dan sitomegalovirus. Ensefalitis cytomegalovirus biasanya
terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV, terutama pada neonatus. Onset dan
perkembangan dari penyakit virus dapat memberikan petunjuk berharga untuk
etiologi, misalnya,infeksi enterovirus. Komplikasi neurologis pada kasus
demam berdarah sering disebabkan oleh meningitis aseptik dan perdarahan

9
intraserebral . Rabies adalah contoh dari ensefalitis zoonosis yang menyajikan
gejala klinis yang sangat khas berupa takut pada air, serta kejadian yang
jarang adalah asending paralisis yang merupakan gejala neurologis awal
Guillain-Barre.(5)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda klinis
Pada pemeriksaan secara umum, dapat dilihat berupa adanya ruam
kulit dapat merupakan tanda yang umum varicella zoster. Adanya
pembengkakan pada kelenjar parotis merupakan tanda khas pada Parotitis
eritema nodosum dapat berhubungan dengan infeksi granulomatosa (TBC
dan histoplasmosis). Lesi selaput lendir berhubungan dengan infeksi virus
herpes. Adanya infeksi pada saluran pernapasan adalah karakteristik dari
virus influenza dan mycoplasma.(5)
b. Pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda neurologis pada ensefalitis akut tidak bisa dijadikan
sebagai dasar untuk menyatakan etiologi dari ensefaltis. Meskipun ada
kecenderungan virus tertentu untuk mempengaruhi daerah fokus yang
spesifik dari sistem saraf pusat. Kelainan fokal yang paling sering
dilaporkan adalah hemiparesis, aphasia, ataksia, tanda-tanda piramidal (
Refleks yang meningkat ),defisit saraf kranial (oculomotor dan wajah),
gerakan tak terkendali (mioklonus dan tremor), dan kejang parsial. Evolusi
tanda-tanda klinis akan tergantung pada virus, usia, dan status kekebalan
umum patient. Terjadi perbedaan manifestasi klinisa Pada pasien muda
dan sangat tua. Tanda-tanda gejala frontotemporal dengan aphasia,
perubahan kepribadian, dan kejang fokal adalah karakteristik dari herpes
simpleks ensefalitis . Adanya tanda-tanda Lower motor neuron motorik dan
deman pada pasien mungkin menunjukkan poliomyelitis. Gejala disfungsi
otonom atau hipotalamus juga dapat dilihat di ensefalitis akut.(5)

10
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus ensefalitis
pada anak antara lain :
a. Analisis cairan cerebrospinal dengan lumbal pungsi(4)
Kondisi Meningitis Meningitis Meningoensefalitis Normal
bakterial tuberkulosa virus
Warna Purulen, Xantokrom, Jernih (kecuali jumlah Jernih
keruh terdapat endapan sel >300ul)
benang-benang
fibrin
Tekanan 200-750+ 150-750+ Normal atau sedikit <160
(mmH2O) meningkat
Jumlah sel/ L Ribuan 250-500, terutama 50-300, terutama 0-5 limfosit;
(>1000 limfosit limfosit 1-3 PMN
sel/ul), pada bulan
terutama peratama,
PMN sampai 30
limfosit pada
neobatus,20-
50 eritrosit
Protein (mg/dL) Ratusan 45-1000, jumlah 20-125 (normal atau 15-35
hingga sel meningkat sedikit meningkat) (lumbal), 5-
ribuan seiring waktu. 15
(ventrikel)
Glukosa(mg/dL) Sangat Sangat menurun, Normal atau sedikit 50-80 (2/3
menurun Rasion CSS darah bekurang dari glukosa
CSS/darah 0.4 darah)
0.6 pada
neonatus;
0.4 pada
anak besar

11
b. EEG
EEG sangat dianjurkan dalam setiap kasus yang dicurigai ensefalitis
akut karena dapat membantu untuk membedakan ensefalitis fokal dan
encephalopathy umum. EEG menunjukkan bentuk gelombang yang lambat
pada kedua hempisper cerberi pada kasus encefalopathy hepatikum. Pada
kasus ensefalitis herpes simpleks, terdapat abnormalitas gelombang yang
bervariasi pada EEG, meskipun sebelumnya perubahan yang terjadi non
spesifk (perlambatan), dengan banyak perubahan karakteristik (2-3 Hz
lateralisasi periodik , dengan pelepasan epileptiform yang berasal dari
lobus temporal), Hal ini terjadi hanya pada sebagian kasus yang berlanjut
pada kasus herpes simpelks ensefalitis.(5)
c. Neuroimaging
Pencitraan otak digunakan pada pasien yang dicurigai ensefalitis
akut. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pencitraan yang menjadi
pilihan pada ensefalitis akut. Perubahan karakteristik neuroimaging
memberikan petunjuk infektif yang spesifik mengenai etiologi-misalnya,
perubahan frontotemporal pada herpes simpleks virus dan perdarahan
thalamic pada encephalitis japanese. Perdarahan kecil dan lesi
patognomonik di sistem pada ensefalitis herpes simpleks di visualisasikan
lebih baik menggunakan MRI daripada CT-Scan.MRI dari Eastern equine
encephalitis (ensefaltis kuda timur) menunjukkan lesi yang luas pada
batang otak dan ganglia basal.(5)

12
I. PENATALAKSANAAN
Tata laksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tata laksana
hiperpireksia, keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan
intrakranial, serta tata laksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat
intensif. Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat
anti epilepsi, kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang
dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat diatasi dengan pemberian diuretik osmotik manitol 0,5
1 gram/kg/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali. Pada anak dengan neuritis optika,
mielitis, vaskulitis inflamasi, dan acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)
dapat diberikan kortikosteroid selama 2 minggu. Diberikan dosis tinggi metil-
prednisolon 15 mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam selama 3 5 hari dan dilanjutkan
prednison oral 1 2 mg/kg/hari selama 7 10 hari.(2)
Peggunaan antibiotik, dan antiviral tergantung penyebab dari ensefalitis.
Ensefalitis akibat virus herpes simpleks, dapat diberikan terapi Asiklovir 10
mg/kgBB setiap 8 jam selama 10-14 hari, diberikan dalam infus 100 ml - NaCl
0,9% minimum dalam 1 jam. Dosis untuk neonatus 20 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 14-21 hari. Pada kasus alergi terhadap asiklovir atau VHS resisten, dapat
diberikan vidarabin 15 mg/kgBB/hari selama 14 hari.(2)

13
Terapi ensefalits yang di sebabkan oleh bakteri.(7)
Kelompok usia Bakteri patogen umum Regimen antibiotik oral
Neonatus Streptococcus grup B 1) < 0-7 hari, > 2 kg
E coli Ampicillin150mg/kg/hari IV/8 jam
Klebsiella pneumoniae + Cefotaxime 100-150 mg/kg/hari
Listeria monocytogenes IV/8-12 jam.
Enterococcus sp 2) > 7 hari, > 2 kg
Salmonella sp Ampicillin 200 mg/kg/hari IV/6
jam + cefotaxim 150-200
mg/kg/hari IV/ 6-8 jam

4-12 minggu Streptococcus grup B Ampicillin 200-400 mg/kg/hari IV/6


E coli jam (maksimum 12 g/hari) +
Listeria monocytogenes cefotaxim 200 mg/kg/hari/6
Haemophilus influenza jam(maks 8 g/hari) +/- Vancomycin.
Streptococcus pneumoniae
Neisseria menigitidis

12 minggu dan lebih Haemophilus influenza Vancomycin 60 mg/kg/hari IV/6 jam


tua Streptococcus pneumoniae + ceftriaxone 100 mg/kg/dosis: pada
Neisseria menigitidis 0, 12, dan 24 jam diikuti dengan 100
mg/kg/dosis IV/24 jam (maks 2
g/dosis, 4 g/hari).

14
J. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Kebanyakan anak dengan ensefalitis sembuh tanpa sequele berat. Penyakit
yang disebabkan oleh HSV, rabies, M. pneumoniae menyebabkan prognosis
yang lebih buruk.(3)
Konsekuensi ensefalitis virus baik tipe primer maupun tipe sekunder sering
serius, dan dapat menyebabkan kematian dan cacat neurologis permanen. Pada
sebagian orang, sistem saraf yang sedang berkembang memiliki kapasitas yang
luar biasa untuk pulih dari cedera imunoinfeksiosa. Namun, waktu yang
diperlukan untuk pemulihan dapat sangat lama. Apabila seorang anak dapat
selamat dari fase terparah penyakit akut (7-14 hari), pemulihan mungkin
memerlukan beberapa bulan atau bahkan tahun. Sekuele neurologik mayor pada
anak yang pernah terjangkit virus menimbulkan masalah serius pada 10-30%
kasus anak yang selamat. Cedera pada bagian otak yang penting dalam fungsi
kompleks seperti perhatian, inisiatif, daya ingat, atau aspek lain fungsi kognitif
yang lebih tinggi mungkin tidak mudah diketahui sampai beberapa tahun
kemudian pada anak yang awalnya tampak pulih sempurna dari ensefalitis.(9)
Sedangkan pada japanese ensefalitis, prognosis tergantung dari beberapa
faktor antara lain :(10)
1. Usia. Pada anak kecil akan didapatkan gejala sisa yang lebih sering dan lebih
banyak ragamnya daripada anak yang lebih besar
2. Gejala klinis. Gejala sisa yang timbul sangat erat kaitannya dengan berat
ringannya gejala klinis pada stadium akut. Demam tinggi yang berlangsung
lama, kejang yang hebat dan sering, depresi pernapasan yang timbul dini akan
mengakibatkan prognosis yang buruk. Manifestasi gejala sisa dapat berupa
gangguan mental. emosi yang labil, koreoatetosis, parkinson, tremor,
gangguan bicara, paresis, posisi deserebrasi, skizofrenia, paralisis dan
retradarsi mental.
3. Hasil pemeriksaan cairan cerebrospinal. Kadar protein yang tinggi
prognosisnya kurang baik.

15

Вам также может понравиться