Вы находитесь на странице: 1из 1

Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah pada dinasti Bani Umayyah, hari Jumat

tanggal 10 Shafar tahun 99 Hijriyah, menggantikan khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Abdul
Malik, Sang Khalifah menangis terisak-isak. Ia memasukkan kepalanya ke dalam dua lututnya
dan menangis sesunggukan.

Di dalam tangisnya, Umar mengucapkan kalimat, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun, sambil
berujar, Demi Allah, sungguh aku tidak meminta urusan ini sedikitpun, baik dengan sembunyi-
sembunyi maupun dengan terang-terangan.

Melihat kondisi sang Khalifah seperti itu, beberapa penyair datang dengan maksud ingin
menghiburnya, tetapi Khalifah Umar menolak dengan baik. Sikap Khalifah Umar itu turut
mendapat perhatian anaknya yang resah melihat ayahnya menangis hampir sepanjang hari.
Walaupun dia berusaha mencari penyebabnya, namun anak Umar gagal mendapat jawabannya.
Hal yang sama dilakukan oleh istrinya Fatimah.

Fatimah berkata kepada suaminya, Wahai suamiku, mengapa engkau menangis seperti itu ?
Umar pun menjawab, Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi khalifah untuk memimpin
urusan umat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Sang Khalifah berkata kepada istri dan anaknya, Aku termenung dan terpaku memikirkan nasib
para fakir miskin yang sedang kelaparan dan tidak mendapat perhatian dari pemimpinnya. Aku
juga memikirkan orang-orang sakit yang tidak mendapati obat yang memadai. Hal yang sama
terpikir olehku tentang orang-orang yang tidak mampu membeli pakaian, orang-orang yang
selama ini dizalimi dan tidak ada yang membela, mereka yang mempunyai keluarga yang ramai
dan hanya memiliki sedikit harta, orang-orang tua yang tidak berdaya, orang-orang yang
menderita dipelosok negeri ini, dan lain sebagainya.

Sang Khalifah melanjutkan kesedihannya, Aku sadar dan memahami sepenuh hati, bahwa Allah
Subhanahu wa Taala pasti akan meminta pertanggungjawaban dariku, sebab hal ini adalah
amanah yang terpikul di pundakku. Namun aku bimbang dan ragu, apakah aku mampu dan
sanggup memberikan bukti kepada Allah Subhanahu wa Taala , bahwa aku telah melaksanakan
amanah itu dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan Tuhanku. Atas dasar itulah, wahai istri
dan anakku, sehingga aku menangis.

Khalifah Umar kemudian membaca Firman Allah Subhanahu wa Taala, dalam surat Yunus (10)
ayat 15,
Sesungguhnya aku benar-benar takut akan adzab hari yang besar (kiamat) jika mendurhakai
Tuhanku.

Persoalannya sekarang adalah seberapa banyakkah pemimpin kita pada masa ini yang
mempunyai semangat, roh dan motivasi seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz?
Sebab, fakta menunjukkan, justru banyak di antara pemimpin kita yang hanya bijak menjadikan
Khalifah Umar sebagai alat, simbol dan slogan politik, tetapi dari cara berfikir, kebijakan yang
ditekankan dan tindakan yang dilakukan, justru sangat jauh dengan apa yang dilakukan oleh sang
khalifah.

Вам также может понравиться