Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara
dengan penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap
sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya
gangguan tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu
maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak
efisian (Kusumanto Setjionegoro, 1981)
Menurut paham kesehatan jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi
mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah, disekolah /
kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami
gangguan jiwa akan mengalami ketidak mampuan berfungsi secara optimal dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan jiwa adalah adanya stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap
keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang
(anak, remaja, dewasa). Sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi
(penyesuaian diri) untuk menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua
orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya sehingga
timbullah keluhan-keluahan dibidang kejiwaan berupa gangguan jiwa dari ringan
hingga yang berat.
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah
gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata Skizo yang artinya
retak atau pecah ( split ), dan frenia yang artinya jiwa. Dengan demikian
seseorang yang menderita gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( splitting of personality ).
Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25 penduduk dan proyeksi 25 tahun
mendatang mencapai 3 / 1000 penduduk ( Hawari, 1993 ). Angka pevalensi adalah
jumlah kasus ( penderita ) secara keseluruhan dalam kurun waktu tertentu. Dan
didaerah tertentu, dibagi dengan jumlah penduduk yang diperiksa. Sedangkan angka
insidensi adalah jumlah kasus (penderita baru ) dalam kurun waktu tertentu dan
didaerah tertentu. Diindonesia angka yang tercatat di Depertemen Kesehatan
berdasarkan survai di Rumah Sakit (1983 ) adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %.
Penelitian mengenai mekanisme terjadinya skizofrenia. Maju dengan pesat,
2
demikian pula kemajuan dibidang obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka). Telah
menjadikan penderita skizofrenia dapat dipuihkan sehinggadapat berfungsi kembali
secara oktimal.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2. Penyebab
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri
0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang
tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar
satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
4
e. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior
atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut
Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi,
sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
g. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu
jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi
2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan
penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat
dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang
mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating
factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak
5
menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit
Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
3. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama
antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-
lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses
berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya
gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
6
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
Skizofrenia.
7
C. Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau
rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suaru.
Padahal tidak ada orang yang bicara.
Fase kedua
Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia
tetap dapat mengontrol.
Fase ketiga.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol
klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Fase empat
Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien,
klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan
8
4. Jenis halusinasi
a. halusinasi dengar
Dengan suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam
tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.
b. Halusinasi terlihat
Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi
klien yakin ada.
c. Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain
dan ada sumber.
d. Halusinasi kecap
Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
e. Halusinasi raba
Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
9
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan
tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien.
Data yang dikupulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilian terhadap stressoe, sumber keping dan
kemampuan kuping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian
lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual. Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Dimensi fisik / biologis
5. Dimensi psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Aspek medik
Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut
data obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga
melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.
Dari data yang dikumpulkan, perwatan langsung merumuskan masalah
keperawatan pada setiap kelompok data yang trkumpul. Umumnya sejumlah masalah
klien saling saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah
(Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami
dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah :
Penyebab (kausa), masalah utama (care problem) dan effect (akibat). Masalah utama
adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.
Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama.
Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang menyebabkan masalah
utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek /
akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat menudahkan perawat
dalam menyusun diagnosa keperawatan
10
ANALISA DATA
POHON MASALAH
Resiko tinggi
mencederai diri
& Orang lain
Perubahan
perilaku
Kerusakan Komunikasi Verbal kekerasan
Sidroma defisit
Isolasi sosial : menarik diri
perawatan diri
Stressor
11
D. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
1 Resiko mencederai diri Tujuan Umum :
sendiri dan atau orang Klien tidak mencederi diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan
lain / lingkun-gan Tujuan khusus :
berhubungan de-ngan 1. Klien dapat hubungan saling percaya :
perubahan per-sepsi a. Bina hubungan saling percaya
sensori / halu-sinasi - Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas pada setiap perte-muan
(topik, waktu dan tempat berbicara)
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
a. lakukan kontak sering dan singkat
rasional : untuk mengurangi kontak klien deng-an
halusinasinya
b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimu- lus,
memandang ke sekitarnya seolah olah ad teman bicara.
c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya;
- Bila klien menjawab ada, lanjutkan; apa yang
dikatakan ?
- Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien
- Katakan bahwa perawatan akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien tentang ;
- Situasi yang dapat menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel /
sedih)
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang di-rasakan bila
terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan
berkesempatan mengung-kapkan perasaan
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan
bla terjadi halusinasi (tidur/marah-/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila
bermanfaat beri pujian.
c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya
halusinasi :
- katakan saya tidak mau dengan kamu (pada
halusinasi)
- menemui orang lain (perawat / teman / anggota
keluarga untuk bercakap cakap . mengatakan
halusinaasinya.
- Membuat jadwal kegiatan jsehari hari agar
halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta orang lain (perawat / teman anggota
keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus /
mengontrol halusinasi secara bertahap
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah
dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil
f. Anjurkan klien untuk mengikuti tetapi aktivitas kelompok
12
(orientasi realisasi dan stimulasi persepsi)
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol
halusinasinya :
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila me-ngalami
halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkun-jung / pada
saat kunjungan rumah)
- Gejala halusinasinya yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk
memutus halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang ha-lusinasi di
rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sensiri, makan
bersama, berpergian bersama
- Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu
mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan
resiko mencederai orang lain
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :
a. Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
b. Anjurkan klien memint sendiri obat pada perawat
merasakan manfaatnya.
c. Anjurkanklien bicara dengan dokter / perawat tentang
efek dan efek samping obat yang di-rasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.
e. Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima)
benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)
13
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas :
a. Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang
lain, tempat, waktu)
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi
realitas
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan
klien
5. Klien dapat dukungan keluarga :
a. Gejala waham
b. Cara merawatnya
c. Lingkungan keluarga
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
- Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat,
dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian.
- Diskusikan perasaan klien setelah minum obat
- Berikan obat dengan prinsip 5 tepat.
14
aspek positif (keluarga, lingkungan) yang dimiliki klien.
Bila klien tidak mampu mengindetifikasi maka dimulai
oleh perawat memberi pujian terhadap aspek positif klien.
15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SKIZOFRENIA
HEBEFRENIK
III. FISIK
1. Tanda vital: TD: 110/70 mmHg N: 80 S: 36,5oC P: 20 x/menit
16
IV. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
41 th 29 th
8th 2th
Keterangan
= Perempuan
= Laki-laki
= Laki-laki Meninggal
= Perempuan Meninggal
= Orang yang tinggal serumah
= Klien
2. Konsep diri :
Citra tubuh : Klien mengatakan menerima tubuhnya dan merasa puas
dengan tubuhnya sendiri.
Identitas diri : Klien mengatakan, saya hanya sampai sekolah SD dan
sekarang berusaha, tambahan ilmu mengikuti kursus servis
Dinamo dan Ac.
Peran : Klien mengatakan , saya bekerja tapi selalu gagal dan tak ada
dukungan orang lain.
Ideal diri : Setelah keluar RS, klien ingin sekali dapat bekerja.
Harga diri : Klien merasa dirinya dijauhi oleh keluarganya tapi hanya
teman / orang tak pasien kenal dianggap yang
mendukungnya.
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.
3. Hubungan Sosial:
a. Orang yang berarti : Menurut klien, orang yang paling berarti dalam
hidupnya saat ini adalah tidak ada.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Klien tidak pernah
17
terlibat dalam kegiatan kelompok atau sosial. Di rumah sakit
dilibatkan dengan kegiatan ruangan atau terapi musik,kelompok dan
olahraga.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan
bias saja berhubungan dengan orang lain tapi selalu banyak omong.
Masalah Keperawatan: -
4. Spiritual:
a. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama Islam
b. Kegiatan ibadah : Klien melakukan sholat 5 waktu sebagaimana
diwajibkan oleh agamanya.
Masalah keperawatan : Ada permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan
spiritual, tidak dapat konsentrasi dengan baik.
V. STATUS MENTAL
1. Penampilan : rapi, klien hanya menggunakan celana peanjang yang bersih,
rambut tidak disisir, selalu mandi dan dan sikat gigi.
Masalah Keperawatan: -
4. Afek / emosi : Ekspresi wajah tampak datar walaupun saat terapi musik
dengan lagu yang gembira .
Masalah Keperawatan: Kemauan menurun
18
6. Persepsi : Ada halusinasi pendengaran, klien mengatakan idak ada.
Masalah Keperawatan: -
10. Memori : Klien lupa tanggal lahirnya dan tanggal masuk rumah sakit.
Masalah Keperawatan: Gangguan proses pikir
12. Kemampuan Penilaian : Klien masih dapat membedakan antara yang bersih
dan kotor.
Masalah Keperawatan: -
13. Daya Tilik Diri : Klien mengatakan dirinya sakit karena kecapean
Masalah Keperawatan: perubahan proses pikir
19
4. Pemeliharaan kesehatan, Perawatan lanjutan, Sistem pendukung, Aktivitas
di dalam rumah, Mempersiapkan makanan, Menjaga kerapihan rumah,
Mencuci pakaian, Pengaturan keuangan : memerlukan bantuan minimal
20
21
IX. ASPEK MEDIK
a) Diagnosa multi aksial :
Aksis I : Ggn Psikotik Poli morfik akuta gejala Skizofrenia
Aksis II : Ggn kepribadian slizoid
Aksis III : -
Aksis IV : -
Aksis V : GAF skala : MRS : 60 - 51
22
X. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
ANALISA DATA
DATA MASALAH KEPERAWATAN
S : Klien mengatakan hanya samapi Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
sekolah dasar. Klien mengatakan merasa
dirinya dijauhi oleh keluarga.
O : Wajah datar, kontak mata biasa /
wajar
23
POHON MASALAH
Stressor
Koping keluarga Sindrom defisit perawatan diri
Tidak efektif
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi sensori :
Halusinasi dengar.
2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi dengar berhubungan dengan Isolasi
sosial : menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan harga diri rendah.
4. Sindroma defisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif
24
25
C. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
1 Kerusakan komunikasi verbal Tujuan umum : Klien dapat melakukan komunikasi verbal
berhubungan dengan dengan tepat dan benar serta dimengerti oleh orang lain.
perubahan persepsi sensori : Tujuan khusus :
Halusinasi dengar. 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas dan tepati
janji dan waktu.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan keperawatan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat
2.2 Observasi perilaku ( verbal dan non verbal ) yang
berhubungan dengan halusinasi.
2.3 Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan
tidak nyata bagi perawat.
2.4 Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya
halusinasi, isi halusinasi, dan frekwensi timbulnya
halusinasi.
2.5 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
ketika halusinasi muncul.
2.6 Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat
terjadi halusinasi.
3. Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Tindakan keperawatan :
3.1Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa
dilakukan bila suara-suara tersebut ada.
3.2Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang
positip.
3.3 Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
3.4 Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan
mengendalikan halusinasi. Contoh bicara dengan orang
lain, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara saya
tidak mau dengar.
3.5 Dorong klien untuk memilih cara yang akan
digunakannya dalam menghadapi halusinasi
3.6 Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang
benar.
26
yang positif.
d. Diskusikan bersama klien untuk memilih jenis koping
yang adaptif. Contoh : Bicara dengan orang lain,
olah raga, atau aktivitas yang yang konstruktif.
2. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif dalam
menghadapi masalah.
a. Dorong klien untuk melakukan koping yang adaptif
pada saat menghadai masalah. Kaji tentang tingkat
pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri
klien.
b. Beri penguatan dan pujian atas upaya yang berhasil dan
beri jalan keluar atas upaya yang belum berhasil.
31
suara itu.
- Mendorong klien mengungkapkan perasaannya pada saat
halusinasi. Bagaimana perasaan S pada saat
mendengar suara-suara itu.
- Memberikan pujian kepada klien atas ungkapannya selama
interaksi.
Bagus S tadi sudah mengungkapkan apa yang S rasakan
selama ini
- Menyimpulkan kemampuan klien selama interaksi.
S tadi mengatakan sering mendengar suara-suara bisikan
yang berkata-kata akan menyiksa anakku, tetapi suara
itu hanya S yang mendengar, saya, perawat dan pasien
lain tidak mendengarnya, itu yang namanya halusinasi.
- Mengakhiri pertemuan, Baiklah Spertemuan kita cukup
disini.Tanggal 2- 10 2002 jam 09.00-09.15 dengan
topik cara mengontrol halusinasi, apakah ibu setuju?
TUK.3 - Salam terapeutik selamat pagi S.? S : Klien mengatakan untuk mengontrol halusinasi ada empat cara.
- Mengingatkan kontrak, topik, waktu dan tempat. Pertama, harus berani mengatakan tidak mau mendengar suara-suara,
Apakah S masih ingat pertemuan kita tanggal 1-10-2002, kedua harus aktifitas misalnya mengikuti kegiatan terapi olraga, musik dan
pertemuan sekarang akan membicarakan apa? kelompok di ruangan, ketiga, minta tolong sama suster/perawat/keluarga
- Mengevaluasi kemampuan klien pada TUK sebelumnya, kalau mendengar suara-suara, keempat, minum obat teratur.
Apakah S masih ingat apa itu halusinasi? O : Ada kontak mata tapi kurang, mulai bicara tapi masih sulit dan lambat,
- Mengkaji tindakan apa yang biasanya dilakukan klien untuk orientasi klien dalam pembicaraan mulai sesuai topik, ekspresi tenang.
mengontrol halusinasi, Selama ini apa apa yang A : TUK 3 tercapai klien dapat menyebutkan cara memutus (mengontrol
dilakukan oleh S untuk mengontrol halusinasi. halusinasi ).
- Mendiskusikan dengan klien cara untuk memutus P : Pertemuan berikut nanti siang pukul 12.00-12.15 dengan topik guna
33
- Membantu keluarga dalam memutuskan tindakan terhadap olah raga, musik, kelompok dan tidak memberi peluang klien untuk
masalah halusinasi, dengan menjelaskan akibat dari halusinasi menyendiri.
yang tidak terkontrol. - Membantu suasana rumah yang menyenangkan klien.
- Mengajarkan pada keluarga cara merawat klien halusinasi - Mengikutsertakan klien dalam aktifitas keluarga, akan bersama,
- Menjelaskan tentang cara memutuskan halusinasi yaitu : ngobrol bersama.
- Keluarga harus membantu klien saat klien - Membawa klien klien untuk kontrol teratur ke rumah sakit jika sudah
meminta bantuan pulang dan memastikan tidak pernah putus obat.
- Memberikan kegiatan di rumah O : Keluarga dapat dengan lancara menjelaskan kembali kemampuannya
- Menjamin diminumnya obat oleh klien di rumah selama diskusi.Keluarga nampak antusias mendengarkan dan dan
- Menganjurkan kepada keluarga menciptkan lingkungan bertanya tentang hal yang belum diketahui.
yang mendukung tidak munculnya halusinasi. A : TUK 5 tercapai keluarga dapat menjelaskan kembali apa yang
- Menjelaskan kepada keluarga pentingnya kontrol ke rumah dijelaskan oleh perawat setelah diskusi.
sakit untuk mengetahui perkembangan penyakitnya P : Mengakhiri pertemuan, Baiklah bupertemuan kita cukup
- Mengevaluasi kemampuan keluarga tentang cara merawat disini.Mengadakan kontrak untuk pertemuan berikutnya,
klien dengan halusinasi topik,waktu dan tempat. Besok jam 09.00-09.15 tanggal 4-10-2002
- Memberikan pujian atas kemampuan keluarga kita akan bicarakan tentang mengenal perasaan yang menyebabkan S
mengungkapkan kembali apa yang dijelaskan selama menarik diri.
pertemuan
- Meminta keluarga terlibat aktif dalam proses keperawatan
selama di rumah sakit.