Вы находитесь на странице: 1из 12

1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Sidodamai memiliki luas 194 HA dengan jumlah

penduduk sekitar 10.296 jiwa, jumlah kepala keluarga sebanyak 2679,

laki-laki sebanyak 5357 orang dan perempuan 4949. Jarak dari

kecamatan ke ibu kita 1 km, jarak dari ibu kota kabupaten/kitadya 5

km.

Batas-batas Wilayah Kelurahan Sidodamai:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sungai Dama

3. Sebelah Barat berbatarasan dengan Kelurahan Karang Mumus

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Klurahan Sambutan

Kelurahan Sidodamai dengan jumlah penduduk terbanyak dan

merupakan kelurahan padat penduduk, kelurahan sidodamai ini juga

merupakan kelurahan yang permasalahan kesehatan terbanyak di

banding dengan kelurahan lainnya. Permasalahan kesehatan yang

ada salah satunya adalah penyakit ISPA Non Pnemonia di Sidomulyo

memiliki tujuh kelurahan untuk data penyakit ISPA yang tertinggi dari
2

tujuh Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Sidodamai data penyakit

ISPA Non pneumonia di Kelurahan Sidodamai pada tahun 2013

berjumlah 2.024 penderita dan tahun 2014 jumlah ISPA Non

pneumonia menjadi 1,379 penderita meskipun pada tahun 2014 ada

penurunan angka penderita penyakit ISPA tetapi Kelurahan

Sidodamai tetap menjadi urutan tertinggi penderita ISPA khususnya

ISPA Non Pneumonia dari Kelurahan lainnya. Berdasarkan data yang

diperoleh untuk Kelurahan sidodamai pada tahun 2015 dalam tiga

bulan terakhir yaitu berjumlah 208 balita.

2. Analisis Univariat Variabel Independen Dan Dependen

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diteliti, dalam

penelitian ini variabel independen yaitu kelembaban dan pencahayaan

alami dengan variabel dependen yaitu ISPA Non Pneumonia pada

balita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah

kelurahan Sidodamai, dengan jumlah 136 responden masing-masing

variabel penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :


3

a. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kelembaban dan

pencahayaan alami

1. Tabel kelembaban udara

Tabel.4.1 kelembaban udara

No Variabel Rumah (%)


1 Kelembaban
Baik 6 4.4
Tidak Baik 130 95.6
Total 136 100
Sumber Data Primer

Berdasarkan table 4.1, didapatkan hasil dari 136 responden

berbeda-beda menunjukkan kelembaban baik 6 rumah dan

kelembaban tidak baik berjumlah 130 rumah dan nilai

persentase menunjukkan kelembaban baik berjumlah 4,4%

sedangkan kelembaban tidak baik persentasenya berjumlah

95,6

2. Tabel pencahayaan

Table 4.2 pencahayaan


No Variabel Rumah (%)
1 Pencahayaan
Baik 5 3.7
Tidak Baik 131 96.3
Total 136 100
Sumber Data Primer

Berdasarkan tabel 4.2, didapatkan hasil dari 136 responden

berbeda-beda menunjukkan pencahayaan baik 5 rumah dan


4

kelembaban tidak baik berjumlah 131 rumah dan nilai

persentase menunjukkan kelembaban baik berjumlah (3,7%)

sedangkan kelembaban tidak baik persentasenya berjumlah

(96,3%).

b. Variabel Dependen Dalam Penelitian Ini adalah ISPA Non

Pneumonia

1. Tabel Status ISPA Non Pneumonia

Tabel.4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Penyakit


ISPA Non Pneumonia di Wilayah kelurahan sidodama
Status Penyakit ISPA
No Non Pneumonia Frekuensi (N) Presentase (%)
1 Positif (+) 11 8,1
2 Negatif (-) 125 91.9
Total 136 100
Sumber Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, didapatkan hasil bahwa dari

136 responden dinyatakan Positif sebanyak 11 orang dan di

nyatakan responden Negatif sebanyak 125 orang.

3. Analisis Bivariat

Setelah melakukan analisa secara univariat, selanjutnya

dilakukan data bivariat untuk mengidentifikasi hubungan antara

variabel independen dan dependen yang yang dengan perhitungan

menggunakan uji koefesien kontingensi C. dalam penelitian ini variabel

independen adalah hubungan kelembaban dan pencahayaan


5

sedangkan variabel dependen adalah ISPA Non Pneumonia.

Berdasarkan hasil uji koefisien kontingensi C sebagai berikut :

Table 4.4 hubungan kelembaban udara dengan ISPA Non Pneumonia


pada balita

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency .587 .000
Coefficient
N of Valid cases 136

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.4 perhitungan statistik koefisien

kontingensi C sebagai acuan, dengan besar sampel atau responden

sebanyak 136 orang tua didapatkan hasil bahwa signifikansi = 0,000 <

0,05 dan nilai koefisiensi atau value 0,587. Dengan demikian H0

pada tingkat signifikansi 0,000 dengan menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan kelembaban dengan ISPA Non Pneumonia pada balita di

wilayah kelurahan sidodamai.

table 4.5 hubungan pencahayaan dengan ISPA Non Pneumonia pada


balita

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency .550 .000
Coefficient
N of Valid cases 136
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 perhitungan statistik koefisien

kontingensi C sebagai acuan, dengan besar sampel atau responden


6

sebanyak 136 orang tua didapatkan hasil bahwa signifikansi = 0,000 <

0,05 dan nilai koefisiensi atau value 0,550. Dengan demikian H0

pada tingkat signifikansi 0,000 dengan menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan pencahyaan dengan ISPA Non Pneumonia pada balita di

wilayah kelurahan sidodamai.

B. PEMBAHASAN

Hasi penelitian ini adalah ada hubungan antara kelembaban udara dan

pencahayaan dengan ISPA Non Pneumonia pada balita. Sepreti yang

tertera pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kelembaban udara berpengaruh

terhadap ISPA Non Pneumonia pada balita dan seperti yang tertera pada

tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pencahayaan berpengaruh terhadap ISPA

Non Pneumonia pada balita.

Seperti yang tertera pada tabel 4.4 hasil analisis statistika dengan uji

koefisien kontingensi c untuk hubungan antara kelembaban udara dengan

kejadian ispa non pnemonia pada balita di kelurahan sidodamai

samarinda ulu didapatkan 0.587 namun secara teori kelembaban

mempunyai hubungan dengan terjadinya kasus ISPA Non pnemonia

karena semakin tinggi kelembaban di dalam suatu ruangan maka mudah

juga perkembangan mikroorganisme di dalam ruangan tersebut.

Seperti yang tertera pada tabel 4.1 reponden yang kelembaban

rumah memenuhi syarat sebanyak 6 rumah (4,4%) dan seperti yang


7

tertera pada tabel 4.3 dengan kejadian ISPA non penemonia 125 balita

terkena ispa non pnemonia dan 11 balita yang tidak terkena ispa non

pnemonia . balita yang terkena ispa dapat di sebabkan oleh kebiasaan

balita yang tertidur dan menonton televisi di lantai dalam kondisi lantai

masi berdebu selain itu pembakaran yang terjadi di dapur rumah

merupakan sumber pengotoran atau pencemaran udara. Apabila kadar

zat pengotor meningkat maka udara telah tercemar. Pengaruh zat kimia

ini akan pertama-tama akan di temukan pada sistem pernafasan dan kulit

serta selaput lendir, selanjutnya apabila zat pencemaran dapat memasuki

peredaran dara maka efek sistemik tidak dapat dapat dihindari ( juli

soemirat slamet, 2000;55). Polutan partikel masuk kedalam tubuh

manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu yang

merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan (srikandi

fardiaz, 1992;137-38). Seperti yang tertera pada tabel 4.1 Sedangkan

responden yang mempunyai kelembaban rumahnya tidak memenuhi

syarat sebanyak 130 rumah (95,6%) dan seperti yang tertera pada tabel

4.3 dengan kejadian ISPA 125 balita terkena ispa non pneumonia dan 11

balita tidak ispa.

Seperti yang tertera pada tabel 4.2 responeden yang mempunyai

pencahayaan rumah memenuhi syarat sebanayak 5 rumah (3,7%) seperti

yang tertera pada tabel 4.3 dengan kejadian ISPA Non pnemonia 125

balita terkena ispa dan 11 balita tidak terkena ispa, hal ini disebabkan
8

karena jendela kurang luas dan jarang di buka pada siang hari, tidak

memiliki ventilasi rumah yang memadai dan kebanyak rumah menghadap

ke arah barat dan utara, kondisi jendela yang di buat di tutup oleh

bangunan lainnya yang lebih tinggi sehingga cahaya tidak dapat masuk

ke dalam rumah serta jendela yang di buat terlalu rendah dengan lantai,

selain itu lantai rumah yang berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai salah

satu bentuk terjadinya polisi udara dalam rumah. Debuh dalam udara

apabila terhirup akan menempel pada saluran pernafasan bagian bawah.

Akumulasi penebalan debu tersebut akan menyebabkan elastisitas paru

menurun sehingga menyebabkan balita sulit bernafas atau sesak nafas.

seperti yang tertera pada tabel 4.2 reponden yang mempunyai

pencahayaan alami rumahnya tidak memenuhi syarat sebanyak 131

rumah (96,3%) seperti yang tertera pada tabel 4.3 dengan kejadian ispa

non pneumonia 125 balita terkena ispa non pnemonia dan 11 balita tidak

ispa non pnemonia.

Cahaya matahari penting, karena selain dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah juga mengurangi kelembaban ruangan

dalam rumah (Azwar, 1990). Intesitas pencahayaan alami yang baik agar

dapat membunuh bakteri yaitu 60 120 lux jika kurang dari 60 lux maka

pencahayaan dalam ruangan tersebut buruk karena dapat memungkinkan

pertumbuhan bakteri.
9

Dari terori mengenai Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40%-

70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kelembaban

berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulas udara yang tidak lancar

akan mepengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga

kelembaban udara tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban

udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang

semuanya memiliki peran besar dalam patogenesisi penyakit pernafasan

(Krieger dan Higgins 2012)

Dari teori mengenai Cahaya matahari sangat penting karena dapat

membantu bakteri yang patogen di dalam rumah, misalnya bakteri

penyebab penyakit ISPA dan TBC> oleh karena itu, rumah yang sehat

harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup jalan masuk (jendela)

luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang

terdapat di dalam ruangan rumah (Azwa, 2011).

Dari teori mengenai kelembaban udara dan dihubungkan dengan hasil

penelitian hubungan kelembaban udara dan pencahayaan dalam rumah

terhadap ISPA Non Pneumonia pada balita bahwa sebuah rumah akan

mempuyai kelembaban yang baik jika memenuhi 40%-70% maka pada

hasil kelembaban yang tidak memenuhi syarat 130 rumah dan yang

memenuhi syarat 6 rumah

kelembaban adalah konsentrasi uap air diudara. Angka konsentasi ini

dapat diekspresikan dalam kelembaban absolute, kelembaban spesifik


10

atau kelembaban relative. Alat untuk mengukur kelembaban yaitu

hygrometer.

Dari teori mengenai pencahayaan dan di hubungkan dengan hasil

penelitian hubungan kelembaban udara dan pencahayaan dalam rumah

terhadap ISPA Non Pneumonia pada balita rumah yang sehat harus

mempunyai sekurang-kurangnya 15%-20% jalan masuk cahaya dari luas

lantai yang terdapat di ruang rumah. maka pada hasil kelembaban yang

tidak memenuhi syarat 131 rumah dan yang memenuhi syarat 5 rumah.

Di lihat dari tabel 4.1 mengenai kelembaban jumlah rumah yang tidak

memenuhi syarat sebanyak 130 rumah dan yang memenuhi syarat

sebanyak 6 rumah. Di lihat dari tabel 4.2 mengenai pencahayaan jumlah

rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 131 rumah dan yang

memenuhi syarat sebanayak 5 rumah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian nindy dan sulistyorini di desa

sidomulyo sidoarjo, yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

pencahayaan alamiah rumah dengan kejadian ISPA pada balita. MANA

TAHUNNYA ?????

Berbeda dengan penelitian Rahmayatul Fillacano tahun 2013 tentang

hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada balita di

kelurahan ciputat kota Tangerang Selatan menyatakan hasil pengukuran

kelembabam di dalam rumah tidak memenuhi syarat dan menyebabkan

ISPA sebanyak 5 (38,5%) dan rumah dengan kelembaban yang


11

memenuhi syarat dan tidak mengalami ISPA sebanyak 46,7%.

Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai p=0,49 yang artinya tidak

ada hubungan antara kelembaban di dalam rumah terhadap ISPA pada

balita.

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian , peneliti mempunyai keterbatasan dalam

pelaksanaan jalannya peneliti dari awal hingga selesainya penelitian ini.

1. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan alat hygrometer untuk

mengukur kelembaban dan lux meter untuk mengukur pencahayaan

alami waktu untuk mengukur menunggu 15 menit untuk mendapatkan

hasil dari pencahayaan dan kelembaban sehingga untuk mendapatkan

hasil akhir di perlukan waktu yang cukup banyak.

2. Peneliti ini menggunakan rancangan Cross sectional dimana rancangan

ini memiliki kelemahan yaitu hubungan sebab akibat tidak

menggambarkan suatu hubungan antara variabel bebas dan variabel

terikat

3. Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner Identitas

Responden dan diuji konstruk oleh tenaga kesehatan yang kompeten

yaitu dokter. .
12

4. keterbatasan dalam hal waktu yaitu penelitian yang relatif singkat <1

bulan hingga pelaksanaan penelitian, pengolahan data sampai

penyusunan tugas akhir ini mempengaruhi hasil penelitian sehingga

pembahasan menjadi kurang mendalam. Waktu penelitian yang lebih

lama tentu akan memperoleh hasil penelitian yang lebih baik.

5. pengalaman peneliti sebagai peneliti pemula membuat pembahasan

hasil penelitian ini masih kurang mendalam sehingga di perlukan banyak

bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan penelitian

Вам также может понравиться