Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I

PENDAHULUAN

Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat


yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV),
ingesti zat tidak bergizi harus tidak sesuai untuk tingkat perkembangan anak. Pica
mungkin saja jinak namun bisa juga mengancam nyawa.1
Pica jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan
dewasa. Individu yang terdiagnosis pica dilaporkan menelan berbagai macam zat
non pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil, rambut, es, kuku,
kertas, kapur, kayu, bahkan batu bara. Pada orang dewasa, bentuk pika tertentu,
termasuk geofagia (makan tanah) dan amilofagia (makan kanji), telah dilaporkan
terjadi pada wanita hamil. Walaupun pica diamati paling sering terjadi pada anak-
anak, gangguan makan ini adalah suatu hal yang paling umum terjadi pada
individu dengan retardasi mental. Dalam beberapa masyarakat, pica adalah suatu
hal yang bersifat budaya dan tidak dianggap patologis.1
Pica terjadi di seluruh dunia. Geofagia adalah bentuk paling umum dari
pica pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup di daerah
tropis dan bersuku-suku. Pica adalah hal yang lazim terjadi di bagian barat Kenya,
Afrika Selatan, dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran,
Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di beberapa Negara, bahkan tanah dijual
untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri belum ada data dan informasi yang
jelas mengenai gangguan makan jenis ini.2
Pica diperkirakan terjadi pada usia 10 sampai 32 persen anak-anak antara
usia 1 dan 6 tahun. Pada anak yang lebih dari 10 tahun, laporan pika menyatakan
angka kira-kira 10 persen dari populasi. Terjadi penurunan linier seiring dengan
bertambahnya usia. Pica kadang-kadang meluas ke golongan remaja namun jarang
ditemukan pada orang dewasa yang tidak cacat mental. Pada individu dengan
keterbelakangan mental, pica paling sering terjadi pada mereka yang berusia 10-
20 tahun.2
Bayi dan anak sering menelan cat, plester, tali, rambut, dan kani. Anak-
anak lebih cenderung suka menelan kotoran hewan, pasir, serangga, daun, kerikil,

1
dan punting rokok. Sedangkan remaja dan orang dewasa paling sering menelan
tanah liat atau tanah. Pada wanita hamil muda, pica terjadi selama kehamilan
pertama pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Meskipun pica biasanya
berhenti pada akhir kehamilan, namun bisa saja terus berlanjut hingga bertahun-
tahun. Pica biasanya terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan
perempuan, namun sangat jarang pada pria remaja dan dewasa.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Definisi
Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu
makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan,
misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan,
cat kering, dinding tembok, dan sebagainya.4
Menurut ADA (American Dietetic Association) tahun 2000, Pica
didefinisikan sebagai kelainan psikobehavioral yang melibatkan keinginan-
keinginan (ngidam) yang abnormal untuk memakan sesuatu yang sebenarnya
bukan merupakan makanan yang lazim dikonsumsi seperti tanah, kapur, dan
sebagainya. Pica menjadi sebuah perhatian karena substansi-substansi yang bukan
merupakan makanan itu dikhawatirkan dapat menggantikan nutrisi-nutrisi dari
makanan yang sesungguhnya dan hal ini bisa menjadi berbahaya.
Gangguan Pica merupakan perilaku abnormal yang ditunjukkan dengan
perilaku mengonsumsi makanan non-nutritif atau tidak bergizi seperti pasir,
rumput, tanah liat, cat, pasir, penghapus pensil, dan lain-lain. Gangguan pica
hanya didiagnosis ketika perilaku dinilai tetap yakni saat berlangsung selama 1
bulan dan tidak tepat dilakukan pada tingkat perkembangan individu.5

2.2 Etiologi
Pica termasuk salah satu penyakit gangguan makan. Penyakit gangguan
makan adalah kondisi kompleks yang diakibatkan dari kombinasi antara perilaku
lama, biologis, emosi, psikologis, interpersonal dan faktor sosial.
Pica disebabkan oleh gangguan perilaku. Kebiasaan anak mengonsumsi
berbagai jenis benda yang tidak lazim, dan tidak memiliki kandungan gizi, seperti;
tanah, kapur, cat, kertas, dll. Hal ini terjadi karena kebiasaan anak mencoba-coba
dan tidak disertai penjelasan, atau dibiarkan karena tidak diketahui oleh orang tua
(orang dewasa yang mengasuh anak).
Pica biasa terjadi pada anak-anak, ibu hamil dan orang dewasa. Penderita
pica biasanya mengonsumsi makanan yang tidak masuk akal. Pica sering terjadi
pada anak-anak dan juga orang dewasa. Sebanyak 10 hingga 32 persen anak-anak
usia 1-6 tahun punya kebiasaan makan yang aneh ini. Tak hanya anak-anak, Pica
juga bisa terjadi pada ibu hamil, terutama yang mengalami gangguan psikologis.

3
Pica juga terjadi pada orang dewasa yang sedang diet, ketagihan tekstur tertentu
pada mulutnya atau yang punya masalah sosial atau ekonomi.
Penyebabnya hingga kini masih belum diketahui dengan jelas. Tapi
beberapa peneliti menduga kurangnya zat besi dan anemia memicu pola makan
tersebut.

2.3 Faktor Resiko


a. Terdapat pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya di
atas 1 tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak
sapihan wajar bila suka memasukkan benda-benda yang dipegangnya
ke dalam mulutnya.
b. Penderita defisiensi gizi
c. Penderita retardasi mental4
d. Ibu hamil
e. Orang yang dietnya rendah mineral
f. Orang yang memiliki gangguan kejiwaan seperti histeria
g. Orang dengan cacat perkembangan atau gangguan serupa
h. Orang-orang yang keluarga atau etnisnya memakan zat non-
makanan
i. Orang yang diet, menjadi lapar, dan mencoba untuk meringankan
kelaparan dan ngidam dengan zat rendah kalori (zat non-makanan). 13

2.4 Gejala Klinis


Gejala klinis pica sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat spesifik
dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan atau paparan
agen infeksi, gejala dilaporkan sangat bervariasi dan berhubungan dengan jenis
toksin atau agen infeksi tertelan. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti
sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual
dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan.

2.5 Pemeriksaan fisik


Temuan fisik yang terkait dengan pica sangat bervariasi dan berhubungan
langsung dengan bahan yang tertelan dan konsekuensi medis selanjutnya. Temuan
ini seperti berikut:
a. Tanda keracunan
b. Tanda infeksi atau infestasi dari parasit

4
c. Manifestasi pada Gastrointestinal (GI)
d. Manifestasi pada gigi
Tanda-tanda keracunan yang paling umum yang terkait dengan pica. Tanda
fisiknya tidak spesifik dan tak terlihat, dan kebanyakan anak dengan keracunan
timah tidak menunjukkan gejala. Manifestasi fisik dari keracunan dapat seperti
gejala neurologis (misalnya: mudah tersinggung, lesu, ataksia, inkoordinasi, sakit
kepala, kelumpuhan saraf, papilledema , ensefalopati, kejang, koma, atau
kematian) dan gejala pada saluran GI (misalnya: sembelit, sakit perut, kolik,
muntah, anoreksia, atau diare).
Toxocariasis (termasuk larva migrans visceral dan ocular larva migrans) dan
ascariasis merupakan infeksi parasit paling sering yang terkait dengan pica. Gejala
Toxocariasis beragam dan tampaknya terkait dengan jumlah larva yang tertelan
dan organ mana tempat larva bermigrasi. Temuan fisik yang terkait dengan
migrans larva visceral adalah demam, hepatomegali, malaise, batuk, miokarditis ,
dan encephalitis. Ocular larva migrans dapat menyebabkan lesi retina dan
kehilangan penglihatan.
Manifestasi pada saluran cerna berupa kelainan mekanik usus, sembelit,
ulserasi, perforasi, dan pengahalang usus yang disebabkan oleh pembentukan
bezoar dan konsumsi bahan yang dicerna ke dalam saluran pencernaan. Kelainan
gigi dapat terlihat pada pemeriksaan fisik, termasuk abrasi gigi yang parah,
abfraksi, dan kehilangan permukaan gigi.

2.6 Penegakan Diagnosis


Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pica dan
menyangkal adanya pica ketika ditanya. Kerahasiaan ini sering mengganggu
diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas komplikasi yang
timbul dari berbagai bentuk pica dan keterlambatan diagnosis yang akurat dapat
menyebabkan gejala ringan sampai mengancam nyawa.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III : 6
F98.3 Pika masa bayi dan anak
Gejala pika adalah terus menerus memakan zat yang tidak bergizi (tanah,
serpihan cat, dsb).

5
Pika dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah gangguan
psikiatrik yang luas (seperti autisme) atau sebagai perilaku
psikopatologis yang tunggal; hanya dalam keadaan yang disebut
belakangan ini digunakan kode diagnosis ini. Fenomena ini paling sering
terdapat pada anak retardasi mental, harus diberi kode diagnosis F70-
F79. Namun demikian, pika dapat juga terjadi pada anak (biasanya pada
usia dini) yang mempunyai intelegensia normal.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pica:1
a. Retardasi Mental
b. Pervasive Developmental Disorder
c. Skizofrenia
d. Autis
e. Kleine-Levin syndrome
2.8 Tatalaksana
1. Terapi lama
Sebenarnya tidak ada suatu panduan yang spesifik mengenai rencana
terapi pada pica, tetapi pendekatan personal dan pemberian edukasi serta
saran-saran yang baik mengenai nutrisi yang seimbang pada pasien pica
menjadi suatu hal penting untuk upaya mengurangi keinginan-keinginan
mengkonsumsi benda-benda yang aneh sehingga dapat tercipta
keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Penatalaksanaan pasien pica dengan
cara yang sama belum tentu mendapatkan hasil yang sama, kesadaran
dari praktisi kesehatan adalah hal yang paling penting dalam manajemen
pasien pica.7
2. Terapi Baru
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (Farmakologis)
Terapi baru yang kemungkinan bias digunakan dan telah
direkomendasikan karena hasil yang memuaskan saat diuji coba pada
pasien pica adalah terapi farmakologis dengan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRi) dan neuroleptic atipikal lain. Terapi baru
ini bekerja dengan memblok reuptake atau reabsorpsi serotonin oleh

6
sel-sel saraf di otak. Beberapa jenis SSRi ini antara lain adalah
fluvoxamin, zimelidin, paroxetin, fluoxetin, dan citalopram.8
b. Bupropion (Farmakologis)
Bupropion merupakan golongan obat dari aminoketone
norepinephrine and dopamine reuptake inhibitor yang terbukti dapat
digunakan sebagai terapi pada gangguan pica yang persisten, kronik,
dan mengalami ketergantungan nikotin yang parah.
Intervensi perilaku pada pasien pica dengan tujuan untuk mengalihkan
perhatian, seperti menyusun ulang llingkungannya, konseling, dan
terapi-terapi perilaku yang lain tidak berhasil, maka terapi
farmakologis merupakan opsi selanjutnya seperti bupropion.9
Pada juli 2003, bupropion dikeluarkan dengan regimen 100 mg dua
kali sehari ditambah dengan lamotrigin 200 mg tiga kali sehari,
gabapentin 600 mg tiga kali sehari, topiramat 200 mg tiga kali sehari,
zonisamide 300 mg, loratadin 10 mg/hari, naltrexon 50 mg/hari,
propanolol 60 mg dua kali sehari, paroxetin 40 mg/hari, risperidone 3
mg dua kali sehari, multivitamin setiap hari, dan vitamin E 800 IU dua
kali sehari. Pada penelitian yang telah dikakukan, pemberian
bupropion selama 12 bulan, pasien mengalami penurunan episode pica
menjadi 6.25 kali setiap bulan, dan penurunan terjadi hingga 0.9 kali
episode per bulan dalam 11 bulan pemakaian obat.9

c. Response Effort (Pendekatan perilaku)


Response effort merupakan salah satu terapi pada pica dengan
pendekatan metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah usaha
pasien untuk berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek pica dan
yang bukan objek pica. Pada penelitian yang dilakukan oleh Piazza et
al (2002), penelitian ini menggunakan tiga orang yang mengalami
gangguan kejiwaan pica yang datang ke klinik Neurobehavioral di
Kennedy Krieger Institute. Pasien pertama memiliki riwayat memakan
kunci mobil, batu, kayu, kotoran, sarung tangan, dan baterai. Pasien
kedua memiliki riwayat memakan batu, kayu, plastic, dan kotoran.
Pasien ketiga memiliki riwayat memakan batu, kayu, kotoran,
pakaian, dan sabun.10

7
Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan yang
aman jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa dimakan
(seperti kunci mobil, kotoran, dll) dan benda pengganti lain yang
dapat menjadi objeknya, dari kedua benda tersebut akan diletakkan
sedemikian caranya sehingga pasien akan menggunakan low effort
atau high effort untuk menjangkau benda-benda tersebut. Penelitian
dilakukan dengan mengamati response effort pada pica dan benda
pengganti lain. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada
usaha untuk mendapatkan benda lain itu tinggi (high effort) sedangkan
usaha untuk mendapatkan objek pica mudah (low effort) maka pasien
akan menjangkau objek pica dan memakannya. Sehingga, jika kita
menurunkan usaha untuk menjangkau benda-benda yang dijadikan
objek pica akan menurunkan frekuensi kejadian pica. Pada keadaan
objek pica mudah dijangkau (low effort) misalnya benda-benda yang
didapat bebas ketika sedang bermain; dan benda yang menjadi objek
pica disimpan ditempat yang sulit untuk dijangkau maka akan
menurunkan kejadian pica. Sehingga kesimpulannya, para orang tua
atau yang merawat pasien pica harus bisa menyimpan benda-benda
yang berbahaya untuk dimakan di tempat-tempat yang aman, dan
meletakkan benda-benda pengalih perhatian di tempat-tempat yang
menarik untuk pasien sehingga bisa mengurangi frekuensi pica pada
pasien.10
d. Response Blocking
Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh individu
yang merawat atau menjaga pasien pica agar tidak mengambil benda
(bukan makanan) untuk dimakan. McCord dan Grosser (2005)
melakukan penelitian tentang response blocking pada pasien pica yang
dilakukan selama 10 menit selama 3 sampai dengan 5 hari setiap
minggu. Pada penelitian ini, pasien ditempatkan di ruangan tertutup
yang di dalamnya terdapat kertas segi empat yang dilekatkan ke lantai
dan di atas kertas tersebut disimpan benda-benda (bukan makanan)
yang bisa dimakan oleh pasien pica. Lalu ada seorang terapis yang ada
di ujung ruangan berjarak 3.1 m dari benda yang ada di atas lantai.

8
Pada percobaan pertama, terapis tidak bereaksi apa-apa (tidak
mencegah/mem-block) pasien saat akan mengambil benda di atas
kertas. Percobaan kedua, terapis mencegah ketika benda sudah
berjarak 0.3 m dari mulut pasien, pada percobaan ketiga, terapis
mencegah pasien mengambil benda di atas kertas.11
Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika pasien tidak dicegah
maka pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda bukan
makanan tersebut, walaupun dicegah, tetapi jika dicegah saat
makanan sudah diambil maka efeknya tidak efektif, pasien tetap tidak
mau menjatuhkan makanan tersebut. Hasil dari pencegahan ini akan
efektif jika perawat atau seseorang yang menjaga pasien mencegah
pasien mengambil benda-benda berbahaya untuk dimakan. Sehingga,
kesimpulannya adalah pencegahan tidak efektif jika dilakukan setelah
pasien mengambil benda untuk dimakan, tetapi harus dilakukan usaha
untuk mencegah pasien menjangkau benda-benda berbahaya untuk
dimakan tersebut.11
2.9 Prognosis
Keberhasilan dalam pengobatan bervariasi, sebagian besar kasus pica
berlasung beberapa bulan dan akan sembuh dengan sendirinya, tapi ada beberapa
kasus yang dapat berlanjut kemasa remaja dan dewasa terutama ketika terjadi
bersamaan dengan gangguan perkembangan.

2.10 Komplikasi
Komplikasi pica : 12
a. Infeksi
b. Obstruksi usus
c. Menyebabkan keracunan
d. Malnutrisi
e. Diare
f. Anemia
g. Konstipasi
h. Cacingan
Pada sumber lain disebutkan bahaya memakan pasir atau tanah terkait
dengan nyeri lambung dan perdarahan, mengunyah batu es bisa menyebabkan
kenampakan yang abnormal pada gigi, memakan tanah liat bisa menyebabkan
sembelit (konstipasi), menelan benda-benda logam bisa menyebabkan perforasi
usus, memakan benda kotoran sering mengarah pada penyakit infeksi seperti

9
toksocariasis, toksoplasmosis, dan trichuriasis. Memakan timah bisa
menyebabkan kerusakan ginjal dan keterbelakangan mental.

10
BAB III
KESIMPULAN

Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu makan
terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya
tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat kering,
dinding tembok, dan sebagainya
Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau
akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan
kehilangan nafsu makan.
Terapi yang dapat diberikan diantaranya dengan farmakologis yaitu Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion, serta non farmakologis dengan
respons effort dan respons blocking.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. DSM-IV-TR: Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders, Text Revision. American Psychiatric
Press;2000:103-105.

2. Hagopian, L. P; Rooker, G. W; Rolider, N. U. Identifying Empirically


Supported Treatments for Pica in Individuals with Intellectual Disabilities.
Res Dev Disabil. Nov-Dec 2011;32(6):2114-20.

11
3. Young, S. L. Pica in Pregnancy: New Ideas About an Old Condition. Annu
Rev Nutr. Aug 21 2010;30:403-22.

4. Hassan, Rusepno., Alatas, Husein. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan


Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

5. Sadock, Kaplan. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC. Edisi 2. Hal :
607-608;399

6. Direktorat Kesehatan, Pedoman Penanggulangan dan Diagnosis Gangguan


Jiwa di Indonesia, Edisi II, Direktorat Kesehatan RI, 1985. Hal : 148

7. Cunningham, Eleese dan Wendy Marcason. Question of the month: How


do I help patients with pica?. Jurnal of the Academy of Nutrition and
Dietettics. 2001. 101(3): 318

8. Morrow, Alina. 2010. Condition & Disease: Eating & Weight Disorder.
Online. Diunduh dari http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-
diseases/pica-disorder-treatment-options.html. pada tanggal 3 mei 2012

9. Ginsberg, David L. Bupropion SR for Nicotine-Craving Pica in a


Developmentally Disabled Adult: Primary Psychiatry. 2006. Vol
13(12):28-30

10. Piazza, Cathleen., Henry S. Roanne., Kris M. Keeney et al. Varying


Response Effort in The Treatment of Pica Maintained by Automatic
Reinforcment: Journal Of Applied Behavior Analysis. Vol (35): 233-46

11. McCord, Brandon dan Jason W. Grosser. An Analysis Of Response-


Blocking Parameters In The Prevention Of Pica: Journal Of Applied
Behavior Analysis. 2005. Vol (38): 391-4

12. Ravinder K. Gupta, Ritu Gupta. Clinical Profile of Pica in Childhood.


2005. Vol. 7 No. 2: From Adval Pediatric Clinic, Nai Basti, Jammu and
The Department of Physiology, Government Medical College Jammu.

13. Hope Interprises Inc. Pica. Available from URL :


http://www.heionline.org/docs/training/pica.pdf

12

Вам также может понравиться