Вы находитесь на странице: 1из 62

Semester 2

MODUL SESAK

SISTEM RESPIRASI

Kelompok 1 :

Anjar Puspitaningrum (2012730118)

Egi Herliansah (2012730124)

Miranda Audina I. (2012730140)

Nadhifayanti F. (2012730143)

Novia Ayu Larasati (2012730144)

Putri Intan Nurrahma (2012730147)

Rani Meiliana Susanti (2012730148)

Rizka Aulia H. (2012730153)

Karel Respati (2011730144)

M. Taufan (2006730155)

Tutor : dr. Rayhana, M.Biomed


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012/2013
PENDAHULUAN
Modul ini diberikan kepada mahasiswa Fak. Kedokteran semester dua yang
merupakan bagian dari mata kuliah sistem respirasi. Tujuan pemberian modul ini adalah
untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam penanganan penyakit pada sistem respirasi,
dimana pada modul ini diberikan satu skenario yang menunjukkan suatu gejala klinik dari
penyakit sistem respirasi yang banyak ditemukan yaitu sesak. Mahasiswa diharapkan
mendiskusikan bukan hanya pada inti masalah tapi juga semua hal yang berhubungan dengan
permasalahan tersebut, misalnya patomekanisme penyakit dimana harus dibicarakan tentang
anatomi, histologi, fisiologi serta proses biokimia yang terjadi. Hal yang ditekankan disini
adalah bagaimana memecahkan masalah yang diberikan dan bukan untuk diagnosenya.

Sebelum menggunakan modul ini, tutor dan mahasiswa harus membaca TIU dan TIK
terlebih dahulu sehingga diharapkan diskusi tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran dari
modul serta tercapainya kompetensi yang diharapkan. Peran tutor dalam mengarahka tutorial
sangat penting. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bahan perkuliahan yang telah
diberikan serta refrensi yang diberikan oleh masing-masing dosen pemberi kuliah.

Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu mahasiswa dalam menegakkan


diagnosa penyakit sistem respirasi serta bagaimana penanganannya.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharpkan dapat menjelaskan tentang


konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan gejala sesak dan mampu membedakan
beberapa penyakit sistem respirasi yang memberikan tersebut.
Skenario 1

Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 1 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan sesak yang
dialaminya sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, selain sesak dia juga ada keluhan batuk
berlendir dan demam. Anak tersebut lahir dengan berat badan 3 kg, lahir spontan dan cukup
bulan. Sebelumnya tidak ada riwayat sesak.

Kata Sulit

Kata /kalimat kunci

Anak laki-laki umur 1 tahun 1 bulan


Sesak sejak 3 hari sebelum masuk RS
Keluhan batuk berlendir dan demam
Lahir dengan berat badan 3kg, spontan dan cukup bulan
Tidak ada riwayat sesak

Pertanyaan

1. Sebutkan dan jelaskan definisi, gejala dan klasifikasi sesak!


2. Sebutkan dan jelaskan faktor pencetus dari sesak!
3. Jelaskan patomekanisme sesak!
4. Jelaskan penyakit-penyakit sistem respirasi dengan gejala sesak!
5. Jelaskan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pada penyakit sistem respirasi!
6. Golongan obat batuk dan suplemen apa saja yang digunakan dan aman untuk anak?
7. Jelaskan DD dari skenario!
Jawaban

1. Sebutkan dan jelaskan definisi dan klasifikasi sesak napas !


The American Thoracic Society (ATS) :
Dispnea
Istilah persepsi subyektif dalam ketidak nyamanan bernapas yang terdiri dari sensasi
dengan intensitas yang berbeda sebagai hasil interaksi faktor fisiologis, sosial dan berbagai
lingkungan.

Dispnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering memerlukan penanganan darurat


tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang bisa
membaik sendiri : yang membutuhkan bantuan napas yang serius (severe air hunger)
sampai yang fatal.

Variasi Dyspneu, yakni :


Takipnea : Napas yang cepat
Hiperpnea : Napas yang dalam
Orthopnea : Sesak napas pada waktu berbaring
Platipnea : Sesak napas pada posisi tegak (berdiri)
Trepopnea : Sesak napas pada posisi berbaring kekiri/kanan

Tabel 1. Sebab Sesak


Penyakit Saluran Napas Penyakit Vaskular Paru
Asma Emboli Paru
Bronkitis Kronis Kor Pulmonal
Emfisema Hipertensi paru primer
Sumbatan Laring Penyakit Veno-oklusi primer
Tertelan Benda Asing Penyakit pleura
Penyakit Parenkimal Pneumotoraks
Pneumonia Efusi Pleura, Hematoraks
Gagal Jantung Kongestif Fibrosis
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Dinding Paru
Pulmonary Infiltrates with Eosinophilia Trauma
(PIE)
Penyakit Neurologik
Kelainan Tulang

Klasifikasi Sesak Napas


American Thoracic Society (ATS)

TINGKAT DERAJAT KRITERIA


0 Normal Tidak ada kesulitan bernapas
kecuali aktivitas berat

1 Ringan Dispnea saat memanjat langkah


di terburu-buru atau mendaki
sebuah bukit kecil
2 Sedang Berjalan lebih lambat dari pada
kebanyakan orang yang berusia
sama karena sulit bernapas atau
harus berhenti berjalan untuk
bernapas
3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter
untuk bernapas atau setelah
berjalan beberapa menit
4 Sangat Berat Terlalu sulit untuk bernapas bila
memakai atau membuka pakaian
2. Sebutkan dan jelaskan faktor pencetus dari sesak!

Faktor pencetus sesak pada bayi :

a. Tersedak air ketuban


Ada juga penyakit-penyakit kelainan perinatologi yang didapat saat kelahiran.
Bukankah saat dalam kandungan bayi minum dan buang air dalam air ketuban? Nah,
karena suatu hal, misalnya stres pada janin, ketuban jadi keruh dan air ketuban ini
masuk ke paru-paru bayi. Hal ini akan mengakibatkan kala lahir ia langsung tersedak.

Bayi tersedak air ketuban akan ketahuan dari foto rontgen, yaitu ada bayangan "kotor".
Biasanya ini diketahui pada bayi baru lahir yang ada riwayat tersedak, batuk, kemudian
sesak napasnya makin lama makin berat. Itulah mengapa, pada bayi baru lahir kita
harus intensif sekali menyedot lendir dari mulut, hidung atau tenggorokannya. Bahkan
jika tersedak air ketubannya banyak atau massive, harus disedot dari paru-paru atau
paru-paru dicuci dengan alat bronchowash. Lain halnya jika air ketubannya jernih dan
tidak banyak, tidak jadi masalah. Biasanya dengan obat saja sudah sembuh, tidak perlu
dicuci paru-parunya.

Namun jika air ketubannya hijau dan berbau, harus disedot dan "dicuci" paru-parunya.
Sebab, karena tersedak ini, ada sebagian paru-parunya yang tak bisa diisi
udara/atelektasis atau tersumbat, sehingga menyebabkan udara tak bisa masuk.
Akibatnya, jadi sesak napas. Biasanya jika di-rontgen,bayangannya akan terlihat putih.

Selain itu, karena tersumbat dan begitu hebat sesak napasnya, ada bagian paru-paru
yang pecah/kempes/pneumotoraks. Ini tentu amat berbahaya. Apalagi kejadiannya bisa
mendadak dan menimbulkan kematian. Karena itu bila sesak napas seperti ini, harus
lekas dibawa ke dokter untuk mendapatkan alat bantu napas/ventilator.

b. Pembesaran kelenjar thymus


Ada lagi napas sesak karena beberapa penyakit yang cukup merisaukan yang termasuk
kelainan bawaan juga. Gejalanya tidak begitu kuat. Biasanya bayi-bayi ini pun lahir
normal, tak ada kelainan, menangisnya pun kuat.

Hanya saja napasnya seperti orang menggorok dan semakin lama makin keras, sampai
suatu saat batuk dan berlendir. Kejadian ini lebih sering dianggap karena susu tertinggal
di tenggorokan. Namun ibu yang sensitif biasanya akan membawa kembali bayinya ke
dokter. Biasanya kemudian diperiksa dan diberi obat. Bila dalam waktu seminggu tak
sembuh juga, baru dilakukan rontgen.

Penyebabnya biasanya karena ada kelainan pada jalan napas, yaitu penyempitan trakea.
Ini dikarenakan adanya pembesaran kelenjar thymus. Sebetulnya setiap orang punya
kelenjar thymus. Kelenjar ini semasa dalam kandungan berfungsi untuk sistem
kekebalan. Letaknya di rongga mediastinum (diantara dua paru-paru). Setelah lahir
karena tidak berfungsi, maka kelenjar thymus akan menghilang dengan sendirinya.
Namun adakalanya masih tersisa: ada yang kecil, ada juga yang besar; baik hanya satu
atau bahkan keduanya. Nah, kelenjar thymus yang membesar ini akan menekan trakea.
Akibatnya, trakea menyempit dan mengeluarkan lendir. Itu sebabnya napasnya
berbunyi grok-grok dan keluar lendir, sehingga jadi batuk.

Pengobatannya biasanya dilakukan dengan obat-obatan khusus untuk mengecilkan


kelenjar thymus agar tidak menekan trakea. Pemberian obat dalam waktu 2 minggu.
Jika tidak hilang, diberikan lagi pengobatan selama seminggu. Sebab, jika tidak diobati,
akan menganggu pertumbuhan si bayi. Berat badan tak naik-naik, pertumbuhannya
kurang, dan harus banyak minum obat.

c. Kelainan pembuluh darah


Ada lagi kelainan yang gejalanya seperti mendengkur atau napasnya bunyi (stridor),
yang dinamakan dengan vascular ring. Yaitu, adanya pembuluh darah jantung yang
berbentuk seperti cincin (double aortic arch) yang menekan jalan napas dan jalan
makan. Jadi, begitu bayi lahir napasnya berbunyi stridor.

Terlebih ketika si bayi menangis, bunyinya semakin keras dan jelas. Bahkan seringkali
dibarengi dengan kelainan menelan, karena jalan makanan juga terganggu. Pemberian
makanan yang agak keras pun akan menyebabkannya muntah, sehingga anak lebih
sering menghindari makanan padat dan maunya susu saja.

Pengobatannya, bila setelah dirontgen tidak ditemui kelenjar thymus yang membesar,
akan diminta meminum barium untuk melihat apakah ada bagian jalan makan yang
menyempit. Setelah diketahui, dilakukan tindakan operasi, yaitu memutuskan salah satu
aortanya yang kecil.

d. Tersedak Makanan
Tersedak atau aspirasi ini pun bisa menyebabkan sesak napas. Bisa karena tersedak
susu atau makanan lain, semisal kacang. Umumnya karena gigi mereka belum lengkap,
sehingga kacang yang dikunyahnya tidak sampai halus. Kadang juga disebabkan
mereka menangis kala mulutnya sedang penuh makanan. Atau ibu yang tidak berhati-
hati kala menyusui, sehingga tiba-tiba si bayi muntah. Mungkin saja sisa muntahnya
ada yang masih tertinggal di hidung atau tenggorokan. Bukankah setelah muntah, anak
akan menangis? Saat menarik napas itulah, sisa makanan masuk ke paru-paru.

Akibatnya, setelah tersedak anak batuk-batuk. Mungkin setelah batuk ia akan tenang,
tapi setelah 1-2 hari napasnya mulai bunyi. Bahkan bisa juga kemudian terjadi
peradangan dalam paru-paru. Anak bisa panas karena terjadi infeksi. Yang sering adalah
napas berbunyi seperti asma dan banyak lendir.

Biasanya setelah dilakukan rontgen akan diketahui adanya penyumbatan/atelektasis.


Pengobatan dapat dilakukan dengan bronkoskopi, dengan mengambil cairan atau
makanan yang menyumbatnya.

Selain makanan, akan lebih berbahaya bila aspirasi terjadi karena minyak tanah atau
bensin, meski hanya satu teguk. Ini bisa terjadi karena kecerobohan orang tua yang
menyimpan minyak tanah/bensin di dalam botol bekas minuman dan menaruhnya
sembarangan. Bahayanya bila tersedak minyak ini, gas yang dihasilkan minyak ini akan
masuk ke lambung dan menguap, kemudian masuk ke paru-paru, sehingga bisa
merusak paru-paru. Akan sangat berbahaya pula jika dimuntahkan, karena akan
langsung masuk ke paru-paru. Jadi, jika ada anak yang minum minyak tanah/bensin
jangan berusaha dimuntahkan, tapi segera ke dokter. Oleh dokter, paru-parunya akan
"dicuci" dengan alat bronkoskop.

e. Infeksi
Selain itu sesak napas pada bayi bisa terjadi karena penyakit infeksi. Bila anak
mengalami ISPA (Infeksi saluran Pernapasan Akut) bagian atas, semisal flu harus
ditangani dengan baik. Jika tidak sembuh juga, misalnya dalam seminggu dan daya
tahan anak sedang jelek, maka ISPA atas ini akan merembet ke ISPA bagian bawah,
sehingga anak mengalami bronkitis, radang paru-paru, ataupun asmatik bronkitis.
Gejalanya, anak gelisah, rewel, tak mau makan-minum, napas akan cepat, dan makin
lama melemah. Biasanya juga disertai tubuh panas, sampai sekeliling bibir
biru/sianosis, berarti pernapasannya terganggu. Penyebabnya ini akan diketahui dengan
pemeriksaan dokter dan lebih jelasnya lagi dengan foto rontgen. Pengobatan dilakukan
dengan pemberian antibiotika. Biasanya jika bayi sudah terkena ISPA bawah harus
dilakukan perawatan di rumah sakit. Setelah diobati,umumnya sesak napas akan hilang
dan anak sembuh total tanpa meninggalkan sisa, kecuali bagi yang alergi.

Bayi yang lahir secara premature mengakibatkan masalah pd perkembangan pada


kematangan organnya sehingga mengakibatkan :

a. Hipoksia Perinatal (kekurangan oksigen)

Pada hipoksia perinatal (kekurangan oksigen) Biasanya gangguan ini sudah mulai
terjadi sejak bayi berada dalam kandungan dan dapat membuat bayi mengalami
kegagalan bernafas spontan dan teratur pada menit-menit pertama setelah kelahiran.
Untuk mengatasinya, umumnya dokter akan melakukan usaha bernapas kembali
dengan pernapasan buatan atau pijat dan rangsang jantung.

b. Kelainan Jantung

Kelainan yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu adanya hubungan
antara aorta dengan pembuluh darah jantung yang menuju ke paru-paru. Saluran/duktus
ini mengalirkan darah keluar dari paru yang belum berfungsi dan ia tetap terbuka
selama kehamilan. Saat masih dalam kandungan, pembuluh darah ini digunakan untuk
bernapas. Ketika lahir, bayi akan bernapas secara normal, sehingga pembuluh darah itu
akan menutup. Tapi karena gagal napas maka pembuluh darah ini tak menutup.

c. Gangguan Pernafasan

Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru sehingga kekurangan surfaktan
(cairan pelapis paru-paru) yang berfungsi mempertahankan mengembangnya
gelumbung paru. Kurangnya jumlah surfaktan ini mengakibatkan pertukaran udara
tidak berjalan baik dan membuat bayi akan mengalami sesak napas atau sindroma
gangguan nafas (SGN). Tindakan yang diberikan biasanya berupa pemakaian alat bantu
napas mekanik atau pemberian surfaktan eksternal, bergantung pada tingkat
kematangan paru.

Pendekatan Masalah atau Sistem Organ yang Menyebabkan Sesak Napas

1. Penyebab Sesak Napas yang Berasal dari Jantung


a. Kegagalan ventrikal kiri
Kegagalan ventrikel kiri oleh berbagai sebab, akan menimbulkan sesak napas yang
disertai ortopneu, paroksismal nokturnal dispneu, kadang-kadang disertai batuk
dengan kelelahan, pembesaran jantung disertai irama gallop. Sedangkan pada paru
ditemukan ronki basah yang merupakan tanda sembab paru dan kongesti pembuluh
darah vena paru.

Pada kegagalan jantung kiri, beberapa gejala dan keluhan yang dapat membantu
ialah sembab paru disebabkan oleh gangguan primer pada jantung. Pada EKG
dijumpai hipertropi ventrikel kiri.

b. Kegagalan ventrikel kanan


Kegagalan ventrikel kanan ditandai dengan peningkatan tekanan darah sentral,
hepatomegali dan sembab tungkai. Peningkatan tekanan vena jungularis melebihi 10
CmH2O, sedangkan hati yang membesar terasa lunak dengan tepi tajam, kadang-
kadang terasa pulsasi dan mungkin pula disertai dengan asites.

Selain kedua gangguan di atas, masih banyak penyebab lain yang menimbulkan
sembab paru dan hipertensi pulmonal yang semua akan menyebabkan sesak napas.
Kelompok penyakit ini akan memberi gangguan sesuai dengan kombinasi di atas.

2. Penyebab Sesak Napas Karena Gangguan Paru


a. Pneumotoraks
Terutama pada tipe tension, didapat frekuensi pernapasan meningkat, dangkal dan
tampak sesak. Suara pernapasan menghilang atau berkurang pada daerah yang sakit
disertai pencembungan ruangan antar iga, trakea deviasi ke arah yang sehat dan
terdengar hipersonor pada perkusi.

b. Infeksi paru
Terutama pneumonia, keluhan sesak napas yang ditimbulkan sesuai dengan luas
proses. Pada pemeriksaan tampak frekuensi pernapasan meningkat, pernapasan
dangkal dan sering disertai sianosis.

c. Bronkospasme
Asma bronkial yang paling sering. Pada asma ringan keluhan subjektif mungkin
tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik. Tetapi pada asma berat akan dijumpai
kelainan-kelainan sebagai berikut: Penderita tampak sukar bernapas, otot pernapasan
sekunder ikut berkontraksi dan takikardia. Mungkin terdengar wheezing yang cukup
keras sehingga dapat didengar tanpa menggunakan stetoskop. Pada pemeriksaan
didapatkan hipersonor dan waktu ekspirasi memanjang.

d. Emboli paru
Keluhan penderita sering ditemukan pada emboli paru selain sesak napas adalah
nyeri pleura, batuk, keringat dingin, sinkop dan batuk darah.
Gejala yang sering menyertai ialah takikardia, takipneu, ronki basah, panas badan
yang meningkat disertai suara P2 yang mengeras, kadang-kadang dijumpai sianosis
dan tanda-tanda troboflebitis. Diagnosis lebih diperkuat, jika keluhan tersebut
dijumpai pada penderitatua dengan penyakit kronis, tirah baring cukup lama, ada
riwayat trombosis vena yang terletak lebih dalam atau didahului trauma pada kaki.
Keadaan lain yang sering dihubungkan dengan emboli paru ialah pemakaian
estrogen (pil KB = pil keluarga berencana), penyakit jantung, obesitas, kehamilan
dan pasca operasi.

e. Pneumonitis interstisialis (alveolitis)


Keradangan pada perenkim paru disebut pneumonitis atau pneumonia. Jika
keradangan ini mengenai interstisial disebut pneumonitis interstisialis. Di dalam
kepustakaan dipakai pula nama lain yaitu fibrosis interstisialis, fibrosing alveolitis
dan Hamman Rich Syndrome. Sesak napas yang terjadi pada penyakit ini
disebabkan oleh gangguan ventilasi perfusi akibat penebalan septa antara alveol dan
kapiler (alveolar-cappilary block).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita panas disertai infeksi akut lain, sesak
napas yang progresif disertai batuk dan dahak purulen. Proses lebih lanjut dapat
dijumpai sianosis dan jari tabuh. Kadang-kadang disertai osteoartropati hipertropik.
Radiologis menunjukkan honey comb yang luas.

f. Adult respiratory distress syndrome (ARDS)


Keadaan ini sering menyertai shock karena bermacam-macam penyebab, infeksi,
trauma, aspirasi cairan atau inhalasi bahan racun, penyakit darah, gangguan
metabolisme dan masih banyak lagi penyebab lain. Mula-mula ada sembab
interstisiel dan alveol, selanjutnya terjadi penebalan alveol sehingga proses ventilasi
perfusi terhambat. ARDS perlu dibedakan dengan kegagalan jantung kiri karena
mempunyai gejala yang hampir sama pada ARDS sembab paru bersifat non-
kardiogenik, penyakit berkembang dengan cepat dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.

Pada kegagalan jantung kiri, beberapa gejala dan keluhan yang dapat membantu
ialah sembab paru disebabkan oleh gangguan primer pada jantung. Pada EKG
dijumpai hipertropi ventrikel kiri.

g. Gangguan Metabolik
Terutama gangguan metabolik yang menimbulkan asidosis, seperti ketoasidosis
diaberik, asidosis laktik (karena obat-obatan, hipoksia, shock sekunder dan lain-
lain). Diduga ada asidosis metabolik bila terjadi hiperventilasi dan diare berat tanpa
diketahui penyebabnya, anamnesa ada keracunan obat, koma, riwayat penderita
sebagai peminum alkohol.

Gejala klinis yang timbul, tergantung dari akut atau kronisitas proses penyakit dasar
sebagai penyebab. Sebagian besar terjadi karena gangguan neurologi atau
kardiovaskuler, seperti bingung, koma, shock, aritmia, hiperkalemia atau
hiperfosfatemia.

h. Kelainan Darah
Amat banyak kelainan darah yang dapat menyebabkan sesak napas, antara lain :
anemia, leukemia, hemoglobin abnormal, perdarahan masif, gangguan tranfusi dan
lain-lain. Semua gangguan ini pada dasarnya menyebabkan transportasi oksigen
terganggu. Konsentrasi oksigen di dalam darah yang rendah menyebabkan
kemoreseptor perifer yang terletak di badan karotis dan badan aortik menjadi
terangsang. Rangsang ini diteruskan ke saraf pusat melalui n. glossopharyngeus
untuk badan karotis dan n. vagus untuk badan aortik. Keluhan dan gejala yang
timbul sebagai akibat hipoksemia ialah sesak napas, palpitasi, gelisah, bingung,
takipneu, takikardia, aritmia, hipotensi atau hipertensi dan koma.

i. Penyakit Saraf dan Penyakit Neuromuskuler


Penyakit saraf yang biasa menimbulkan sesak napas ialah Amiotropik lateral
sklerosis, Miastenia gravis, Multipel sklerosis dan sindrom Guillain Barre.
Sedangkan penyakit neuromuskuler yang sering menyebabkan sesak napas ialah
poliomielitis, atrofi atau distrofi otot, tumor otak, gangguan n. phrenicus, mungkin
pula keracunan obat seperti kurare, antikolinesterase dan antibiotika terutama
golongan aminoglikosid (yang sering dipergunakan ialah streptomisin, kanamisin,
gentamisin dan amikain) sesak napas yang terjadi sebagai akibat hiperkapnia, seperti
yang tersebut di atas akan menyebabkan gangguan pada saraf sehingga
menimbulkan keluhan dan gejala antara lain bingung (confusion), nyeri kepala,
papiledema, aritmia, miosis, diaforesis/keringat banyak, hipotensi dan koma.

j. Kehamilan
Terjadinya sesak pada kehamilan menimbulkan pertanyaan apakah wanita hamil
tersebut mempunyai penyakit jantung atau paru yang mendasari atau apakah sesak
napas tersebut disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Untuk membuat assesmen
terhadap sesak napas pada kehamilan ini perlu memahami perubahan-perubahan
kardiopulmonal selama kehamilan normal.

Perubahan kardiovaskuler yang paling jelas selama kehamilan adalah meningkatnya


volume darah dan cardiac output. Volume darah mulai meningkat pada trimester
pertama dan berangsur-angsur mencapai maksimum 40-50% dari saat sebelum
hamil. Karena volume plasma meningkat lebih dari massa sel darah, maka
hematokrit biasanya menurun, yang mengakibatkan anemia fisiologis pada
kehamilan.

Perubahan saluran napas yang normal pada kehamilan mengakibatkan alkalosis


respirasi kompensata, dimana PO2 lebih tinggi dan PCO2 lebih rendah daripada
sebelum hamil. PCO2 yang rendah ini diduga untuk memberikan gradient difusi
yang meningkatkan kemampuan fetus membuang sisa-sisa dari metabolisme aerob.
Selama kehamilan juga mengakibatkan naiknya diafragma hingga 4 cm daripada
biasanya, dan FRC (functional residual capacity) dan stable FEV1.

k. Gangguan Psikogenik
Keadaan emosi tertentu; menangis terisak-isak, tertawa terbahak-bahak, mengeluh
dengan menarik napas panjang dan merintih atau mengerang karena sesuatu
penyakit. Semua ini dapat mempengaruhi irama pernapasan. Perubahan emosi yang
sering menimbulkan keluhan sesak napas ialah rasa takut, kagum atau berteriak yang
disertai rasa gembira. Sesak napas yang disebabkan oleh foktor psikis seperti emosi,
sering timbul pada waktu istirahat, sedangkan sesak napas yang mempunyai latar
belakang penyakit paru obstruktif menahun sering dijumpai pada waktu penderita
melakukan aktifitas.

Sesak napas yang berhubungan dengan faktor emosi, terjadi melalui mekanisme
hiperventilasi. Dalam penelitian Dudley ditemukan bahwa pengaruh emosi seperti
depresi, kecemasan dapat menimbulkan sensasi sesak napas melalui mekanisme
hiperventilasi. Kedua mekanisme tersebut yang sama-sama dapat dipakai oleh faktor
psikis dalam menampilkan sensasi sesak napas, mungkin dapat dipergunakan
sebagai suatu bukti bahwa foktor emosi khusus berperan atau tidak. Kesukaran
bernapas yang timbul, semata-mata hanyalah merupakan reaksi somatik yang
bersifat individu terhadap pengaruh emosi tadi.
3. Jelaskan Patomekanisme sesak !
Dispnea atau yang biasa dikenal dengan sesak napas adala Perasaan sulit bernapas dan
biasanhya merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Orang yang mengalami
sesak napas sering mengeluh napas nya terasa pendek dan dangkal.

Sumber penyebab dispnea termasuk :


1. Reseptor reseptor mekanik pada otot otot pernapasan, paru, dinding dada dalam teoti
tegangan panjang, elemen elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya berperan
penting dalam membandingkan tegangan otot dengan drjat elastisitas nya. Dispnea
dapat terjadi jika tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot.
2. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2
3. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkat nya
rasasesaknapas
4. Ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi

Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada
beberapa hal berikut :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ketinggian tempat
4. Jenis latihan fisik
5. Dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan tersebut.

Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya dispnea pada malam hari dan
memerlukan posisi duduk dengan segera utnuk bernapas, atau dengan kata lain terbangun
dari tidur untuk melakukan usaha bernapas agar tidak terasa sesak.

Pasien denagn gejala dispnea biasanya memiliki satu dari beberapa keadaan seperti berikut
yaitu :
- Penyakit kardiovaskular
- Emboli paru
- Penyakit paru interstisial atau alveolar
- Gangguan dinding dada atau otot otot dada
- Penyakit obstruktif paru
- Kecemasan

Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam sistem respirasi.
Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan memproses respiratory -
related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif, kontekstual dan perilaku sehingga
terjadi sensasi dispnea.

Mekanisme terjadinya sesak napas


Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan
CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak
napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting,
namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan
meningkat.

Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan
terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang
yang mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan
terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harus
dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal.
Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya
jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
4. Jelaskan penyakit-penyakit sistem respirasi dengan gejala sesak!

1. Asma
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperktivitas bronkus dalam berbagai tingkat,
obstruksi jalan napas dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan napas
bersiafat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif non
reversibel tergantung berat dan lamanya penyakit.

Gejala penyakit asma antara lain :


Nafas yang berbunyi
Nafas pendek, biasanya hanya terjadi ketika berolahraga
Rasa sesak di dada
Batuk-batuk hanya pada malam hari dan cuaca dingin
Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena
kesulitannya dalam mengatur pernafasan

2. Emfisema
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada
kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen
yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami
batuk kronis dan sesak napas.

Gejala penyakit emfisema antara lain :


Sesak napas
Mengi
Sesak dada
Mengurangi kapasitas untuk kegiatan fisik
Batuk kronis
Kehilangan napsu makan dan berat
Kelelahan

3. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri patogen
pada alveolus yang mengakibatkan radang paru-paru. Biasanya alveoli berisi cairan dan
sel darah merah. Penyebab penyakit pneumonia antara lain :
Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa)
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Legionella
Hemophilus influenza
Jamur tertentu
Gejala penyakit pneumonia antara lain :

Batuk, sakit dada, demam dan kesulitan bernafas-batuk berdahak (dahaknya seperti
lendir, kehijauan atau seperti nanah)
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik
nafas dalam atau terbatuk)
Menggigil
Demam
Mudah merasa lelah
Sesak nafas
Sakit kepala
Nafsu makan berkurang
Mual dan muntah
Merasa tidak enak badan

4. TBC (tuberkulosis)
TBC adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri tersebut menimbulkan bintil-bintil pada dinding alveolus. Jika penyakit ini
menyerang dan dibiarkan semakin luas, dapat menyebabkan sel-sel paru mati.
Akibatnya paru-paru akan kuncup atau mengecil. Hal tersebut menyebabkan para
penderita TBC napasnya sering terengah-engah.

Gejala penyakit TBC antara lain :


Batuk lama lbih dari 30 hari yang disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa
disertai juga dengan batuk darah
Nafsu makan menurun dan bila terjadi pada anak maka terlihat gagal tumbuh serta
penambahan berat badan tidak memadai sesuai dengan anak tersebut
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas
Malaise
Keringat malam
Sesak dan nyeri dada

5. Bronkhitis
Merupakan gangguan pada cabang batang tenggorokan akibat infeksi.
Gejala penyakit bronkhitis :
Demam
Menghasilkan lendir yang menyumbat tenggorokan akibatnya penderita mengalami
sesak napas
Mengi mungkin saja terdapat pada pederita bronkitis. Mengi ini dapat murni
merupakan tanda bronkitis akut, tetapi bisa juga mungkin manifestasi asma

6. Atelektasis masif
Biasanya disebabkan oleh komplikasi pasca bedah, kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh trauma, asma, bronkopneumonia, pneumotoraks tension, aspirasi
benda asing dan paradisi misalnya pada difteria dan poliomielitis.

Gejala klinis :

Terjadi pasca bedah dalam waktu 24 jam setelah operasi.

Sesak
Sianosis
Takikardi
Nyeri dada
Gelisah dan kenaikan suhu badan

7. Pneumotoraks
Adalah suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura.

Gejala klinis :
Pada anak besar yang sering didapatkan rasa nyeri yang sekonyong-konyong disisi
toraks yang terkena , yang kemudian disusul oleh dispneu. Gejala ini sering dikira suatu
serangan angina pektoris. Pada sebagian penderita kadang-kadang ditemukan faktor
pencetus beeupa batuk, bersin atau latihan jasmani yang berat.

8. Kanker paru
Mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru. Kanker paru dapat menjalar keseluruh
tubuh. Kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok (75% penderia
adalah perokok). Penyebab lain adalah penderita menghirup debu asbes kromium dan
radiasi ionisasi.

Gejala klinis :
Lokal
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

Invasi lokal
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium

9. Asbestosis
Penyakit ini timbul merupakan respon paru sebagai akibat inhalasi debu (serat)
asbestos, umumnya asbestosis berupa fibrosis interstitialis paru.
Gejala klinis :
Gejala awal berupa sesak napas saat aktivitas dan batuk nonproduktif . penyakit
berkembang lanjut dan terdapat kelainan fisik berupa ronki basah di basal kedua paru.
5. Jelaskan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pada penyakit sistem respirasi!

DIAGNOSIS KELAINAN SISTEM PERNAPASAN

Diagnosis pemeriksaan penunjang pada kelainan system pernapasan terdiri dari:

1. Anamnesis: auto/allo anamnesis

o keluhan utama

o riwayat perjalanan penyakit

o riwayat pengobatan dan tindakan

o riwayat keluarga dan sosial

o riwayat pekerjaan

2. Pemeriksaan fisik

o keadaan umum meliputi tanda vital

o kelainan khas sistem napas (pemeriksaan rngga dada)

o pemeriksaan rongga thoraks meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

3. Sarana bantuan diagnostik

o kelainan anatomi seperti teknik radiologi, laboratorium klinik/ ptologi, bronkoskopi,


elektrokardiografi (EKG) dan ultrasonografi (USG)

o kelainan fungsional seperti uji faal paru, analisa gas darah

o sarana bantuan lainnya.

ANAMNESIS (auto/allo anamnesis)

A. Keluhan Utama

Keluhan yang sering ditemukan pada kelainan sistem napas adalah

1. Sesak napas
2. Nyeri dada

3. Batuk

PEMERIKSAAN FISIK

INSPEKSI THORAKS

Yang perlu diperhatikan dalam inspeksi dada pasien, kita harus melihat bagaimana bentuk
dada pasien. Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai dan
konfigurasi dada mungkin menunjukkan penyakit paru. Berbagai macam bentuk dada
yaitu :

1. Bentuk Dada

a. Pigeon chest

Suatu kelainan bentuk dada dimana sternum 1/3 distal melengkung ke anterior,
bagian lateral dinding thoraks kompressi ke medial (seperti dada burung).

b. Barrel chest

Di mana diameter anterior -posterior memanjang, iga-iga mendatar, sela iga melebar,
sudur epigastrium tumpul, diafragma mendatar. Biasanya pada pasien dengan
penyakit Penyakit Paru Obstrukttif Menahun (PPOM).

c. Funnel chest

Di mana bagian distal dari sternum terdorong ke dalam/ mencekung.

d. Flat chest

Di mana diameter anterior-posterior memendek, etiologinya berupa bilateral pleuro


pulmonary fibrosis.

e. Flail chest

Di mana konfigurasi dada pada satu sisi bergerak secara paradoksal ke dalam selama
inspirasi, keadaan ini dijumpai pada fraktur iga multipel.
f. Scoliosis dari vertebra thoracalis

Suatu bentuk perubahan dari rongga thoraks, di mana vertebra thoracalisnya


melengkung ke samping.

g. Kyphosis/ gibbus dari vertebra thorakalis

Di mana vertebra thoracalisnya melengkung ke belakang.

2. Respiratory movement Bila kita menilai laju respirasi, jangan meminta pasien untuk
bernapas "secara normal". Orang secara volunter akan mengubah pola dan laju
pernapasannya bila mereka menyadarinya. Cara yang lebih baik adalah, setelah
menghitung denyut radial, arahkan mata kita ke dada dan mengevaluasi pernapasan
pasien.

Orang dewasa bernapas kira-kira 10-14 kali semenit. Thoraks expansi akibat aktivitas
otot pernapasan dan secara pasif kemudian terjadi ekspirasi, frekuensi pernapasan
normal sekitar 14 kali/menit, pada bayi baru lahir normalnya 44 kali/menit dan secara
gradual berkurang dengan bertambahnya umur.

Pada laki-laki dan anak-anak, diafragma lebih berperan, sehingga yang menonjol
aadalah gerakan pernapasan bagian atas abdomen dan thoraks bagian bawah.
Sedangkan pada perempuan yang lebih berperan adalah musculus intercostal, gerakan
pernapasan yang menonjol adalah gerakan rongga thoraks bagian atas.

3. Pola pernapasan

- Dispnea

Keluhan objektif dimana orang sakit akan merasakan dia bernapas, misalnya pada
pasien obesitas, penyakit jantung, penyakit paru, hipertiroidisme dan lainnya.
Orthopnea. Sesak napas kalau posisi tidur dan berkurang kalau posisi duduk, seperti
pada pasien gagal jantung kiri.

- Kusmaull breathing

Pernapasan yang cepat dan dalam, misalnya pada keadaan asidosis.

- Astmatic breathing
Ekspirasi memanjang disertai wheezing, misalnya pada pasien asma bronchial.

- Cheyne stokes breathing

Pernapasan periodik secara bergantianantara pernapasan cepat (hiperpnea) dengan


apnea. Apnea dapat sampai 30 detik, pasien dapat tertidur pada periode ini. Misalnya
pada pasien dengan astma berat, peningkatan TIK, penyakit jantung dan paru.

- Biot's breathing

Pernapasan yang tidak tertaur, misalnya pada pasien dengan trauma capitis, tumor
serebral, meningo ensefalitis.

PALPASI THORAKS

Palpasi dilakukan dengan melakukan uji fremitus pada dinding dada pasien. Palpasi
dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan kita menempel pada dinding thoraks.
Misalnya melakukan palpasi pada dada posterior atau punggung, pasien di suruh berucap
kata-kata seperti "tujuh puluh tujuh" dengan nada yang sedang, kemudian secara simetris
dibandingkan getaran yang timbulpada dinding thoraks yang dirasakan pada kedua telapak
tangan kita sebagai pemeriksa. Kata yang diucapkan menimbulkan getaran yang dapat
dirasakan pada kedua telapak tangan.

Fremitus taktil memberikan informasi yang berguna mengenai kepadatan jaringan paru-
paru dan rongga dada dibawahnya.

Fremitus meningkat pada keadaan dengan infiltrat paru, compressive atelektasis, cavitas
paru. Keadaan seperti ini kepadatan paru-paru meningkat seperti konsolidasi, sehingga
meningkatkan penghantaran fremitus taktil.

Fremitus menurun atau melemah pada keadaan penebalan pleura, efusi pleura,
pneumotoraks, emfisema paru dan obstruksi dari bronkus. Keadaan klinis yang
mengurangi penghantaran gelombang suara ini akan mengurangi fremitus taktil. Jika ada
jaringan lemak yang berlebihan di dada, udara atau cairan di dalam rongga dada, atau
paru-paru yang mengembang secara berlebihan, fremitus taktil akan melemah.

PERKUSI THORAKS
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang
dihasilkan oleh ketukan pada dinding thoraks. Tekniknya : Pasien dalam posisi tidur dan
bisa juga dalam posisi duduk. Pemeriksa menggunakan jari tengah tangan kiri yang
menempel pada permukaan dinding thoraks, tegak lurus dan sejajar dengan iga sebut
sebagai fleksi meter. Sementara jari tengah tangan kanan digunakan sebagai pemukul
(pengetok) disebut fleksor pada fleksi meter tadi. Jika pasien duduk, kedua tangan pasien
pada paha dengan fleksi pada sendi siku. Jika pasien tidur oleh karena tidak dapat duduk,
maka untuk perkusi daerah punggung, pasien dimiringkan ke kiri dan ke kanan secar
bergantian. Perkusi dimulai dari lapangan atas paru menuju ke lapangan bawah sambil
membandingkan bunyi perkusi anatara hemi thoraks kanan dan kiri.

Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding dada yang ototnya tebal, maka perkusi agak
lebih kuat. Sedangkan pada daerah yang ototnya lebih tipis seperti daerah axilla dan
lapangan bawah paru, kekuatan perkusi tidak terlalu kuat.

Suara perkusi normal dari thoraks pada lapangan paru adalah sonor. Hiperinflasi dari paru
dimana udara tertahan lebih banyak dalam alveoli menghasilkan perkusi yang hipersonor.
Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid (padat/mengandung sedikit udara)
perkusi akan menghasilkan redup (dullness). Perkusi pada efusi pleura akan menghasilkan
suara pekak (flatness), pada keadaan ini rongga pleura berisi cairan yang merupakan
struktur yang solid.

Adanya udara di dalam rongga pleura (pneumothoraks) akan menimbulkan suara perkusi
yang timpani atau hipersonor.

Bagian anterior thoraks bunyi sonor mulai dari clavikula ke arah arcus costarum, kecuali
pada daerah jantung dan hati yang memberikan perkusi redup atau pekak. Pada daerah
anterior kanan pada RIC 4-6 akan didapatkan overlap anatar parenkim paru dengan hati
(perkusi dilakukan pada linea midclavikula kanan). Dari RIC 6 sampai arcus costarum
kanan, perkusi adalah pekak (daerah hati) yang tidak ditutupi parenkim paru. Pada bagian
anterior kiri bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah lambung). Daerah posterior
thoraks, bunyi perkusi sonor dari apeks paru sampai batas bawah.

AUSKULTASI THORAKS

Auskultasi paru dilaksanakan secara indirect yaitu dengan memakai stetoskop. Posisi
pasien sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi, jika pasien tidak bisa duduk,
auskultasi dapat dilakukan dalam posisi tidur. Pasien dapat disuruh bernapas dengan
mulut, tidak melalui hidung. Yang diperiksa waktu auskultasi adalah :

- Suara napas/ bunyi pernapasan

- Ronchi (rales)

- Pleura Friction (bunyi gesekan pleura)

- Voice sounds (bunyi bersuara)

Untuk mendengar suara napas, maka perhatikan intensitas, durasi dan pitch (nada) dari
inspirasi dibandingkan dengan ekspirasi. Pada orang sehat, maka dapat didengar suara
napas yaitu vesikuler, trakeal, bronkial dan bronkovesikuler.

Pada pernapasan vesikuler, suara inspirasi jauh lebih panjang dibandingkan ekspirasi yang
jauh lebih lemah dan seringkali tidak terdengar. Bunyi vesikuler ini merupakan bunyi
lemah dengan tinggi nada rendah yang terdengar di atas kebanyakan lapangan paru.

Bunyi pernapasan trakeal adalah bunyi yang sangat kasar, keras, dan dengan nada tinggi
yang terdengar pada bagian trakea ekstratoraks. Kedua komponen baik inspirasi maupun
ekspirasi sama panjangnya.

Bunyi pernapasan bronkial adalah bunyi yang keras dengan tinggi nada tinggi, seperti
udara mengalir melalui pipa. Komponen ekspirasinya lebih keras dan lebih lama
dibandingkan dengan komponen inspirasi. Bunyi ini biasanya ada bila kita mendengarkan
di atas manubrium.

Bunyi pernapasan bronkovesikuler adalah campuran bunyi bronkial dan vesikuler.


Komponen inspirasi dan ekspirasinya sama panjang. Dalam keadaan normal, bunyi ini
hanya terdengar pada sela iga pertama dan kedua di bagian depan dan diantara skapula di
bagian belakang, disekat karina dan bronkus utama.

Ronki (Rales)

Ronki adalah bunyi tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran napas
yang berisi sekret/eksudat atau akibat saluran napas yang menyempit atau oleh oedema
saluran napas.
Ronki merupakan bunyi yang singkat, tidak kontinu, tidak musikal, banyak terdengar
selama inspirasi. Bunyi ronki seperti bunyi yang dibuat dengan menggosokkan rambut di
dekat telinga.

LABORATORIUM KLINIK DAN PATOLOGI

Pemeriksaan laboratorium patologi sangat membantu diagnostik, bahkan dapat

menegakkan diagnosis pasti, sedangkan laboratorium klinik sampai saat ini sebagai
saranabantu pelengkap.

Bahan pemeriksaan dapat berasal dari:

- Darah

- Dahak/sputum

- Cairan pleura

- Urine

- Biopsi jaringan atau biopsi aspirasi dari kelenjar lemfe, kulit, saluran napas,pleura, dan
jaringan paru.

1. Darah

- Merupakan sarana bantu untuk menyokon diagnosis

- Hb rendah anemia karena perdarahan atau defisiensi

- Hb tinggi polycythaemia akibat hipoksia kronis, PO2 arteria rendah untuk

memenuhi kebutuhan tubuh maka eritrosit dan Hb ditingkatkan, dikenal sebagai

polycythaemia sekunder.

- Hitung leukosit, tinggi kemudian infeksi bakteri, hitung jenis terutamaeosinofil tinggi
karena parasit atau alergi (asma bronkhiale)

2. Dahak/Sputum
Bahan pemeriksaan sebaiknya mendapatkan dahak/sputum, waktu pengambilan terbaik

adalah page segera sesudah bangun pagi karena sekresi dari bronkus yang abnormal

tertimbun waktu tidur.Bila dahak kurang/sedikit dapat dibantu dengan mukolitik atau
ekspektorans.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi warna, bau.

- Pengecatan gram (-) atau (+)

- Pengecatan untuk basil tahan asam dengan Ziehl Neelsen, bila (+)ditentukan secara
Bronkhost.

- Biakan bakteri dan tes kepekaan

- Biakan kuman tuberkulosis

- Biakan jamur

- Biakan viral dan mikoplasma

- Sitologi untuk menemukan sel ganas dan eosinofil

3. Cairan Pleura

Hasil aspirasi dari cairan pleura dapat ditemukan:

- Transudat, eksudat, nanah, darah, dan cairan limfe

- Memeriksa analisis cairan pleura meliputi pH, protein, glukosa, LDH,

leukosit, hitung jenis, sediaan langsung, biakan, sitologi.

4. Urine

- Kelainan sistem pernapasan yang ada hubungannya dengan ginjal adalah

tuberkulosis ginjal atau metastasis tumor paru

- Biasanya ditemukan adanya hematuria, perlu diperiksa biakan kuman

tuberkulosis
- Perlu disokong oleh data hasil biopsi ginjal

5. Biopsi

- Dapat dilakukan biopsi jaringan atau biopsi aspirasi

- Biopsi jaringan dapat dilihat struktur jaringan, sedangkan biopsi aspirasi hanya

ditemukan adanya sel-sel.

- Hasil biopsi ini sangat menentukan diagnostik

- Hasil yang ditemukan berupa kelainan sistem pernapasan:

Tuberkulosis paru, pleuritis tubekulosa, tumor ganas saluran napas dan paru, lesi

pneumonia dan lesi jamur.

METODE MORFOLOGI

1. Teknik radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru yang
berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu
parenkim menghasilkan bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding
dada, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar
ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih
padat pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang (termasuk iga, sternum dan
vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi. Metode
radiografi yang biasa digunakan untuk menentukan penyakit paru adalah:

a. Radiografi Dada Rutin

Dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi maksimum dan menahan napas
untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil dengan sudut pandang
posteroanterior dan kadang juga diambil dari sudut pandang lateral dan melintang.
Radiograf yang dihasilkan memberikan informasi sebagai berikut:
Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragma dan saluran napas
atas pada waktu memasuki dada
Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta,
kelenjar limfe dan percabangan bronkus
Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi, tanda fibrosis dan
daerah konsolidasi.

Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal bergantung
pada:
Jenis kelamin
Usia
Keadaan pernapasan

b. Tomografi computer (CT Scan)

Yaitu suatu teknik gambaran dari suatu irisan paru yang diambil sedemikian rupa
sehingga dapat diberikan gambaran yang cukup rinci. CT scan dipadukan dengan
radiograf dada rutin. CT scan berperan penting dalam :
Mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama brronkus
Menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor, struktur vaskular)
Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelaianan bayangan yang terdapat pada
paru dan jaringan toraks lain
CT scan bersifat tidak infasif sehingga CT scan mediastinum sering digunakan untuk
menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan stadium kanker paru, walaupun tidak
seakurat bila menggunakan mediastisnokopi.

d. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)


MRI menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy untuk mengambil
gambaran potongan melintang tuubuh. Gambaran yang dihasilkan dalam berbagai
bidang, dapat membedakan jaringan yang normal dan jaringan yang terkena
penyakit (pada CT scan tidak dapat dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh
darah dengan struktur nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih
mahal dibandingkan CT scan. MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi
penyakit pada hilus dan mediastinum.

e. Ultrasounds
Tidak dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru. Namun, ultrasound dapat
membantu mendeteksi cairan pleura yang akan timbul dan sering digunakan dalam
menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis

f. Angiografi Pembuluh Paru

Memasukkan cairan radoopak melalui kateter yang dimasukkan lewat vena lengan
ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan lalu ke dalam arteri pulmonalis utama.
Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi emboli massif atau untuk
menentukan derajat infark paru. Resiko utama dalam angiografi yaitu timbulnya
aritmia jantung saat kateter dimasukkan ke dalam bilik jantung

f. Pemindaian Paru
Pemindaian paru dengan menggunakan isotop, walaupun merupakan metode yang
kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi emboli paru, tetapi prosedur ini lebih
aman dibandingkan dengan angiografi.

2. Bronkoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-
cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis
karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat benda asing.

3. Pemeriksaan Biopsi

4.Pemeriksaan Sputum

METODE FISIOLOGI

1. Uji Fungsi Paru

2. Uji Fungsi Ventilasi

3. Analisa Gas Darah


6. Golongan obat batuk dan suplemen apa saja yang digunakan dan aman untuk anak?

- Noscapin
- Codeine
- Dextromethorpan HBR
- Pholcodin

Ket: menekan pusat batuk di otak secara langsung, efek sampingnya meliputi sedatif
ringan hingga berat dan bisa membuat constipation dan ketergantungan zat opiat

Golongan Lain
- Butamirate Citrate
- Clobutinol
- Phentoxyverine
- Sodium Dibunate
- Oxyeladin
- Pipazetate
- Levodropropizine

Ket: menimbulkan efek stimulasi pada susunan saraf pusat, karena dapat mengakibatkan
insomnia dan rata-rata sudah di tarik dari pasaran di beberapa negara

Golongan Ekspektoran
- Garam amonium
- Eprazinone
- Guaiacol
- Guaifenesin
- Ipecacuanha
- Sulfogaiacol
- Terpin hydrate

Ket: obat-obatan ini berkhasiat mengencerkan dahak dan lendir sehingga mudah di
keluarkan
Golongan Mukolitik
- Acetylcysteine
- Ambroxol
- Bromhexine
- Carbocisteine
- Mesna

Ket: obat-obatan ini di gunakan untuk mengurangi kekentalan dahak atau lendir, sehingga
mudah di keluarkan, seringkali digunakan untuk batuk berdahak kental / lengket

Golongan Suplemen
- Minyak Aromatik (eucalyptus)
- Thyme
- Ascorbic Acid
- Bioflavonoids
- Garlic
- Lemon juice
- Clider vinegar
- Honey

Golongan Herbal
- Plumeria acuminata Ait (Kamboja)
Indikasi : bronkitis, radang saluran pernapasan, TBC
- Amomum cardamomum Willd (Buah Kapulaga)
Indikasi : antitusif, peluruh dahak
- Cassia omlidentalis Linn (Daun Kasingsat)
Indikasi: batuk, sesak napas, radang paru-paru
- Hibiscus rosa-sinensis L (Kembang Sepatu)
Indikasi : batuk rejan (pertussis), bronkitis, TBC
- Clitoria ternatea L (Kembang Telang)
Indikasi : menghilangkan dahak pada bronkitis kronik
- Canagan odorata (Bunga Kenanga)
Indikasi : bronkitis, asma, sesak napas
Kesimpulan :
Untuk anak-anak di bawah 2 tahun sebaiknya mendapatkan fisioterapi atau terapi alternatif
seperti obat herbal, bukan obat-obatn yang di jual bebas di pasaran, karena efek
sampingnya yang berbeda-beda pada setiap pasien.
7. Jelaskan DD dari skenario!

BRONKITIS AKUT

Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama dan
menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu. Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, pada anak keadaan
ini agaknya bukan merupaka suatu penyakit tersendiri, tapi berhubugan dengan keadaan
lain seperti asma dan fibrosis kistik.. bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus.
Bronkitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia,
Bordetella pertusis, atau Corynebacterium diphtheriae.

Bronkitis pada anak mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri dan
merupakan akibat dari beberapa keadaan pada saluran respiratori atas dan bawah yang
lain. Manifestasi klinis biasanya terjadi secara akut mengikuti suatu infeksi respiratori
atas karena virus, atau secara kronis mendasari penyakit asma, fibrosis kistik, aspirasi
benda asing, defisiensi imun, immotilecila syndrome, serta penyakit lainnya.

Diagnosis bronkitis sering ditegakkan dalam praktek sehari-hari, sehingga seharusnya


bronkitis dapat dibedakan dan ditetapkan dengan mudah. Akan tetapi, manifestasi utama
yang menonjol pada penyakit ini adalah batuk, yang bukan merupakan gejala spesifik dan
dapat merupakan gejala/bagian dari berbagai penyakit respiratori ataupun nonrespiratori.
Hingga saat ini, uji diagnostik spesifik noninvasif untuk mendiagnosis penyakit anak
masih belum ada.

Pada orang dewasa, definisi bronkitis kronik adalah kondisi krons atau berulang (rekuren)
dari batuk produktif yang terjadi selama tiga bulan dalam setahun dan berlangsung selama
dua tahun. Pengertian bronkitis kronik pada anak belum jelas. Selain iti pembagian
bronkitis akut, kronik, rekuren, atau wheezy brochitis pada anak belum disepakati karena
tampilan klinis yang seringkali serupa satu sama lain. Oleh karena itu, diagnosis bronkitis
haruslah dipertimbangkan selama matang karena dapat mempengaruhi pemeriksaan dan
tatalaksana selanjutnya.
Bronkitis akut virus

Sebagian besar bronkitis disebabkan oleh virus, antara lain yaitu Rhinovirus, RSV, virus
Infulenza, virus Parainfulenza, Adenovirus, virus Rubiola, dan Paramyxovirus. Akan
tetapi, zat iritan seperti asam lambung, aatau polusi lingkungan, dilaporkan dapat
menyebabkan bronkitis akut. Brokitis juga dapat ditemukan setalah pajanan yang berat,
seperti saat aspirasi setelah muntah, atau pajanan dalam jumlah besar terhadap zat kimia.
Akan tetapi, umumnya pajanan ini lebih menyebabkan terjadinya bronkitis kronik
daripada bronkitis akut.

Bronkitis akut biasanya mengikuti gejala-gejala infeksi saluran respiratori seperti rinitis
dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3-4 hari setelah rinitis. Batuk pada mulanya keras
dan kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk yang lepas dan ringan dan
produktif. Karena anak-anak biasanya tidak membuang lendir tetapi menelannya, maka
dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih
tua, keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk, serta nyeri dada pada
keadaan yang lebih berat.

Karena bronkitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat membaik
sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui secara jelas karena
kurangnya ketersediaan jaringan untuk pemeriksaan. Yang diketahui adalah adanya
peningkatan aktivitas kelenjar mukus dan terjadinya deskuamasi sel-sel epitel bersilia.
Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam dinding serta lumen saluran respiratori
menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan tetapi, karena migrasi leukosit ini merupakan
reaksi nonspesifik terhadap kerudsakan jalan napas, maka sputum yang purulen tidak
harus menunjukan adanya superinfeksi bakteri.

Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring
perkembangan dan progesivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam rongki, suara
napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suara kombinasi. Hasil pemeriksaan
radiologis biasanya normal ataupun didapatkan peningkatan corakan bronkial. Pada
umumnya, gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda klinis menetap hingga 2-3
minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri
sekunder.
Sebagian besar terapi bronkitis akut viral bersifat suportif. Pada kenyataannya,
kebanyakan rinitis dapat sembuh tanpa pengobatan sama sekali. Istirahat yang cukup,
kelembapan udara yang cukup, masukan cairan yang adekuat, serta pemberiaan
asetaminofen pada keadaan demam bila perlu, sudah mencukui beberapa kasus. Antibiotik
harusnya digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau telah dibuktikan dengan
pemeriksaan penunjang lainnya. Pemberian antibiotik berdasarkan terapi empiris biasanya
disesuaikan dengan usia, jenis organisme yang biasa menginfeksi, dan sensivitas
dikomunitas tersebut. Antibiotik juga telah dibuktikan tidak mencegah terjadinya infeksi
bakteri sekunder, sehingga tidak ada tempatnya diberikan pada bronkitis akut viral.

Obat-obat penekan batuk sebaiknya jangan diberikan, karena batuk diperlukan untuk
mengeluarkan sputum. Fisioterapi dada tidak perlu dilakukan pada anak sehat yang dalam
fase bronkitis akut. Bila di temukan wheezing pada pemeriksaan fisis, dapat diberiakan
bronkodilator 2 -agonis, tetapi diperlukan evaluasi yang seksama terhadap respon
bronkus untuk mencegah bronkodilator yang berlebih.

Bronkitis akut bakteri

Jumlah bronkitis akut bakterial jauh lebih sedikit dari pada bronkitis akut virus. Invasi
bakteri ke bronkus dapat merupakan infeksi sekunder setelah terjadi kerusakan permukaan
mukosa oleh infeksi virus sebelumnya.

Hingga saat ini , bakteri penyebab bronkitis akut yang telah diketahui adalah
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae.
Mycoplasme pneumoniae juga menyebabkan bronkitis akut, dengan karakteristik klinis
yang tidak khas, dan biasa terjadi pada anak yang berusia di atas 5 tahun atau remaja.
Chlamydia sp pada bayi dapat menyebabkan trakeobronkitis akut dan pneumonitis, dan
terapi pilihan yang diberikan adalah eritromisin. Pada anak berusia di atas 9 tahun dapat
diberikan tetrasiklin. Untuk terapi efektif dapat diberikan eritromisin atau tetrasiklin untuk
anak-anak di atas usia 9 tahun.

Pada anak-anak tidak diimunisasi, infeksi Bordetella pertusis dan Corynobacterium


diphtheriae dihubungkan dengan kejadian trakeabronkitis. Selama stadium kartaral
pertusis, gejala-gejala respiratori atas lebih dominan, berupa rinitis, konjungtivitis, demam
sedang, dan batuk. Pada stadium paroksimal, frekuensi dan keparahan batuk meningkat.
Gejala khas berupa batuk kuat berturut-turut dalam satu ekspirasi, yang diikuti usaha keras
dan mendadak untuk inspirasi, sehingga menyebabkan timbulnya whoop. Batuk ini
biasanya menghasilakan mukus yang kental dan lengket. Muntah pascabatuk (posttusive
emesis) dapat juga terjadi pada stadium proksimal.

Hasil pemeriksaan laboratorium patologi menunjukkan adanya infiltrasi mukosa oleh


limfosit dan leukosit PMN. Diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan kultur dari
sekresi mukus. Pengobatan pertusis sebagian besar bersifat suportif. Pemberian
erotromisin dapat mengusir kuman pertusis dari nasofaring dalam waktu 3-4 hari,
sehingga mengurangi penyebaran penyakit. Pemberian selama 14 hari setelah awitan
penyakit selanjutnya dapat menghentikan penyakit.

Epidemiologi

Menurut perkiraan dari wawancara nasional diambil oleh Pusat Statistik Kesehatan
Nasional tahun 2006, sekitar 9,5 juta orang, atau 4% dari populasi, didiagnosis dengan
bronkitis kronis. Statistik ini mungkin meremehkan prevalensi penyakit paru obstruktif
kronik sebanyak 50%, karena banyak pasien mengecilkan gejala mereka, dan kondisi
mereka tetap tidak terdiagnosis.

Sebuah overdiagnosis bronkitis kronis oleh pasien dan dokter juga telah menyarankan,
namun. Para bronkitis Istilah ini sering digunakan sebagai deskripsi umum untuk batuk
spesifik dan self-terbatas, sehingga salah meningkatkan insiden meskipun pasien tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis.

Dalam sebuah penelitian, bronkitis akut dipengaruhi 44 dari 1000 orang dewasa per tahun,
dan 82% dari episode terjadi di musim gugur atau musim dingin. Sebagai perbandingan,
91 juta kasus influenza, 66 juta kasus flu biasa, dan 31 juta kasus lainnya akut infeksi
saluran pernapasan atas terjadi tahun itu.

Bronkitis akut adalah umum di seluruh dunia dan merupakan salah satu dari 5 alasan
utama untuk mencari perawatan medis di negara-negara yang mengumpulkan data
tersebut. Tidak ada perbedaan dalam distribusi rasial dilaporkan, meskipun bronkitis lebih
banyak terjadi pada populasi dengan status sosial ekonomi rendah dan pada orang yang
tinggal di daerah perkotaan dan industri maju.

Dalam hal gender-spesifik kejadian, bronkitis mempengaruhi laki-laki lebih dari


perempuan. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria dan seperempat wanita memiliki
emfisema pada kematian. Meskipun ditemukan pada semua kelompok usia, bronkitis akut
yang paling sering didiagnosis pada anak-anak muda dari 5 tahun, sedangkan bronkitis
kronis lebih umum pada orang tua dari 50 tahun.

Etiologi

Penyebabnya yakni virus, bakteri dan alergi. Seperti radang tenggorokan, bronkhitis bisa
terjadi karena virus atau bakteri yang langsung bersarang di sana ataupun merupakan
rentetan dari penyakit saluran napas bagian atas. Selain itu saluran napas yang menerima
rangsangan terus-menerus dari asap rokok, asap/debu industri atau keadaan polusi udara
yang menyebabkan keradangan kronis dan produksi lendir yang berlebihan sehingga
mudah menimbulkan infeksi berulang.

1. Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus,
Adenivirus, dan lain-lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutama
Mycoplasma pnemoniae, Clamydia pnemoniae, dan lain-lain.

2. Penyebab utama bronkhitis kronis adalah kebiasaan merokok, kandungan tar pada rokok
bersifat merangang secara kimiawi sehingga dapat menimbulkan kerusakan selaput
lendir saluran-saluran pernafasan. Bronkhitis kronik juga dapat disebabkan karena
infeksi saluran pernafasan yang terjadi secara berulang-ulang, polusi udara, dan alergi
khusus. Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh paparan berbagai
macam polusi industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen,
dan lain-lain (Jazeela Fayyaz, DO, Jun 17, 2009). Faktor keluarga dan
genetis/keturunan juga berperan membuat seseorang terkena bronkhitis kronik.

Gejala klinis

Biasanya dimulai dengan tanda-tanda ISNA atas oleh virus. Batuk mula-mula kering
setelah dua atau tiga hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara adanya lendir.
Dahak yang mukoid kental sering tidak kelihatan karena tertelan. Dahak mungkin tertelan.
Dahak mungkin kental dan kuning tetapi ini tidak berarti adanya infeksi bakteri sekunder.
Anak mula-mula dapat tidak napas dan kadang-kadang pada anak besar mengeluh rasa
sakit restosternal. Pada beberapa hari pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan
dada, tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas kasar.
Batuk biasanya hilang setelah satu atau dua minggu. Bila setelah dua minggu batuk tetap
ada mungkin terdapat kolaps paru segmental atau terdapat infeksi paru sekunder.

Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada penderita bronkitis. Mengi ini dapat
murni merupakan tanda bronkitis akut tetapi perlu juga diingat kemungkinana manifestasi
asma pada anak tersebut, lebih-lebih bila keadaan seperti ini terjadi berulang. Istilah
bronkitis asmatika dan asmatik bronkitis sebaiknya dihindarkan saja.

Pemeriksaan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan dengan stetoskop, akan terdengar wheezing maupun bunyi abnormal
paru-paru lainnya. Beberapa pasien tidak menunjukkan adanya bronkospasme.

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan:


Rontgen dada (bisa menunjukkan pneumonia atau bronkiolitis)
Serologi RSV
Analis gas darah arteri.

Penatalakasanaan
- Segera membawa anak ke dokter jika menunjukkan gejala bronkitis.
- Bronkitis akut biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari antara 7 14
haritetapi ada beberapa kasus yang sampai 3 minggu.
- Anak sebaiknya minum banyak cairan (baik air putih maupun jus buah) agar
lendirhidung lebih encer dan mudah dikeluarkan.
- Untuk menurunkan demam sebaiknya gunakan asetaminofen, jangan memberikan
aspirin kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye.
- Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi RSV sehingga tidak dapat diobati
dengan antibiotik, karena antibiotik tidak dapat melawan virus.
- Jika terjadi pneumonia berat, kadang diberikan obat anti-virus ribavirin. Ribavirin
diberikan hanya pada anak yang beresiko tinggi dari bronkitis ini mengingat harganya
yang sangat mahal. Ribavirin bekerja dengan menghambat pembelahan virus RSV
sehingga meminimalkan cedera jaringan.
- Bayi yang menderita pneumonia berat mungkin perlu dirawat di rumah sakit guna
mendapatkan terapi pernafasan khusus, seperti oksigen yang lembab dan obat-obatan
untuk membuka saluran pernafasan.

Pencegahan
Cara yang paling sederhana untuk membantu mencegah adalah mencuci tangan sesering
mungkin, terutama sebelum merawat bayi. Beberapa tindakan berikut bisa membantu
melindungi bayi dari bronkitis akut :
Cuci tangan dengan sabun dan air hangat setiap kali sebelum merawat bayi
Penderita pilek atau selesma sebaiknya tidak berada dekat bayi atau jika terpaksa,
gunakan masker
Mencium bayi dapat menularkan virus
Anak-anak sangat sering menderita bronkitis akut dan infeksi ini mudah menular
diantara anak-anak, karena itu jauhkan mereka dari adiknya yang masih bayi
Jangan merokok di dekat bayi karena asapnya menyebabkan meningkatnya resiko
terjadinya bronkitis dan infeksi RSV.

Tindakan pencegahan terhadap bronkitis akut karena infeksi RSV,


yaituimmunoglobulin RSV dan palvizumab. Kedua bahan tersebut terbukti dapat
mencegah terjadinya infeksi RSV pada anak yang berumur kurang dari 24 bulan.
Immunoglobulin RSV diberikan 1 kali/bulan melalui infus, palvizumab diberikan 1
kali/bulan melalui suntikan.

Perjalanan dan prognosis

Perjalanan dan prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau
mengatasi setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi yang terjadi berasal dari penyakit
yang mendasarinya.
ASMA

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya retrksi trakea dan bronkus
oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas
bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan
pengobatan.

Klasifikasi asma

Pembagaian derajat penyakit asma dibuat oleh Phelan dkk. (dikutip dari Konsesus Pediatri
Internasional III tahin 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3, yaitu
sebagai berikut:

1. Asma episodik jarang


Biasanya terdapat pada anak umur 3-6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh
infeksi virus sluran napas bagian atas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun.
Lamanya serang paling lama beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang
berat.

Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi (wheezing) dapat
berlangsung berkisar 3-4 hari. Seangkan batuk-batuknya dapat berlangsung 10-14 hari.
Manifestasi alergi lainnyamisalnya eksim pada golongan ini arang didapatkan.
Tumbuhkembang anak dbiasanya baik. Diluar serangan tidak ditemukan kelainan.
Waktu remisis berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70-
75% dari populasi anak.

2. Asma episodik sering


Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada
permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6
tahun dapat terjadi serngan tanpa infeksi yang jelas. Banyaknya serangan 3-4 kali
dalam satu tahun dan setiap kali serang beberapa ari sampai beberapa minggu.
Frekuensi serangan paling tinggi pada 8-13 tahun. Pada golonagn lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau presisten. Umumnya gejala yang
paling jelek pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Golongan ini merupakan 28% dari populasi anak, dan pada goongan ini jarang diteukan
gangguan pertumbuhan.

3. Asma persisten
Pada 25% anak golongan ini seranga pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75%
sebelum umur 3 tahun. Lima puluh persen anatk terdapat mengi yang lama pada 2
tahun pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5-6 tahun akan
lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hapir selalu terdapat
mengi tiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik
sering menyebabkan mengi. Dari waktu kewaktu terjadi serangan yang berat dan sering
memerlukan perawatan rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada
umur 8-14 tahun, setelah biasanya terjadi perubahan.

Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau
sering. Pada pemeriksaan fisik jarang yang normal. Dapat terjadi perubahan bentuk
toraks seperti dada burung, barrel chest dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan
ini terjadi gangguan pertumbuhan yaitu bertubuh kecil.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat saat ini diperkirakan ada 6-8 juta penderita asma, sedangkan di
Indonesia jumlah penderita asma belum dapat ditentukan dengan pasti karena belum ada
data. Di laboratorium Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/UPF
paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya menurut data 1991, jumlah penderita asma rawat jalan
dan rawat tinggal menduduki tempat kedua setelah penyakit infeksi tuberkulosis paru.

Etiologi

Asma bronkial terjadi di segala usia, tetapi dominan pada anak-anak. Menurut etiologinya,
asma merupakan penyakit heterogen. Faktor genetik (atopik) danlingkungan, seperti virus,
paparan pekerjaan, dan alergen, memiliki kontribusi dalam inisiasi dan kontinuasi. Atopi
merupakan faktor resiko yang paling banyak dalam perkembangan asma. Asma alergik
seringkali dihubungkan dengan riwayat penyakit individu dan/atau keluarga seperti
rhinitis, urtikaria, dan eksim; dengan reaksi bengkak dan rasa terbakar pada kulit terhadap
injeksi ekstrak antigen dari udara secara intradermal ;dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum; dan/atau dengan respon positif terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi
antigen spesifik.

Penderita asma tanpa riwayat alergi individu maupun keluarga, dengan tes kulit yang
negatif, dan dengan kadar IgE serum yang normal, yang oleh karena itu tidak dapat
dikelompokkan menurut mekanisme imunologis yang telah dijelaskan sebelumnya,
disebut asma idiosinkratik atau asma nonatopik. Pada umumnya, asmayang terjadi pada
usia anak-anak memiliki komponen alergik yang kuat, sedangkanasma yang berkembang
kemudian memiliki etiologi nonalergik atau campuran.

Gambaran klinik

Asma bukan suatu penyakit yang spesifik tetapi merupakan sindrom yang dihasilkan
mekanisme multipel yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk
obstruksi jalan napas reversibel. Sebagai sindrom episodik, terdapat interval asimtomatik
di antara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting dari sindrom ini, seperti
dispenia, suara mengi, obstruksi jalan napas reversibel terhadap bronkodilator, bronkus
yang hiperresponsif terhadap berbagai stimulus baik yang spesifik maupun nonspesifik,
dan peradangan saluran pernapasan. Semua ciri-ciri tadi tidak harus bersamaan.

Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak napas. Gejala yang sering
terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus paradokus,
timbulnya Kussmauls sign.

Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit obstruksi jalan napas lainnya, seperti
bronkitis kronik, emfisema, dan fibrosis kistik. Asma terjadi pada penderita muda yang
bukan perokok; saat berada diantara eksaserbasi akut, nilai kaapasitas resudal fungsional
adalah normal, daya tahan saat exercise dan parameter spirometrik pada penderita asma
tidak banyak berubah dibandingkan pada penderita bronkitis kronik maupun penderita
empisema.

Pemeriksaan
Diagnosa Asma Bronkial ditegakkan dengan :
1. Anamnesa :
- Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak
kunjung sembuh, atau batuk malam hari
- Semua keluhan biasanya bersifat variasi diurnal
- Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang
lain
2. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman
dalam posisi duduk.
Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
Paru :
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah.
Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

Pada serangan berat : tampak sianosis N > 120 X/menit Silent Chest : suara
mengi melemah

3. Pemeriksaan Penunjang :
SPIROMETRI
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik beta. Peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tetapi respon yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut
dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal.

Demikian pula respon terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran
nafas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan
efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang disebutkan di atas
mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin, dan bahkan
kortikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi
tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan
pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau beberapa bulan kemudian.

Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri pada asma dapat
disamakan dengan tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada
diabetes melitus. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan asma
dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK).

UJI PROVOKASI BRONKUS


Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus
dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi
bronkus seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara
dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1
sebesar 20% atau lebih diangggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan
dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut
jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan
APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan
alergen, hanya dilakukan dengan pasien yang alergi terhadap alergen yang diuji.

PEMERIKSAAN SPUTUM
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan
pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, kristal charcot-leyden dan
spiral Curschmann, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium
Aspergillus fumigatus.

ANALISIS GAS DARAH


Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal serangan, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia (PaCO< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih
berat PaCO justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma
yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis
respiratorik.

Prognosis

Prognosis jangka panjang anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak hilang atau
berulang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah meghilang
pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun.
Dua puluh persen asma episodik sering sudah timbul pada masa akil-baliq, 60% tetap pada
asma episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma
kronik/presisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik
sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/presisten dan sisanya menjadi asma
episodik jarang.
BRONKIOLITIS AKUT

Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi dan
anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan
pada usia 6 bulan.

Epidemiologi

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran pernapasan tersering pada bayi. Paling sering
terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan. Sembilan puluh lima
persen kasus terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun dan 75% diantaranya terjadi pada
anak di bawah 1 tahun.

Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia
3-6 bulang yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat penduduk. Selain
Orenstein, Louden menyatakan bahwa 1.25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada
anak perempuan. Dominasi anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu
1.6 kali lebih banyak daripada anak perempuan, sedangkan Fjareli menyebutkan 63%
kasus bronkiolitis adalah pada anak laki-laki.

Sebanyak 11.4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1-2 tahun di AS
pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS
dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17% dari emua
kasus perawatandi Rs pada bayi. Freukuensi bronkiolitisdi Negara-negara berkembang
hamper sama dengan di AS. Insidens terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim
hujan di Negara-negara tropis. Bagian ilmu kesehatan anak RSU Dr. Soetomo Surabaya,
pada tahun 2001 dan 2003, bronkiolitis banyak terjadi pada bulan Januari sampai dengan
Mei.

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara berkembang daripada


negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi,
kurangnya tunjangan medis serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka
mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dorawat adalah 1-3%.

Etiologi

Penyebab utama bronkiolotis adalah infeksi respiratory syncytical virus(RSV) yang


memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan risiko tinggi dan
imunokompromise. Sekitar 93% dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti
disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti
adenovirus, virus influenza, virus para influenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada
bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis.

Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak
bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV
adalah virus golongan paramikovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus
parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan beruoa glikoprotein dan
nukleokapsid RNA heliks linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya
mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relative stabil
dari tahun ke tahun.

Patologi

Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau totalkarena edema dan akumulasi mukus
dan eksudat yang liat. Di dinding bronkus dn bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang.
Radang juga dijumpai peribronkial dan dijaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus
menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.

Gambaran klinis

Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai dengan
batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya
subfebril. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama makin hebat, pernafasan
dangkal dan cepat dan disertai dengan serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping
hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak gelisah dan sianotik. Pada
pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium menunjang disertai mengi
(wheezing).

Rongki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirium atau pada
permukaan ekspirium. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak
terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Foto rontgen toraks menunjukkan
paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter antero-posterior membesar pada foto
lateral. Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar
disebabkan atelektasis atau radang.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal,
kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan
nasfaring menunjukkan flora bakteri normal.

Pemeriksaan:

Pemeriksaan Fisis
Sewaktu inspeksi, saat pasien menarik dan menghembus napas, akan kelihatan otot-otot
pernapasannya menonjol. Pada auskultasi pula akan terdengar bunyi tambahan yaitu
wheezing atau dengan nama lain terdapat bunyi mengik.

Laboratorium
Pemeriksaan sputum akan ditemukan warna keputihan dan lengket. Selain itu, juga
ditemukan histosit, Curschmanns spiral, dan Charcot Leyden crystal. Dalam tes
mikroskopik akan ditemukan pula eosinophil tanda berlakunya reaksi allergy. Pada tes
darah ditemukan kadar eosinophil meningkat dan begitu juga dengan Ig E.

Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel darah putih pada
umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung jenis mungkin normal atau
bergeser kekanan atau kekiri
Urin
Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai balance cairan dan
kemungkinan dehidrasi.
Serum darah
Kimia serum darah tidaklah terpengaruh secara langsung oleh infeksi/peradangan tetapi
dapat membantu menerka beratnya derajat dehidrasi.
Analisa gas darah
Analisa gas darah mungkin diperlukan pada pasien yang sakitnya berat, terutama yang
menuntut ventilasi mekanik atau buatan.
Radiologi
Foto sinar x dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan lateral. dapat
terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit)
o Hiperinflasi dan infiltrat yang tertutup, gambaran ini adalah nonspesifik dan mungkin
juga dapat pada gambaran pasien dengan sakit asma, pneumonia yang tidak lazim atau
karena virus, dan aspirasi cairan.
o Ateletaksis fokal
o Gambaran udara yang terperangkap
o Gambaran sekat diafragma yang rata
o Peningkatan gambaran Garis tengah Antero posterior
o Peribronchial Cuffing
o Foto sinar x dapat juga mengungkapkan bukti alternatif untuk diagnosa banding, seperti
pneumonia lobaris , gagal jantung kongestif, atau aspirasi benda asing.

Pemeriksaan lainnya:
o Antigen Test pada nasal wash, dapat mengungkap dengan cepat ( pada umumnya di
dalam 30 min) dan akurat ( kepekaan 87-91%, ketegasan 96-100%) dalam pendeteksian
RSV
oKultur positif dengan direct fluorescent antibody, test hasil percobaan dapat
mengkonfirmasikan infeksi karena RSV
o Nasal washing test harus diperoleh dari anak-anak yang diperlukan opname dan anak-
anak yang berhadapan dengan resiko berat.
o Kultur RSV lebih sedikit sensitip ( 60%) tetapi spesifitas mencapai 100%.
o Panel karena virus yang berhubungan dengan pernapasan, kultur untuk RSV atau lain
virus, atau pendeteksian dengan direct fluorescent antibody atau dengan polymerase
chain reaction mungkin bermanfaat untuk pertimbangan yang berikut:
Sebagai pemeriksaan konfirmasi lainnya
Untuk mencari agen lain infeksius yang lain
Karena tujuan epidemiologik.

Penatalaksanaan dan Pengobatan


Penatalaksanaan
Bayi umur kurang dari 6 bulan dengan bronkiolitis akut dan distresspernafasan sebaiknya
dirawat di rumah sakit bila ditemukan kadar SpO2 kurang dari 92 %, tidak dapat
mempertahankan hidrasi oral, dan meningkatkan angka respirasi, atau mempunyai riwayat
penyakit kardio-respiratori yang kronik. Desaturasi di 40 %O2 (3-4 l/mnt) biasanya
muncul sianosis, gejala extra pulmonal, apnea dan asidosis merupakan tanda bayi di rawat
di ruang rawat intensif. Hipoksemia merupakan tanda kelainan laboratorium yang tampak
untuk itu diperlukan tambahan oksigen bagi pasien. Arah utama untuk pengobatan pasien
dengan bronkiolitis adalah dengan penggantian cairan dan suplemen cairan. Pada pasien
tersebut biasanya mengalami dehidrasi ringan dikarenakan berkurangnya asupan cairan
dan banyak kehilangan cairan melalui demam dan takipnea. Pengguanan cairan tambahan
agar diawasi agar tidak terbentuknya formasi edema paru. Terapi supportive adalah
mendeteksi cepat bila ada apnea dan memberikan perhatian khusus terhadap demam pada
neonatus

Pengobatan
Bronkodilator
Penggunaan bronkodilator merupakan kontroversi pada neonatus dan bayi. Pada tahun
1993 editorial dari Lancet masih tidak memperkenankan penggunaan bronkodilator pada
pasien-pasien bronkiolitis yang jelas tidak efektif. Kellner dkk., mereka menyimpulkan
bahwa terdapat peningkatan ringan dari perbaikan sementara pada pasien dengan
bronkiolitis sedang sampai berat.

Kortikosteroid
Disamping aturan utama inflamasi sebagai patoghenesis terjadinya sumbatan saluran
nafas, kortikosteroid sebagai anti inflamsi tidak terbukti menguntungkan untuk
meningkatkan status klinis pada studi klinis multiinstusional. Dibuktikan dalam penelitan
yang ada maka penggunaan dexamethasone atau glukokortikosteroid lain pada anak-anak
tidak dapat didukung. Nebulasi ephinefrin (0,1 mg/Kg BB) ditemukan lebih efektif
daripada B-agonis salbutamol pada bayi dengan bronkiolitis akut. Pada studi yang
dilakukan henderson dkk, tidak ditemukannya peningkatan signifikan fungsi respirasi
pada penggunaan inhalasi adrenalin. Kesimpulan yang didapat bahwa adrenalin inhalasi
tidak mengurangi obstruksi saluran nafas. Berdasarkan percobaan random terkontrol
untuk membandingkan subcutaneus ephinefrin dan nebulalisasi ephinefrin dengan
plasebo ditemukan peningkatan yang signifikanpada pasien yang diterapi dengan
ephinefrin dalam hal peningktan perbaikanoksigenasi dan tanda klinis.

Antikolinergik
Ipratropium bromide adalah zat antikolinergik dalam bentuk aerosol, tidak dapat
menunjukkan bukti dapat membantu dalam manajemen dari bayi yang sakit. Hal ini
menunjukkan tidak ada keuntungan klinis dibandingkan dengan pengobatan albuterol
tersendiri pada kasus bronkiolitis sedang sampai berat.

Antibiotik
Virus adalah etiologi utama pada bronkiolitis untuk itu penggunaan rutin dari antibiotik
sebaiknya dihindari untuk penyakit ini. Apabila bayi mengarah ke arah lebih buruk dan
menunjukkan kenaikan dari hitung sel darah putih kedepannya menunjukkan tanda-tanda
sepsis, selanjutnya kultur bakteri dari darah, urine, dan cairan LCS sebaiknya diambil
dan di follow up segera dengan pemberian antibiotik spektrum luas. Penelitian yang
dilakukan oleh Kupperman dkk. dari 156 bayi dibawah umur 24 bulan yang sebelumnya
sehat dengan sedikit demam dan menderita bronkiolitis, menunjukkan bahwa bayi-bayi
ini mau tidak mau menderita bakteremia dan menderita infeksi saluran
kemih.penggunaan rutin dari antibiotik tidak menunjukkan perbaikan dari bronkiolitis.

Heliox
Heliox (campuran antara helium dengan oxygen) telah digunakan pada pasien asma akut.
telah ada laporan kasus yang menyatakan dan menjelaskan tentang penggunaan heliox
pada bayi laki-laki umur 4 bulan dengan bronkiolitis positif RSV. Heliox mungkin
bermanfaat sebagai tambahan untuk terapi konvensional pada pasien bronkiolitis dalam
keadaan kritis. Bagaimanapun studi klinis dari terapi ini sangat diperlukan untuk
mengetahui keefektifan terapi ini. Hal ini dimungkinkan bahwa heliox dengan terapi
nebulalisasi dapat sangat berguna pada bayi dengan bronkiolitis berat atau pasien
terpasang intubasi dan tidak merespon dengan terapi konvensional.

Ventilasi mekanik
Bayi dengan bronkiolitis kadang-kadang memerlukan ventilasi mekanik khususnya pada
kasus apneu berulang atau peningkatan usaha nafas pada gagal nafas. Terapi pada pasien
seperti ini adalah terapi suportif , dengan pemberian oksigen yang adekuat baik
continous positive airway pressure (CPAP) danintermitent mandattory ventilation (IMV)
dengan possitive end-distendingpressure (PEEP) telah digunakan dan sukses sebagai
terapi pada bayi tersebut. Penyapihan awal pada hari ke-2 sampai ke-3 biasanya tidak
sukses setelah kesakitan berkurang, untuk itu penyapihan dilakukan segera. Bayi dengan
hypoxemia progresiv tidak merespon ventilasi konvensional biasanya merespon
penggunaan ventilasi frekuensi tinggi atau extracorporeal oksigenasi membran.
experimen terapi terkini untuk bayi dengan insuffisiensi pulmonal dari bronkiolitis
meliputi surfaktan dan nitrit oksida.

Antivirus ( Ribavirin )
Ribavirin ( 1 beta-D-ribafuranosyl-1,2,4-triazole-3-carbox-amide) adalah analog
nukleosida sintetik yang menggabungkan guanosin dan inosin tampaknya di buat untuk
mempengaruhi RNA massenger dan menghambat sintesis protein virus. Ribavirin
mempunyai spektrum luas aktivitas antiviral invitro. Terapi ribavirin untuk infeksi RSV
masih kontroversial dikarenakan masih ada penggunaan aerosol, harga yang relatif
mahal, toxisitas dan efek samping. Saat ini rekomendasi dari AAP terapi dengan ribavirin
aerosol sedang dipertimbangkan untuk bayi-bayi dengan resiko tinggi penderita penyakit
karena RSV :
a. Diantara mereka dengan komplikasi penyakit jantung kongenital termasuk didalamnya
hipertensi portal dan juga mereka yang menderita displasie bronkopulmonar, kistik
fibrosis dan penyakit paru kronik lainnya.
b. Mereka yang menderita penyakit yang didasari oleh penyakit imun.
c. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan umur kurang dari 6 minggu dengan
penyakit penyerta seperti anomali kongenital multipel atau penyakit neurologi
metabolik. Kesimpulannya ribavirin merupakan terapi yang aman tapi mahal, efisiensi
dan keefektifannya tidak tampak jelas menunjukan dalam penelitian. Penggunaan
ribavirin secara rutin pada saat ini kurang direkomendasikan.

Pencegahan
Penyebaran dari RSV kemungkinan terjadi karena kontak langsung dengan sekret pasien
yang terinfeksi. Pencegahan penting pada staf rumah sakit seperti perhatian khusus
terhadap kebersihan sekret pasien dan kebersihan badan petugas rumah sakit tampaknya
dapat mengurangi penyebaran RSV di rumah sakit. Saatini menggunaan RSV
imunoglobulin intra vena pada dosis tinggi (500-750 mg/KgBB) tampaknya dapat
mencegah RSV pada pasien resiko tinggi, sebagai tambahan RSV imunoglobulin intra
venus dalam bentuk aerosol dapat memberikan keuntungan pada pasien dengan
bronkiolitis karena RSV. Dalam penelitian baru oleh Rimensberger, dkk., menyimpulkan
bahwa dosis tunggal RSV imunodlobulin intra vena (0,1 gr/Kg BB) tidak menunjukan
keuntungan untuk bronkiolitis akut karena RSV.Saat ini tampaknya ada kerugian yang
ditimbulkan oleh penggunaan human polyclonal RSV- Imunoglobulin antibodi spesifik
pada bayi. Hal ini meliputi penggunaan bulanan secara intra vena antara 2-4 jam.Insidensi
tertinggi di rumah sakit pada kasus bronkiolitis karena RSV terjadi pada bayi umur 2-5
bulan untuk itu vaksinasi dapat menstimulasi keefektifan setelah bayi berumur 2 bulan.

Prognosis

Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48-72 jam. Mortalitas kurang
dari 1%. Anak biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama, asidosis
respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan
kurang makan-minum, Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan
gagal jantung jarang dijumpai.
PNEUMONIA

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah utama pada anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun (balita). Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan leh penyakit
sistem respirasi, terutama pneumonia.

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebaban oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dll). Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata.

Epidemiologi

Dari Kepustakaan pneumonia komuniti (CAP) yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit (HAP)
banyakdisebabkan bakteri Gram negatif, Sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkanoleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terkahir dari beberapa
pusat di Indonesia(Medan, Surabaya, Malang, Makassar) dengan cara pengambilan bahan
dan meode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan:

Klebsiela pneumoniae 45,18%

Streptococcus pneumoniae 14,04%

Streptococcus viridans 9,21%

Staphylococcus aureus 9%

Pseudomonas aeruginosa 8,56%

Streptoccocus hemolyticus 7,89%

Enterobacter 5,26%

Pseudomonas spp 0,9 %


Etiologi

Sebagian besar disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan-
bahan lain, sehingga dikenal:

1. Pneumonia Lipid

Oleh karena aspirasi minyak mineral.

2. Pneumonia kimiawi

Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium.

3. Extrinsic allergic alveolitis

Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen, seperti spora aktinoemisetes termofilik
yang terdapat pada ampas tebu di pabrik gula.

4. Pneumonia karena obat:

Nitrofurantoin, busulfan, metotreksat/

5. Pneumonia karena radiasi.

6. Pneumonia dengan penyebab tak jelas;

Desquamative interstitial pneumonia, eosinofilie pneumonia.

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi:

A. Bakteri
Penyebab : Streptokokus pneumonia, Streptokokus piogenes, Stafilokokus
aureus, Klebsiela pneumonia, Eserikia koli, Yersinia pestis,

Tipe Pneumonia : Pneumonia bakterial.

B. Aktinomisetes

Penyebab : A. Israeli, Nokardia asteroides

Tipe Pneumonia : Aktinomikosis pulmonal, Nakordiosis pulmonal.

C. Fungi
Penyebab : Kokidioides imitis, Histoplasma kapsulatum, Blastomises
dermatitidis, Aspergilus, Fikomisetes.

Tipe Pneumonia : Kokidioidomikosis, Histoplasmosis, Blastomikosis, Aspergilosis,


Mukormikosis.

D. Riketsia

Penyebab : Koksiela Burnetti

Tipe Pneumonia : Q fever

E. Klamidia

Penyebab : Klamidia psittaci

Tipe Pneumonia: Psitakosis, Ornitosis, Pneumonia mikoplasma.

F. Mikoplasma

Penyebab : Mikoplasma pneumonia.

Tipe Pneumonia : Pneumonia mikoplasma.

G. Virus

Penyebab : Infuenza virus, Respiratory syncytial Adenovirus/

Tipe Pneumonia : Pneumonia viral.

H. Protozoa

Penyebab : Pneumositosis karinii

Tipe pneumonia : Pneumonia pneumosistis.

Patologi dan Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifermelalui saluran


respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya,
deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi
proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya,
jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.

Beberapa fator yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomikdan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis
yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana
pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan.

Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumototraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema
torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Penatalaksanaan

Terapi pneumonia dilandaskan pada diagnosis berupa AB untuk mengeradikasiMO yang


diduga sebagai kausalnya. Dalam pemakaian AB harus dipakai pola berfikir Panca Tepat
yaitu diagnosis tepat, pilihan AB yang tepat dan dosis yang tepat, dalam jangka waktu
yang tepat dan pengertian patogenesis secara tepat. AB yang bermanfaat untuk mengobati
kuman intraseluler seperti pada PA oleh kelompok M. Pneumonia adalah obat yang bisa
berakumulasi intraseluler disamping ekstraseluler, seperti halnya obat golongan makrolid.

Dapat dijumpai beberapa Pendekatan terapi :


a. Anjuran American Thoracic Society
ATS membagi PK untuk terapi empiris atas 4 kelompok berdasarkan usia,
adanya penyakit dasar dan tempat rawat pasien. Untuk PK <60 tahun, tanpa penyakit
dasardianjurkan sefalosporin generasi 2, betalaktam, antibetalaktamase atau makroid.
b. Berdasarkan diagnosis empirik kuman penyebab

Dalam memilih AB untuk PK perlu diingat :


a. Sebanyak 69-100% kuman penyebab PK berupa Hemophilus spp,Staphylococcus sp
menghasilkan B laktamase
b. Konsentrasi makrolide di jaringan dan paru lebih tinggi dari plasma hingga
kadarnya dapat mencapi level yang cukup untuk mikroplasma, Hemophilus dan
Staphylococcus. AB yang dipilih harus mencakup kedua tipe kuman, karena itu pada
PK yang berobat jalan dapat digunakan makrolid.

Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Uyainah, Vidhia Umami, Dispnea dalam Lima Puluh Masalah Kesehatan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam

Dr.R.Darmanto Djojodibroto,Sp.P,FCCP.Respirologi (respiratory medicine) 2009,


penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta.

Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI jilid 2

Ilmu Kesehatan Anak Nelson

Ilmu kesehatan anak 1997, fakultas kedokteran universitas indonesia:Jakarta

Nastiti N. Rahajoe, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto.Respirologi anak 2010,


badan penerbit IDAI: Jakarta

Materi Kuliah Sistem DDT dr.Fachri, Sp.P Dyspnea PIPKRA 2010

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC. 2005
Farmakologi dan Terapi Universitas Indonesia

Вам также может понравиться